Anda di halaman 1dari 5

Test Vitalitas Fraktur Gigi Mencapai Pulpa

Berikut ini adalah langkah-langkah yang perlu diperhatikan oleh dokter gigi dalam
melakukan pemeriksaan gigi yang telah mengalami trauma.

Prognosis dari trauma yang meliputi gigi dipengaruhi oleh 3 faktor:


Tingkat kerusakan atau luas dari kerusakan yang dialami. Apakah kerusakan yang dialami
meliputi jaringan lain di sekitar gigi, seperti jaringan lunak maupun jaringan keras seperti
tulang rahang.
Kualitas dan kesegeraan dari perawatan yang dilakukan setelah terjadi trauma.
Evaluasi dari penatalaksanaan selama masa penyembuhan.

Pemeriksaan Subyektif
Pemeriksaan terhadap pasien trauma gigi harus dilakukan sesegera mungkin setelah
terjadinya trauma. Proses pemeriksaannya hampir sama seperti pemeriksaan pada kasus
perawatan endodontik.

Anamnesis diperoleh dari keterangan pasien atau orang lain yang mengetahui secara pasti
mengenai kondisi yang dialami oleh pasien, meliputi keluhan utama, riwayat terjadinya
trauma, dan medical history.

Keluhan utama.
Pasien ditanyakan mengenai keparahan dari rasa sakit dan berbagai gejala signifikan
lainnya. Perdarahan pada jaringan lunak memang terlihat sebagai suatu kondisi yang parah,
namun apabila terjadi fraktur pada tulang maka rasa sakit yang timbul akan lebih besar dan
kondisi ini harus menjadi prioritas utama dalam melakukan perawatan. Selain itu, perlu
dicatat juga mengenai durasi dari tiap gejala.

Riwayat terjadinya trauma.


Tanyakan pasien hal-hal berikut ini:
Kapan dan dimana cedera terjadi.
Bagaimana terjadinya cedera.
Perawatan apa saja yang sudah dilakukan sebelum datang ke dokter gigi (operator).
Apakah sebelumnya sudah pernah mengalami trauma yang serupa.
Gejala apa saja yang dirasakan pasien sejak terjadinya trauma (pusing, muntah, sakit
kepala, kejang-kejang ataupun konvulsi, pandangan kabur, hilang kesadaran, gangguan
pendengaran, pengecapan, penglihatan dan keseimbangan, serta perdarahan dari hidung
atau telinga.

Masalah gigi yang dialami sejak trauma (sakit, kegoyangan, sangkutan oklusal, gejala lain
pada jaringan sekitar gigi).
Medical history.
Riwayat alergi terhadap obat-obatan.
Kelaianan seperti gangguan perdarahan, diabetes, epilepsi.
Obat-obatan yang sedang dipakai sekarang.
Status imunisasi tetanus. Untuk luka bersih, tidak diperlukan booster apabila imunisasi
dilakukan sejak 10 tahun yang lalu. Untuk luka kotor, diperlukan booster apabila imunisasi
dilakukan lebih dari 5 tahun.

Pemeriksaan Obyektif

Pemeriksaan jaringan lunak.


Lakukan observasi dan palpasi pada jaringan lunak yang cedera. Apabila terjadi terjadi
laserasi jaringan lunak dan fraktur gigi perlu dilakukan pula pemeriksaan radiografi karena
tidak jarang fragmen gigi tertanam ke dalam jaringan lunak.
Pemeriksaan tulang wajah.Maksila, mandibula, dan TMJ perlu diperiksa secara visual,
palpasi, untuk melihat adanya distorsi, malalignment, atau adanya indikasi fraktur. Apabila
ada indikasi fraktur lakukan pula pemeriksaan radiografi. Catat juga apabila ada dislokasi
dari gigi, sangkutan oklusal, dan perkembangan dari pathosis apikal.

Pemeriksaan gigi.

Gigi yang mengalami trauma harus diperiksa apakah gigi tersebut mengalami fraktur,
kegoyangan, perubahan posisi, cedera pada ligamen periodontal dan tulang alveolar, serta
trauma pada jaringan pulpa. Periksa pula adanya kemungkinan keterlibatan gigi yang
berada di rahang lawannya.

Fraktur email atau keretakan pada mahkota dapat diperiksa dengan indirect light atau
transluminasi atau dengan penggunaan dye. Apabila struktur gigi telah hilang, periksa
luasnya kehilangan apakah sampai pada batas email, dentin, atau sudah mencapai jaringan
pulpa.

Kegoyangan gigi diperiksa dalam segala arah. Apabila ketika gigi digerakkan gigi
sebelahnya ikut bergerak, perlu dicurigai adanya fraktur pada tulang alveolar.

Perubahan posisi gigi yang terjadi dapat berupa intrusi, ekstrusi, lateral (labial atau lingual),
dan avulsi secara keseluruhan. Tanyakan kepada pasien apakah ada kontak prematur
ataupun sangkutan oklusal. Apabila ada perubahan oklusi, perlu dicurigai adanya
kemungkinan fraktur rahang atau akar gigi ataupun ekstrusi gigi.

Untuk memeriksa adanya cedera pada jaringan periodontal lakukanlah tes perkusi pada
gigi. Pada gigi yang mengalami trauma tanpa adanya fraktur atau perubahan posisi
pemeriksaan ini cukup penting untuk melihat adanya kerusakan pada neurovascular bundle
yang masuk ke dalam gigi melalui apeks. Kerusakan ini akan menimbulkan adanya
kemungkinan terjadinya degenerasi pulpa. Kerusakan ini biasanya ditandai dengan tes
perkusi yang positif.

Pemeriksaan vitalitas atau respon pulpa terhadap trauma harus diperiksa pada awal
kunjungan dan kunjungan-kunjungan kontrol berikutnya, karena adanya kemungkinan
kematian pulpa beberapa bulan setelah trauma. Setelah terjadi trauma, sering pulpa
memperlihatkan hasil negatif ketika dilakukan tes vitalitas. Namun, setelah pulpa
mengalami pemulihan, dia dapat kembali memperlihatkan hasil positif. Hal yang
sebaliknya dapat pula terjadi.
*pemeriksaan

Follow-up Evaluation
Pasien trauma harus dievaluasi cukup sering dan dalam jangka waktu yang cukup panjang
untuk memastikan terjadinya pemulihan atau justru terjadinya kerusakan jaringan pulpa dan
resorpsi akar.
tooth splint
Pemeriksaan pemulihan pulpa dianjurkan setiap 3-4 minggu sekali dalam 6 bulan pertama,
dan untuk selanjutnya setiap 1 tahun sekali. Apabila terjadi inflammatory resorption
ataupun nekrosis pulpa maka perlu segera dilakukan perawatan endodontik.

Sumber: Ingle, J.I. and L.K. Bakland. 2002. Endodontics. Ontario: Elsevier.
3. Complicated crown fracture
Adalah fraktur email dentin yang melibatkan pulpa. Biasanya ditandai dengan adanya
perdarahan pada bagian pulpa yang terlibat serta adanya sensitivitas terhadap perubahan suhu
yang menutup tubulus dentinalis misalnya bahan terapeutik untuk mencegah invasi bakteri yang
mengakibatkan terjadinya inflamasi pulpa. Semen zink oksia eugenol dapat diaplikasikan untuk
menstimulasi terbentuknya jaringan keras. Secara histologist pada bagian pulpa yang terlibat
akan tampak jaringan fibrin, proliferasi leukosit, histosit dan lama kelamaan akan timbul jaringan
granulasi. Perawatan fraktur jenis ini adalah dengan pulp capping, partial pulpotomi atau pulpal
extirpation (Andreasen et al., 2003).
Complicated crown fracture meliputi :
1. FRAKTUR MAHKOTA DENGAN PULPA TERBUKA (VITAL)
Trauma pada gigi dapat menyebabkan injuri pada pulpa, dengan atau tanpa kerusakan
mahkota atau akar, atau pemindahan gigi dari soketnya. Bila mahkota atau akar patah, pulpa
dapat sembuh dan vital, dapat segera mati, atau dapat mengalami degenerasi progresif dan
akhirnya mati (Grossman, dkk, 1995).
Tipe fraktur ini melibatkan email, dentin, dan pulpa. Fraktur ini disebut pula fraktur mahkota
complicated/ fraktur kelas III Ellis. Derajat terbukanya pulpa bervariasi mulai dari titik kecil
hingga membuka seluruh pulpa. Terbukanya pulpa pada fraktur ini menyebabkan perawatan
menjadi lebih sulit. Kontaminasi bakteri pada pulpa menghalangi penyembuhan kecuali jika
kondisi pulpa yang terbuka dapat ditutup untuk menghalangi kontaminasi lebih lanjut (Ingle dan
Bakland, 2002).
Hendaknya luas fraktur, tahap perkembangan akar, dan lama waktu sejak terjadinya cedera
dicatat dengan baik. Luasnya fraktur akan membantu menentukan perawatan pulpa
sertakebutuhan restorasinya. Fraktur yang kecil mungkin bisa dirawat saluran akarnya secara
vital dan direstorasi menggunkaan resin komposit dengan etsa. Fraktur yang luas mungkin
memrlukan perawatan saluran akar dengan restorasi mahkota yang didukung dengan pasak dan
inti bergantung pada usia pasien (Walton dan Torabinejad, 2001).
Penampakan Klinis
Reaksi awal dari kondisi fraktur mahkota dengan pulpa terbuka adalah adanya hemoragi pada
area dimana pulpa terluka. Berikutnya, terjadi respon inflamatori siperfisial yang diikuti oleh
proses destruktif (nekrotik) atau proses proliferasi (pulp polyp) reaction (Ingle dan Bakland,
2002)

Diagnosis
Diagnosis dari fraktur mahkota dengan pulpa terbuka dapat dilakukan dengan observasi
klinis. Sebagai tambahan, penting kiranya untuk menentukan kondisi pulpa. Jika gigi mengalami
luksasi ditambah terdapat fraktur koronal, kesembuhan pulpa akan terganggu, semakin lama
pulpa terbuka tanpa dilindungi maka prognosis vitalitas pulpa memburuk (Ingle dan Bakland,
2002).

2. FRAKTUR MAHKOTA DENGAN PULPA TERBUKA (NON VITAL)


Fraktur mahkota dengan pulpa terbuka dan non vital dapat diklasifikasikan
sebagaicomplicated crown fracture.

Penampakan Klinis
Hilangnya struktur mahkota gigi disertai pulpa gigi yang terbuka. Terdapat sedikit
perdarahan karena pulpa yang terbuka. Proliferasi jaringan lunak (pulp polyp) dapat terjadi
ketika terlambat member perawatan pada gigi muda. Gigi akan sensitif dengan perubahan suhu,
dehidrasi dan tekanan karena tubulus dentinalis terbuka. Tes pulpa selalu positif kecuali terjadi
bersamaan dengan trauma luksasi. Pemeriksaan radiografi sangat penting untuk evaluasi klinis
dan perawatan yang akan dilakukan (Berman dkk., 2007). Tes perkusi akan negatif, bila positif
harus dicek ulang apakah gigi itu mengalami luksasi atau fraktur akar. Mobilitasnya normal.
2. FRAKTUR AKAR DAN MAHKOTA DENGAN MELIBATKAN PULPA
Diagnosis
Diagnosis dibuat dengan pemeriksaan klinis dari struktur gigi yang hilang dari
mahkota dan adanya eksposur pulpa. Biasanya terdapat sedikit perdarahan pada bagian pulpa
yang terluka. Perawatan yang tertunda dapat menimbulkan terjadinya pulp
polyp. Tergantung ada tidaknya kontaminan pada cedera, pulp akan berwarna merah terang,
penampilan sianosis atau iskemik. Gigiumumnya sensitif
terhadap variasi suhu, dehidrasi, dan tekanan yang disebabkanoleh bagian dari tubulus dentin dan
pulpa yang terkena. Respon untuk pengujianpulpa biasanya positif.

Anda mungkin juga menyukai