Anda di halaman 1dari 28

PEMANFAATAN ADSORBEN SERBUK BIJI KELOR UNTUK

PENURUNAN KADAR LOGAM Mn PADA KOLAM


PENGENDAPAN PT. ANUGRAH NUSANTARA SEJAHTERAH

PROPOSAL TUGAS AKHIR

Dibuat untuk memenuhi persyaratan Mata Kuliah Tugas Akhir pada


Jurusan Teknik Pertambangan, Fakultas Sains dan Teknik,
Universitas Nusa Cendana

OLEH:

VIKTORIA S. MUDA
1206107042

U N I V E R S I TAS N U SA C E N DANA

F A K U L T A S S A I N S DAN T E K N I K

JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN

KUPANG

2016
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Air adalah materi esensial di dalam kehidupan. Tidak ada satupun

makhluk hidup yang berada di planet bumi ini yang tidak membutuhkan air. Di

dalam sel hidup, baik pada tumbuhan, hewan maupun manusia terkandung

sejumlah air dari 75% sel tumbuh-tumbuhan dan lebih dari 67% kandungan sel

hewan terdiri dari air (Suriawiria; 2005). Air tidak hanya penting untuk

kehidupan, melainkan penting juga untuk mengatur struktur dan fungsi

lingkungan hidup. Daur air merupakan daur bahan kimia yang paling penting.

Daur bahan-bahan lain pada umumnya bergantung pada adanya air sebagai

pelarut. Daur air terjadi dalam semua unit ekosfer (hidrosfer, amosfer, dan

litosfer) baik dalam bentuk uap maupun bentuk cair.


Air yang digunakan oleh manusia adalah air permukaan tawar dan air

tanah murni. Meningkatnya kebutuhan air sehubungan dengan bertambahnya

jumlah penduduk dunia dan juga sebagai akibat dari peningkatan kebutuhan air

untuk rumah tangga, industri, pertambangan, reakreasi, pertanian, perikanan, dan

sebagainya (Nur Alimah S., 2010).


Menurut Sastrawijaya (1991), air juga diperlukan untuk berbagai macam

keperluan rumah tangga, pengairan, industri, rekreasi dan lainnya. Oleh karena

itu, air kita perlukan dalam kuantitas dan kualitas yang memadai dan pada waktu

yang tepat. Kebanyakan maupun kekurangan air akan menimbulkan masalah.

Menurut Undang-undang Republik Indonesia No. 4 Tahun 2009 pada Bab

I Ketentuan Umum, Pasal 1 ayat 25 dan ayat 26. Ayat 25 yaitu Analisis Mengenai

Dampak Lingkungan yang selanjutnya disebut amdal, adalah kajian mengenai


dampak besar penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada

lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang

penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. Kemudian ayat 26 yaitu Reklamasi

adalah kegiatan yang dilakukan sepanjang tahapan usaha pertambangan untuk

menata, memulihkan, dan memperbaiki kualitas lingkungan dan ekosistem agar

dapat berfungsi kembali sesuai peruntukannya.


Maka dari itu, air sangat mempunyai peranan penting dalam memberikan

nilai tambah secara nyata kepada pertumbuhan ekonomi. Dalam suatu usaha atau

kegiatan penambangan tersebut air sangat mempunyai perananan penting yang

nantinya dalam proses pengolahan sangat diperlukan untuk mendapatkan hasil

dari usaha/kegiatan penambangan yang telah direncanakan itu sendiri dan

djuujhnhnhnari proses pengolahan yang dilakukan dapat menyebabkan dampak

terhadap lingkungan sekitar yaitu seperti pencemaran air yang mengandung

logam-logam berat, air menjadi keruh, dll.


PT. Anugrah Nusantara Sejahterah merupakan salah satu perusahaan yang

bergerak dalam bidang pertambangan yaitu tambang mangan yang dimanfaatkan

sebagai keperluan-keperluan industri. Mangan yang ditambang kemudian diolah

yaitu dengan memisahkan mangan dari pengotor (mineral ikutan) dengan cara

dicuci yang nantinya limbah pembuangan (air) yang di tampung dalam kolam

pengendapan kemudian di pakai untuk proses pencucian mangan. Bila dibiarkan

begitu saja tanpa penaggulangan lebih lanjut, logam Mn yang terkandung dalam

air hasil pencucian mangan tersebut akan masuk dan mencemari air bawah tanah.

Maka diperlukan suatu media adsorbsi yang nanti digunakan untuk menurunkan

kadar logam Mn agar tidak mencemari air bawah tanah. Salah satunya adalah

tanaman Kelor (Moringa Oliefera).


Tanaman Kelor (Moringa Oliefera) banyak tumbuh di India bagian utara,

tetapi sekarang sudah menyebar luas ke seluruh kawasan tropis, termasuk

Indonesia. Di Indonesia tanaman tersebut dikenal sebagai tanaman kelor.

Budidaya tanaman Moringa atau kelor memerlukan pemeliharaan yang sangat

minimal dan dapat tahan pada musim kering yang panjang. Cepat tumbuh sampai

ketinggian 4-10 meter, berbunga, dan menghasilkan buah hanya dalam waktu 1

tahun sejak ditanam, bahkan di kawasan India bagian selatan,setiap tahun dapat

dilakukan dua kali panen (http://www.kompas.com, 2003).


Srawaili (2008) telah membuktikan dalam penelitiannya tentang

Efektivitas Biji Kelor (Moringa Oliefera) dalam Menurunkan Kekeruhan, Kadar

Ion Besi dan Mangan dalam Air bahwa biji kelor efektif untuk menurunkan

kandungan logam Fe & Mn dan kekeruhan pada air, yaitu efektivitas sebesar

99,529% dalam menurunkan konsentrasi kandungan logam Fe, 99,355% dalam

menurunkan kandungan logam Mn dan 99,868% dalam menurunkan kekeruhan.

Biji buah kelor mengandung senyawa bioaktif rhamnosyloxy-benzil-

isothiocyanate, yang mampu mengadsorpsi dan menetralisir partikel-partikel

lumpur serta logam yang terkandung dalam limbah suspensi dengan partikel

kotoran melayang dalam air, sehingga sangat potensial digunakan sebagai

koagulan alami untuk membersihkan air sehingga layak dipergunakan kembali.

Kelebihan biji buah kelor sebagai koagulan dibanding koagulan kimia yang biasa

digunakan seperti tawas adalah kemampuannya untuk mengendapkan berbagai

ion logam terlarut, menurunkan kekeruhan dan kadar logam Fe, Cu, Mn (Arung,

2002) dan juga bakteri-bakteri berbahaya disamping mudah diperoleh di

lingkungan sekitar (Anonim,2004). Selain itu tanaman ini juga merupakan salah

satu pemilihan alternatif untuk reklamasi lahan bekas penambangan.


Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu metode adsorpsi. Adsorbsi

yaitu proses penggumpalan substansi terlarut yang ada dalam larutan oleh

permukaan beda penyerap (Reynolds, 1982 dalam Hani Nuryati, 2010). Adsorben

yang biasa digunakan adalah zeolit serta karbon aktif dan lainnya. Adapun

adsorben lain yang biasa digunakan untuk penurunan kadar logam pada air salah

satunya yaitu serbuk kelor. Dari beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa

serbuk biji kelor ternyata dapat digunakan sebagai pengabsorbsi, menggumpalkan

sekaligus menetralkan tegangan permukaan dari partikel lumpur dan logam berat

yang terkandung dalam substansi limbah. Hal ini disebabkan tingginya kandungan

protein kationik dan adanya bahan aktif 4-alfa 4-rhamonsiloxy-benzil-isothio

cyanate yang terkandung pada biji kelor. Keberadaan zat aktif ini mampu

mengabsorbsi dan menetralisir partikel-partikel lumpur dan logam berat yang

terkandung dalam limbah tersuspensi (Pandia dan Husin, 2005).

Berdasarkan permasalahan di atas dan dari penelitian-penelitian

sebelumnya, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul

PEMANFAATAN ADSORBEN SERBUK BIJI KELOR UNTUK

PENURUNAN KADAR LOGAM Mn PADA KOLAM PENGENDAPAN PT.

ANUGRAH NUSANTARA SEJAHTERAH.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas maka masalah yang dirumuskan dalam

penelitian ini yaitu sebagai berikut:


1. Berapakah massa serbuk biji kelor yang dibutuhkan untuk

menurunkan kadar logam Mn pada air limbah hasil pencucian mangan

di kolam pengendapan PT. Anugrah Nusantara Sejahtera?


2. Berapakah waktu optimum yang dibutuhkan serbuk biji kelor dalam

menurunkan kadar logam Mn pada air limbah hasil pencucian mangan

di kolam pengendapan PT. Anugrah Nusantara Sejahtera?


3. Berapakah penurunan kadar logam Mn akibat penambahan serbuk

kelor pada air limbah hasil pencucian mangan di kolam pengendapan

PT. Anugrah Nusantara Sejahtera?

1.3. Batasan Masalah


Agar pembahasan yang dilakukan dalam penelitian ini dapat terarah dan

tidak menyimpang dari pokok permasalahan, maka perlu dilakukan pembatasan

masalah sebagai berikut :


1. Massa serbuk biji kelor yang dibutuhkan untuk menurunkan kadar

logam Mn pada air limbah hasil pencucian mangan di kolam

pengendapan PT. Anugrah Nusantara Sejahterah


2. Waktu yang dibutuhkan serbuk biji kelor dalam menurunkan kadar

logam Mn pada air limbah hasil pencucian mangan di kolam

pengendapan PT. Anugrah Nusantara Sejahterah.


3. Penurunan kadar logam Mn akibat penambahan serbuk kelor pada air

limbah hasil pencucian mangan di kolam pengendapan PT. Anugrah

Nusantara Sejahterah.

1.4. Tujuan Penelitian


Tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui massa serbuk biji kelor yang dibutuhkan dalam

menurunkan kadar logam Mn pada air limbah hasil pencucian

mangan di kolam pengendapan PT. Anugrah Nusantara Sejahterah.


2. Untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan serbuk biji kelor dalam

menurunkan kadar logam Mn pada air limbah hasil pencucian

mangan di kolam PT. Anugrah Nusantara Sejahterah.


3. Untuk mengetahui penurunan kadar logam Mn akibat penambahan

serbuk kelor pada air limbah pencucian mangan di kolam

pengendapan PT. Anugrah Nusantara Sejahterah?

1.5. Manfaat Penelitian


1. Perusahaan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai

massa dan waktu yang dapat direkomendasikan sebagai dasar dalam

memilih media adsorben serbuk biji kelor untuk menurunkan kadar

logam Mn pada air di kolam PT. Anugrah Nuasantara Sejahterah.


2. Perguruan Tinggi
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi dokumen akademik yang

berguna untuk dijadikan bahan acuan bagi mahasiswa lainnya yang

membutuhkan informasi mengenai pemanfaatan serbuk biji kelor

sebagai media adsorben untuk penurunan kadar logam Mn pada air di

kolam pengendapan PT. Anugrah Nusantara Sejahterah.


3. Penulis
Penelitian ini dapat menambah wawasan dan skill laboratorium

penulis dalam pemanfaatan serbuk biji kelor sebagai media adsorben

untuk penurunan kadar logam Mn pada air di kolam pengendapan PT.

Anugrah Nusantara Sejahterah.


1.6. Jadwal Penelitian
Kegiatan penelitian direncanakan selama 3 bulan, dengan jadwal kegiatan

penelitian sebagai berikut:

No Tahapan BULAN
Penelitian
1 2 3
Minggu Minggu Minggu
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Studi
1 Literatur
Pengambilan
2 Data
Pengolahan
& Analisis
3 Data
Penyusunan
4
Laporan
5 Seminar dan
Perbaikan
BAB II

DASAR TEORI

2.1. Logam Berat


Logam berat yaitu unsur yang mempunyai nomor atom 22 - 23 dan 40 - 50

serta unsur golongan laktanida dan aktinida, dan mempunyai respon biokimia

yang khas (spesifik) pada organisme hidup (Connell dan Miller, 1995).

Penggunaan logam berat dalam berbagai kegiatan sehari-hari secara langsung

maupun tidak langsung, baik sengaja maupun tidak di sengaja, telah mencemari

lingkungan sebagai limbah. Logam-logam berat antara lain merkuri (Hg), timbal

(Pb), arsen (As), kadmium (Cd), kromium (Cr), nikel (Ni), mangan (Mn), dll.

Logam-logam tersebut diketahui dapat terakumulasi dalam tubuh suatu organisme

sebagai racun (Kardiaz, 1992). Logam berat dalam limbah biasanya berada dalam

berbagai macam bentuk atau kondisi, seperti tidak terlarut, terlarut, tereduksi,

teroksidasi, logam bebas, terpresipitasi, terserap, dan dalam bentuk kompleks.

2.2. Mangan
Mangan adalah kation logam yang memiliki karakteristik kimia serupa

dengan besi. Mangan merupakan salah satu unsur alam yang terdapat dalam air

tanah dan mata air serta air permukaan. Dampak negatif yang ditimbulkan dengan

adanya kandungan unsur mangan dalam suatu air baku adalah:

1. Air menjadi berasa pahit sesuai dengan karakteristik logam.

2. Hasil-hasil industri kertas, tekstil, atau kulit menjadi berwarna kuning

kecoklatan hingga hitam.

3. Perkakas rumah tangga menjadi berwarna coklat atau hitam.

Mangan ditemukan oleh Johann Gahn pada tahun 1774 di Swedia. Logam

mangan berwarna putih keabu-abuan. Mangan termasuk logam berat dan sangat

rapuh tetapi mudah teroksidasi. Logam dan ion mangan bersifat paramagnetic.

Mangan biasanya ditemukan di alam bebas dan terdapat di beberapa macam

mineral, tetapi terkadang Mangan ditemukan dalam kondisi tercampur oleh besi.

Sebagai unsur bebas, Mangan (Mn) adalah logam yang berperan penting dalam

hal percampuran logam dalam bidang industri, khususnya pada stainless steels.

Sebagai contoh, Mn3(PO4)2 dapat berfungsi untuk mencegah terjadinya karat atau

korosi pada baja. Oksida mangan sering kali digunakan sebagai katoda untuk

baterai alkali dan sel kering. Ion Mn2+ berfungsi sebagai kofaktor dalam enzim

dan menjadi bahan dasar dalam proses detoksifikasi oleh superoksida radikal

bebas. Apabila kita menghirup Mangan pada skala yang besar, jumlah yang

banyak, dan intensitas yang tinggi, Mangan dapat menyebabkan keracunan,

terkhususnya pada mamalia.


Endapan bijih mangan dapat terbentuk dari beberapa cara yaitu proses

hidrotermal yang dapat dijumpai dalam bentuk (vein), metamorfik dan cebakan
sedimenter dan residual (Asril Riyanto, 1989). Bijih mangan utama adalah

pirolusit (MnO2) dan psilomelan [(BaH2O)2.Mn5O10] yang mempunyai komposisi

oksida dan terbentuk dalam cebakan sedimenter dan residu. Mangan mempunyai

warna abu-abu besi dengan kilap metalik sampai submetalik. Mangan

berkomposisi oksida lainnya namun berperan bukan sebagai mineral utama dalam

cebakan bijih adalah bauxit, manganit (Mn2O3.H2O), hausmanit (Mn3O4), dan

lithiofori, sedangkan yang berkomposisi karbonat adalah rhodokrosit (MnCO3),

serta rhodonit yang berkomposisi silica (Arifin, M. 1997).


Biji mangan (Mn) 95% dimanfaatkan untuk industri baja. Kegunaan

mangan sangat luas, baik untuk tujuan metalurgi maupun non-metalurgi. Untuk

tujuan non-metalurgi, mangan digunakan untuk produksi baterai, kimia, keramik

dan gelas, glasir dan frit, pertanian, proses produksi uranium, dan lainnya. Di

Indonesia, industri hilir pemakai mangan adalah industri baterai, keramik dan

porselein, industri logam, dan industri korek api. Kegunaan lainnya: untuk rel

kereta api; dibuat dengan baja yang berisi sebanyak 1,2% mangan, untuk

memberikan kaca warna amethyst dan bertanggung jawab untuk warna batu

permata kecubung, sebagai zat pengering di cat hitam, dll.


Potensi bijih mangan di Indonesia salah satunya di Provinsi NTT. Deposit

bijih mangan sebagian besar terdapat di pulau Timor (kawasan lempeng

metalurgi) dan di pulau Flores khususnya di Kabupaten Manggarai.

2.3. Tailing
Limbah sering didefenisikan sebagai sesuatu yang tidak dapat

didayagunakan atau dimanfaatkan lagi. Namun demikian sesuatu yang dianggap

sebagai limbah oleh seseorang, mungkin merupakan sumber daya bagi orang lain,

apabila limbah tersebut dapat dimanfaatkan untuk sesuatu yang berguna. Konsep
inilah yang pada akhir-akhir ini digunakan sebagai salah satu dasar bagi

penanganan limbah (Soemantojo, 2007).


Tailing sebenarnya merupakan limbah yang dihasilkan dari proses penggerusan

batuan tambang (ore) yang mengandung bijih mineral untuk diambil logam

berharganya. UCOLD dan UNEP 2001 (Anonym 4, 2008) mendeskripsikan tailing

sebagai effluent dari batuan asal sebagai hasil proses pengolahan. Tailing ini terjadi

karena tidak ada proses yang 100% efisien sehingga material yang tidak ter-

recovery atau tidak ekonomis akan terbuang berbentuk slurry. Tailing ini

biasanya terdiri atas logam tidak ekonomis, mineral, bahan kimia, bahan organik

dan air discharged dari pengolahan.


Aktivitas tambang mangan tak pernah lepas dari limbah hasil proses

ekstraksi mangan, limbah tersebut disebut Tailing. Bentuk fisik dari limbah

tersebut yaitu berwujud cair.


Tailing mengandung beberapa sifat kimia seperti: klorida, perak, arsen,

alumunium, besi, merkuri, magnesium, nikel, seng, natrium, dll. Sifat kimia ini

selain tercampur pada proses pencucian dan pemisahan mineral berharga dengan

bahan tambang, tapi juga zat-zat kimia ini berasal dari batuan alami dengan

senyawa kimia dari luar, tentunya hal ini akan meningkatkan konsentrasi senyawa

logam berbahaya. Oleh karena itu perlu dilakukan penurunan kadar logam

berbahaya dengan menggunakan adsorben-adsorben sehingga air limbah dari

pencucian tersebut layak untuk dipergunakan kembali.

2.4. Kelor (Moringa Oliefera)


Moringa oliefera di Indonesia dikenal sebagai kelor. Tumbuhan ini

termasuk jenis tumbuhan perdu yang dapat memiliki ketinggian batang 7-11

meter. Pohon kelor tidak terlalu besar. Batang kayunya getas (mudah patah) dan
cabangnya jarang tetapi mempunyai akar yang kuat. Batang pokoknya berwarna

kelabu.
Daunnya berbentuk bulat telur dengan ukuran kecil-kecil bersusun

majemuk dalam satu tangkai. Kelor dapat berkembang biak dengan baik pada

daerah yang mempunyai ketinggian tanah 300-500 meter di atas permukaan laut.

Bunganya berwarna putih kekuning-kuningan dan tudung pelepah bunganya

berwarna hijau. Bunga kelor keluar seanjang tahun dengan aroma bau semerbak.

Buah kelor berbentuk segi tiga memanjang. Buahnya berbentuk seperti kacang

panjang berwarna hijau dan keras serta memiliki panjang 120 cm. Bunga kelor

berupa malai yang keluar dari ketiak daun, sedangkan buahnya menggantung

sepanjang 20-45 cm dan isinya sederetan biji bulat, tetapi bersayap tiga (Schwarz,

2000).
Budidaya tanaman Moringa atau kelor tidak memerlukan pemeliharaan

Budidaya tanaman Moringa atau kelor tidak memerlukan pemeliharaan yang

rumit dan dapat tahan pada musim kering yang panjang. Cepat tumbuh sampai

ketinggian 4-10 meter, berbunga, dan menghasilkan buah hanya dalam waktu 1

tahun sejak ditanam. Tanaman tersebut tumbuh cepat baik dari biji maupun dari

stek, juga dapat pada lahan yang gersang dan tidak subur. Sehingga baik bila

dikembangkan di lahan-lahan kritis yang mengalami musim kekeringan yang

panjang (Schwarz, 2000).


Tanaman kelor ini bermanfaat dan berkhasiat sebagai obat tradisional,

karena mengandung beberapa zat kimia untuk menyembuhkan penyakit. Daun

kelor mengandung alkaloid moringin, moringinan, dan pterigospermin. Kemudian

gomnya mengandung arabinosa, galaktan, asam glukonat, dan ramnosa,

sedangkan bijinya mengandung asam palmitat, stearat, linoleat, oleat, lignoserat.


dari biji Moringa oliefera mengandung molekul protein laut air dan berat molekul

yang rendah.
Kulit dari biji Moringa oliefera mengandung molekul protein larut air

dengan berat molekul yang rendah. Protein ini akan bermuatan positif jika

dilarutkan dalam air. Fungsi protein ini akan bekerja seperti bahan sintetik yang

bermuatan dalam air. Ketika Moringa oliefera yang sudah diolah (serbuk)

dimasukkan kedalam air kotor, protein yang terdapat dalam Moringa oliefera akan

mengikat partikulat-partikulat yang bermuatan ngatif, partikulat ini menyebabkan

kekeruhan.

Biji buah kelor mengandung senyawa bioaktif rhamnosyloxy-benzil-

isothiocyanate, yang mampu mengadsorpsi dan menetralisir partikel-partikel

lumpur serta logam yang terkandung dalam limbah suspensi dengan partikel

kotoran melayang dalam air, sehingga sangat potensial digunakan sebagai

koagulan alami untuk membersihkan air sehingga layak dipergunakan kembali.

Kelebihan biji buah kelor sebagai koagulan dibanding koagulan kimia yang biasa

digunakan seperti tawas adalah kemampuannya untuk mengendapkan berbagai

ion logam terlarut, menurunkan kekeruhan dan kadar logam Fe, Cu, Mn (Arung,

2002) dan juga bakteri-bakteri berbahaya disamping mudah diperoleh di

lingkungan sekitar (Anonim,2004).

Serbuk biji buah kelor ternyata cukup ampuh menurunkan dan

mengendapkan kandungan unsur logam berat yang cukup tinggi dalam air,

sehingga air tersebut memenuhi standar baku air minum dan air bersih yaitu;

kandungan logam besi (Fe) dalam air Sungai Mahakam yang sebelumnya

mencapai 3,23 mg/l, setelah dibersihkan dengan serbuk biji kelor menurun

menjadi 0,13 mg/l, dan telah memenuhi standar baku mutu air minum, yaitu 0,3
mg/l dan standar baku mutu air bersih 1,0 mg/l. Sedangkan tembaga (Cu) yang

semula 1,15 mg/I menjadi 0,12mg/l, telah memenuhi standar baku mutu air

minum dan air bersih yang diperbolehkan, yaitu 1 mg/l, dan kandungan logam

mangan (Mn) yang semula 0,24 mg/l menjadi 0,04 mg/l, telah memenuhi standar

baku mutu air minum dan air bersih 0,5 mg/l.

2.5. Adsorbsi
Adsorpsi adalah suatu proses yang terjadi ketika suatu fluida (cairan

maupun gas) terikat pada suatu padatan (zat penyerap, adsorben) dan akhirnya

membentuk suatu lapisan tipis atau film (zat terserap: adsorbat) pada

permukaannya. Berbeda dengan absorpsi yang merupakan penyerapan fluida oleh

fluida lainnya dengan membentuk suatu larutan (Purba, 2013).


Adsorpsi secara umum adalah proses penggumpalan substansi terlarut

(soluble) yang ada dalam larutan oleh permukaan zat atau benda penyerap dimana

terjadi suatu ikatan kimia fisika antara substansi dengan penyerapnya (Purba,

2013). Adsorpsi adalah penggumpalan dari adsorbat di atas permukaan adsorben,

sedangkan absorpsi adalah penyerapan dari adsorbat ke dalam adsorben dimana

disebut dengan fenomena sorption. Materi atau partikel yang diadsorpsi disebut

adsorbat, sedangkan bahan yang berfungsi sebagai pengadsorpsi disebut adsorben

(Purba, 2013).
Adsorpsi dibedakan menjadi dua jenis, yaitu adsorpsi fisika yang

disebabkan oleh gaya Van der waals dan secara kimia (terjadi reaksi antara zat

yang diserap dengan adsorben). Apabila daya tarik menarik antara zat terlarut

dengan adsorben besar maka zat yang terlarut akan diadsorpsi pada permukaan

adsorben. Inilah yang disebut dengan gaya Van der waals. Pada proses ini gaya

yang menahan molekul fluida pada permukaan solid relatif lemah, dan besarnya
sama dengan gaya kohesi molekul pada fase cair (gaya Van der waals)

mempunyai derajat yang sama dengan panas kondensasi dari gas menjadi cair.

Keseimbangan antara permukaan solid dengan molekul fluida biasanya cepat

tercapai dan bersifat reversibel (Purba, 2013).


Adsorpsi kimia adalah reaksi yang terjadi antara zat padat dengan zat

terlarut yang teradsorpsi. Adsorpsi ini bersifat spesifik dan melibatkan gaya yang

jauh lebih besar daripada adsorpi fisika, karena adanya ikatan kimia maka pada

permukaan adsorben akan terbentuk suatu lapisan, dimana terbentuknya lapisan

tersebut akan menghambat proses penyerapan selanjutnya oleh bantuan adsorben

sehingga efektifitasnya berkurang (Purba, 2015).


Dalam Rawa (2015), faktor-faktor yang mempengaruhi mekanisme

adsorpsi adalah agitasi, karakteristik adsorbat, ukuran molekul adsorbat, keasaman

pH, dan waktu kontak.


1. Agitasi
Jika agitasi yang terjadi antara partikel karbon dengan cairan relative kecil,

permukaan film dari liquid sekitar partikel akan menjadi tebal dan difusi film

akan terbatas.
2. Karakteristik adsorben
Ukuran partikel dan luas permukaan merupakan karakteristik terpenting

dari adsorban. Ukuran partikel adsorban mempengaruhi tingkat adsorpsi yang

terjadi. Tingkat adsorpsi meningkat seiring mengecilnya ukuran partikel. Total

kapasitas adsorpi tergantung pada total luas permukaan dimana ukuran partikel

adsorban tidak berpengaruh besar pada total luas permukaan adsorban.


3. Ukuran molekul adsorbat
Ukuran molekul merupakan bagian penting dalam adsorpsi karena

molekul harus memasuki micropore dari partikel adsorban untuk diadsorpsi.

Tingkat adsorpsi biasanya meningkat seiring dengan semakin besarnya ukuran

molekul dari adsorbat. Kebanyakan limbah terdiri dari bahan-bahan campuran


sehingga ukuran molekulnya berbeda-beda. Pada situasi ini akan memperburuk

penyaringan molekul karena molekul yang lebih besar akan menutup pori

sehingga mencegah jalan masuknya molekul yang lebih kecil.


4. Waktu kontak
Waktu yang diperlukan untuk mencapai keadaan setimbang pada proses

penyerapan ion logam oleh adsorban hanya beberapa menit saja. Jumlah zat

yang diadsoropsi pada permukaan adsorban merupakan proses untuk

mencapai kesetimbangan karena laju adsorpsi lebih dominan daripada proses

desorpsi sehingga proses adsorpsi berlangsung cepat.


Pada akhir-akhir mencapai keadaan setimbang, peristiwa adsorpsi juga

cenderung mengalami perlambatan proses penyerapan pada keadaan

setimbang namun hal ini tidak terlihat secara makroskopis. Pada setiap jenis

adsorban yang digunakan, waktu untuk mencapai saat setimbang berbeda-

beda. Perbedaan waktu untuk mencapai keadaan setimbang dikarenakan jenis

interaksi yang terjadi antara adsorban dan adsorbat. Secara umum, waktu

unntuk mencapai kesetimbangan melalui mekanisme secara fisika

(phisisorption) lebih cepat bila dibandingkan dengan mekanisme secara kimia

(chemisorptions).
Adsorpsi secara fisika, interaksi antara adsorban dan adsorbat terjadi

melalui pembentukan ikatan yang kebih kuat bila dibandingkan dengan

mekanisme secara kimia. Mekanisme secara kimia diawali dahulu dengan

mekanisme fisika, yaitu pada partikel-partikel adsorbat mendekat ke

permukaan adsorban melalui gaya Van der waals atau juga melalui ikatan

hidrogen, kemudian diikuti mekanisme secara kimia dengan menimbulkan

ikatan yang lebih kuat yaitu ikatan kovalen dengan energi yang dilepaskan

relatif tinggi, sekitar 100 kJ/mol.


5. Keasaman (pH)
Tingkat keasaman pH mempunyai pengaruh dalam proses adsorpsi. Untuk

mencapai pH optimum dalam proses adsorpsi ditandai dengan jumlah

maksimum yang dapat diserap adsorban adalah ditetapkan melalui uji

laboratorium. Kesasaman (pH) akan mempengaruhi sisi aktif biomassa serta

berpengaruh pada mekanisme adsorpi ion logam. Pada pH yang rendah, proses

adsorpsi ion logam juga semakin rendah atau lambat. Hal ini dikarenakan pada

kondisi asam, gugus fungsi yang terdapat pada adsorban terprotonasi sehingga

terjadi pengikatan ion hidrogen (H+) dan ion hidronium. Sementara itu ion-ion

logam dalam larutan sebelum teradsorpsi oleh adsorban terlebih dahulu

mengalami hidrolis dan menghasilkan proton.


Dalam kondisi pH rendah (<7) permukaan adsorban akan bermuatan

positif sehingga mengalami tolakan antara permukaan adsorban dengan ion

logam akibatnya proses adsorpsi menjadi lambat dan rendah. Sementara itu

pada pH tinggi (>7), maka proses adsorpsi relative tinggi, hal ini karenakan

komplek hidrokso logam (MOH+) yang akan terbenntuk di dalam larutan lebih

banyak, demikian juga permukaan adsorban akan bermuatan negative sehingga

melepaskan proton sehingga melalui gaya elektrostatik akan terjadi tarik

menarik yang menyebabkan peningkatan adsorpsi.

2.6. Spektrofotometri Serapan Atom (AAS)


Spektrometri merupakan suatu metode analisis kuantitatif yang

pengukurannya berdasarkan radiasi yang dihasilkan atau yang diserap oleh spesi

atom atau molekul analit. Salah satu bagian dari spektrometri ialah Spektrometri

Serapan Atom (SSA), merupakan metode analisis unsur secara kuantitatif yang

pengukurannya berdasarkan penyerapan cahaya dengan panjang gelombang


tertentu oleh atom logam dalam keadaan bebas (Skoog et. al. 2000, dalam

Anshori, 2005)
Sejak diperkenalkan oleh A. Walsh (1955) metode Spektrometri Serapan

Atom (SSA) telah lama mengalami perkembangan yang sangat pesat. Sampai

saat ini telah digunakan untuk mendeteksi (menganalisa) hampir keseluruhan

unsur-unsur logam yang terdapat dalam sistem periodik unsur. SSA digunakan

untuk menganalisis logam yang terdapat di dalam sampel dalam bentuk bahan-

bahan pencemar lingkungan (Walsh, 1955 dalam Fakhreni 2011)


Spektrometri Serapan Atom didasarkan pada penyerapan energi sinar oleh

atom-atom netral, dan sinar yang diserap biasannya sinar tampak atau ultraviolet.

Metode SSA berdasarkan pada prinsip adsorbsi cahaya oleh atom. Atom-atom

akan menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat

unsurnya. Cahaya pada panjang gelombang ini mempunyai cukup energi untuk

mengubah tingkat elektronik suatu atom yang mana transisi elektronik suatu atom

bersifat spesifik. Dengan menyerap suatu energi, maka atom akan memperoleh

energi sehingga suatu atom pada keadaan dasar dapat ditingkatkan energinya ke

tingkat eksitasi (Rohman, A. 2007 dalam Fakhreni 2011). Jumlah energi yang

dibutuhkan untuk memindahkan electron ke tingkat energi tertentu dikenal

sebagai potensi eksitasi untuk tingkat energi tersebut (Clark, D.V 1979 dalam

Wulandary, 2012).
Pada alat SSA terdapat dua bagian utama yaitu suatu sel atom yang

menghasilkan atom-atom gas bebas dalam keadaan dasarnya dan suatu sistem

optik untuk pengukuran sinyal. Suatu skema umum dari alat SSA adalah sebagai

berikut:
Sumber: Haswal, 1991 dalam Ashori, 2005

Gambar 2.1 Skema Umum Komponen pada Alat SSA

Komponen penting yang membentuk SSA ialah sebagai berikut (Wulandari,

2012) :

1. Sumber Sinar
Sumber sinar yang lazim adalah lampu katoda berongga. Lampu ini

terdiri atas tabung kaca tertutup yang mengandung suatu katoda dan

anoda. Katoda berbentuk silinder berongga yang terbuat dari logam atau

dilapisi dengan logam tertentu. Tabung logam ini diisi dengan gas mulia

(neon atau argon) dengan tekanan rendah. Neon biasanya lebih disuakai

karena memberikan intensitas pancaran lampu yang lebih rendah.


2. Tempat Sampel
Dalam analisis dengan SSA, sampel yang akan dianalisis harus diuraikan

menjadi atom-atom netral yang masih dalam keadaan asas. Ada berbagai

macam alat yang dapat digunakan untuk mengubah suatu sampel menjadi

uap atom-atom yaitu dengan nyala dan tanpa nyala.


a. Nyala (Flame)
Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa padatan atau

cairan menjadi bentuk uap atomnya dan juga berfungsi untuk

atomisasi.
b. Tanpa nyala (Flameless)
Teknik atomisasi dengan nyala dinilai kurang peka karena atom gagal

mencapai nyala, tetesan sampel yang masuk ke dalam nyala terlalu


besar dan proses atomisasi kurang sempurna. Oleh karena itu

muncullah suatu teknik atomisasi yang baru yakni atomisasi tanpa

nyala. Pengatoman dapat dilakukan dalam tungku dari grafit. Sampel

diletakkan dalam tabung grafit, kemudian tabung tersebut dipanaskan

dengan sistem elektris dengan cara melewatkan arus listrik grafit.

Akibat pemanasan ini, maka zat yang akan dianalisa berubah menjadi

atom-atom netral.
3. Monokromator
Monokromator memisahkan, mengisolasi dan mengontrol intensitas dari

radiasi energi yang mencapai detector. Idealnya monokromator harus

mampu memisahkan garis resonansi. Karena ada beberapa unsur yang

mudah dan ada beberapa unsur yang sulit.


4. Detector
Detector dapat diatur sedemikian rupa pada nilai frekuensi tertentu,

sehingga tidak memberikan respon terhadap nilai emisi yang berasal dari

eksitasi termal.
5. Read out
Read Out merupakan suatu alat petunjuk atau dapat juga diartikan sebagai

sistem pencatat hasil. Sistem read out untuk instrument SSA dilengkapi

dengan suatu mikroprosesor (computer) sehingga memungkinkan

pembacaan langsung konsentrasi analit di dalam sampel yang dianalisa.

2.6.1. Prinsip Kerja Spektrofotometri Serapan Atom (AAS)

Metode ini berprinsip pada absorbsi cahaya oleh atom. Atom-atom

menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu,

tergantung pada sifat unsurnya. Dengan absorbsi energi, berarti

memperoleh lebih banyak energi, suatu atom pada keadaan dasar

dinaikan tingkat energinya ke tigkat eksitasi. Keberhasilan analisis ini


tergantung pada proses eksitasi dan memperoleh garis resonansi yang

tepat (Khopkar, 2003).

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian


1. Lokasi
Lokasi penelitian berada di PT. Anugrah Nusantara Sejahterah sebagai

tempat pengambilan sampel air pada kolam pengendapan hasil pencucian

mangan dan di analisis di Laboratorium Biosains Universitas Nusa Cendana

Kupang.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini berlangsung dari bulan Desember sampai Februari 2016.

3.2. Tahapan Penelitian


1. Studi Literatur
Tahapan ini dilakukan sebelum maupun selama penelitian berlangsung.

Literatur yang digunakan berasal dari jurnal-jurnal penelitian, skripsi,

maupun artikel yang dimuat di internet.


2. Pengamatan Lapangan
Kegiatan pengamatan lapangan ini perlu dilakukan pada awal kegiatan

penelitian untuk mengetahui langkah-langkah selanjutnya yang akan

dilakukan dalam penelitian. Pada tahap ini dilakukan pengamatan awal

terhadap kondisi aktual dari lokasi yang akan dilakukan penelitian yaitu

kondisi dari kolam penampungan limbah PT. Anugrah Nusantara

Sejahterah.
3. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diambil dari data yang sudah ada dalam

hal ini diperoleh baik dari arsip-arsip perusahaan, maupun data hasil

penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya. Data tersebut antar lain peta

geologi, peta lokasi kesampaian daerah penelitian, dan data curah hujan.
4. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dalam

penelitian, yaitu data dari hasil analisa Laboratorium. Data tersebut adalah

keadaan awal air hasil pencucian mangan yaitu kadar logam Mn yang

terlarut, massa serbuk biji kelor yang dibutuhkan untuk menurunkan kadar

logam Mn, waktu pengadukan serbuk biji kelor untuk menurunkan kadar

logam Mn.
5. Penyusunan Laporan Penelitian
Hasil yang didapat dari analisis laboratorium kemudian disajikan dalam

bentuk suatu laporan penelitian.

3.3. Alat dan Bahan


a. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam pengujian laboratorium adalah sebgai

berikut:
1. Oven
Oven digunakan untuk mengeringkan kandungan air dalam bahan

adsorben.
2. Stirer
Digunakan untuk mengaduk secara otomatis sampel yang telah

tercampur bahan adsorben untuk dilihat penurunan kadar logam Mn

per periode waktu yang telah ditentukan.


3. ASS
ASS digunakan untuk mengukur kandungan logam Mn dari sampel

sebelum dan sesudah ditambahkan serbuk kelor teraktivasi.


4. Neraca Analitik
Neraca analitik diguakan untuk menimbang massa bahan adsorben

serbuk kelor.
5. Gelas Kimia (Gelas beaker) 1000 ml
Gelas kimia digunakan sebagai wadah untuk mereaksikan air pada

volume tertentu dengan bahan adsorben serbuk kelor teraktivasi.


6. Gelas Ukur 500 ml
Gelas ukur digunakan untuk mengukur volume air sebelum

dilakukan pengujian.
7. Stopwatch
Stopwatch digunakan untuk mengukur waktu yang diperlukan

selama dilakukan pengadukan, sehingga pengaruh waktu kontak

terhadap penurunan kadar logam dapat diketahui.


8. Batang Pengaduk Kaca
Batang pengaduk kaca digunakan untuk mengaduk mengaduk

campuran antara air limbah pencucian mangan dengan bserbuk

kelor teraktivasi.
9. Kamera Digital
Kamera digital digunakan untuk mengambil dokumentasi selama

kegiatan penelitian.
b. Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
1. Sampel air limbah hasil pencucian mangan dikolam pengendapan

PT. Anugrah Nusantara Sejahterah.


2. Biji kelor.

3.4. Cara Kerja Penelitian


3.4.1. Persiapan Bahan Adsorben Biji Kelor
Buah kelor yang sudah tua diambil bijinya, kemudian

dikupas kulit luarnya hingga diperoleh bijih kelor yang berwarna

putih. Kemudian biji kelor dikeringkan menggunakan oven dengan

suhu 110C. Biji kelor yang sudah dikeringkan kemudian diblender

dan di oven kembali selama 1 jam dengan suhu 100C. Serbuk biji

kelor yang sudah di oven kemudian diayak dengan ukuran 100

mesh. Hasil yang diperoleh kemudian didinginkan sampai serbuk

kelor tersebut benar-benar dingin.


3.4.2. Penurunan Kadar Logam Mn pada Air Limbah dengan

Serbuk Kelor
1. Siapkan alat dan bahan.
2. Mengambil sampel air limbah hasil pencucian mangan.
3. Mengukur volume sampel air dengan menggunakan gelas ukur
sebanyak 200 ml.
4. Mengukur kadar Mn awal air limbah pencucian mangan.
5. Penambahan serbuk kelor dimulai dari 1 gram, 5 gram, 10 gram,
15 gram dan 20 gram pada masing-masing gelas sampel.
6. Setelah ditambahkan serbuk kelor dilakukan pengadukan 1 jam,
6 jam, 12 jam, 24 jam dan 48 jam.
7. Setelah dilakukan pengadukan, air tersebut disaring untuk
mengukur kadar logam Mn dengan menggunakan AAS.

3.5. Diagram Alir

Mulai

Studi Pustaka

Perumusan Masalah

Pengumpulan Data

Data Primer Data Sekunder


Data hasil laboratorium kadar Data curah hujan, peta lokasi
logam Mn terlarut, massa serbuk penelitian
biji kelor, waktu optimum.
A

Analisis Data

Massa serbuk biji kelor yang dibutuhkan

Waktu optimum yang dibutuhkan untuk


menurun kadar logam Mn

Hasil & Kesimpulan

Selesai
DAFTAR PUSTAKA

Amalia Dessy., Suganal, Siti Rochani., Nuryadi Saleh, Sariman, S. Suryo

Cahyono, Subiantoro. 2014. Sintesis Nano MnO2 Dari Mineral Pirolusit

Secara Hidrotermal Untuk Bahan Baterai Kering. Pusat Penelitian dan

Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara, Bandung.

Anonim, Kelor dan Potensinya, 2004, Breaking News.

Arifin., M. 1997. Bahan Galian Industri. Pusat Penelitian dan Pengembangan

Teknologi Mineral.

Arung. 2002. Terobosan (Biji Kelor Sebagai Penjernih Air Sungai). Harian

Umum Suara Merdeka. http://www.terranet.or.Id/gotoberita.php?id=5779

Bahtiar, A.N., Siti, S.M., Nurwachid, B.S. 2014, Penggunaan Serbuk Biji Kelor

Untuk Menurunkan Kadar Pb, Kekeruhan Dan Intensitas Warna.

Universitas Negeri Semarang.

Indra Rani Yuliastri. 2010. Penggunaan Serbuk Biji Kelor (Moringa Oliefera)

Sebagai Koagulan dan Flokulan Dalam Perbaikan Kualitas Air Limbah

dan Air Tanah. Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi,

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Khopkar. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI-Press: Jakarta.


Lapasau, H.I. 2013. Pemanfaatan Serbuk Biji Kelor Sebagai Alternatif

Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu. Jurusan Kesehatan Masyarakat,

Fakultas Ilmu- Ilmu Kesehatan dan Keolaragaan, Universitas Negeri

Gorontalo.

Pandia, S. dan A. Husni, 2005. Pengaruh Massa dan Ukuran Biji Kelor pada

Proses Penjernihan Air. Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara,

Medan.

Rahma Hidaiyanti. 2016. Pemanfaatan Ekstrak Biji Kelor (Moringa oliefera

Lamk) Dengan Kulit Ari Sebagai Koagulan Zat Warna Reaktif Dalam

Larutan Model Limbah Cair Industri Kain Bersurek. Program Studi

Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Dehasen

Bengkulu.

Sastrawijaya, A.T. 1991. Pencemaran Lingkungan. Surabaya: Rineka Cipta.

Schwarz D. 2000. Water Clarification Using Moringa Oliefera. Technical

Information Wle, Gate Information Service, Eschborn, Germany.

http://www.gtz.de/gate/gateid.afp

Suriawira, U. 2005. Air Dalam Kehidupan dan Lingkungan Yang Sehat. Bandung:

PT Alumni

Teja, D.S., Morina Adfa, Novrianto Tarigan. 2007. Buah Kelor (Moringa oliefera

Lamk) Tanaman Ajaib Yang Dapat Digunakan Untk Mengurangi Kadar

Ion Logam Dalam Air. Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam, Universitas Bengkulu.


Yusrin, Ana, H.M., Endang, T.W.M. 2015, Penurunan Kadar Fe Dalam

AirDengan Biji Kelor (Moringa Oliefera). Universitas Muhammadiyah

Semarang.

Anda mungkin juga menyukai