Anda di halaman 1dari 12

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan lengkap Praktikum Kimia Fisik I dengan judul percobaan


Penentuan Berat Molekul (Mr) Berdasarkan Penurunan Titik Beku Larutan
disusun oleh:
nama : Rismawati
NIM : 1513140004
kelas/Kelompok : Kimia Sains/V
telah diperiksa oleh asisten dan coordinator asisten yang bersangkutan maka
dinyatakan diterima.

Makassar, Juni 2017


Koordinator Asisten Asisten

Susilo Sudarman Desa Nurfajrina Mutmainnah

Mengetahui,
Dosen PenanggungJawab

Dr.Mohammad Wijaya, M.S,Si.M,Si


NIP : 19730927 199903 1 001
A. Judul Percobaan
Penentuan Berat Molekul (Mr) Berdasarkan Penurunan Titik Beku Larutan
B. Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dari percobaan yaitu menentukan berat molekul (Mr)
naftalena berdasarkan penurunan titik beku larutannya dalam pelarut benzena
murni
C. Landasan Teori
Kelarutan didefenisikan sebagai jumlah maksimum zat terlarut yang akan
melarut dalam sejumlah tertentu pelarut pada suhu tertentu. Untuk kebanyak zat,
suhu mempengaruhi larutan. Secara umum, meskipin titidak semua, kelarutan zat
padatan meningkat dengan meninkatnya suhu. Namun, tidak ada koreksi yang
jelas antara tanda dari larutan dengan variasi kelarutan terhadap suhu.
Contohnya, proses pelarutan CaCl2 ialah proses eksotermik dan pelarutan
NH4NO3 endotermik. Namun, kelarutan kedua senyawa itu meningkat dengan
meningkatnya suhu. Secara umum, pengaruh suhu terhadap kelarutan lebih baik
ditentukan lewat percobaan (Chang, 2004: 9-10).
Tekanan uap pelarut tidak nol dan berubah menurut komposisi larutan pada suhu
tertentu. Jika fraksi mol pelarut (X1) adalah 1, maka tekanan uapnya ialah P01,
yaitu tekanan uap pelarut murni pada suhu eksperimen itu. Bila X1 mendekati nol
(memberikan za terlarut murni), maka tekanan uap P1 pelarut harus nol juga,
sebab pelarut sudah tidak ada lagi. Jika fraksi mol X1 berubah dari 1 menjadi 0,
maka P1 merosot dari P01 menjadi ). Kimiawan perancis Francois-Marie Roult
menemukan bahwa untuk beberapa larutan, plot dari tekanan uap pelarut versus
fraksi mol pelarut dapat sangat tepat dengan garis lurus. Larutan yang mengikuti
hubungan garis lurus ini sesuai dengan persamaan sederhana
P1 = X1 P01

yang dikenal sebagai hukum Raoult ( Oxtoby, 2001: 165-166).


Berat molekul merupakan variabel yang teristimewa penting sebab
berhubungan langsung dengan sifat kimia polimer. Umumunya polimer dengan
berat molekul tinggi mempunyai sifat yang lebih kuat. Banyak sekali bahan
polimer yang tergantung pada massa molekulnya (Cowd, 1991). Teknik yang
lebih umum digunakan untuk penetapan berat molekul polimer salah satunya
adalah pengukuran viskositas larutan pada konsentrasi sekitar 0,5 g/100 ml pelarut
dengan cara menetapkan lamanya aliran sejumlah volume larutan melalui kapiler
yang panjangnya tetap. Metode ini digunakan karena lebih cepat dan lebih mudah,
alatnya sederhana, serta perhitungan hasilnya lebih sederhana (Habibah, 2013: 2).
Nilai viskositas dinyatakan dalam viskositas spesifik, kinematik dan
instrinsik. Viskositas spesifik ditentukan dengan membandingkan secara langsung
kecepatan aliran suatu larutan dengan pelarutnya.Viskositas kinimatik diperoleh
dengan memperhitungkan densitas larutan. Baik viskositas spesifik maupun
kinematik dipengaruhi oleh konsentrasi larutan (Emmawati, dkk, 2012:15).
Semakin banyak tahapan destilasi produk reaksi perengkahan yang
dilakukan, maka destilasi produk semakin rendah, hal ini disebabkan pada proses
pemisahan berdasarkan perbedaan titik didih, pada titik didih rendah
mengakibatkan persenyawaan yang lebih volatil lebih mudah menguap dan
terkondenisasi menjadi destilat, dan ini berarti senyawaan yang lebih volatil lebih
mudah menguap dan senyawaan tersebut fraksi lebih ringan yang memiliki berat
molekul yang kecil. Secara empiris, viskositas suatu flida berbanding lurus denga
destilasi fluida tersebut, sehingga dengan semakin banyaknya jumlah tahapan
destilasi ( Winarko,dkk, 2010: 57).
Kemolaran atau molaritas merupakan satuan yang paling banyak dipakai.
Konsentrasi molar dari suatu larutan adalah banyaknya mol zat terlarut dalam
setiap liter larutan. Konsentrasi molar atau kemolara diberi symbol daengan huruf
M dan dinyatakan dalam bentuk rumus:

M =

(Partana, dkk, 2003: 1).

Melarutkan suatu larutan zat terlarut mempunyai efek penurunan tekanan


uap (() trabukti sama dengan hasil kali fraksi mol terlarut (XB) dan tekan uap
pelarut murni (P0), yaitu:
= XBPAO

Dalam larutan dua kompenen, XA+XB=1, maka XB= 1 - XA. juga apabial tekanan
pelerut diatas larutan dilambangkan PA, maka = PoA PA. persamaan dapat
ditulis kembali menjadi:
PoA PA = (1 - XA) PoA
Dan penataan ulang persamaaan ini menghasilkan bentuk yang umum dikenal
dengan hukum Raoult :
PoA PA = PoA - XA PoA
PA = X A PoA
Dalam larutan ideal, semua kompenen (pelarut dan zat terrlarut) mengikuti hukum
raoult pada seluruh selang konsentrasi. Larutan benzene dan toluene adalah
larutan ideal (petrucci, 1985: 63-64).
Dengan menggunakan persamaan Clausius-Clapeyron, maka terhadap
larutan ideal yang encer berlaku :

ln P0 / P = Hf / R x T / T0T

ln P0 / P = XB

dari kedua persamaan ini diperoleh

XB = Hf / R x T / T0T

Dimana Hf = entalpi pembekuan ; R = tetapan gas dan XB = mol fraksi


zat terlarut. Jika T = Tf (penurunan titik beku) dan nilai T = T0 sehingga (T0.T)
T02, disubstitusi ke persamaan diatas maka diperoleh :

Tf == RT2 / Hf . XB

Sementara itu untuk larutan encer berlaku XB = nB / npelarut dan bila


dinyatakan ke dalam satuan molalitas diperoleh hubungan :

XB = nB / npelarut ( MA / 1000 ) m
Dengan m adalah molalitas zat terlarut, persamaan ini dapat diubah
menjadi
Tf == RT2 MA / 1000 Hf . m
Suku dalam kurung terdiri dari besaran-besaran yang memiliki harga yang
tetap, sehingga keseluruhnya juga merupakan harga yang tetap (merupakan
tetapan) untuk pelarut tertentu (Tim dosen Kimia Fisik I, 2017: 29).
Kesetimbangan heterogen yang diperhatikan adalah antara pelarut murni
dan larutan dengan zat terlarutnya pada fraksi mol XB. dengan menggunakan
penurunan rumus yang anlog dengan yang digunakan pada saat mencari rumus
kenaikan titik didih, akan diperoleh bahan harus rumus penurunan titik beku juga
sebanding dengan mol zat terlarut( Partana, dkk, 2003: 6).

D. Alat Dan Bahan


1. Alat
a. Gelas kimia 1000 mL (1 buah)
b. Gelas kimia 50 mL (1 buah)
c. Gelas ukur 50 mL (1 buah)
d. Tabung reaksi besar (2 buah)
e. Thermometer -10oC 50oC (1 buah)
f. Botol semprot (1 buah)
g. Batang pengaduk (1 buah)
h. Stopwatch (1 buah)
i. Neraca analitik (1 buah)
j. Stopwatch (1 buah)
k. Spatula (1 buah)
l. Pipet tetes (2 buah)
m. Lap kasar dan lap halus (1 buah)
2. Bahan
a. Benzena (C6H6)
b. Naftalena (C10H8)
c. Esbatu (H2O(s))
d. Aquadest(H20(l))
e. Tissu
E. ProsedurKerja
1. Penentuan titik beku pelarut
a. Alat pengukur titik beku disusun atau dirangkai
b. Sebanyak 15 mL benzena diukur dan dimasukkan kedalam tabung reaksi
besar
c. Suhu awal benzena diukur
d. Tabung reaksi yang berisi benzena dimasukkan kedalam gelas kimi yang
berisi es batu, kemudian diletakkan thermometer dan batang pengaduk dalam
tabung reaksi. Dan stopwatch dijalankan
e. Dilakukan pembacaan pada skala thermometer dicatat setiap 30 detik
f. Pencatatan sushu dihentikkan setelah suhu relatif teta selama 4-5 kali
percobaan terakhir
2. Penentuan titik beku larutan
a. Sampel yang akan dilarutkan digerus terlebih dahulu, kemudian ditimbang
sebanyak 0,4176 gram untuk 0,25 molal
b. Sampel yang telah ditimbangdilarutkan kedalam benzene (15 mL) dan diaduk
c. Tabung reaksi tersebut yang berisi larutan benzene dan naftalena dimasukkan
kedalam gelas kimia yang berisi esbatu dan dimulai dan melakukan
pengamatan (pembacaan skala thermometer setiap 30 detik).
d. Pengamatan dihentikan setelah diperoleh suhu tetap selama 4-5 kali
penagamatan
e. Perlakuan diulangi dengan mengukur 0,8352 gram untuk 0,5 molal
F. Hasil Pengamatan
1. Data Fisik dan Penentuan Suhu pelarut per 30 detik
Volume Suhu Massa jenis Massa pelarut
15 mL 30oC 0,87 g/mL 13,05 gram
15 mL 30oC 0,87 g/mL 13,05 gram

Benzena I

Waktuke- 1 2 3 4 5

Suhu (oC) 19 11 7 7 7
Suhu konstan = 7oC
Benzene II

Waktuke- 1 2 3 4 5

Suhu (oC) 13 7 7 7 7

Suhu konstan = 7oC


2.Data konsentrasi dan pengukuran suhu larutan per 30 detik
Massa benzene Massa naftalena Molaritas larutan
13,05 gram 0,4176 gram 0,25 M
13,05 gram 0,8352 gram 0,5 M

Waktuke- 0 1 2 3 4 5 6 7 8

o
27 oC 18oC 15oC 13oC 9 oC 6oC 6oC 6oC 6oC
Suhu ( C)
27 oC 15oC 9 oC 6 oC 4 oC 4 oC 4 oC 4oC
Suhu konstan = 4 oC
G. Analisis Data
1. Penentuan massa pelarut benzena
Diketahui:
Massa jenis benzena = 0,87 gram/mL
Volume benzene = 15 mL
Ditanyakan m benzene= .?
m = .
= 0,87 gram/mol x 15 mL
= 13,05 gram
2. Penentuan massa naftalena
Diketahui :
Mm naftalena = 128 g/mol
Massa benzena = 13,05 gram
Ditanyakan:
m naftalena pada larutan 0,25 molal =..?
m naftalena pada larutan 0,5 molal =..?
Jawab:
Larutan 0,25molal
1000
m = x

1000
0,25molal = 13,05 x 128 /
0,25 .13,05 .128 /
Massa naftalena = 1000

= 0,4176garam

Larutan 0,5 molal

1000
m = x

1000
0,5molal = 13,05 x 128 /

0,5 .13,05 .128 /


Massa naftalena = 1000

= 0,8352 gram

3. Penentuan Mr naftalena berdasarkan titik beku larutan


Diketahui:
Tf benzene = 7oC
Tf larutan 0,25molal = 7oC
Tf larutan 0,5molal = 6oC
m benzena = 13,05 gram
Dit : Mr naftalena?
Peny :
a. Konsentrasi larutan 0,25 molal
Tf = Kf x m
f
Kf =

Tf = Tf0 - Tf
= 0 57
= -7oC
Maka,
f
Kf =
7
Kf = 0,25

= -28oC/molal
Sehingga
1000
Tf =

1000
Mr = . Tf
1000 0,4176
= 28 . 13,05 . 7

= 128 gram/mol
b. Konsentrasi larutan 0,5 molal
f
Kf =

Tf = Tf0 - Tf
= 0oC 7oC
= -7oC
Maka,
f
Kf =
7
Kf = 0,5

= -14oC/molal
Sehingga

1000
Mr = . Tf

1000 0,8434
= 14. 13,05 .7

= 128 gram/mol

H. Pembahasan
1. Penetapan Titik Beku Pelarut
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan berat molekul (Mr) naftalena
berdasarkan penurunan titik beku larutannya yaitu dalam pelarut benzena murni.
Berat molekul adalah jumlah massa atom dari unsur-unsur yang membentuk
molekul. Massa molekul relatif dari suatu senyawa dapat ditentukan dengan
berbagai metode tergantung dari sifat-sifat fisika senyawa yang bersangkutan.
Titik beku adalah suhu dimana tekanan uap cairan sama dengan tekanan uap
padatannya. Titik beku larutan lebih rendah dari pada titik beku pelarut murni. Hal
ini disebabkan zat pelarutnya harus membeku terlebih dahulu, baru zat
terlarutnya. Penurunan titik beku adalah selisih antara titik beku pelarut dan titik
beku larutan dimana titik beku larutan lebih rendah dari titik beku pelarut. Titik
beku pelarut air seperti yang kita tahu adalah 00C (Taufik, 2012).
Percobaan ini dilakukan dengan terlebih dahulu menentukan titik beku
pelarut benzena dengan cara mendinginkan benzena dalam es batu sambil diaduk.
Fungsi pengadukan adalah agar larutan memiliki suhu yang merata. Pada proses
ini, dilakukan pencatatan skala termometer dan diperoleh suhu konstan pada 7C.
Hasil yang diperoleh belum sesuai dengan teori bahwa titik beku normal dari
0
benzena adalah 5,5 C (Chang, 2004). Hal ini disebabkan karena proses
pendinginan yang kurang maksimal.
2. Penetapan Titik Beku Larutan
Selanjutnya, dilakukan penghitungan banyaknya pelarut yang digunakan
dalam satuan massa untuk menentukan banyaknya naftalena yang akan digunakan
pada tiap kemolalan tertentu. Dari analisis data, diperoleh massa benzena yang
digunakan adalah13,05 gram. Hal yang pertama dilakukan adalah menggerus
sampel zat tujuannya adalah untuk memperluas permukaan sampel sehingga lebih
mudah larut dalam air
Berdasarkan perhitungan, dilakukan penentuan titik beku larutan dengan
menggunakan naftalena sesuai perhitungan hingga diperoleh konsentrasi 0.25 dan
0.5 molal. Perbedaan konsentrasi ini digunakan untuk mengetahui pengaruh
penambahan jumlah zat terlarut terhadap penurunan titik beku. Pada kedua
konsentrasi naftalena tersebut, dilakukan perlakuan yang sama pada penentuan
titik beku pelarut benzena setelah naftalena dilarutkan dalam pelarut. Berdasarkan
pembacaan skala, diperoleh suhu konstan pada 6C untuk konsentrasi 0,25 molal,
dan suhu 4C untuk konsentrasi 0,5 molal. Ini menunjukkan bahwa penambahan
jumlah zat telarut akan mempengaruhi titik beku. Hasil yang diperoleh tidak
sesuai dengan teori bahwa, penambahan jumlah zat telarut akan mempengaruhi
penurunan titik beku dimana semakin banyak jumlah zat terlarut, maka larutan
akan membutuhkan suhu yang lebih rendah untuk mencapai titik bekunya.Titik
beku suatu cairan akan berubah jika tekanan uap berubah, biasanya diakibatkan
oleh masuknya suatu zat terlarut atau dengan kata lain, jika cairan tersebut tidak
murni, maka titik bekunya berubah (nilai titik beku akan berkurang) (Aprilia,
2012). Penyebab terjadinya penurunan titik beku yaitu oleh masuknya suatu zat
terlarut atau dengan kata lain cairan tersebut menjadi tidak murni, maka akibatnya
titik bekunya berubah (nilai titik beku akan berkurang) (Taufik, 2012). Hal ini
disebabkan karena disamping proses pendinginan yang kurang maksimal juga
disebabkan proses pengadukan larutan yang kurang maksimal sehingga larutan
tidak larut secara sempurna atau homogen.
Berdasarkan analisis data menggunakan data penurunan titik beku pelarut
dan larutan, diperoleh Mr naftalena pada larutan 0,25 molal adalah 128 gram/mol,
dan pada larutan 0,5 molal adalah 128 gram/mol. Hasil yang diperoleh telah
sesuai teori bahwa Mr naftalena secara teori adalah128 gram/mol.

I. Kesimpulan Dan Saran


1. Kesimpulan
Penambahan jumlah zat terlarut akan menurunkan titik beku larutan. Mr
naftalena pada larutan 0,25molal adalah 128 gram/mol sedangkan pada
larutan 0,5 molal adalah 128 gram/mol.
2. Saran
Sebaiknya praktikan lebih teliti dalam melakukan pembacaan skala
termometer agar diperoleh suhu yang sesuai dengan titik beku larutan.
DAFTAR PUSTAKA

Chang, Raymond.2004. Kimia DasarKonsep-konsep Inti Edisi Ketiga. Jakarta:


Erlangga

Emmawati, Aswita, Betty Si Laksmi Jenie, Yusru Nuri Fawzya, 2012. Kombinasi
Perendaman Dalam Natrium Hidroksida Dan Alikasi Kitin Deasetilasi
Terhadap Kitin Kulit Udang Untuk Menghasilkan Kitosan Dengan Berat
Molekul Rendah. Jurnal Teknologi Pertanian. Vol,3.No,1

Habibah, Rudnin, Darwin Yunus Nasution, dan Yugia Muis, 2013. Penentuan
Berat Molekul Dan Derajat Polimerisasi Selulosa Yang Berasal Dari
Alang-Alang (Imperata Cylindrica) Dengan Metode Viskositas. Jurnal
Saintia Kimia, Vol 1 (2).

Oxtoby,dkk. 2001. Prinsip-Prinsip Kimia Modern. Jakarta: Erlangga.

Partana, Fajar Crys, Heru Pratomo Al,Karim Theresih, Dan Suharto, 2003. Kimia
Dasar II Edisi Revisi.

Seminar, Petruci H Ralph, 1985.Kimia Dasar Prinsip Dan Terapan Modern Edisi
Keempat Jilid II. Jakarta: Erlangga

Tim Dosen Kimia Fisik, 2017. Penuntun Praktikum Kimiafisik I. Makassar:


Laboratorium Kimia FMIPA UNM.

Wijanarko, Anondho, Dadi Ahmad Mawardi Dan Mohammad Nasikin, 2010.


Produksi Biogasoline Dari Minyak Sawit Melalui Reaksi Perengkahan
Katalitik Dengan Katalis Y. Alumina. Makara Teknologi. Vol,10.No,2.

Anda mungkin juga menyukai