Abstract
Manajemen pendidikan K3 (kesehatan dan keselamatan kerja) dibutuhkan
untuk menurunkan angka kecelakaan sekaligus meningkatkan performansi kerja.
Kedua hal tersebut efektif ditingkatkan melalui pendekatan pendidikan di tempat
kerja. Pendidikan yang berdasarkan kasus nyata, dialami, dan langsung
diarasakan akibat baiknya. ZEROSICKS merupakan singkatan dari haZard,
Environtment, Risk, Observation, Solution, Implementasi, Control, Knowledge,
Standarisasi. Rincian tiap tahapan akan membuat pekerja dan pimpinan mampu
menyusun bahan pendidikan K3 atas dasar kejadian kecelakaan, permasalahan,
deskripsi pekerjaan, kompetensi profesional atau proyeksi terhadap kemungkinan
yang akan terjadi. Metode yang digunakan adalah problem based learning,
accident based learning dengan didukung pemanfaat multi media di tempat kerja
secara nyata.
Tahapan manajamen pendidikannya dimulai dengan mempelajari dan
menyadari adanya potensi sumber bahaya ( hazard), selanjutnya berusaha untuk
memahami penyakit atau kecelakaan sebagai akibat kerja ( risk). Disusul tahap
mengobservasi berbagai kemungkinan faktor penyebab, sebagai landasan untuk
dapat menganalisis solusi yang paling spesifik, terukur, tindakan dan hasilnya
jelas, realistik dan di waktu yang tepat. Hasil analisis tersebut digunakan dalam
menyusun rencana strategis dalam penerapannya. Selama proses penerapan
solusi tersebut perlu adanya pengontrolan secara kontinyu, termasuk bagaimana
iklim pendukung penerapan, dan bagaimana pembudayaannya sebagai perilaku
K3. Terahkir adalah menyusun berbagai pengetahuan berdasarkan tahapan
sebelumnya menjadi suatu standar pendidikan dan standar perilaku kerja yang
mudah untuk dibudayakan.
Siklus tersebut diformulasikan menjadi sebuah matrik didukung dengan
format yang jelas, dilengkapi dengan software sistem informasi manajemen
pendidikan K3. Hasil akhirnya adalah akan terkompilasi pendidikan K3 sesuai
spesifikasi bidang kerja, kompetensi dan lingkungan tempat kerja masing-masing
yang bersifat dinamis.
Kata kunci: Manajemen Pendidikan, K3, Standar
Pendahuluan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan bagian penting dari
suatu pekerjaan baik di dunia usaha, industri maupun pendidikan vokasi. Selalu
ada resiko resiko kecelakaan (risk of failures) pada suatu aktifitas pekerjaan, baik
itu disebabkan perencanaan yang kurang sempurna, pelaksanaan yang kurang
cermat, maupun akibat kecerobohan manusia. Suatu kecelakaan pasti akan
mengakibatkan efek kerugian ( loss) yang berdampak seperti bola salju atau efek
domino, meskipun terlihat kecil dipermukaannya (fenomena gunung es). Potensi
sumber bahaya yang bisa berakibat kecelakaan kerja menimbulkan penyakit
sebisa mungkin harus dicegah, dihilangkan, atau setidak-tidaknya dikurangi atau
diisolasi. Proses tersebut sebaiknya dimulai dari pendekatan pendidikan yang
dikelola dengan tahapan yang terstandar. Kecelakaan terjadi karena perilaku
manusia yang lebih mengutamakan alasan efisiensi, efektivitas, dan optimalisasi
kerja, akibatnya adalah mengesampingkan kaidah-kaidah bekerja dengan sehat
dan selamat.
Kaidah dasar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah melindungi
para pegawai dalam menjalankan tugas, melalui upaya-upaya pengendalian
semua bentuk potensi bahaya yang ada di lingkungan tempat kerja, agar dapat
memenuhi batas standar aman. Kesadaran dan perilaku juga akan memberikan
kontribusi terciptanya kondisi lingkungan kerja yang aman, sehat, dan nyaman,
sehingga proses produksi menjadi lancar, akibatnya dapat menekan risiko
kerugian dan meningkatan produktivitas kerja. Kesadaran dan perilaku sehat dan
selamat hanya akan tercapai melalui pendidikan yang dikelola terus-menerus dan
terstandar.
Menurut International Association of Safety Professional (IASP), terdapat
8 kaidah yaitu: K3 adalah tanggung jawab moral/etik. Masalah K3 hendaklah
menjadi tanggung awab moral untuk menjaga keselamatan sesama manusia. K3
bukan sekedar pemenuhan perundangan atau kewajiban. K3 bukan sekedar
program yang dijalankan perusahaan untuk sekedar memperoleh penghargaan
dan sertifikat. K3 hendaklah menjadi cerminan dari budaya dalam organisasi.
Manajemen perusahaan adalah yang paling bertanggung jawab mengenai
K3. Sebagian tanggung jawab dapat dilimpahkan secara beruntun ke tingkat
yang lebih bawah. Setiap tempat kerja, lingkungan kerja, dan jenis pekerjaan
memiliki karakteristik dan persyaratan K3 yang berbeda. Tempat kerja yang baik
adalah tempat kerja yang aman. Lingkungan kerja yang menyenangkan dan
serasi akan mendukung tingkat keselamatan. Kondisi K3 dalam perusahaan
adalah pencerminan dari kondisi ketenagakerjaan dalam perusahaan. Prinsip
dasar dari K3 adalah semua kecelakaan dapat dicegah karena kecelakaan ada
sebabnya.
Program pendidikan penerapan K3 harus dibuat berdasarkan kebutuhan
kondisi dan kebutuhan nyata di tempat kerja sesuai dengan potensi bahaya sifat
kegiatan, kultur, kemampuan finansial, Program K3 dirancang spesifik untuk
masing-masing organisasi atau perusahaan. Melaksanakan K3 jangan dianggap
sebagai pemborosan atau biaya tambahan. Melaksanakan K3 adalah sebagai
bagian dari proses produksi atau strategi perusahaan. Kinerja K3 yang baik akan
memberikan manfaat terhadap bisnis perusahaan.
Kaitan K3 dengan akibat yang dapat ditimbulkan dapat diidentifikasi
sesuai potensi bahaya yang ada. Potensi bahaya merupakan sesuatu yang dapat
menyebabkan terjadinya kerugian, kerusakan, cedera, sakit, kecelakaan, atau
bahkan kematian yang berhubungan dengan proses dan sistem kerja. Identifikasi
bahaya adalah suatu teknik komprehensif untuk mengetahui potensi bahaya
dari suatu bahan, alat, atau sistem. Bahaya dapat diketahui dengan berbagai
cara dan dari berbagai sumber antara lain dari peristiwa atau kecelakaan yang
terjadi, pemeriksaan ke tempat kerja, melakukan wawancara dengan pekerja di
lokasi kerja, informasi dari pabrik atau asosiasi industri, nilai ambang batas, data
keselamatan bahan (material safety data sheet ) dan lainnya Ramli (2009). K3
harus ditanamkan dan dibangun melalui pendidikan, pembinaan dan pelatihan,
yang dikelola dengan sistem manajemen yang terstandar dengan tahapan
rasional serta jelas.
Zerosicks
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) mempunyai tujuan untuk
memperkecil, menghilangkan potensi bahaya atau resiko kerja yang
mengakibatkan kesakitan, kecelakaan dan kerugian yang mungkin terjadi.
Penjabaran manajemen pendidikan ZEROSICKS adalah sebagai berikut:
Hazard (bahaya) dapat didefinisikan sebagai potensi yang dapat
menyebabkan kerusakan, meliputi: material, kegiatan dan proses yang terjadi
saat melakukan kerja (Hughes and Faret, 2007:3). Merupakan sifat-sifat intrinsik
dari suatu zat, peralatan atau proses kerja yang dapat menyebabkan kerusakan
atau membahayakan bagi orang dan atau peralatan lain disekitarnya. Potensi
bahaya tersebut akan tetap menjadi bahaya tanpa menimbulkan dampak atau
berkembang menjadi kecelakaan (accident) apabila tidak ada kontak (exposure)
dengan manusia. Proses kontak antara potensi bahaya dengan manusia dapat
terjadi melalui beberapa cara, yaitu: manusia yang menghampiri potensi bahaya,
potensi bahaya yang menghampiri manusia melalui proses alamiah, dan manusia
dan potensi bahaya saling menghampiri. Analisis untuk menyadari dan
memahami hal tersebut akan menjadi tahap awal dalam pendidikan K3.
Berdasarkan sumbernya, hazard dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu:
Occupational Health Hazard (OHH) dan Occupational Safety Hazard (OSH).
1. Occupational Health Hazard (OHH), merupakan potensi bahaya di lingkungan
kerja yang mengakibatkan terjadinya gangguan kesehatan, kesakitan, dan
penyakit akibat kerja (PAK). Kelompok OHH terdiri dari:
a. Physical Hazard (Bahaya Fisis), merupakan potensi bahaya yang berupa
energi, misalnya: thermis (panas udara, panas mesin, radiasi, ledakan),
dinamis (motor, roda gigi, pemotong), debu, bising.
b. Chemical Hazard (Bahaya Kimia), merupakan potensi bahaya yang
berkaitan dengan bahan kimia dalam bentuk gas, cair dan padat yang
mempunyai sifat toksik dan beracun, misalnya: zat kimia (antiseptik,
aerosol, insektisida), bahan radioaktif, minyak, limbah B3 (limbah
eletroplating, limbah pabrik kimia), uap gas, debu, fume.
c. Biological Hazard (Bahaya Biologi), merupakan potensi bahaya yang
berasal dari makhluk hidup (mikroorganisme) di lingkungan kerja yang
dapat menimbulkan gangguan kesehatan, misalnya: racun, bakteri
(anthrak, brucella), jamur, virus (flu, hepatitis, HIV, SARS), B3 (Bahan
Berbahaya Beracun), hewan berbahaya (ular, kalajengking, serangga,
tikus, anjing, nyamuk), parasit, kuman, rodant.
d. Ergonomic (Aspek Ergonomi), merupakan potensi bahaya yang diakibatkan
dari ketidaksesuaian desain lingkungan kerja dengan pekerja, misalnya:
sikap kerja (posisi duduk), ukuran alat, desain tempat (posisi letak
peralatan, desain ruang), sistem kerja, cara kerja.
2. Occupational Safety Hazard (OSH), merupakan potensi bahaya yang terdapat
di lingkungan kerja yang mengakibatkan terjadinya incident, injury, cacat,
gangguan proses, kerusakan alat bagi pekerja maupun proses kerja.
Kelompok OSH terdiri dari:
a. Mechanical Hazard (Bahaya Mekanik), merupakan potensi bahaya yang
berasal dari benda atau proses yang bergerak yang dapat menimbulkan
dampak seperti benturan, terpotong, tertusuk, tersayat, tergores, jatuh,
terjepit.
b. Chemical Hazard (Bahaya Kimia), merupakan potensi bahaya yang berasal
dari bahan kimia dalam bentuk gas, cair dan padat yang mempunyai sifat
mudah terbakar, mudah meledak, dan korosif.
c. Electrical Hazard (Bahaya Elektrik), merupakan potensi bahaya yang
berasal dari arus listrik, seperti arus kuat, arus lemah, listrik statis, elektron
bebas.
d. Psychological Hazard (Bahaya Psikologis), merupakan potensi bahaya yang
berkaitan dengan aspek sosial psikologi maupun organisasi di lingkungan
kerja yang dapat memberikan dampak terhadap fisik dan mental pekerja,
misalnya pola kerja yang tidak teratur, waktu kerja yang diluar waktu
normal, beban kerja yang melebihi kapasitas mental, tugas yang tidak
berfariasi, suasana lingkungan kerja yang terpisah atau terlalu ramai, dll
Berdasarkan faktor penyebabnya, hazard dibedakan menjadi 3 macam,
yaitu: faktor manusia, faktor luar dan sistem manajemen.
1. Faktor Manusia, merupakan potensi bahaya yang disebabkan oleh manasia
pekerja, seperti: human factor (perilaku, kondisi fisik, mental), human error
2. Faktor Luar, merupakan potensi bahaya yang disebabkan oleh keadaan
lingkungan sekitar, seperti: sarana transportasi, cuaca, bencana alam
(badai, banjir, tanah longsor, petir).
3. Sistem Manajemen, merupakan potensi bahaya yang disebabkan oleh
penerapan sistem manajemen di lingkungan kerja, seperti:
a. faktor penguat, misalnya: pemberian hadiah, pemberian pujian,
acungan jempol.
b. faktor kemungkinan, misalnya: sarana yang memadai (adanya peralatan
K3 yang cukup, adanya bagian yang mengurusi K3), prasarana yang
memadai (adanya biaya untuk pengembangan K3, adanya kemampuan
untuk mengembangkan K3).
c. faktor mempengaruhi, misalnya sifat dari setiap individu untuk
memotivasi, mempercayai, mensugesti kepada rekannya yang berbeda-
beda persepsi terhadap potensi bahaya.
Kesadaran dan mengerti terhadap adanya sumber bahaya yang berpotensi
menimbulkan penyakit atau mengakibatkan kecelakaan hanya melalui
pendidikan, pembinaan dan pelatihan. Bertujuan untuk mampu
menentukan bagaimana cara menghindari atau mencegahnya.
Contoh lainnya :
NO KEJADIAN, 2011, BAGIAN, Lokasi Tambang Tutupan TGL/WAKTU
KEJADIAAN, URAIAN KEJADIAN:
Pada saat operator crane mamposisikan arm crane ke pinggir hand rail untuk
tujuan mempermudah melepas rantai pada Hock Crane (CT 039), saat
bersamaan salah seorang mechanic berniat membantu dengan mencoba
menaiki unit dengan posisi tangan berpegangan pada hand rail, menyebabkan
jari telunjuk tangan kanan korban terjepit diantara ujung telescopic dan pagar
crane truck
CIDERA / KERUSAKAN: mengalami luka tertutup (retak tulang) ruas ke 3 jari
telunjuk kanan (Close Fracture Palang Proximal Digit II Honus Dextra)
FAKTOR PENYEBAB: Penyebab Langsung, Tindakan Tidak aman : Group Leader
PHE tidak melakukan fungsi pengawasan, Korban bermaksud melepas rantai bak
crane tanpa berkomunikasi terlebih dahulu dengan operator crane. Pandangan
operator crane ke teleskopik terhalang oleh Out Rigger. Penyebab Dasar
Kecelakaan, Faktor Pribadi Penerapan motivasi yang kurang pas (keliru) dari
korban ingin membantu segera penyelesaian pekerjaan Tim, sehingga menaiki
bak unit crane tanpa berkomunikasi dengan operator crane. Kurangnya
kemampuan identifikasi potensi bahaya dari semua anggota kru. Faktor
Pekerjaan, Belum memadainya prosedur mengoperasikan unit crane truck.
Kurangnya personil pengawas pada seksi PHE (Plant Heavy Equipment).
TINDAKAN PERBAIKAN SEGERA:
Untuk meningkatkan fungsi pelaksanaan pengawasan, segera merealisasikan
rencanA penabahan jumlah personil pengawas. Segera menyempurnakan
Prosedur Mengoperasikan Unit Crane Truck.
Penutup
Dari teori dan contoh ZEROSICK yang sudah dijabarkan dapat diambil
kesimpulan bahwa untuk menjamin kesehatan dan keselamatan kerja industri
diperlukan partisipasi aktif dari semua elemen perusahaan. Partisipasi aktif
dibutuhkan untuk penyusunan program kebijakan terkait kesehatan dan
keselamatan kerja karyawan. Penyusunan program dilakukan dengan terlebih
dahulu melakukan deteksi terhadap bahaya bahaya yang mungkin timbul
dalam lingkungan kerja. Setelah diketahui bahaya bahaya yang mungkin timbul
maka dilakukan analisis untuk mengetahui faktor faktor penyebabnya. Faktor
penyebab bahaya yang menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja dapat
dijadikan sebagai landasan untuk penyusunan program kebijakan terkait
kesehatan dan keselamatan kerja karyawan.
Penyusunan program kebijakan kesehatan dan keselamatan kerja harus
melihat pada standarisasi yang ada, lingkungan kerja, referensi dari berbagai
sumber dan kondisi para pekerja sehingga program kebijakan dapat disusun
sesuai realitas kebutuhan yang ada. Para penyusun program kebijakan harus
memperhatikan saran saran dari para pekerja untuk mengetahui peluang
peluang bahaya lain yang belum teridentifikasi. Saran dari para pekerja begitu
penting karena para pekerjalah yang terlibat langsung dalam proses kerja
sehingga para pekerja memiliki pengetahuan lebih terkait pekerjaannya. Program
kebijakan yang disusun juga harus mempertimbangkan sarana prasarana yang
sudah tersedia dan dapat dimanfaatkan untuk program kebijakan baru.
Pemanfaatan sarana dan prasarana yang sudah ada dapat menekan biaya untuk
pelaksanaan program kebijakan yang akan dibuat.
Pelaksanaan program kebijakan dipantau langsung untuk evaluasi
program. Evaluasi digunakan sebagai panduan untuk merevisi kebijakan agar
lebih sesuai dengan kebutuhan. Pemantauan program kebijakan juga bertujuan
untuk menilai secara langsung kesadaran elemen perusahaan dalam
menjalankan program secara rutin. Diperlukan koordinasi, sinkronisasi dan
sinergi dari semua elemen perusahaan untuk memantau pelaksanaan program
kebijakan. Rutinintas karyawan dalam menjalankan program kebijakan terkait
kesehatan dan keselamatan kerja lama kelamaan akan menjadi tingkah laku
yang mendorong terciptanya ikilim (climate) dan budaya (culture) kerja. Dengan
terciptanya iklim dan budaya terkait kesehatan dan keselamatan kerja
diharapkan mampu menurunkan angka kecelakaan kerja yang dapat terjadi di
Industri.
Daftar Pustaka
HSP-Team. (2011). Pemahaman Tentang Bahaya (Hazard). Diakses dari
#http://healthsafetyprotection.com/pemahaman-tentang-bahaya-hazard/,
tanggal 18 Juli 2012.
HSP-Team. (2011). Pemahaman Tentang Resiko (Risk). Diakses dari
http://healthsafetyprotection.com/pemahaman-tentang-resiko-risk/, tanggal
18 Juli 2012.
HSP-Team. (2011). Prinsip Dasar Manajemen Resiko (Risk Management).
Diakses dari http://healthsafetyprotection.com/prinsip-dasar-manajemen-
resiko-risk-management/, tanggal 18 Juli 2012.
NASP - National Association of Safety Professionals (2015). Safety Principles:
Eight Principles of a Safe Workplace diakses dari
http://www.naspweb.com/safetyprinciples.php pada 9 april 2015 pada
pukul 00:41:50
Neal, A., & Griffin, M. A. (2002). Safety climate and safety behaviour. Australian
journal of management, 27(1 suppl), 67-75.
Ramli, Soehatman. 2009. Pedoman Praktis Manajemen Resiko dalam
Perspektif K3 OHS Risk Management. Jakarta : PT. Dian Rakyat
Formulir No. SHE/08/F-003