Anda di halaman 1dari 16

MODUL PERKULIAHAN

Ergonomi

ERGONOMI MAKRO

Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh


Teknik Teknik Industri 16041 E. Nina. S. Y., ST

12 (A71163EL)

Abstract Kompetensi
Definisi dan sejarah Ergonomi Mahsiswa mengetahui dan memahami makro
ergonomi
Makro, Metode-metode Ergonomi
Makro

2020 Ergonomi Pusat Bahan Ajar dan eLearning


1 E. Nina S. Y., ST. MT http://www.mercubuana.ac.id
Pengantar
Pada modul sebelumnya telah dibahas berbagai tinjauan aspek keragaman dan
keterbatasan manusia secara individu, mulai dari aspek antropometri, biomekanika, fisiologi,
penginderaan dan kognitif, dan bagaimana memanfaatkan informasi keterbatasan manusia
tersebut dalam perancangan sistem kerja dalam lingkup suatu stasiun kerja. Berbagai peneliti
kemudian mengembangkan konsep ergonomi dalam konteks organisasi perusahaan
dan bahkan lebih makro lagi, yakni masyarakat dan teknologi. Sistem kerja tidak lagi
berupa stasiun kerja (manusia dan alat kerja) namun dapat berupa organisasi perusahaan.
Dalam hal konteks yang lebih makro ini, maka terdapat kebutuhan untuk melihat sistem kerja
sebagai sistem terbuka, yang dipengaruhi oleh organisasi dan lingkungan eksternal. Hal
inilah yang kemudian dikenal sebagai sistem sosioteknik, yang melihat sistem dalam lima
komponen secara terintegrasi, yaitu (1) subsistem personel, (2) subsistem teknologi, (3)
subsistem lingkungan internal, (4) subsistem lingkungan eksternal, dan (5) subsistem organisasi.

Definisi Ergonomi Makro


Ergonomi makro merupakan pendekatan sistem sosioteknik secara top-down dalam
menganalisis, merancang, atau memperbaiki sistem kerja dan organisasi kerja kemudian
mengharmonisasikan perancangan tersebut ke dalam elemen-elemennya secara keseluruhan.
Cakupan kajian ergonomi makro meliputi struktur organisasi, kebijakan organisasi, tata kelola
proses kerja, sistem komunikasi, kerjasama tim, perancangan partisipasi, hingga evaluasi
teknologi dan alih teknologi.

Ergonomi makro mengupayakan adanya keseimbangan antara faktor- faktor dalam sistem
kerja dan organisasi kerja. Terjadinya perubahan pada salah satu elemen sistem kerja akan
memengaruhi elemen-elemen yang lain, sehingga jika semua elemen yang ada tidak
dirancang secara sistem, maka akan terjadi ketidaksesuaian. Ketidaksesuaian ini dapat
menyebabkan masalah pada keselamatan, produktivitas, efisiensi, dan kualitas. Tujuan yang
ingin dicapai oleh ergonomi makro adalah untuk mengoptimalkan rencangan sistem kerja dalam
kaitannya dengan sistem sosioteknik, dan kemudian membawa karakteristik hasil rancangan
tersebut ke level yang lebih bawahnya (mikro) sehingga tercipta sistem kerja yang harmonis.

2020 Ergonomi Pusat Bahan Ajar dan eLearning


2 E. Nina S. Y., ST. MT http://www.mercubuana.ac.id
Sejarah Ergonomi Makro
Munculnya istilah ergonomi makro tidak dapat dilepaskan dari Hal W. Hendrick yang pertama
kali mencetuskannya pada tahun 1984. Konsep ergonomi makro muncul seiring dengan
ketidakmampuan organisasi untuk berubah menyesuaikan dengan kecepatan perubahan
teknologi. Pertemuan tahunan Human Factors Society di Amerika Serikat atau yang
sekarang lebih dikenal dengan Human Factors and Ergonomics Society (HFES) pada tahun
1980 sebenarnya telah mengidentifikasi adanya kebutuhan akan pentingnya ergonomi makro.
Dalam pertemuan tersebut komite ini menemukan beberapa perkembangan dalam manajemen
organisasi dan teknologi yang perlu diantisipasi, yaitu:
1. Kemunculan teknologi-teknologi baru yang secara mendasar akan mengubah cara kerja,
contohnya mikroelektronika, otomatisasi, dan perkembangan komputer.
2. Peningkatan jumlah tenaga kerja kantoran (white collar) yang memiliki tingkat
pendidikan dan pengalaman yang lebih kompleks sehingga membutuhkan organisasi
yang lebih adaptif.
3. Adanya keinginan dari pekerja untuk dapat lebih berpartisipasi dalam pengambilan
keputusan terkait dengan pekerjaan yang dilakukannya, ingin memiliki pekerjaan yang
bermakna karena lebih partisipatif, serta ingin memiliki hubungan sosial di lingkungan
tempat kerja.
4. Kurang efektifnya intervensi ergonomi mikro (dengan pendekatan bottom- up) untuk
mencapai tujuan organisasi dalam mengurangi jumlah cedera dan kecelakaan serta
meningkatkan produktivitas.
5. Adanya tuntutan yang semakin tinggi pada produk dan tempat kerja untuk
memperhatikan aspek keselamatan dan rancangan yang ergonomis.

Perkembangan di atas kemudian direspons oleh para ahli ergonomi dengan mengintegrasikan
rancangan organisasi dan faktor manajemen dalam konteks ergonomi, yang memunculkan
sub-disiplin ergonomi makro.

Dalam berbagai referensi, salah satu contoh klasik yang dimunculkan yang menggambarkan
pentingnya pendekatan sosioteknik adalah studi yang dilakukan oleh Tavistock Istitute of Human
Relation di Inggris, yang kemudian dikenal sebagai Tavistock Study. Studi ini dilakukan pada
area tambang. Sebelum tahun 1950-an, pekerja tambang bekerja berkelompok dengan

2020 Ergonomi Pusat Bahan Ajar dan eLearning


3 E. Nina S. Y., ST. MT http://www.mercubuana.ac.id
menggunakan alat kerja secara manual. Setiap kelompok memiliki kontrol secara internal
terhadap apa yang mereka lakukan dan masing-masing pekerja melakukan pekerjaan beragam
dan saling bergantian (rotasi). Kepuasan kerja terutama yang berkaitan dengan kebutuhan
sosial saat bekerja terpenuhi.

Sesudah Perang Dunia ke-2, teknologi pertambangan mulai berubah. Pekerja melakukan
pekerjaan yang sangat spesifik dan rotasi pekerjaan tidak memungkinkan. Peluang
untuk interaksi sosial menjadi terbatas. Tanpa disangka, teknologi yang diharapkan akan
memacu efisiensi, malah mengakibatkan semakin tingginya breakdown produksi dan absen
kerja. Hal ini karena rancangan sistem kerja tidak sesuai dengan karakteristik psikososial dan
budaya pekerja. Akhirnya suatu sistem kombinasi diterapkan, kombinasi antara teknologi baru
dan karakteristika psikososial kerja (yang dulu dirasakan saat sistem manual dilakukan) untuk
meningkatkan variasi kerja dan kontrol pekerja terhadap pekerjaannya. Akhirnya, sistem
kombinasi ini mampu memberikan produktivitas yang lebih baik dari dua sistem sebelumnya.
Studi ini menyimpulkan bahwa teknologi yang sama dengan rancangan organisasi yang
berbeda akan memberikan hasil yang berbeda.

Berbagai kasus yang serupa kemudian bermunculan. Dalam industri manufaktur misalnya,
ketika ergonomi (mikro) diaplikasikan, maka sistem kerja yang dirancang akan berdasarkan
pada dimensi tata letak dan beban kerja. Pekerja pun diberikan istirahat yang cukup
secara fisiologi. Namun, ketika pengaturan kerja tidak memungkinkan adanya variasi kerja dan
malah menimbulkan kerja yang monoton (melakukan hal yang sama berulang-ulang), kebutuhan
keahlian yang rendah, dan adanya standardisasi kerja (sehingga tidak dimungkinkan
dilakukannya inovasi kerja) maka akan berdampak pada motivasi kerja dan produktivitas.
Ergonomi makro, akan menyoroti aspek organisasi kerja terlebih dahulu, baru kemudian
dilanjutkan pada aspek mikro.

Hubungan Ergonomi Mikro dengan Ergonomi Makro


Sebagaimana yang dibahas pada bagian sebelumnya, ergonomi mengoptimalkan interaksi
manusia dengan komponen sistem lainnya dalam suatu sistem kerja melalui lima lingkup kajian,
yakni:
• manusia-mesin/perangkat keras: hardware ergonomics
• manusia-lingkungan: environment ergonomics
• manusia-perangkat lunak: cognitive ergonomics

2020 Ergonomi Pusat Bahan Ajar dan eLearning


4 E. Nina S. Y., ST. MT http://www.mercubuana.ac.id
• manusia-pekerjaan: work design ergonomics
• manusia-organisasi: macro ergonomics

Empat fokus kajian pertama menekankan pada individu atau level subsistem (ergonomi
mikro) sedangkan fokus kajian kelima menekankan pada sistem kerja keseluruhan
(ergonomi makro). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ergonomi makro merupakan
bagian terpisah dan berbeda dari ergonomi mikro dalam hal penekanan pada fokus kajiannya.
Dalam kaitannya dengan perancangan sistem kerja, keterkaitan ergonomi makro, dan
ergonomi mikro dapat digambarkan sebagai berikut:

“Pendekatan ergonomi makro digunakan untuk menentukan karakteristik perancangan sistem


kerja secara keseluruhan, yang selanjutnya rancangan tersebut dibawa ke dalam level ergonomi
mikro. Penentuan karakteristik perancangan sistem kerja secara keseluruhan akan menentukan
karakteristik rancangan pekerjaan dan hubungan manusia dengan sub-sistem lain pada lingkup
kajian ergonomi mikro. Hasil perancangan dengan ergonomi makro yang efektif akan
menggerakkan aspek-aspek rancangan ergonomi mikro sehingga terjadi kesesuaian secara
keseluruhan”. Dalam hal ini Hendrick dan Kleiner (2001) mengungkapkan:

“When micro ergonomics design is not compatible with macro design, the whole will be LESS
than sum of the parts”. “When good macro level design is carried through to micro
design, the whole will be MORE than the sum of the parts”.

Keilmuan ergonomi makro telah diterapkan dalam berbagai hal, walaupun masih sangat terbatas,
misalnya:
• Aplikasi dalam mengurangi risiko cedera otot-rangka (Hendrik & Kleiner,
2002)
• Aplikasi dalam manajemen hazard (Hendrik & Kleiner, 2002)
• Aplikasi dalam pengembangan sistem training (Hendrik & Kleiner, 2002)
• Aplikasi dalam perubahan organisasi (Hendrik & Kleiner, 2001)
• Aplikasi dalam keselamatan penerbangan (Hendrik & Kleiner, 2002)
• Aplikasi dalam keselamatan pasien (Hallock dkk, 2006)
• Aplikasi dalam industri konstruksi (Haro & Kleiner, 2008)

2020 Ergonomi Pusat Bahan Ajar dan eLearning


5 E. Nina S. Y., ST. MT http://www.mercubuana.ac.id
Dalam berbagai penelitian di atas, penerapan ergonomi makro dilakukan dengan
menggunakan metode dan pendekatan yang unik dan variatif, dibandingkan dengan metode
ergonomi mikro yang telah dibahas pada bab-bab sebelum ini.

Metode-Metode Ergonomi Makro


Secara umum, beberapa metode yang biasa digunakan dalam penelitian ergonomi makro adalah
(Hendrik & Kleiner, 2001):

1. Metode Field Study


Field study merupakan teknik observasi secara sistematik atau naturalistik dengan melakukan
penelitian pada kondisi yang sebenarnya. Dalam tahapan awal studi ergonomi makro,
pendekatan ini digunakan untuk mengidentifikasi karakteristik struktural organisasi yang dapat
meningkatkan maupun menghambat efektivitas fungsi organisasi dan untuk mengumpulkan data
tentang potensi- potensi modifikasi rancangan organisasi untuk perbaikan. Metode ini juga
dapat dilakukan untuk mengindentifikasi penyimpangan dan variansi dalam suatu organiasi
perusahaan. Biasanya data diperoleh melalui wawancara, kuesioner, pengukuran kinerja
organisasi, dan keluhan pekerja atau pelanggan. Keuntungan utama dari metode field study ini
adalah hasil pengamatan yang realistis. Kelemahan dari metode ini adalah proses observasi yang
lama karena harus menunggu suatu proses atau kejadian terjadi secara alami.

2. Metode Survei dengan Kuesioner


Survei kuesioner dapat digunakan untuk mengumpulkan informasi dalam berbagai aspek sistem
kerja, seperti tugas, kondisi organisasi, isu lingkungan, teknologi, dan karakteristik individual
pekerja berdasarkan persepsi, pengalaman, atau pengetahuan responden. Survei kuesioner ini
juga memungkinkan pengumpulan informasi dalam berbagai bentuk keluaran, seperti kualitas
kehidupan kerja (termasuk kepuasan kerja), tekanan fisik dan psikologis, kesehatan fisik dan
mental yang dialami pekerja, dan lain-lain. Survei kuesioner ini dapat digunakan pada tahap
diagnosis (mencari permasalahan saat ini), tahap evaluasi (misalnya melihat efek perubahan
suatu intervensi), dan tahap monitoring (misalnya memonitor opini pekerja selama
implementasi perubahan/intervensi). Keuntungan utama dari metode survei kuesioner ini adalah
peneliti dapat memperoleh data dalam jumlah besar dengan biaya yang relatif murah dan
waktu yang relatif cepat. Survei kuesioner juga dapat memberikan data terstruktur yang dapat
dinilai dan dianalisis secara baku. Namun tantangan dalam menggunakan metode ini adalah
memastikan alat ukur kuesioner tersebut valid.

2020 Ergonomi Pusat Bahan Ajar dan eLearning


6 E. Nina S. Y., ST. MT http://www.mercubuana.ac.id
3. Metode Wawancara
Metode wawancara di dalam ergonomi makro digunakan untuk mengidentifikasi akar
masalah pada sistem kerja dan sistem organisasi secara utuh dan mendalam. Pada umumnya,
wawancara dimulai dengan mengarahkan partisipan pada diskusi secara bertahap, kemudian
dilanjutkan dengan pertanyaan transisi dan pertanyaan kunci yang lebih fokus. Metode wawancara
memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan metode pengumpulan data secara kualitatif
lainnya, di antaranya pengumpulan data yang kaya dan sangat informatif dan pewawancara
dapat membangun hubungan dengan responden sehingga responden dapat leluasa
menggambarkan opini dan pengalamannya. Seperti halnya metode pengumpulan data secara
kualitatif lainnya, metode wawancara juga memiliki kekurangan. Kekurangan tersebut di
antaranya: (1) proses wawancara dapat menjadi sangat mahal dan menghabiskan waktu,
(2) dapat menjadi bias akibat sudut pandang pewawancara yang dapat memengaruhi
bagaimana suatu pertanyaan diajukan sehingga juga memengaruhi respons dari partisipan, (3)
kesulitan dalam penarikan kesimpulan dari data yang diperoleh karena data bersifat kualitatif.

4. Metode Focus Group


Saat ini focus group menjadi salah satu metode utama yang digunakan untuk memperoleh
informasi berharga secara berkelompok. Dalam suatu focus group, sekumpulan individu saling
berbagi dan berinteraksi dalam menanggapi suatu kasus atau masalah, misalnya berkaitan
dengan suatu sistem kerja. Diskusi yang berlangsung dapat diarahkan untuk menggali
intervensi yang dapat dibangun untuk perbaikan kondisi kerja, dan lebih lanjut memperbaiki fungsi
organisasi secara keseluruhan. Focus group juga dapat membantu dalam perancangan dan
implementasi intervensi atau perubahan yang diusulkan untuk memperbaiki kondisi kerja pada
grup yang lebih besar. Penggunaan metode focus group memiliki beberapa keuntungan di
antaranya: (1) peneliti dapat mengobservasi proses dan interaksi di antara partisipan, (2) pendapat
yang dibuat oleh salah satu orang dapat berkembang berdasarkan masukan dari partisipan lain,
serta (3) data dari sejumlah orang dapat diperoleh dengan lebih ekonomis dan efisien
dibandingkan dengan metode wawancara secara individu. Namun, beberapa tantangan dalam
pelaksanaan focus group adalah: (1) kehadiran pewawancara atau fasilitator dapat
memengaruhi perilaku partisipan, (2) kondisi grup dapat menekan respons individu dan
membentuk pemikiran kolektif, (3) satu atau beberapa orang tertentu dalam grup dapat menjadi
lebih dominan daripada partisipan lainnya.

2020 Ergonomi Pusat Bahan Ajar dan eLearning


7 E. Nina S. Y., ST. MT http://www.mercubuana.ac.id
5. Ergonomi Partisipasi
Ergonomi partisipasi merupakan salah satu pendekatan dalam ergonomi makro untuk
mengimplementasikan teknologi pada sistem organisasi yang membutuhkan keterlibatan
pengguna akhir dalam sistem untuk peningkatan dan implementasi teknologi. Ergonomi
partisipasi adalah suatu filosofi baru dalam perancangan, peningkatan, dan pengoperasian
organisasi dengan melibatkan karyawan. Ergonomi partisipasi menuntut adanya keterlibatan
pekerja secara aktif dalam melengkapi pengetahuan tentang ergonomi dan prosedur di tempat
kerja.

Macro Ergonomics Analysis and Design (MEAD)


Perlu dicatat bahwa ergonomi makro bukanlah filosofis semata, tapi ia juga merupakan
subdisiplin, metode, dan bersifat aplikatif. Seperti halnya subdisiplin ilmu ergonomi lainnya,
ergonomi makro juga memiliki metodologi implementasi yang unik. Salah satu metodologi yang
cukup jelas menggambarkan tahapan implementasi ergonomi makro adalah Macro-
Ergonomics Analysis and Design (MEAD), seperti yang diusulkan Hendrick and Kleiner (2002).
Evaluasi dan perancangan sistem kerja dengan menggunakan kerangka MEAD mengikuti
sepuluh langkah berikut:
1. Mengamati sistem organisasi secara internal dan eksternal Pengamatan internal
sistem difokuskan pada visi, misi, dan prinsip dasar organisasi kerja. Pengamatan
terhadap faktor lingkungan eksternal menjadi penting karena dalam sistem sosioteknik,
faktor eksternal perlu diperhitungkan untuk mendapatkan suatu joint optimization yang
optimal. Pada tahapan ini, sistem digambarkan secara utuh mulai dari input, proses,
output, vendor, mekanisme umpan balik, dan kontrol internal. Setelah itu, semua
stakeholder ditentukan berikut dengan harapan- harapan mereka. Suatu ketimpangan
(gap) akan didapatkan jika tidak terdapat kesesuaian antara harapan stakeholder dengan
keberlangsungan organisasi saat ini.
2. Mendefinisikan tipe sistem operasi kerja dan ekspektasi kinerja Tahapan ini
dilakukan untuk mendapatkan kondisi optimal rancangan sistem operasi kerja dengan
mempertimbangkan aspek kompleksitas, sentralisasi, dan formalisasi organisasi kerja.
Pada tahap ini, diperlukan penentuan kriteria kesuksesan operasi produksi (produk atau
jasa) yang dapat diambil dari tujuh kriteria, yaitu efisiensi, efektivitas, produktivitas, kualitas,
kualitas kehidupan kerja, inovasi, dan segi keuangan (profit). Dalam hal ini, setiap
ukuran dapat berupa kualitatif dan kuantitatif.

2020 Ergonomi Pusat Bahan Ajar dan eLearning


8 E. Nina S. Y., ST. MT http://www.mercubuana.ac.id
3. Mendefinisikan unit operasi dan proses kerja
Pada tahapan ini, aliran transformasi yang terjadi digambarkan, termasuk aliran material
dan stasiun kerja. Unit operasi dapat didefinisikan berdasarkan produk, fungsi dan
potongan proses kerja. Dalam kondisi yang lebih kompleks, penambahan organisasi
(horizontal dan vertikal) mungkin dilakukan. Setiap unit operasi atau departemen memiliki
tujuan, input, transformasi, dan output tersendiri. Gambaran makro semua proses diperlukan
sebelum melihat lebih detail yang akan bermanfaat dalam melakukan task analysis.
4. Mengidentifikasi variansi yang terjadi
V ariansi didefinisikan sebagai deviasi atau penyimpangan dari operasi, kondisi, spesifikasi,
atau norma standar yang tidak diperkirakan atau diinginkan. Identifikasi variansi dilakukan
dengan menggunakan proses bisnis yang menggambarkan proses-proses yang terjadi
saat ini dan analisis tugas secara detail yang berkaitan dengan proses bisnis. Tipe-tipe
variansi yang biasa terjadi antara lain: kualitas, biaya, jadwal, kesehatan dan keselamatan
serta non-value added (tidak memberikan nilai tambah).
5. Membuat matriks variansi
Dari variansi-variansi yang diperoleh pada tahapan sebelumnya diperoleh beberapa
variansi yang menjadi variansi kunci. Variansi kunci adalah variansi yang memberikan
dampak signifikan pada kriteria performansi dan atau paling berinteraksi dengan variansi
lainnya sehingga melipatgandakan pengaruhnya. Tujuan langkah ini adalah untuk
mengidentifikasi hubungan antara variansi-variansi yang terjadi selama transformasi
proses kerja sehingga dapat ditentukan pengaruh antara satu variansi dengan variansi
lainnya.
6. Membuat tabel kendali variansi kunci dan jaringan peran
Tujuan langkah ini adalah untuk menemukan bagaimana variansi yang terjadi dikendalikan
pada kondisi saat ini dan siapa personel yang bertanggung jawab untuk mengendalikan
variansi tersebut. Tabel kendali variansi kunci terdiri atas:
• unit operasi di mana variansi yang terjadi dikendalikan atau dikoreksi
• siapa orang yang bertanggung jawab
• apa kegiatan pengendalian yang telah dilakukan saat ini, apa
interface, tools, atau teknologi yang dibutuhkan untuk mendukung pengendalian
• apa komunikasi, informasi, kemampuan khusus, atau pengetahuan
yang dibutuhkan dalam pengendalian variansi kunci tersebut.
7. Menunjukkan alokasi fungsi dan rancangan bersama
Pada tahap ini, ditentukan spesifikasi untuk perancangan level organisasi yang meliputi
kompleksitas, sentralisasi, dan formalisasi serta dihasilkan struktur organisasi yang spesifik.
Perancangan atau perbaikan rancangan tergantung pada level sistem kerja yang dianalisis
prosesnya. Perancangan
atau perbaikan rancangan dapat dilakukan pada level organisasi maupun pada level
kelompok, atau pada kedua level tersebut.
8. Memahami persepsi mengenai peran dan tanggung jawab
Pada tahap ini dilakukan identifikasi mengenai bagaimana tanggapan pekerja terhadap
peran yang dijalankannya saat ini dan kemudian dibandingkan dengan peran yang
seharusnya dijalankan. Gap yang terjadi dalam kedua hal tersebut dapat dikurangi dengan
ergonomi partisipasi, pelatihan, komunikasi, perancangan interface, atau perancangan
alat.
9. Merancang atau memperbaiki subsistem pendukung dan interface Tahap ini
bertujuan untuk menentukan subsistem pendukung yang diperlukan dan
memengaruhi sistem sosioteknik produksi yang ada. Selanjutnya, dilakukan
perbaikan dan penyesuaian dengan subsistem lain, termasuk lingkungan internal.
10. Implementasi, iterasi, dan penyempurnaan
Pada tahapan terakhir dari metode MEAD ini, solusi yang telah dirancang pada tahapan-
tahapan sebelumnya diterapkan pada sistem, kemudian dievaluasi secara berkala sebagai
dasar untuk melakukan perbaikan yang terus menerus.

Perancangan Organisasi dalam Perspektif Ergonomi


Makro
Salah satu aspek utama dalam implementasi ergonomi makro pada suatu sistem kerja
adalah perancangan organisasi kerja. Robbins (1990) mendefinisikan organisasi sebagai
suatu entitas sosial yang saling berkoordinasi dengan batasan yang dapat diidentifikasi
secara relatif dan menjalankan fungsi untuk mencapai satu atau lebih tujuan. Daft
(2004) mendefinisikan organisasi sebagai entitas sosial yang memiliki tujuan tertentu,
dirancangkan sebagai sistem yang terstruktur dan terkoordinasi, serta terhubung dengan
lingkungan eksternal. Jones (2004) mendefinisikan organisasi sebagai sebuah alat yang
digunakan beberapa individu untuk mengkoordinasikan aktivitasnya yang bertujuan untuk
mencapai tujuan bersama. Hendrick (1997) mendefinisikan perancangan organisasi sebagai
perancangan struktur organisasi sistem kerja dan terkait dengan proses untuk mencapai tujuan
organisasi.

Dalam sudut pandang ergonomi makro, sebagai bagian dari proses perancangan sistem,
perancangan organisasi melibatkan beberapa hal berikut:
1. Mengidentifikasi tujuan yang ingin dicapai oleh sistem.
2. Membuat pengukuran efektivitas organisasi secara eksplisit dan menggunakan
pengukuran tersebut sebagai kriteria untuk mengevaluasi alternatif-alternatif struktur yang
feasible.
3. Mengembangkan perancangan komponen utama struktur organisasi secara sistematis.
4. Mempertimbangkan variabel sistem, yaitu teknologi, personnel, dan lingkungan eksternal
yang relevan secara sistematis sebagai moderator dari struktur organisasi.
5. Memutuskan tipe umum struktur organisasi untuk sistem.

Tujuan Organisasi
Szilagyi dan Wallace dalam Hendrick (1997) mengklasifikasikan tujuan organisasi
berdasarkan kriteria, fokus, dan kerangka waktu.
1. Berdasarkan kriteria. Terdapat enam kriteria yang biasa digunakan, yaitu:
a. Produktivitas. Tujuan produktivitas biasa diukur berdasarkan output per unit atau per
pekerja dalam organisasi. Contohnya, unit yang diproduksi per pekerja per hari,
biaya per unit produksi, atau pendapatan yang diperoleh per pekerja.
b. Pasar (market). Tujuan ini dapat didefinisikan dalam cara yang berbeda. Contohnya,
peningkatan market share atau target peningkatan jumlah penjualan.
c. Sumber daya (resources). Organisasi terkadang menentukan tujuannya berdasarkan pada
perubahan sumber daya yang dimilikinya. Sebagai contoh, mengurangi hutang jangka
panjang sebanyak 200 juta dalam 5 tahun (tujuan berdasarkan sumber daya finansial),
peningkatan kapasitas sebesar 30% (tujuan berdasarkan sumber daya fisik), penurunan
tingkat turn over sebanyak 5% (tujuan berdasarkan sumber daya manusia).
d. Keuntungan (profitability). Keuntungan yang diperoleh tampak melalui rasio keuangan,
seperti pendapatan bersih atau return on investment.
e. Inovasi (innovation). Karena perkembangan teknologi yang sangat cepat, pengembangan
produk baru untuk mempertahankan posisi persaingan organisasi menjadi semakin
penting. Tujuan inovasi akan dapat mengembangkan sesuatu yang baru, proses
manufaktur yang lebih efisien, dan lainnya.
f. Tanggung jawab sosial (social responsibility). Contoh dari tujuan berdasarkan tanggung
jawab sosial antara lain dengan meningkatkan kualitas kerja dan mengurangi polusi.
2. Berdasarkan fokus. Terdapat tiga kategori yang biasa digunakan, yaitu:
a. Maintenance goals. Tujuan ini biasanya dinyatakan sebagai level spesifik dari
suatu aktivitas atau kegiatan yang berkelanjutan dari waktu ke waktu. Contohnya,
perusahaan airline akan memiliki sekurang-kurangnya 80% pesawatnya dalam
perbaikan pada satu waktu.
b. Improvement goals. Tujuan yang menggunakan kata kerja kemungkinan merupakan
improvement goal karena mengindikasikan perubahan spesifik yang diinginkan.
Contohnya, “meningkatkan” market share, “mengurangi” kecelakaan, atau “meningkatkan”
return on investment.
c. Development goals. Tujuan ini mirip dengan improvement goal, namun mengacu pada
bentuk-bentuk pertumbuhan, ekspansi, pembelajaran, atau kemajuan. Contohnya,
meningkatkan jumlah produk baru yang dikenalkan, meningkatkan level pendidikan manajer,
atau meningkatkan kapasitas pabrik.

3. Berdasarkan jangka waktu


Klasifikasi berdasarkan jangka waktu akan sangat bermanfaat ketika pengaruh lingkungan
pada kompleksitas dipertimbangkan dalam perancangan organisasi. Berdasarkan jangka waktu,
tujuan organisasi diklasifikasikan dalam tiga kategori, yaitu:
a. Tujuan jangka pendek (short-term goals). Periode waktu tujuan jangka pendek ini
adalah 12 bulan. Contohnya, target produksi.
b. Tujuan jangka menengah (intermediate-term goals). Periode waktu tujuan jangka
menengah ini adalah 1-3 tahun dan biasanya dimiliki oleh organisasi penjualan.
c. Tujuan jangka panjang (long-term goals). Periode waktu tujuan jangka panjang ini
adalah lebih dari 3 tahun. Contohnya, target penelitian dan pengembangan.

Kriteria Efektivitas Organisasi


Terdapat berbagai kriteria efektivitas organisasi yang dapat digunakan. Beberapa di
antaranya menurut Campbell dalam Hendrick (1997) adalah:
• Efektivitas secara keseluruhan
• Produktivitas
• Efisiensi, yaitu rasio yang menggambarkan perbandingan antara beberapa
aspek unit performansi dengan biaya yang timbul dari performansi tersebut.
• Profit, yaitu jumlah keuntungan dari penjualan setelah dikurangi semua
biaya dan obligasi. Persentase return on investment atau persentase
return on total sales biasa digunakan sebagai definisi alternatif.
• Kualitas
• Kecelakaan, yaitu frekuensi kecelakaan yang terjadi selama bekerja yang
dapat menyebabkan lost time.
• Pertumbuhan, yang direpresentasikan oleh peningkatan variabel-variabel,
seperti kapasitas pabrik, aset, penjualan, profit, market share, dan jumlah inovasi.
Pertumbuhan menggambarkan perbandingan antara kondisi organisasi saat ini dengan
masa lalu.
• Tingkat ketidakhadiran, biasanya didefinisikan sebagai tingkat ketidakhadiran
tanpa izin, namun masih banyak definisi-definisi lainnya (contoh: total ketidakhadiran
vs frekuensi kehadiran).
• Turnover
• Kepuasan kerja
• Motivasi, yaitu kekuatan dari kecenderungan seorang individu untuk
terlibat dalam aksi tujuan atau kegiatan dalam pekerjaan.

Perlu dicatat bahwa berbagai kriteria di atas akan berbeda antar organisasi. Hal yang perlu
diperhatikan adalah bagaimana menentukan kombinasi kriteria efektivitas yang relevan untuk
dijadikan pijakan evaluasi dan kemudian melakukan pembobotan berdasarkan tingkat
kepentingan kriteria tersebut.

Sistem Sosioteknik sebagai Moderator Perancangan


Organisasi
Untuk melakukan perancangan organisasi dibutuhkan analisis yang sistematis mengenai
karakteristik kunci dari teknologi, personnel subsystem, dan lingkungan eksternal yang
relevan pada organisasi. Perancangan organisasi dengan konsep ergonomi makro harus
memperhatikan hal-hal berikut:
(1) harus berbasis pada manusia (human centered),
(2) harus menggunakan pendekatan manusiawi dalam perancangan alokasi tugas dan fungsi,
(3) harus mempertimbangkan variabel sistem sosioteknik yang relevan dalam implikasinya
pada perancangan organisasi dan sistem kerja serta perancangan pekerjaan, proses kerja
yang spesifik, dan interface manusia- sistem.

Seperti telah disebutkan sebelumnya, perancangan struktur organisasi dan proses terkait
melibatkan pertimbangan tiga komponen utama sistem sosioteknik yang berinteraksi dan
memengaruhi optimalitas perancangan organisasi.
Penelitian Ergonomi Makro di Indonesia
Penelitian mengenai ergonomi makro telah dilakukan baik pada industri manufaktur maupun
jasa dengan menggunakan metode-metode ergonomi makro, seperti ergonomi partisipasi,
kuesioner, dan Macro-Ergonomics Analysis and Design (MEAD). Penelitian mengenai
ergonomi makro dengan metode MEAD pada proses pelayanan kesehatan dilakukan
oleh Grisanti Gadesiwati pada tahun 2011. Penelitian dilakukan untuk menganalisis
permasalahan kesehatan dan keselamatan pasien pada dua penyedia layanan kesehatan yang
memiliki karakteristik pelayanan berbeda, yaitu satu melayani pasien rawat inap dan lainnya
melayani pasien rawat jalan dan dengan ukuran organisasi yang berbeda. Dari penelitian yang
dilakukan Grisanti Gadesiwati tersebut diperoleh beberapa hasil yang dapat menunjukkan
keunikan dari ergonomi makro sebagai bagian dari ilmu ergonomi, sebagai berikut:
1. Analisis dan perancangan organisasi dengan ergonomi makro menggunakan framework
metode Macro-Ergonomics Analysis and Design (MEAD) dapat mengakomodasi
perbedaan kebutuhan organisasi berdasarkan karakteristiknya. Hal ini menegaskan
ergonomi makro sebagai bagian ilmu ergonomi yang mengakomodasi perancangan
sistem kerja sesuai dengan faktor manusia di dalamnya.
2. Masalah terkait keselamatan pasien pada pelayanan kesehatan yang diselesaikan dengan
menggunakan pendekatan ergonomi tradisional dapat menjadi tidak optimal disebabkan
oleh hal-hal berikut:
• Identifikasi masalah ergonomi yang belum tentu merupakan masalah utama dan berpengaruh
signifikan pada peningkatan keselamatan pasien dalam pelayanan kesehatan. Identifikasi
masalah yang salah nantinya dapat menyebabkan tidak optimalnya solusi yang
dihasilkan. Solusi yang benar untuk masalah yang salah diidentifikasi tidak dapat
memberikan peningkatan keselamatan pasien yang optimal.
• Tidak dilakukan kajian terhadap proses pelayanan pasien secara keseluruhan sehingga
masalah-masalah yang terkait dengan hubungan antar bagian dalam organisasi tidak
dapat diidentifikasi. Tidak dilakukannya kajian terhadap keseluruhan proses pelayanan
pasien ini juga dapat menyebabkan solusi yang diberikan tidak dapat berjalan optimal
karena perancangan solusi hanya dilakukan secara parsial.
• Perancangan hanya dilakukan secara teknis tanpa mempertimbangkan komponen-komponen
lain dalam organisasi seperti lingkungan eksternal, subsistem teknologi, subsistem
personel, dan subsistem organisasi sehingga mungkin saja solusi atau perancangan
yang dilakukan tidak dapat memberikan hasil yang optimal.
Masalah-masalah tidak optimalnya perancangan dengan pendekatan ergonomi
tradisional seperti disebutkan di atas dapat diatasi dengan meggunakan pendekatan
ergonomi makro yang mengkaji keseluruhan komponen-komponen sistem sosioteknik dan
kemudian mengharmonisasikan keseluruhan rancangan yang dibuat sehingga efektivitas
sistem kerja dapat dicapai. Hal ini sesuai dengan temuan Human Factors and Ergonomics
Society pada tahun 1980 yang menyatakan bahwa ergonomi makro dapat menjawab
ketidakmampuan interfensi ergonomi tradisional (ergonomi mikro) untuk memenuhi
harapan berkurangnya jumlah kecelakaan dan cedera serta peningkatan produktivitas.
3. Secara umum dibandingkan dengan dua pendekatan perubahan organisasi secara
evolusioner lainnya, yaitu pendekatan Total Quality Management (TQM) serta pendekatan
pekerja dan kelompok kerja yang fleksibel, perancangan organisasi dengan ergonomi
makro memiliki kelebihan dalam hal perhatian terhadap keseluruhan komponen sistem
sosioteknik yang terdapat dalam organisasi baik dalam proses analisis maupun
perancangan organisasi. Dengan demikian, diharapkan tercapainya harmonisasi antara
keseluruhan rancangan aspek sistem sosioteknik sehingga dapat dihasilkan organisasi yang
efektif. Selain itu, efektivitas organisasi juga diharapkan dapat dicapai melalui penyesuaian
rancangan organisasi terhadap kemampuan, keterbatasan, dan sifat manusia sebagai
anggota organisasi, bukan sebaliknya memaksakan manusia untuk menyesuaikan diri
dengan organisasi yang dirancang.
4. Skema tahapan analisis dan perancangan ergonomi makro adalah sebagai berikut.
Daftar Pustaka
1. Iridiastadi, H. dan Yassierli. (2014). Ergonomi Suatu Pengantar. PT. Remaja Rosdakarya,
Bandung.

2016 Ergonomi Pusat Bahan Ajar dan eLearning


267 E. Nina S. Y., ST. MT http://www.mercubuana.ac.id

Anda mungkin juga menyukai