Ergonomi
ERGONOMI MAKRO
12 (A71163EL)
Abstract Kompetensi
Definisi dan sejarah Ergonomi Mahsiswa mengetahui dan memahami makro
ergonomi
Makro, Metode-metode Ergonomi
Makro
Ergonomi makro mengupayakan adanya keseimbangan antara faktor- faktor dalam sistem
kerja dan organisasi kerja. Terjadinya perubahan pada salah satu elemen sistem kerja akan
memengaruhi elemen-elemen yang lain, sehingga jika semua elemen yang ada tidak
dirancang secara sistem, maka akan terjadi ketidaksesuaian. Ketidaksesuaian ini dapat
menyebabkan masalah pada keselamatan, produktivitas, efisiensi, dan kualitas. Tujuan yang
ingin dicapai oleh ergonomi makro adalah untuk mengoptimalkan rencangan sistem kerja dalam
kaitannya dengan sistem sosioteknik, dan kemudian membawa karakteristik hasil rancangan
tersebut ke level yang lebih bawahnya (mikro) sehingga tercipta sistem kerja yang harmonis.
Perkembangan di atas kemudian direspons oleh para ahli ergonomi dengan mengintegrasikan
rancangan organisasi dan faktor manajemen dalam konteks ergonomi, yang memunculkan
sub-disiplin ergonomi makro.
Dalam berbagai referensi, salah satu contoh klasik yang dimunculkan yang menggambarkan
pentingnya pendekatan sosioteknik adalah studi yang dilakukan oleh Tavistock Istitute of Human
Relation di Inggris, yang kemudian dikenal sebagai Tavistock Study. Studi ini dilakukan pada
area tambang. Sebelum tahun 1950-an, pekerja tambang bekerja berkelompok dengan
Sesudah Perang Dunia ke-2, teknologi pertambangan mulai berubah. Pekerja melakukan
pekerjaan yang sangat spesifik dan rotasi pekerjaan tidak memungkinkan. Peluang
untuk interaksi sosial menjadi terbatas. Tanpa disangka, teknologi yang diharapkan akan
memacu efisiensi, malah mengakibatkan semakin tingginya breakdown produksi dan absen
kerja. Hal ini karena rancangan sistem kerja tidak sesuai dengan karakteristik psikososial dan
budaya pekerja. Akhirnya suatu sistem kombinasi diterapkan, kombinasi antara teknologi baru
dan karakteristika psikososial kerja (yang dulu dirasakan saat sistem manual dilakukan) untuk
meningkatkan variasi kerja dan kontrol pekerja terhadap pekerjaannya. Akhirnya, sistem
kombinasi ini mampu memberikan produktivitas yang lebih baik dari dua sistem sebelumnya.
Studi ini menyimpulkan bahwa teknologi yang sama dengan rancangan organisasi yang
berbeda akan memberikan hasil yang berbeda.
Berbagai kasus yang serupa kemudian bermunculan. Dalam industri manufaktur misalnya,
ketika ergonomi (mikro) diaplikasikan, maka sistem kerja yang dirancang akan berdasarkan
pada dimensi tata letak dan beban kerja. Pekerja pun diberikan istirahat yang cukup
secara fisiologi. Namun, ketika pengaturan kerja tidak memungkinkan adanya variasi kerja dan
malah menimbulkan kerja yang monoton (melakukan hal yang sama berulang-ulang), kebutuhan
keahlian yang rendah, dan adanya standardisasi kerja (sehingga tidak dimungkinkan
dilakukannya inovasi kerja) maka akan berdampak pada motivasi kerja dan produktivitas.
Ergonomi makro, akan menyoroti aspek organisasi kerja terlebih dahulu, baru kemudian
dilanjutkan pada aspek mikro.
Empat fokus kajian pertama menekankan pada individu atau level subsistem (ergonomi
mikro) sedangkan fokus kajian kelima menekankan pada sistem kerja keseluruhan
(ergonomi makro). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ergonomi makro merupakan
bagian terpisah dan berbeda dari ergonomi mikro dalam hal penekanan pada fokus kajiannya.
Dalam kaitannya dengan perancangan sistem kerja, keterkaitan ergonomi makro, dan
ergonomi mikro dapat digambarkan sebagai berikut:
“When micro ergonomics design is not compatible with macro design, the whole will be LESS
than sum of the parts”. “When good macro level design is carried through to micro
design, the whole will be MORE than the sum of the parts”.
Keilmuan ergonomi makro telah diterapkan dalam berbagai hal, walaupun masih sangat terbatas,
misalnya:
• Aplikasi dalam mengurangi risiko cedera otot-rangka (Hendrik & Kleiner,
2002)
• Aplikasi dalam manajemen hazard (Hendrik & Kleiner, 2002)
• Aplikasi dalam pengembangan sistem training (Hendrik & Kleiner, 2002)
• Aplikasi dalam perubahan organisasi (Hendrik & Kleiner, 2001)
• Aplikasi dalam keselamatan penerbangan (Hendrik & Kleiner, 2002)
• Aplikasi dalam keselamatan pasien (Hallock dkk, 2006)
• Aplikasi dalam industri konstruksi (Haro & Kleiner, 2008)
Dalam sudut pandang ergonomi makro, sebagai bagian dari proses perancangan sistem,
perancangan organisasi melibatkan beberapa hal berikut:
1. Mengidentifikasi tujuan yang ingin dicapai oleh sistem.
2. Membuat pengukuran efektivitas organisasi secara eksplisit dan menggunakan
pengukuran tersebut sebagai kriteria untuk mengevaluasi alternatif-alternatif struktur yang
feasible.
3. Mengembangkan perancangan komponen utama struktur organisasi secara sistematis.
4. Mempertimbangkan variabel sistem, yaitu teknologi, personnel, dan lingkungan eksternal
yang relevan secara sistematis sebagai moderator dari struktur organisasi.
5. Memutuskan tipe umum struktur organisasi untuk sistem.
Tujuan Organisasi
Szilagyi dan Wallace dalam Hendrick (1997) mengklasifikasikan tujuan organisasi
berdasarkan kriteria, fokus, dan kerangka waktu.
1. Berdasarkan kriteria. Terdapat enam kriteria yang biasa digunakan, yaitu:
a. Produktivitas. Tujuan produktivitas biasa diukur berdasarkan output per unit atau per
pekerja dalam organisasi. Contohnya, unit yang diproduksi per pekerja per hari,
biaya per unit produksi, atau pendapatan yang diperoleh per pekerja.
b. Pasar (market). Tujuan ini dapat didefinisikan dalam cara yang berbeda. Contohnya,
peningkatan market share atau target peningkatan jumlah penjualan.
c. Sumber daya (resources). Organisasi terkadang menentukan tujuannya berdasarkan pada
perubahan sumber daya yang dimilikinya. Sebagai contoh, mengurangi hutang jangka
panjang sebanyak 200 juta dalam 5 tahun (tujuan berdasarkan sumber daya finansial),
peningkatan kapasitas sebesar 30% (tujuan berdasarkan sumber daya fisik), penurunan
tingkat turn over sebanyak 5% (tujuan berdasarkan sumber daya manusia).
d. Keuntungan (profitability). Keuntungan yang diperoleh tampak melalui rasio keuangan,
seperti pendapatan bersih atau return on investment.
e. Inovasi (innovation). Karena perkembangan teknologi yang sangat cepat, pengembangan
produk baru untuk mempertahankan posisi persaingan organisasi menjadi semakin
penting. Tujuan inovasi akan dapat mengembangkan sesuatu yang baru, proses
manufaktur yang lebih efisien, dan lainnya.
f. Tanggung jawab sosial (social responsibility). Contoh dari tujuan berdasarkan tanggung
jawab sosial antara lain dengan meningkatkan kualitas kerja dan mengurangi polusi.
2. Berdasarkan fokus. Terdapat tiga kategori yang biasa digunakan, yaitu:
a. Maintenance goals. Tujuan ini biasanya dinyatakan sebagai level spesifik dari
suatu aktivitas atau kegiatan yang berkelanjutan dari waktu ke waktu. Contohnya,
perusahaan airline akan memiliki sekurang-kurangnya 80% pesawatnya dalam
perbaikan pada satu waktu.
b. Improvement goals. Tujuan yang menggunakan kata kerja kemungkinan merupakan
improvement goal karena mengindikasikan perubahan spesifik yang diinginkan.
Contohnya, “meningkatkan” market share, “mengurangi” kecelakaan, atau “meningkatkan”
return on investment.
c. Development goals. Tujuan ini mirip dengan improvement goal, namun mengacu pada
bentuk-bentuk pertumbuhan, ekspansi, pembelajaran, atau kemajuan. Contohnya,
meningkatkan jumlah produk baru yang dikenalkan, meningkatkan level pendidikan manajer,
atau meningkatkan kapasitas pabrik.
Perlu dicatat bahwa berbagai kriteria di atas akan berbeda antar organisasi. Hal yang perlu
diperhatikan adalah bagaimana menentukan kombinasi kriteria efektivitas yang relevan untuk
dijadikan pijakan evaluasi dan kemudian melakukan pembobotan berdasarkan tingkat
kepentingan kriteria tersebut.
Seperti telah disebutkan sebelumnya, perancangan struktur organisasi dan proses terkait
melibatkan pertimbangan tiga komponen utama sistem sosioteknik yang berinteraksi dan
memengaruhi optimalitas perancangan organisasi.
Penelitian Ergonomi Makro di Indonesia
Penelitian mengenai ergonomi makro telah dilakukan baik pada industri manufaktur maupun
jasa dengan menggunakan metode-metode ergonomi makro, seperti ergonomi partisipasi,
kuesioner, dan Macro-Ergonomics Analysis and Design (MEAD). Penelitian mengenai
ergonomi makro dengan metode MEAD pada proses pelayanan kesehatan dilakukan
oleh Grisanti Gadesiwati pada tahun 2011. Penelitian dilakukan untuk menganalisis
permasalahan kesehatan dan keselamatan pasien pada dua penyedia layanan kesehatan yang
memiliki karakteristik pelayanan berbeda, yaitu satu melayani pasien rawat inap dan lainnya
melayani pasien rawat jalan dan dengan ukuran organisasi yang berbeda. Dari penelitian yang
dilakukan Grisanti Gadesiwati tersebut diperoleh beberapa hasil yang dapat menunjukkan
keunikan dari ergonomi makro sebagai bagian dari ilmu ergonomi, sebagai berikut:
1. Analisis dan perancangan organisasi dengan ergonomi makro menggunakan framework
metode Macro-Ergonomics Analysis and Design (MEAD) dapat mengakomodasi
perbedaan kebutuhan organisasi berdasarkan karakteristiknya. Hal ini menegaskan
ergonomi makro sebagai bagian ilmu ergonomi yang mengakomodasi perancangan
sistem kerja sesuai dengan faktor manusia di dalamnya.
2. Masalah terkait keselamatan pasien pada pelayanan kesehatan yang diselesaikan dengan
menggunakan pendekatan ergonomi tradisional dapat menjadi tidak optimal disebabkan
oleh hal-hal berikut:
• Identifikasi masalah ergonomi yang belum tentu merupakan masalah utama dan berpengaruh
signifikan pada peningkatan keselamatan pasien dalam pelayanan kesehatan. Identifikasi
masalah yang salah nantinya dapat menyebabkan tidak optimalnya solusi yang
dihasilkan. Solusi yang benar untuk masalah yang salah diidentifikasi tidak dapat
memberikan peningkatan keselamatan pasien yang optimal.
• Tidak dilakukan kajian terhadap proses pelayanan pasien secara keseluruhan sehingga
masalah-masalah yang terkait dengan hubungan antar bagian dalam organisasi tidak
dapat diidentifikasi. Tidak dilakukannya kajian terhadap keseluruhan proses pelayanan
pasien ini juga dapat menyebabkan solusi yang diberikan tidak dapat berjalan optimal
karena perancangan solusi hanya dilakukan secara parsial.
• Perancangan hanya dilakukan secara teknis tanpa mempertimbangkan komponen-komponen
lain dalam organisasi seperti lingkungan eksternal, subsistem teknologi, subsistem
personel, dan subsistem organisasi sehingga mungkin saja solusi atau perancangan
yang dilakukan tidak dapat memberikan hasil yang optimal.
Masalah-masalah tidak optimalnya perancangan dengan pendekatan ergonomi
tradisional seperti disebutkan di atas dapat diatasi dengan meggunakan pendekatan
ergonomi makro yang mengkaji keseluruhan komponen-komponen sistem sosioteknik dan
kemudian mengharmonisasikan keseluruhan rancangan yang dibuat sehingga efektivitas
sistem kerja dapat dicapai. Hal ini sesuai dengan temuan Human Factors and Ergonomics
Society pada tahun 1980 yang menyatakan bahwa ergonomi makro dapat menjawab
ketidakmampuan interfensi ergonomi tradisional (ergonomi mikro) untuk memenuhi
harapan berkurangnya jumlah kecelakaan dan cedera serta peningkatan produktivitas.
3. Secara umum dibandingkan dengan dua pendekatan perubahan organisasi secara
evolusioner lainnya, yaitu pendekatan Total Quality Management (TQM) serta pendekatan
pekerja dan kelompok kerja yang fleksibel, perancangan organisasi dengan ergonomi
makro memiliki kelebihan dalam hal perhatian terhadap keseluruhan komponen sistem
sosioteknik yang terdapat dalam organisasi baik dalam proses analisis maupun
perancangan organisasi. Dengan demikian, diharapkan tercapainya harmonisasi antara
keseluruhan rancangan aspek sistem sosioteknik sehingga dapat dihasilkan organisasi yang
efektif. Selain itu, efektivitas organisasi juga diharapkan dapat dicapai melalui penyesuaian
rancangan organisasi terhadap kemampuan, keterbatasan, dan sifat manusia sebagai
anggota organisasi, bukan sebaliknya memaksakan manusia untuk menyesuaikan diri
dengan organisasi yang dirancang.
4. Skema tahapan analisis dan perancangan ergonomi makro adalah sebagai berikut.
Daftar Pustaka
1. Iridiastadi, H. dan Yassierli. (2014). Ergonomi Suatu Pengantar. PT. Remaja Rosdakarya,
Bandung.