Anda di halaman 1dari 16

UNIVERSITAS TADULAKO

FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI

PRAKTIKUM PALEONTOLOGI

NAMA : Muh. Taufiq Kurniawan HARI/TGL : Selasa, 13-10-15


NIM : F 121 14 010 ACARA : Proses Pemfosilan

TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengertian Fosil
Fosil adalah sisa, jejak, atau bekas hewan maupun tumbuhan yang hidup
pada masa lampau yang terawetkan maupun tertimbun secara alamiah. Syarat
terbentuknya suatu fosil adalah organisme memiliki bagian tubuh yang keras.,
mengalami pengawetan, terbebas dari bakteri pembusuk, terjadi secara alamiah
tanpa rekaya manusia, mengandung kadar O2 yang sedikit dan berumur lebih dari
10.000 tahun lamanya.
Menurut definisi tersebut, Mummy Mesir tidaklah dapat dikategorikan
sebagai fosil. Begitupula dengan peralatan-peralatan hidup manusia purba. Batas
antara masa lampau dan masa kini adalah pada awa Holosen, atau kira-kira 11.000
tahun yang lalu.
2. Pengawetan Fosil
Suatu kehidupan dapat menjadi fosil melalu proses pemfosilan. Proses ini
merupakan proses dimana terekamnya data-data kehidupan suatu organisme atau
perubahan-perubahanyang terjadi pada saat organisme tersebut mati dan terkubur,
serta terawetkan dengan baik dalam suatu tubuh batuan sedimen, baik berupa
sebagian atau seluruh kehidupan organisme tersebut.
Adapun beberapa proses pemfosilan, adalah sebagai berikut:
1. Petrifikasi, berubahnya organisme menjadi batuan karena bahan-bahan
seperti:
a. Silika (SiO2), berasal dari ledakan gunung api, dapat berupa abu. Jika
bercampur dengan air kemudian memasuki pori-pori organisme dan
mengganti molekul-molekul organisme oleh komponen silika dan
kemudian mengalami proses pembatuan.
b. Kolofan, zat yang terdiri dari kalsium karbonat (CaCO3), sulfat (SO4)
dan air (H2O). Proses pemfosilan oleh kolofan sama seperti yang
terjadi pada proses pemfosilan oleh silika (SiO2).
c. Kalsium karbonat (CaCO3), zat yang berasal dari kapur yang
terlapukkan dan terlarut dalam air yang bercampur dengan bagian
keras dari suatu organisme dan terkompaksikan sehingga membentuk
sebuah fosil.
d. Oksida besi(FeO) dan sulfida besi (FeS), zat ini berupa limonit,
vivianit, atau hematit. Pemfosilan dengan bahan ini dapat
menyebabkan fosil berwarna gelap karena mengandung unsur besi.
2. Karbonisasi, penimbunan organisme sehingga mengalami destilasi
maupun kompresi sehingga komponen gas dan air dalam tubuhnya hilang
dan tersisa unsur karbon (C).
a. Destilasi, proses dimana sutu tumbuhan atau bahan organik lainnya
yang telah mati dengan cepat tertutup oleh tanah.
b. Kompresi, proses yang ditandai dengan organisme tertimbun dalam
lapisan tanah, maka air dan gas yang terkandung dalam suatu
organisme tertekan keluar oleh bertanya lapisan tanah yang
menimbunnya.
3. Mineralisasi, proses penggantian sebagian atau seluruh tubuh organisme
oleh mineral yang lebih tahan terhadap prose pelapukan. Meski material
yang menyusun organisme telah digantikan oleh mineral, struktur sel dari
organisme itu sendiri masih tampak jelas dengan menggunakan
mikroskop. Proses mineralisasi dapat terjadi dengan tiga cara, yaitu:
a. Rekristalisasi, pengkristalan kembali mineral penyusun rangka
organisme menjadi mineral yang lebih stabil. Perubahan ini terjadi
karena atom-atom penyusun mineral akan menyesuaikan diri dan
membentuk mineral yang lebih solid. Fosil yang mengalami
rekristalisasi akan mempunyai bentuk dam struktur yang tetap. Tetapi
hanya komposisi mineralnya yang berubah.
b. Permineralisasi, proses dimana bagian lunak dari suatu organisme
berkontak langsung dengan air. Dimana, air ini mengandung ion-ion
terlarut seperti silika, kalsium karbonat atau oksida besi. Maka, unsur-
unsur tadi mengisi rongga-rongga dengan mineral. Dengan adanya
proses ini, fosil akan menjadi lebih berat dan tahan lama.
c. Replacement, material penyusun organisme yang mengalami pelarutan
dan digantikan oleh mineral yang lain. Selama proses ini, volume dan
bentuk asli organisme tidaklah berubah, tetapi material penyusunnya
mengalami perubahan.
4. Pengawetan, proses yang menyebabkan suatu organisme baik seluruh atau
sebagian dari tubuhnya tetap terawetkan dengan sedikit perubahan sifat
kimia maupun fisiknya.
5. Mold and cast, cangkang yang tertupi material sedimen yang mengalami
kompaksi mengalami pelarutan dan meninggalkan cetakan pada batuan
sedimen disebut mold. Apabila mold terisi oleh mineral-mineral sekunder
lainnya disebut cast.
6. Organic trap, organisme yang secara utuh terjebak pada suatu material
sehingga tertimbun dan menjadi fosil.
7. Tracks and Trails, jejak perpindahan suatu organisme pada material-
material lunak dan meninggalkan tapak yang sangatlah jelas disebut track.
Sedangkan trail adalah jejak perpindahan organisme yang menimbulkan
kenampakan yang sangat halus.
8. Fake fosil, fosil rekayasa yang sengaja dibentuk oleh manusia sebagai
peraga.
9. Bekas gigtan, fosil tulang yang memiliki bekas gigitan dari carnivora
maupun hewan pengerat.
10. Koprolit, kotoran hewan yang terawetkan. Koprolit digunakan untuk
menentukan habitat, jenis makanan serta memperkirakan ukuran hewan
tersebut.
11. Gastrolit, batu yang permukaannya halus yang ditemukan di dalam
badan hewan yang telah menjadi fosil.
3. Jenis Fosil
Berdasarkan tipe pengawetan, fosil dapat dibedakan menjadi beberapa jenis,
yaitu:
1. Fosil tidak Terubah
Semua bagian organisme yang terawetkan, baik yang lunak maupun
yang keras. Misalnya, mammoth yang terawetkan dalam es di Siberia.
2. Fosil yang Mengalami Perubahan
Perubahan dapat berupa:
a. Permineralisasi
b. Replacement
c. Rekristalisasi
3. Fosil berupa Jejak atau Bekas
Tidak semua fosil terawetkan dalam bentuk siap dikenal, sering hanya
bukti-bukti tidak langsung dari jejak fosil yang ada untuk
diinterpretasikan. Contoh bukti tidak langsung adalah:
a. Mold and cast, cangkang yang tertupi material sedimen yang
mengalami kompaksi mengalami pelarutan dan meninggalkan cetakan
pada batuan sedimen disebut mold. Apabila mold terisi oleh mineral-
mineral sekunder lainnya disebut cast
b. Imprint, jejak yang terbentuk pada sedimen yang halus, pasir halus,
maupun lumpur.
c. Tracks and Trails, jejak perpindahan suatu organisme pada material-
material lunak dan meninggalkan tapak yang sangatlah jelas disebut
track. Sedangkan trail adalah jejak perpindahan organisme yang
menimbulkan kenampakan yang sangat halus.
d. Burrow, jejak dari organisme penggali. Lubang atau galian
ditinggalkan oleh organisme sering terawetkan oleh pengisian mineral
yang memiliki komposisi yang berbeda.
e. Koprolit, kotoran hewan yang terawetkan. Koprolit digunakan untuk
menentukan habitat, jenis makanan serta memperkirakan ukuran
hewan tersebut.
4. Fosil Kimia
Jejak asam organik seperti yang dijumpai dalam sedimen
Prakambrium yang dipandang sebagai fosil kimia.
4. Manfaat Fosil
Paleontologi adalah bagian dari ilmu geologi yang menguraikan
penyelidikan dan interpretasi fosil. Ilmu ini banyak membantu ahli geologi dalam
memahami sejarah masa lalu. Ahli paleontologi menggunakan fosil untuk banyak
hal, beberapa diantaranya adalah:
1. Untuk menentukan umur relatif suatu batuan. Batuan yang berasal dari
zaman tertentu mengandung fosil yang berbeda dengan zaman yang
lainnya. Fosil pada zaman yang lebih tua memiliki persebaran yang sedikit
dan bentuknya lebih primitif, sedangkan fosil pada zaman yang lebih muda
dapat dijumpai lebih banyak dan bentuknya lebih kompleks.
2. Untuk menentukan keadaan lingkungan dan ekologi suatu batuan sedimen
yang mengandung fosil.
3. Untuk menentukan korelasi batuan, dengan ditemukannya suatu fosil maka
dapat ditarik kesimpulanan bahwa lapisan yang juga terdapat fosil tersebut
terbentuk pada zaman yang sama.
Untuk mengetahui evolusi makhluk hidup. Setelah meneliti isi fosil dari lapisan
batuan-batuan yang berbeda umurnya dapat disimpulkan bahwa batuan yang lebih
tua mengandung fosil yang lebih sedikit dan bentuknya lebih primitif.
UNIVERSITAS TADULAKO
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI

PRAKTIKUM PALEONTOLOGI

NAMA : Muh. Taufiq Kurniawan HARI/TGL : Selasa, 13-10-15


NIM : F 121 14 010 ACARA : Proses Pemfosilan

PEMBAHASAN
Pada Praktikum Paleontologi Acara 1, Fosil dan Proses Pemfosilan ini,
terdapat 5 fosil yang di teliti dan di deskripsi.
1. Fosil Pleurotoma
Pleurotoma steinworthi S. termasuk dalam filum Molusca, kelas
Gastropoda, family Pleurotomanidae, genus Pleurotoma. Fosil ini memiliki
bentuk konikal, karena diameter dari bawah ke atas semakin bertambah. Memiliki
komposisi kimia CaCO3, karena ketika ditetesi HCl 0,1 M cangkangnya berbuih.
Berdasarkan komposisi kimianya dapat ditarik kesimpulan bahwa lingkungan
pengendapan fosil ini adalah pada zona laut dangkal.
Adapun bagian tubuh yang masih dapat diamati dari fosil itu sendiri adalah,
test yaitu bagian keseluruhan dari suatu fosil, suture yaitu hubungan antar bagian
yang lain, aperture yaitu mulut bagian atas, dan septa yaitu pembatas yang
memisahkan rongga atau ruang. (Gambar 1)
Proses pemfosilan fosil ini dimulai dari organisme yang mati, kemudian
tertransportasikan oleh media geologi berupa air yang mengubah bentuk dan
kedudukannya. Selama transportasi, material yang terdapat pada organisme ini
akan menyesuaikan diri dan berubah menjadi material yang lebih stabil.
Kemudian fosil ini akan terendapkan pada daerah yang lebih rendah yang relatif
kedudukannya berupa cekungan.
Gambar 1. Sketsa Pleurotoma

Setelah itu organisme akan tertutupi oleh lapisan batuan sedimen. Lapisan
tersebut lama kelamaan akan bertambah tebal yang mengakibatkan sinar matahari
tidak dapat menembus lapisan tersebut. Sehingga bakteri pembusuk tidak dapat
bekerja dan mempermudah proses pemfosilan. Proses pemfosilan yang terjadi
yaitu permineralisasi, proses dimana bagian lunak dari suatu organisme berkontak
langsung dengan air yang mengandung ion-ion terlarut seperti silika, kalsium
karbonat atau oksida besi. Maka, unsur-unsur tadi mengisi rongga-rongga dengan
mineral. Dengan adanya proses ini, fosil akan menjadi lebih berat dan tahan lama.
Selanjutnya terjadi proses kompaksi yang kemudian mengalami pemadatan
yang mengakibatkan pori-pori pada fosil mengecil. Kemudian setelah kompaksi
terjadi proses sementasi. Sementasi adalah proses melengketnya material-material
sedimen dalam waktu yang lama. Fosil yang telah mengalami sementasi lama
kelamaan mengalami proses litifikasi. Proses litifikasi adalah proses pembatuan
material sedimen. Namun karena mengalami penimbunan maka fosil tersebut
tidak dapat langsung dilihat. Diperkirakan terjadi gaya endogen dan eksogen,
gaya endogen yang terkait didalam proses ini ialah proses tektonik. Proses
tektonik menyebabkan batuan sedimen tadi terangkat ke atas permukaan laut.
Melalui proses up lift/pengangkatan atau perubahan permukaan air laut.
Meskipun telah terangkat namun fosil yang ada di dalamnya belum
tersingkap. Proses eksogen seperti pelapukan dan erosi menyebabkan batuan yang
menutupi fosil terlapukan dan tererosi, Sehingga fosil tersingkapkan
kepermukaan.
Berdasarkan skala waktu geologi, fosil ini berumur miosen atas. Manfaat
dari fosil ini adalah sebagai bukti adanya kehidupan pada masa miosen atas, untuk
menentukan umur relatif suatu batuan, dan menentukan lingkungan pengendapan
dimana fosil tersebut didapatkan.
UNIVERSITAS TADULAKO
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI

PRAKTIKUM PALEONTOLOGI

NAMA : Muh. Taufiq Kurniawan HARI/TGL : Selasa, 13-10-15


NIM : F 121 14 010 ACARA : Proses Pemfosilan

2. Fosil Hysterolithes
Hysterolithes elegans termasuk dalam filum Molusca, kelas Brachiopoda,
family Hysterolithesidae, genus Hysterolithes . Fosil ini memiliki bentuk
bikonveks, karena cangkang atas dan cangkang bawah saling meratap. Memiliki
komposisi kimia CaCO3, karena ketika ditetesi HCl 0,1 M cangkangnya berbuih.
Berdasarkan komposisi kimianya dapat ditarik kesimpulan bahwa lingkungan
pengendapan fosil ini adalah pada zona laut dangkal.
Adapun bagian tubuh yang masih dapat diamati dari fosil itu sendiri adalah,
test yaitu bagian keseluruhan dari suatu fosil, pedical valve yaitu cangkang
bagian atas, pedical opening yaitu sumbu yang menghubungkan cangkang atas-
cangkang bawah. (Gambar 2)
Proses pemfosilan fosil ini dimulai dari organisme yang mati, kemudian
tertransportasikan oleh media geologi berupa air yang mengubah bentuk dan
kedudukannya. Selama transportasi, material yang terdapat pada organisme ini
akan menyesuaikan diri dan berubah menjadi material yang lebih stabil.
Kemudian fosil ini akan terendapkan pada daerah yang lebih rendah yang relatif
kedudukannya berupa cekungan.
Gambar 2. Sketsa Hysterolithes

Setelah itu organisme akan tertutupi oleh lapisan batuan sedimen. Lapisan
tersebut lama kelamaan akan bertambah tebal yang mengakibatkan sinar matahari
tidak dapat menembus lapisan tersebut. Sehingga bakteri pembusuk tidak dapat
bekerja dan mempermudah proses pemfosilan. Proses pemfosilan yang terjadi
yaitu petrifikasi, berubahnya organisme menjadi batuan karena adanya kalsium
karbonat (CaCO3). Yaitu zat yang berasal dari kapur yang terlapukkan dan terlarut
dalam air yang bercampur dengan bagian keras dari karang dan terkompaksikan
sehingga membentuk sebuah fosil.
Selanjutnya terjadi proses kompaksi yang kemudian mengalami pemadatan
yang mengakibatkan pori-pori pada fosil mengecil. Kemudian setelah kompaksi
terjadi proses sementasi. Sementasi adalah proses melengketnya material-material
sedimen dalam waktu yang lama. Fosil yang telah mengalami sementasi lama
kelamaan mengalami proses litifikasi. Proses litifikasi adalah proses pembatuan
material sedimen. Namun karena mengalami penimbunan maka fosil tersebut
tidak dapat langsung dilihat. Diperkirakan terjadi gaya endogen dan eksogen,
gaya endogen yang terkait didalam proses ini ialah proses tektonik. Proses
tektonik menyebabkan batuan sedimen tadi terangkat ke atas permukaan laut.
Melalui proses up lift / pengangkatan atau perubahan permukaan air laut.
Meskipun telah terangkat namun fosil yang ada di dalamnya belum
tersingkap. Proses eksogen seperti pelapukan dan erosi menyebabkan batuan yang
menutupi fosil terlapukan dan tererosi, Sehingga fosil tersingkapkan
kepermukaan.
Berdasarkan skala waktu geologi, fosil ini berumur devon bawah-tengah.
Manfaat dari fosil ini adalah sebagai bukti adanya kehidupan pada masa devon
bawah-tengah, untuk menentukan umur relatif suatu batuan, dan menentukan
lingkungan pengendapan dimana fosil tersebut didapatkan.
UNIVERSITAS TADULAKO
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI

PRAKTIKUM PALEONTOLOGI

NAMA : Muh. Taufiq Kurniawan HARI/TGL : Selasa, 13-10-15


NIM : F 121 14 010 ACARA : Proses Pemfosilan

3. Fosil Exogyra
Exogyra termasuk dalam filum Molusca, kelas Pelechypoda, family
Exogyranidae, genus Exogyra Sp. . Fosil ini memiliki bentuk konveks, karena
hanya terdiri dari cangkang atas atau biasanya cangkang atas dan cangkang bawah
tidak saling meratap. Memiliki komposisi kimia CaCO3, karena ketika ditetesi HCl
0,1 M cangkangnya berbuih. Berdasarkan komposisi kimianya dapat ditarik
kesimpulan bahwa lingkungan pengendapan fosil ini adalah pada zona laut
dangkal.
Adapun bagian tubuh yang masih dapat diamati dari fosil itu sendiri adalah,
test yaitu bagian keseluruhan dari suatu fosil, umbo yaitu buntut fosil, suture yaitu
hubungan antar bagian yang lain, klep atau sendi, dan septa yaitu pembatas yang
memisahkan rongga atau ruang. (Gambar 3)
Proses pemfosilan fosil ini dimulai dari organisme yang mati, kemudian
tertransportasikan oleh media geologi berupa air yang mengubah bentuk dan
kedudukannya. Selama transportasi, material yang terdapat pada organisme ini
akan menyesuaikan diri dan berubah menjadi material yang lebih stabil.
Kemudian fosil ini akan terendapkan pada daerah yang lebih rendah yang relatif
kedudukannya berupa cekungan.
Gambar 3. Sketsa Exogyra

Setelah itu organisme akan tertutupi oleh lapisan batuan sedimen. Lapisan
tersebut lama kelamaan akan bertambah tebal yang mengakibatkan sinar matahari
tidak dapat menembus lapisan tersebut. Sehingga bakteri pembusuk tidak dapat
bekerja dan mempermudah proses pemfosilan. Proses pemfosilan yang terjadi
yaitu petrifikasi, berubahnya organisme menjadi batuan karena adanya kalsium
karbonat (CaCO3). Yaitu zat yang berasal dari kapur yang terlapukkan dan terlarut
dalam air yang bercampur dengan bagian keras dari karang dan terkompaksikan
sehingga membentuk sebuah fosil.
Selanjutnya terjadi proses kompaksi yang kemudian mengalami pemadatan
yang mengakibatkan pori-pori pada fosil mengecil. Kemudian setelah kompaksi
terjadi proses sementasi. Sementasi adalah proses melengketnya material-material
sedimen dalam waktu yang lama. Fosil yang telah mengalami sementasi lama
kelamaan mengalami proses litifikasi. Proses litifikasi adalah proses pembatuan
material sedimen. Namun karena mengalami penimbunan maka fosil tersebut
tidak dapat langsung dilihat. Diperkirakan terjadi gaya endogen dan eksogen,
gaya endogen yang terkait didalam proses ini ialah proses tektonik. Proses
tektonik menyebabkan batuan sedimen tadi terangkat ke atas permukaan laut.
Melalui proses up lift / pengangkatan atau perubahan permukaan air laut.
Meskipun telah terangkat namun fosil yang ada di dalamnya belum
tersingkap. Proses eksogen seperti pelapukan dan erosi menyebabkan batuan yang
menutupi fosil terlapukan dan tererosi, Sehingga fosil tersingkapkan
kepermukaan.
Berdasarkan skala waktu geologi, fosil ini berumur devon bawah-tengah.
Manfaat dari fosil ini adalah sebagai bukti adanya kehidupan pada masa devon
bawah-tengah, untuk menentukan umur relatif suatu batuan, dan menentukan
lingkungan pengendapan dimana fosil tersebut didapatkan.
UNIVERSITAS TADULAKO
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI

PRAKTIKUM PALEONTOLOGI

NAMA : Muh. Taufiq Kurniawan HARI/TGL : Selasa, 13-10-15


NIM : F 121 14 010 ACARA : Proses Pemfosilan
Catatan Asisten Paraf Asisten

Tanggal

Anda mungkin juga menyukai