Anda di halaman 1dari 9

2.

1 Pelat Lantai
Pelat lantai adalah lantai yang tidak terletak di atas tanah langsung, merupakan
lantai tingkat pembatas antara tingkat yang satu dengan tingkat yang lain. Pelat lantai
didukung oleh balok-balok yang bertumpu pada kolom-kolom bangunan. Ketebalan
pelat lantai ditentukan oleh :
Besar lendutan yang diinginkan.

Lebar bentangan atau jarak antara balok-balok pendukung.

Bahan material konstruksi dan pelat lantai.


Pelat lantai harus direncanakan kaku, rata, lurus dan waterpass (mempunyai
ketinggian yang sama dan tidak miring), pelat lantai dapat diberi sedikit kemiringan
untuk kepentingan aliran air. Ketebalan pelat lantai ditentukan oleh : beban yang harus
didukung, besar lendutan yang diijinkan, lebar bentangan atau jarak antara balok-balok
pendukung, bahan konstruksi dari pelat lantai.
Pelat lantai merupakan suatu struktur solid tiga dimensi dengan bidang permukaan
yang lurus, datar dan tebalnya jauh lebih kecil dibandingkan dengan dimensinya yang lain.
Struktur pelat bisa saja dimodelkan dengan elemen 3 dimensi yang mempunyai tebal h,
panjang b, dan lebar a. Adapun fungsi dari pelat lantai adalah untuk menerima beban yang
akan disalurkan ke struktur lainnya.
Pada pelat lantai merupakan beton bertulang yang diberi tulangan baja dengan
posisi melintang dan memanjang yang diikat menggunakan kawat bendrat, serta tidak
menempel pada permukaan pelat baik bagian bawah maupun atas. Adapun ukuran
diameter, jarak antar tulangan, posisi tulangan tambahan bergantung pada bentuk pelat,
kemampuan yang diinginkan untuk pelat menerima lendutan yang diijinkan.

2.1.1 Fungsi Pelat Lantai


Adapun fungsi pelat lantai adalah sebagai berikut :
Sebagai pemisah ruang bawah dan ruang atas.

Sebagai tempat berpijak penghuni di lantai atas.

Untuk menempatkan kabel listrik dan lampu pada ruang bawah.

4
5

Meredam suara dari ruang atas maupun dari ruang bawah.

Menambah kekakuan bangunan pada arah horizontal.

2.1.2 Konstruksi Pelat Lantai Berdasarkan Materialnya


Konstruksi untuk pelat lantai dapat dibuat dari berbagai material, contohnya
kayu, beton, baja dan yumen (kayu semen). Dalam penelitian ini material yang
digunakan untuk pelat lantai adalah beton.
Beton didefinisikan sebagai sebagai campuran antar a semen portland atau
semen hidraulik yang lain, agregat kasar, dan air, dengan atau tanpa bahan tambahan
membentuk massa padat (SK SNI T-15-1991-03). Semen yang diaduk dengan air
akan membentuk pasta semen. Jika semen ditambah dengan pasir akan menjadi mortar
semen. Jika ditambah lagi dengan kerikil atau batu pecah disebut beton. Beton
memiliki kuat tekan yang tinggi namun kuat tarik yang lemah. Untuk kuat tekan, di
Indonesia sering digunakan satuan kg/cm2 dengan symbol K. Contohnya, K225 adalah

kuat tekan karakteristik beton 225 kg/cm2 dengan benda uji kubus sisi 15 cm.

Sedangkan fc = 22,5 Mpa adalah kuat tekan beton 225 kg/cm2dengan benda uji
silinder diameter 15 cm tinggi 30 cm. faktor konversi nilai K ke fc ini dilakukan
dengan mengalikan nilai K dengan 0,083 sehingga didapat nilai fc.
Pelat lantai dari beton mempunyai keuntungan antara lain :
Mampu mendukung beban besar.

Merupakan isolasi suara yang baik.

Tidak dapat terbakar dan dapat lapis kedap air.

Dapat dipasang tegel untuk keindahan lantai.

Merupakan bahan yang kuat dan awet, tidak perlu perawatan dan dapat berumur
panjang.

Pelat lantai beton bertulang umumnya dicor ditempat, bersama-sama balok


penumpu. Dengan demikian akan diperoleh hubungan yang kuat yang menjadi satu
kesatuan. Pada pelat lantai beton dipasang tulangan baja pada kedua arah, tulangan
silang, untuk menahan momen tarik dan lenturan. Perencanaan dan hitungan pelat
lantai dari beton bertulang harus mengikuti persyaratan yang tercantum dalam buku
SNI Beton 1991. Beberapa persyaratan tersebut antara lain :
Pelat lantai harus mempunyai tebal sekurang - kurangnya 12 cm, sedang untuk
pelat atap sekurang-kurangnya 7 cm.
6

Harus diberi tulangan silang dengan diameter minimum 8 mm dari baja lunak
atau baja sedang.

Pada pelat lantai yang tebalnya lebih dari 25 cm harus dipasang tulangan
rangkap atas bawah.

jarak tulangan pokok yang sejajar tidak kurang dari 2,5 cm dan tidak lebih dari
20 cm atau dua kali tebal pelat, dipilih yang terkecil.

Semua tulangan pelat harus terbungkus lapisan beton setebal minimum 1 cm,
untuk melindungi baja dari karat, korosi, atau kebakaran.
Untuk menghindari lenturan yang besar, maka bentangan pelat lantai jangan
dibuat terlalu lebar, untuk ini dapat diberi balok-balok sebagai tumpuan yang juga
berfungsi menambah kekakuan pelat. Bentangan pelat yang besar juga akan
menyebabkan pelat menjadi terlalu tebal dan jumlah tulangan yang dibutuhkan akan
menjadi lebih banyak, berarti berat bangunan akan menjadi besar dan harga persatuan
luas akan menjadi mahal.

2.1.3 Pembebanan Pelat


Berdasarkan Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk G edung, 1983,
pembebanan dibagi atas beberapa jenis beban yaitu :
Beban mati, ialah berat dari semua bagian dari suatu gedung yang bersifat tetap.

Beban hidup, ialah semua beban yang terjadi akibat penghunian atau
penggunaan suatu gedung.

Beban angin, ialah semua beban yang bekerja pada gedung yang disebabkan oleh
selisih tekanan udara.

Beban gempa, ialah gaya-gaya di dalam struktur tersebut yang terjadi oleh
gerakan tanah akibat gempa.
Adapun elemen-elemen pembebanan untuk pelat lantai, yaitu :
Beban hidup (untuk rumah tinggal) = 200 kg/m2
2
Beban hidup (untuk pabrik, ruang alat, dll) = 400 kg/m
2
Penutup lantai dari ubin semen portland = 24 kg/m
Berat dinding pasangan bata tebal batu = 250 kg/m2
3
Berat jenis beton = 2.400 kg/m
7

(elemen pembebanan selengkapnya dapat dilihat pada buku : Peraturan


Pembebanan Indonesia untuk Gedung, 1983).

2.1.4 Penggujian Pembebanan di Lapangan Menurut SNI T-15-1991-03


Adapun peraturan uji beban yang digunakan dalam pengujian lendutan pelat
lantai dikutip dari Tata Cara Penghitungan Struktu r Beton Untuk Bangunan Gedung
SNI T-15-1991-03 Pasal 3 Ayat 13 Butir 4.

2.1.4.1 Menentukan Beban


Dalam menentukan beban dipakai Pasal 3 Ayat 13 Butir 4 sub butir 3 dan 4, yaitu
bagian struktur yang dipilih untuk dibebani harus diberi suatu beban total, termasuk
beban mati yang telah bekerja, yang ekivalen dengan 0,85(1,2D+1,6L). Beban uji
harus dilakukan dalam tidak kurang dari empat tahapan penambahan beban yang kira-
kira sama, tanpa hentakan pada struktur.
Air dipilih sebagai beban uji karena memenuhi kriteria diatas yaitu tanpa
hentakan dan pelengkungan beban-beban supaya dihi ndarkan. Besarnya beban
sesuai dengan Tata Cara Penghitungan Struktur Beto n Untuk Bangunan Gedung SNI
T-15-1991-03 Pasal 3 Ayat 13 Butir 4 Sub-Butir 3 yaitu 0.85 (1.2D + 1.6L). Sehingga
perencanaan struktur adalah
Beban mati (D) = 0.15 m x 2400 kg/m3 = 360 kg/m

Beban hidup (L) = 400 kg/m (sesuai beban hidup rencana dalam Perhitungan
Struktur)

Beban total berdasarkan SNI T-15-1991-03 adalah 0.85 x (1.2 x 360 + 1.6 x
400) = 911.2 kg/m, beban ini dikurangi dengan berat sendiri plat beton sebesar 0.15 m
x 2400 kg/m3 = 360 kg/m sehingga didapat beban hidup sebesar 911.2 kg/m - 360
kg/m = 551.2 kg/m, angka ini dibulatkan keatas menjadi 560 kg/m.

2.1.4.2 Pengukuran Lendutan


Pengujian beban dilakukan untuk mengetahui besar lendutan pada pelat akibat
beban yang diberikan. Hal ini terdapat pada Pasal 3 Ayat 13 Butir 4 sub butir 3 dan 8,
yaitu bila bagian struktur yang diuji tidak men unjukkan gejala keruntuhan terlihat
secara nyata, maka kriteria berikut harus digunakan sebagai indikasi perilaku yang
memuaskan, yaitu :
8

Bila lendutan maksimum terukur a dari suatu balok, lantai atau atap kurang dari
/20.000h;

Bila lendutan maksimum terukur a dari suatu balok, lantai atau atap melebihi

/20.000h, maka pemulihan lendutan selama 24 jam setelah beban diangkat

sekurang-kurangnya 75 persen dari lendutan maksimum untuk beton non-


pratekan, atau 80 persen untuk beton pratekan. Dimana lt adalah bentang
terpendek, dan h adalah tebal pelat.

2.1.5 Perletakan Pelat


Untuk merencanakan pelat beton bertulang yang perlu dipertimbangkan tidak
hanya pembebanan saja, tetapi juga jenis perletakan dan jenis penghubung di tempat
tumpuan. Kekakuan hubungan antara pelat dan tumpuan akan menentukan besar
momen lentur yang terjadi pada pelat.
Untuk bangunan gedung, umumnya pelat tersebut ditumpu oleh balok-balok
secara monolit, yaitu pelat dan balok dicor bersama-sama sehingga menjadi satu-
kesatuan, seperti pada gambar (2.1) atau ditumpu oleh dinding-dinding bangunan
seperti pada gambar (2.2). Kemungkinan lainnya, yaitu pelat didukung oleh balok-
balok baja dengan sistem komposit seperti pada gambar (2.3), atau didukung oleh
kolom secara langsung tanpa balok, yang dikenal dengan pelat cendawan, seperti
gambar (2.4).

Gambar 2.1 Pelat Ditumpu Balok Gambar 2.2 Pelat Ditumpu


(Monolit) Dinding Tembok

Gambar 2.3 Pelat Ditumpu Balok Gambar 2.4 Pelat Ditumpu


Baja Dengan Sistem Komposit Kolom Secara Langsung
9

Kekakuan hubungan antara pelat dan konstruksi pendukungnya (balok) menjadi


satu bagian dari perencanaan pelat. Ada 3 jenis perletakan pelat pada balok, yaitu :

a) Terletak bebas
Keadaan ini terjadi jika pelat diletakan begitu saja diatas balok, atau antara pelat
dan balok tidak dicor bersama-sama, sehingga pelat dapat berotasi bebas pada
tumpuan tersebut.

Gambar 2.5 Pelat Terletak Bebas

b) Terjepit elastis

Gambar 2.6 Pelat Terjepit Elastis


Keadaan ini terjadi jika pelat dan balok dicor bersama-sama secara monolit,
tetapi ukuran balok cukup kecil, sehingga balok tidak cukup kuat untuk
mencegah terjadinya rotasi pelat. Tepi yang bertumpuan sederhana menghasilkan
kondisi tepi campuran. Karena lendutan dan momen lentur di sepanjang tepi ini
melibatkan persamaan yang berkaitan dengan perpindahan dan gaya. Jadi,
10

Gambar 2.7 Lambang Pelat Dengan Perletakan Sederhana

c) Terjepit penuh

Gambar 2.8 Pelat Terjepit Penuh

Keadaan ini terjadi jika pelat dan balok dicor bersama-sama secara monolit, dan
ukuran balok cukup besar, sehingga mampu untuk mencegah terjadinya rotasi
pelat. Kondisi geometris tertentu yang diperoleh berdasarkan besarnya
perpindahan (translasi dan rotasi) dapat digunakan untuk merumuskan kondisi
tepi dalan bentuk matematis. Misalnya, lendutan dan kemiringan permukaan
pelat yang melendut di tepi jepit sama dengan nol, jadi dapat dituliskan :
11

Gambar 2.9 Lambang Pelat Dengan Perletakan Jepit

2.1.6 Sistem Pelat Lantai


Secara umum sistem pelat lantai dapat dibedakan menjadi dua, keduanya
dibedakan dari nilai rasio perbandingan sisi panjang (b) dan sisi pendek (a) dari
pelat.
Sistem pelat satu arah (one way slab), apabila b/a > 2,0. Analisis dan disain dari
pelat satu arah, dilakukan dalam 1 arah (arah sisi pendek)

Sistem pelat dua arah (two way slab), apabila 1,0 b/a 2,0. Analisis pelat dua
arah dilakukan dalam 2 arah (arah x dan arah y).

2.2 Perencanaan Pelat Lantai


Dalam merencanakan sebuah pelat, ada tiga metode yang dapat digunakan yaitu
Metode Marcus, Metode marcus didasarkan pada pendekatan momen dengan
menggunakan koefisien-koefisien yang disederhanakan dimana koefisien ini
telah dicantumkan dalam sebuah tabel sesuai dengan kondisi perletakan ujung-
ujung pelat.

Metode perencanaan langsung


12

Metode Perencanaan langsung yaitu metode dimana yang diperoleh adalah


pendekatan momen dengan menggunakan koefisien-koefisien yang telah
disederhanakan.
Metode portal ekivalen. Metode portal ekivalen digunakan untuk memperoleh variasi
longitudinal dari momen dan geser, maka kekakuan relatif dari kolom-kolom berikut
sistem lantai dimisalkan dalam analisis pendekatan dan kemudian diperiksa.

2.3 Analisa Struktur Pelat Lantai


Analisa Struktur merupakan ilmu untuk menentukan respons suatu struktur
terhadap suatu pembebanan. Respons struktur dinyatakan dengan deformasi struktur, kekuatan
internal, tekanan, reaksi tumpuan, percepatan, dan stabilitas. Pada umumnya terdapat 3 teori
pelat yaitu teori Kirchoff - Love, Teori Mindlin - Reissner, Teori Reissner - Stein. Dan juga
Terdapat banyak metode yang dapat digunakan untuk menganalisa pelat lantai beberapanya
yaitu, metode elemen hingga, metode bayangan, metode Hirzfeld, metode M. Levy dan
lainnya. Dalam penelitian ini digunakan Teori pelat Kirchoff Love untuk mengana lisa pelat
lantai menggunakan metode M. Levy.
Teori Kirchoff Love digunakan untuk kasus pelat t ipis (L/h > 20). Teori ini mengatakan
bahwa titik-titik material, yang sebelum deformasi terletak pada garis lurus dan tegak lurus
terhadap permukaan tengah, setelah deformasi akan tetap berada pada garis lurus dan harus
tetap tegak lurus pada permukaan tengah.

Anda mungkin juga menyukai