Anda di halaman 1dari 94

19

BAB II
LANDASAN TEORI

A. Motivasi Belajar
1. Pengertian Motivasi
Sebagai dasar untuk mengembangkan pengertian
tentang konsep motivasi, di bawah ini dikemukakan
ilustrasi yang menggambarkan tentang motivasi: Zaki
dan Zaenal adalah anggota kelas pada Sekolah
Menengah Kejuruan. Keduanya sama-sama menyukai
pelajaran fisika yang diajarkan oleh salah satu guru.
Kedua murid ini termasuk pandai, dalam suatu ujian,
keduanya mendapat nilai yang tinggi. Dalam ujian itu,
Zaki memperoleh nilai 91, tetapi agaknya ia belum
puas, kemudian ia membicarakannya dengan guru
tersebut. Ia akan lebih senang apabila nilainya 93,
karena nilai ini akan berpengaruh terhadap
keseluruhan nilai rata-ratanya. Ia ingin mencapai
rank of officer di kelasnya. Setelah diadakan
pembicaraan, ternyata nilainya tidak dapat diubah.
Akibatnya ia mengeluh kepada temannya bahwa guru
tersebut tidak memperlakukan secara wajar. Zaenal
yang ingin menjadi insinyru, juga menghadap guru
tersebut. Ia berdiskusi dengannya mengenai jawaban-
jawabannya yang salah. Setelah selesai berdiskusi, ia
menjadi puas karena pengetahuannya menjadi lebih
daripada sebelumnya. Berbeda dengan Zaki, Zaenal
20

memandang guru tersebut sebagai guru yang baik,


karena sangat membantu di dalam mempersiapkan
kariernya.
Dalam ilustrasi di atas, tingkah laku dan prestasi
kedua murid tersebut sama, tetapi motif dari tingkah
laku mereka berbeda. Zaki mementingkan nilai
prestasi sebagai tujuan, sedangkan Zaenal
mementingkan pengetahuan untuk menjadi insinyur.
Kata motif, umum dipakai untuk menunjuk
mengapa orang berbuat sesuatu. Secara leksikal, motif
disepadankan dengan alasan (sebab) seseorang
melakukan sesuatu.1 Kata motif disamakan artinya
dengan kata-kata motive, dorongan, alasan dan
driving force. Motif adalah daya pendorong atau
tenaga pendorong yang mendorong manusia untuk
bertindak; atau suatu tenaga di dalam diri manusia
yang menyebabkan manusia bertindak. Dikatakan
bahwa rumusan yang berbunyi motive are the way of
behaviour adalah tepat. Artinya, mengapa timbul
tingkah laku seseorang, itulah motive.2
Dengan demikian, motif itu sebagai daya yang
mendorong atau menyebabkan seseorang melakukan
sesuatu. Jadi, motif itu sebagai daya penggerak dari

1
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta : Balai Pustaka.
2005), hlm. 756.
2
M Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan (Bandung : PT Remaja
Rosda Karya. 2007), hlm.60.
21

dalam (kondisi intern seseorang berupa


kesiapsiagaan/keadaan siap) untuk melakukan
aktivitas-aktivitas tertentu demi mencapai suatu
tujuan.3
Dalam suatu motif terdapat dua unsur pokok,
yaitu dorongan dan tujuan. Proses interaksi antara
kedua unsur itu terjadi di dalam diri manusia, namun
dapat dipengaruhi oleh hal-hal dari luar, misal kondisi
lingkungan. Karena itu dapat saja terjadi perubahan
motif dalam waktu relatif singkat.4
Adapun motivasi, menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) adalah dorongan yang timbul pada
diri seseorang secara sadar atau tidak sadar untuk
melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu atau
usaha-usaha yang dapat menyebababkan seseorang
atau kelompok orang tertentu tergerak melakukan
sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang
dikehendakinya atau mendapat kepuasan dengan
perbuatannya.5
Motivasi pada dasarnya adalah suatu energi
pendorong yang mengubah energi dalam diri
seseorang ke dalam bentuk aktivitas nyata untuk

3
Sardiman AM, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar (Jakarta :
PT Raja Grafindo Persada. 2007), hlm. 73.
4
Martin Handoko, Motivasi Daya Penggerak Tingkah Laku
(Yogyakarta : Kanisius. 1992), hlm. 10.
5
Tim Penyusun, Kamus, hlm. 756.
22

mencapai sesuatu.6 Dengan kata lain menurut Anita E.


Woolfolk motivasi adalah an internal state that
arouses, directs, and maintains behavior. Motivasi
adalah kondisi internal yang membangun,
mengarahkan dan memelihara perilaku.7
Sardiman memaknai motivasi sebagai daya
penggerak yang telah menjadi aktif. Motif menjadi aktif
pada saat-saat tertentu, terutama bila kebutuhan untuk
mencapai tujuan sangat dirasakan/mendesak.8
Menurut Mc. Donald, motivation is a energy change
within the person characterized by affective arousal
and anticipatory goal reactions. Motivasi adalah suatu
perubahan energi di dalam pribadi seseorang yang
ditandai dengan timbulnya afektif (perasaan) dan
reaksi untuk mencapai tujuan. Devinisi motivasi Mc.
Donald itu mengandung tiga elemen penting9 :
a. Motivasi itu mengawali terjadinya perubahan
energi pada diri setiap individu manusia.
penampakan perubahan energi yang terjadi dalam
diri manusia, akan menyangkut kegiatan fisik
manusia.

6
Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar (Jakarta : PT Rineka
Cipta. 2002), hlm. 114. Lihat Oemar Hamalik, Psikologi Belajar
Mengajar (2004 : 173).
7
Anita E. Woolfolk, Educational Psycology (Needham Heights : A
Simon & Schuster Company. 1995), p. 331.
8
Sardiman, Interaksi, hlm. 74.
9
Oemar Hamalik, Psikologi Belajar Mengajar (Bandung : Sinar
Baru Algesindo. 2004), hlm. 173-174.
23

b. Motivasi ditandai dengan munculnya


"rasa/feeling" (afeksi) manusia. Dalam hal ini,
motivasi relevan dengan persoalan-persoalan
kejiwaan, afeksi dan emosi yang dapat
menentukan tingkah laku manusia.
c. Motivasi akan dirangsang karena adanya tujuan.
Dalam hal ini, motivasi sebenarnya merupakan
respons dari suatu aksi, yakni tujuan. Dengan kata
lain, motivasi dalam diri itu, kemunculannya
karena terangsang/ terdorong oleh adanya unsur
lain, yakni tujuan, dan tujuan ini menyangkut soal
kebutuhan.

2. Perilaku Bermotivasi
Terjadinya tingkah laku manusia itu disebabkan
oleh adanya kebutuhan, dan kebutuhan yang dirasakan
seseorang itu muncul karena adanya dorongan
tertentu. Sebagai contoh: seseorang yang merasa lapar
terdorong untuk mempertahankan hidupnya. Dorongan
itu terwujudkan dalam bentuk kebutuhan akan makan.
Kebutuhan ini menimbulkan keadaan siap untuk
mencari makanan yang diarahkan pada obyek tertentu,
tujuan tertentu, misal ke warung makan. Setelah
obyek/tujuannya jelas, ia lalu bertindak menuju warung
makan. Proses terjadinya tingkah laku itu, jika
diskemakan sebagai berikut10:

Handoko, Motivasi, hlm. 51.


10
24

Dorongan
keadaan siap (motif)
tindakan tujuan
Kebutuhan

Sedangkan tingkah laku bermotivasi itu akan


berlangsung jika ada dorongan/kebutuhan yang
memunculkan daya dorong (motif) dan daya dorong itu
menimbulkan rangsangan untuk berbuat demi
mencapai tujuan, yang dapat diskemakan sebagai
berikut:

Dorongan
motif motivasi
rangsangantindakan tujuan
Kebutuhan

Skema di atas dapat dijelaskan, bahwa tingkah


laku bermotivasi terjadi bila motif telah muncul
sebelum munculnya perangsang. Tingkah laku
bermotivasi didorong oleh adanya dorongan dan
kebutuhan untuk mencapai tujuan yang dipandang
dapat memenuhi kebutuhan yang dirasakan.
Manusia adalah makhluk yang punya keinginan
dan jarang mencapai keadaan puas sepenuhnya kecuali
untuk waktu yang singkat. Apabila keinginan yang satu
telah dipenuhi, keinginan lainnya pun muncul
menggantikan tempat keinginan pertama. Jika
25

keinginan ini telah terpenuhi, masih ada keinginan


lainnya yang akan tampil ke depan, dan begitu
seterusnya.11
Berdasarkan analisis Maslow, motivasi manusia
itu selalu berkait dengan kebutuhan dan bersifat
dinamis (berubah-ubah) sesuai dengan perubahan
kebutuhannya. Maslow membagi secara hierarkis
kebutuhan manusia itu ke dalam lima tingkatan
sebagai berikut:
1. Kebutuhan fisiologis (kebutuhan makan, minum,
istirahat dan sebagainya). Kebutuhan ini adalah
kebutuhan yang paling kuat. Pada diri manusia
yang selalu merasa kurang dalam kehidupannya,
kebutuhan fisiologis-lah yang merupakan motivasi
terbesar dalam hidup manusia. Kebutuhan ini,
setelah terpenuhi, berfungsi sebagai penyalur
segala macam kebutuhan lainnya. Keinginan untuk
memiliki barang-barang atau mengekspresikan diri
dalam bentuk tulisan, dalam bentuknya yang
ekstrem, akan dilupakan atau menduduki tempat
kedua. Bagi orang yang sangat lapar, tidak ada
perhatian lain kecuali makan. Kebebasan, rasa
kasih, keinginan bermasyarakat dan sebagainya
sering dikesampingkan karena lapar.

Abraham Maslow, Motivation and Personality (New York :


11

Wesley Educational Publishers Inc. 1987), p. 18-22.


26

2. Kebutuhan akan keselamatan (safety). Apabila


kebutuhan fisiologis telah terpenuhi, akan muncul
seperangkat kebutuhan baru, yang dapat
dikategorikan dalam kebutuhan keselamatan,
seperti: keamanan, kemantapan, ketergantungan,
perlindungan, bebas dari rasa takut, cemas dan
kekalutan, ketertiban dan sebagainya.
Berdasarkan pengamatan, manusia itu lebih
menyukai dunia yang aman, tertib, taat hukum,
teratur, dapat diramalkan keadaannya, dan tidak
menyukai kekalutan atau hal lain yang mengancam
keselamatan. Kebutuhan akan keselamatan akan
lebih tampak pada anak-anak daripada orang
dewasa. Karena anak-anak sama sekali tidak
menahan-nahan reaksi itu. Sedang orang dewasa,
dalam masyarakat kita, telah diajarkan bagaimana
menahannya. Jadi, sekalipun orang dewasa
keselamatannya merasa terancam, tidak mungkin
melihatnya dari luar. Anak-anak akan bereaksi
secara total karena mereka seolah-olah dalam
bahaya, misalnya ketika diperlakukan dengan
kasar. Dalam lingkungan sosial, kebutuhan akan
keselamatan itu dapat menjadi amat penting setiap
kali terdapat ancaman terhadap hukum,
ketertiban atau terhadap dirinya sendiri.
27

3. Kebutuhan terhadap rasa cinta dan rasa memiliki


(love and belonging). Ketika kebutuhan fisiologis
dan keselamatan cukup terpenuhi, akan muncul
kebutuhan cinta, rasa kasih dan rasa memiliki.
Seluruh daur yang telah digambarkan diulang
kembali dengan menempatkan hal-hal tersebut
sebagai titik pusat yang baru. Maka kini orang
akan merasakan kesepian lantaran ketiadaan
kawan, kekasih, isteri atau anak. Kesepian
lantaran pengucilan sosial, penolakan, tiada
keramahan dan sebagainya. Ia haus akan
hubungan yang penuh kasih, yakni haus akan
suatu tempat dalam kelompok atau keluarganya
sehingga ia akan berupaya lebih keras untuk
memperoleh tujuan itu. Karena itu kebutuhan ini
sering juga disebut sebagai kebutuhan
persahabatan dan kekerabatan.
Rintangan terhadap pemenuhan kebutuhan ini
merupakan inti yang paling sering didapati dalam
berbagai kasus yang menunjukkan kegagalan
menyesuaikan diri. Cinta dan kasih sayang,
demikian pula kemungkinan pengungkapannya
dalam seksualitas, umumnya dipandang ambivalen
dan biasanya dipagari dengan banyak pembatasan
dan larangan. Hampir semua kritikus
psikopatologis menekankan rintangan terhadap
28

kebutuhan untuk bercinta sebagai sebab utama


dari kurangnya kemampuan untuk menyesuaikan
diri. Suatu hal yang perlu diketahui ialah bahwa
cinta tidak sama dengan seks. Sebab seks semata
kebutuhan fisik murni.
4. Kebutuhan akan harga diri (self esteem). Setiap
orang mempunyai kebutuhan dan keinginan akan
penilaian yang baik, rasa hormat, harga diri, dan
penghargaan dari orang lain. Karenanya,
kebutuhan-kebutuhan itu dapat diklasifikasikan
menjadi dua. Pertama, keinginan akan kekuatan,
prestasi, kecukupan, keunggulan dan kemampuan,
dan kepercayaan pada diri sendiri. Kedua, manusia
memiliki apa yang disebut dengan hasrat akan
nama baik atau gengsi, prestise (penghormatan
dan penghargaan dari orang lain), status,
ketenaran dan kemuliaan, dominasi, pengakuan,
perhatian, martabat, atau apresiasi.
Pemenuhan kebutuhan akan harga diri akan
menumbuhkan rasa percaya diri, menumbuhkan
kekuatan, kapabilitas, dan perasaan dibutuhkan.
Tetapi rintangan menuju pemenuhan kebutuhan ini
menimbulkan perasaan rendah diri, lemah dan
tidak berdaya. Pada saatnya perasaan ini
melahirkan keputusasaan yang mendasar atau
29

berbagai kecenderungan konpensatif atau


neurotis.
5. Kebutuhan perwujudan diri (self actualization),
yaitu kecenderungan untuk mewujudkan diri
sesuai dengan kemampuannya. Meski semua
kebutuhan telah terpenuhi, tetapi perasaan tidak
puas dan kegelisahan baru akan segera
berkembang. Seorang artis harus menciptakan
lirik lagu, musik, lukisan dan seorang penyair
harus menciptakan syair jika ingin tenteram.
Kecenderungan untuk mewujudkan diri itu dapat
diungkapkan sebagai keinginan untuk makin lama
makin istimewa, untuk menjadi apa saja sesuai
dengan kemampuannya. Bentuk khusus dari
kebutuhan ini tentu saja sangat berbeda antara
orang yang satu dengan lainnya, bisa berupa
idealisme seperti keinginan memiliki pasangan
hidup yang ideal, bisa berupa keahlian semisal
pandai melukis. Pada tingkat inilah terletak
perbedaan-perbedaan individual terbesar.12

Hierarki di atas menunjukkan bahwa kebutuhan


belajar itu berada pada tingkatan keempat sekalipun
dapat saja muncul secara berbarengan dengan tingkat
masing-masing.

Ibid.
12
30

Manusia adalah makhluk yang senantiasa ingin


memerlukan kemenangan, kesuksesan. Al-Quran,
telah mengajarkan kepada manusia untuk selalu
berusaha memperoleh kemenangan dan kesuksesan
baik di dunia maupun di akhirat.


Niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-
amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu.
dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya,
Maka Sesungguhnya ia Telah mendapat
kemenangan yang besar. (Q.S. al-Mida [5] : 35).

Dalam rangka mencapai tujuan faz yang telah


dijanjikan, manusia akan senantiasa memaksimalkan
kemampuan dan energinya. Pencapaian tujuan
tersebut tidak akan menusia dapatkan tanpa motivasi
yang kuat dan upaya psikologis yang kontinu.

3. Fungsi Motivasi
Setiap kegiatan yang dilakukan seseorang
senantiasa dilatarbelakangi oleh motivasi, dan motivasi
inilah yang mendorong mereka untuk melakukan suatu
kegiatan. Dalam belajar-pun diperlukan motivasi
sebagai kondisi esensial belajar itu sendiri. Hasil
belajar akan menjadi maksimal jika ada motivasi.
Makin tepat motivasi yang diberikan, akan makin
berhasil pula pelajaran itu.13 Jadi motivasi akan
senantiasa menentukan intensitas usaha belajar para

Sardiman, Interaksi, hlm. 84.


13
31

siswa.
Selain itu, motivasi bertalian dengan pencapaian
tujuan, seorang pelajar rela mengurung diri dalam
kamar untuk belajar karena akan menghadapi ujian
pagi harinya. Dengan demikian, motivasi
mempengaruhi adanya kegiatan. Berkaitan dengan itu,
ada tiga fungsi motivasi :
a. Mendorong manusia untuk berbuat, sebagai
motor penggerak dari setiap kegiatan yang akan
dikerjakan,
b. Menentukan arah suatu perbuatan, yakni
arah tujuan yang hendak dicapai dari suatu
kegiatan,
c. Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan
perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakan
guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan
perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi
tujuan tersebut. Seorang siswa yang akan
menghadapi ujian dengan harapan dapat lulus,
pasti akan melakukan kegiatan belajar dan tidak
akan menghabiskan waktunya untuk hal yang lain
seperti main catur, sebab tidak sesuai dengan
tujuan.14

Berdasarkan pembentukannya, motivasi dibagi


menjadi dua:

14
Ibid., hlm. 85.
32

a. Motif bawaan, yaitu motif yang dibawa


sejak lahir, ada tanpa dipelajari. Misalnya:
dorongan makan, minum, bekerja, istirahat dan
lain-lain. Andren N. Frandsen mengistilahkan motif
ini sebagai jenis motif Pyschological Drives.
b. Motif yang dipelajari, yaitu motif yang
timbul karena dipelajari. Misalnya: dorongan
untuk belajar suatu cabang ilmu pengetahuan,
dorongan untuk mengajarkan sesuatu kepada
masyarakat.15

Motif-motif ini seringkali disebut sebagai motif-


motif yang diisyaratkan secara sosial. Terbentuknya
motif ini dari lingkungan sosial dimana manusia itu
hidup bersama yang lainnya. Andren N. Frandsen
mengistilahkan motif ini dengan Affiliative needs.16
Sebab, justru dengan kemampuan berhubungan,
kerjasama di dalam masyarakat tercapai suatu
kepuasan diri, sehingga manusia perlu
mengembangkan sifat-sifat ramah, kooperatif,
membina hubungan baik dengan sesama, apalagi
orang tua atau guru. Dalam kegiatan belajar mengajar,
hal ini dapat membantu dalam usaha mencapai
prestasi.
Pada dasarnya, semua anak yang lahir mempunyai
motivasi untuk belajar. Hal ini merupakan sebuah
Ibid., hlm. 86-87.
15

Ibid.
16
33

karakter bawaan spesies manusia. Secara alamiah,


anak-anak mempunyai karakter keingintahuan yang
begitu besar. Mereka berusaha mencari jawab setiap
apa yang dilihatnya. Anak-anak pra-sekolah tertarik
dengan hal baru.17
Pada saat datang masa bersekolah, seringkali
motivasi belajar anak menjadi berkurang sejalan
dengan bertambahnya usia. Nasehat orang tua kerap
kali diabaikan, bahkan sering dipandang sebagai
ancaman. Kemudian mereka membalas dengan the
guerrilla warfare (perang dingin) berupa
pembangkangan. Maka di sinilah dibutuhkan motivasi
belajar sebagai suatu upaya untuk menimbulkan
keinginan atau meningkatkan dorongan guna
mewujudkan perilaku tertentu yang mengarah kepada
pencapaian suatu tujuan. Motivasi itu mempunyai
karakteristik18:
a. Sebagai hasil kebutuhan
b. Terarah kepada suatu tujuan
c. Menopang perilaku.
Motivasi dapat dijadikan dasar penafsiran dan
penjelasan perilaku. Motif timbul karena adanya
kebutuhan yang mendorong individu untuk melakukan

17
Raymond J. Wlodkowski dan Judith H. Jaynes, Eager to Learn
terjemah oleh Nur Setyo Budi Widarto, Hasrat Untuk Belajar
(Yogyakarta : Pustaka Pelajar. 2004), hlm. 13.
18
Mohamad Surya, Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran
(Jakarta : CV Mahaputra Adidaya. 2003), hlm. 92.
34

tindakan yang terarah kepada pencapaian suatu


tujuan, seperti digambarkan dalam skema Perilaku
Bermotivasi di atas. Dalam kenyataannya, motivasi itu
merupakan suatu proses yang kompleks sesuai dengan
kompleksnya kondisi perilaku manusia dengan segala
aspek yang terkait baik eksternal maupun internal.
Motivasi sebagai suatu proses yang kompleks
didasarkan pada lima hal:
a. Motif yang menjadi sebab tindakan
seseorang itu tidak dapat diamati, akan tetapi
hanya diperkirakan.
b. Individu mempunyai kebutuhan atau harapan
yang senantiasa berubah-ubah dan berkelanjutan.
c. Manusia memuaskan kebutuhannya dengan
bermacam-macam cara.
d. Kepuasan dalam satu kebutuhan tertentu
dapat mengarah kepada peningkatan intensitas
kebutuhan.
e. Perilaku yang mengarah kepada tujuan, tidak
selamanya dapat menghasilkan kepuasan. 19

Berdasarkan alasan di atas, maka setiap proses


motivasi dan perilaku akan menghasilkan berbagai
peristiwa yang bervariasi antara individu yang satu
dengan lainnya. Setiap orang selalu terdorong untuk
melakukan tindakan yang mengarah kepada

19
Purwanto, Psikologi, hlm. 64-72.
35

pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Bilamana


tujuan itu dapat tercapai, maka kemungkinan ia akan
memperoleh kepuasan. Akan tetapi tidak selamanya
setiap perbuatan yang dapat mencapai tujuan itu
menghasilkan kepuasan. Dalam situasi seperti itu,
yang bersangkutan akan mengalami dan merasakan
kekecewaan, yang boleh jadi dapat menimbulkan
keadaan frustasi.
Dalam hubungan ini para guru memiliki tanggung
jawab dan kewajiban untuk memotivasi dalam belajar
dan membantu para siswa agar mereka terhindar dari
kemungkinan frustasi itu. Memotivasi orang lain,
bukan sekadar mendorong atau bahkan
memerintahkan seseorang melakukan sesuatu,
melainkan sebuah seni yang melibatkan berbagai
kemampuan dalam mengenali dan mengelola emosi
diri sendiri dan orang lain.20 Kita harus tahu bahwa
seseorang melakukan sesuatu karena didorong oleh
motivasinya.
Ada tiga jenis atau tingkatan motivasi seseorang,
yaitu: pertama, motivasi yang didasarkan atas
ketakutan (fear motivation). Seseorang melakukan
sesuatu karena takut terhadap sesuatu yang buruk
akan terjadi, misalnya siswa patuh pada guru karena

20
Anita E. Woolfolk dan Lorraine McCune-Nicolich, Educational
Psikology for Teacher terjemah oleh M Khairul Anam, Mendidik
Anak-anak Bermasalah (Jakarta : Inisiasi Press. 2004), hlm. 370.
36

takut tidak diberi nilai atau diberi nilai rendah.


Motivasi kedua adalah karena ingin mencapai sesuatu
(achievement motivation). Motivasi ini jauh lebih baik
dari motivasi yang pertama, karena sudah ada tujuan
di dalamnya. Seseorang mau melakukan sesuatu
karena dia ingin mencapai suatu sasaran atau prestasi
tertentu. Sedangkan motivasi yang ketiga adalah
motivasi yang didorong oleh kekuatan dari dalam
(inner motivation), yaitu karena didasarkan oleh misi
atau tujuan hidupnya.21
Seseorang yang telah menemukan misi hidupnya,
akan bekerja berdasarkan nilai (values) yang
diyakininya. Nilai-nilai itu bisa berupa rasa kasih (love)
pada sesama atau ingin memiliki makna dalam
menjalani hidupnya. Orang yang memiliki motivasi
seperti ini biasanya memiliki visi yang jauh ke depan.
Baginya bekerja bukan sekadar untuk memperoleh
sesuatu (uang, harga diri, kebanggaan, prestasi) tetapi
adalah proses belajar dan proses yang harus dilaluinya
untuk mencapai misi hidupnya.

4. Pengertian Belajar
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),
belajar berarti berusaha memperoleh kepandaian. 22
Berdasarkan arti ini, dalam belajar termuat makna

Syamsu Yusuf, Pengantar Psikologi (Bandung : Universitas


21

Pendidikan Indonesia. 2002), hlm. 50.


22
Tim Penyusun, Kamus, hlm. 14.
37

kerja keras untuk mengubah keadaan tidak tahu


menjadi tahu atau menjadi lebih tahu. Sedangkan
berdasarkan istilah, terdapat banyak definisi tentang
belajar dan berikut ini akan dikemukakan beberapa
pendapat. Sardiman mengutip pendapat para ahli
sebagai berikut23 :
a. Cronbach mendefinisikan :
Learning is shown by a change in behavior as a
result of experience.

b. Harold Spears mendefinisikan :


Learning is to observe, to read, to imitate, to try
something themselves, to listen, to follow
direction.
c. Geoch, mengatakan : Learning is
change in perfomance as a result of practise.

Definisi pertama menekankan pada adanya


perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalaman
belajar. Sedang definisi kedua menekankan adanya
serangkaian kegiatan yang berkait dengan belajar
seperti: mengamati, membaca, meniru, mencoba,
mendengarkan, mengikuti perintah dan sebagainya.
Kemudian definisi ketiga menekankan pada
penampilan sebagai hasil dari apa yang dilakukan.
Dengan demikian, jika disimpulkan, maka belajar itu
senantiasa merupakan perubahan tingkah laku atau
23
Sardiman, hlm. 20.
38

penampilan dengan serangkaian kegiatan belajar yang


dilakukan atau dialami sendiri oleh subyek belajar.
Selain definisi di atas, terdapat banyak pengertian
tentang belajar baik dalam arti luas maupun sempit.
Dalam arti sempit, belajar dimaksudkan sebagai usaha
penguasaan materi ilmu pengetahuan. Sejalan dengan
pengertian ini, maka belajar merupakan penambahan
ilmu pengetahuan, yang dalam praktiknya dianut di
sekolah-sekolah. Para guru berusaha memberikan ilmu
sebanyak-banyaknya sesuai dengan jatah kurikuler
yang harus diselesaikan dan siswa berusaha
mengambil jatah yang tersedia itu. Sedang dalam arti
luas, belajar merupakan kegiatan psiko-fisik menuju ke
perkembangan pribadi seutuhnya.24
Kemudian Muhibbin Syah juga mengutip
pendapat Chaplin dalam Dictionary of Psychology yang
membatasi definisi belajar menjadi dua macam,
pertama: acquisition of any relatively permanent
change in behavior as a result of practice and
experience (belajar adalah prolehan perubahan tingkah
laku yang relatif menetap sebagai akibat latihan dan
pengalaman). Kedua, belajar adalah prosess of
acquiring responses as a result of special practice
(proses memperoleh respon-respon sebagai akibat

24
Ibid., hlm. 21.
39

adanya latihan khusus).25 Kemudian Reber dalam


Dictionary of Psychology mendefinisikan belajar
sebagai: a relatively permanent change in respons
potentiality which accurs as a result of reinforced
practice (suatu perubahan kemampuan bereaksi yang
relatif langgeng sebagai hasil latihan yang diperkuat). 26
Dari beberapa definisi di atas, terdapat empat
istilah esensial yang berkaitan dengan proses belajar,
yaitu :
a. Relatively permanent change
(perubahan relatif menetap), maksudnya bahwa
perubahan yang terjadi itu tidak bersifat
sementara seperti perubahan karena keadaan
tertentu (mabuk, lelah, jenuh dan sebagainya).
Juga perubahan karena kematangan fisik (seperti
bisa berjalan) tidak termasuk belajar.
b. Special practice (latihan atau
praktek khusus), menunjukkan bahwa proses
belajar itu memerlukan latihan khusus yang
berulang-ulang untuk menjamin kelanggengan
kinerja akademik yang telah dicapai siswa.
c. Response potentiality
(kemampuan bereaksi), yaitu suatu kemampuan
untuk menangkap gejala aksi yang mewujud

25
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar (Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada. 2006), hlm. 90.
26
Ibid., hlm. 91.
40

dalam penampilan sebagai hasil belajar. Namun


Muhibbin menambahkan bahwa masalah belajar
yang dialami oleh manusia itu bukan semata-mata
merupakan respon terhadap stimulus yang ada,
melainkan karena adanya self regulation dan self
direction, yakni pengaturan dan pengarahan
diri yang dikontrol oleh otak yang hampir pasti
berperan lebih penting sebagai pengendali
seluruh aktivitas mental dan behavioral.
d. Reinforced (yang diperkuat),
maksudnya bahwa kemajuan yang diperoleh dari
proses belajar mungkin akan hilang atau melemah
jika tidak dilakukan penguatan dengan latihan-
latihan.27

Ada pula yang mendefinisikan bahwa belajar


adalah berubah. Yang dimaksud dengan berubah
adalah usaha untuk mengubah tingkah laku. Dengan
belajar akan terjadi perubahan pada subyek belajar.
Perubahan itu tidak hanya menyangkut penguasaan
atau penambahan ilmu pengetahuan, tetapi juga
berbentuk kecakapan, keterampilan, sikap, pengertian,
harga diri, minat, watak dan penyesuaian diri. Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa belajar itu
merupakan rangkaian kegiatan psiko-fisik, jiwa-raga,
untuk menuju ke perkembangan pribadi seutuhnya,

27
Ibid.
41

yang berarti melibatkan unsur cipta, rasa, dan karsa,


atau dalam taksonomi Bloom, melibatkan ranah
kognitif, afektif, dan psikomotorik.28
Belajar, secara umum, dikatakan juga sebagai
suatu proses interaksi antar diri manusia dengan
lingkungannya, yang dapat berwujud pribadi, fakta,
konsep ataupun teori. Dalam hal ini terkandung suatu
pengertian bahwa proses interaksi itu adalah :
a. Proses internalisasi sesuatu ke dalam diri yang
belajar
b. Dilakukan secara aktif dengan melibatkan seluruh
panca indera.

Proses intenalisasi yang dilakukan secara aktif


memerlukan tindak lanjut berupa proses sosialisasi,
yaitu penularan kepada pihak lain. Dalam proses
sosialisasi itu akan lahir suatu pengalaman lantaran
adanya interaksi dengan pihak lain.29

5. Kegiatan Belajar
Telah dijelaskan sebelumnya, bahwa tidak semua
kebutuhan mengharuskan individu belajar. Kebutuhan
yang dapat dipenuhi dengan refleks atau insting tidak
memerlukan pembelajaran. Menangis bagi seorang
bayi yang lapar merupakan insting dan sebagai respon
terhadap kebutuhan makan. Demikian juga kebutuhan

28
Hamalik, Psikologi, hlm. 45-49.
29
Sardiman, Interaksi, hlm. 22.
42

yang dapat dipenuhi dengan kebiasaan (yaitu perilaku


yang sifatnya otomatis dan sudah menetap dalam diri
individu), misalnya bercakap-cakap dalam bahasa
sehari-hari. Memang pada mulanya kebiasaan juga
diperoleh melalui proses belajar, tetapi karena sudah
menetap dalam diri individu, maka individu secara
otomatis dapat melakukannya. Karena itu tidak
diperlukan lagi proses pembelajaran. Berikut ini
disajikan contoh belajar yang hanya dapat dipenuhi
melalui proses itu sendiri: seorang siswa, memerlukan
informasi dari sebuah kitab berbahasa Arab, padahal
kemampuan bahasa Arabnya sangat terbatas. Untuk
itu ia perlu mengambil kursus bahasa Arab agar dalam
waktu enam bulan bisa memahami kitab yang
dimaksud. Contoh pendek di atas telah mencerminkan
seluruh unsur proses belajar, yaitu :
a. Kebutuhan, bahwa selama ini
informasi kitab berbahasa Arab diperoleh dari
hasil terjemahan. Siswa tersebut ingin bisa
menterjemah sendiri. Untuk itu dia harus
mengambil kursus bahasa Arab.
b. Tujuan, dengan mengambil kursus
bahasa Arab, maka dia dapat menterjemah sendiri
sehingga tidak perlu lagi pergi ke tukang
terjemah.
43

c. Kesiapan, bisa membaca tulisan


Arab dan bisa juga menulis sekalipun belum
mahir. Siswa tersebut juga memiliki motivasi yang
kuat sehingga dia menentukan target waktu
selama enam bulan.
d. Memahami situasi, ia telah
menghubungi berbagai tempat kursus dengan
mempertimbangkan jarak tempuh, persyaratan,
biaya, waktu, kecakapan minimal untuk kelompok
pemahiran dan lain-lain.
e. Menafsirkan situasi, ia
memutuskan mengambil kursus dua kali dalam
seminggu dan dia kemudian mendaftarkan diri
serta memenuhi segala persyaratan yang
diperlukan.
f. Respon, siswa tersebut telah
mengambil kursus dan memperhatikan cara-cara
menterjemah bahasa Arab, memperkaya vocab,
mendengarkan ucapan dan berlatih terus
menerus.
g. Hasil, setelah enam bulan kursus,
dia bisa menterjemah sendiri sehingga tidak perlu
lagi ke ahli terjemah.30

6. Perilaku Belajar
a. Hasil pembelajaran

Ibid., hlm. 23-38.


30
44

Pembelajaran adalah suatu rangkaian aktivitas


yang di dalamnya terjadi suatu proses. Rangkaian
aktivitas itu sebagai berikut: pertama, individu
merasakan adanya kebutuhan dan tujuan yang ingin
dicapai. Misalnya, merasakan bahwa kemampuannya
atau kecakapannya masih terasa kurang sehingga
perlu ditingkatkan untuk dapat menghadapi tantangan
yang ada. Seorang siswa menyadari (menyadari adanya
kebutuhan), bahwa kecakapan, misalnya kecakapan
berbahasa asingnya masih kurang. Ia melihat (melihat
tujuan), bahwa jika ia cakap berbahasa asing maka ia
akan berhasil membaca buku-buku pengetahuan.
Kedua, kesiapan individu untuk memenuhi
kebutuhan dan mencapai tujuan. Tindakan yang efektif
memerlukan adanya kesiapan fisik, mental maupun
sosial. Kesiapan merupakan pola-pola respon untuk
mulai suatu aktivitas dalam memenuhi kebutuhan
dalam mencapai tujuan. Dalam proses pembelajaran,
kesiapan sangat diperlukan untuk menunjang agar
aktivitas pembelajaran dapat berlangsung secara
efektif. Sebagai contoh, seorang siswa yang hendak
melanjutkan ke perguruan tinggi haruslah memiliki
kesiapan fisik, intelektual, pengetahuan dasar tentang
bidang studi yang akan ditekuninya, kesiapan
persyaratan administratif seperti lulus SMA dan
sebagainya. Untuk proses pembelajaran di kelas,
45

seorang guru diharapkan dapat menciptakan kesiapan


para siswanya terlebih dahulu.
Ketiga, pemahaman situasi, yaitu segala sesuatu
yang ada pada lingkungan individu dalam memenuhi
kebutuhan yang ingin dicapai. Misalnya, seorang siswa
yang ingin menambah kecakapannya berbahasa asing.
Ia harus memiliki kesiapan berupa pengetahuan dasar
berbahasa asing, kecakapan menulis, membaca dan
sebagainya. Ia harus memahami situasi pembelajaran:
waktu belajar, fasilitas yang tersedia (keadaan
ruangan, alat bantu mengajar, buku-buku,
laboratorium dan sebagainya).
Keempat, menafsirkan situasi, yaitu bagaimana
individu melihat kaitan berbagai aspek yang terdapat
dalam situasi. Kemampuan menafsirkan itu sangat
diperlukan untuk merancang berbagai alternatif
aktifitas yang akan dilakukan. Misal berkait dengan
waktu belajar: apakah individu itu harus belajar setiap
hari atau beberapa kali seminggu, apakah fasilitas
yang tersedia memungkinkan baginya mencapai
tujuan. Jika menurut perkiraannya, tidak mungkin,
maka langkah apa yang harus diambil.
Kelima, tindak balas (respons), yaitu proses
bagaimana individu mengubah perilakunya. Untuk itu,
fase ketiga dan keempat diupayakan dapat berjalan
dengan baik.
46

Keenam, akibat (hasil) pembelajaran. Individu


akan memperoleh umpan balik dari apa yang telah
dilakukannya, berhasil atau gagal. Berhasil yaitu ketika
ia dapat memenuhi kebutuhan (bertambah
kecakapannya) dan mencapai tujuannya, yaitu akan
dapat mengkaji informasi dalam bahasa asing (sesuai
dengan contoh pada bagian pertama).
Rangkaian aktivitas di atas merupakan proses
pembelajaran, yaitu sebuah proses perubahan perilaku
individu dan perubahan perilaku itu merupakan hasil
dari pembelajaran itu sendiri. Proses pembelajaran
akan mengubah perilaku individu menjadi perilaku
yang baru, disadari, fungsional, positif dan sebagainya.
Hal ini berarti, pembelajaran yang berdasarkan
insting, misalnya makan ketika lapar dan minum ketika
haus, tidak termasuk dalam pembicaan ini. Perilaku
yang diubah ialah yang tidak dapat dipenuhi dengan
insting. Misalnya, seorang siswa yang ingin
mempelajari sebuah informasi dari bahasa Inggris
yang tidak dipahaminya. Berdasarkan insting, ia tidak
dapat memenuhi keinginannya. Karena itu ia harus
melakukan proses pembelajaran untuk memperoleh
perilaku yang baru yaitu mampu berbahasa Inggris.
Perubahan perilaku sebagai hasil pembelajaran
adalah perubahan keseluruhan yang menurut
Benyamin Bloom dalam Mohamad Surya, mencakup
47

aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. 31


Pembelajaran belum dikatakan lengkap apabila hanya
menghasilkan perubahan satu atau dua aspek saja.
Misalnya, kalau hasil pembelajaran baru berupa
hafalan, itu berarti baru mencakup bagian dari aspek
kognitif saja, sedang aspek afektif dan psikomotorik
belum tersentuh. Karena itu seorang guru dituntut
untuk memperhatikan perubahan perilaku yang terjadi
pada murid-murid setelah proses pembelajaran itu
terjadi sebagai hasil pembelajaran. Demikian juga
dalam memberlakukan penilaian hasil pembelajaran,
hendaknya mencakup seluruh aspek perubahan
perilaku itu.
b. Perilaku hasil belajar
Belajar, dalam psikologi pendidikan, diartikan
oleh Mohammad Surya sebagai suatu proses usaha
yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu
perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan
sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam
interaksi dengan lingkungannya32. Syaiful Bahri
Djamarah juga memberikan kesimpulan serupa tentang
definisi belajar, yaitu serangkaian kegiatan jiwa raga
untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku
sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi

Surya, Psikologi, hlm. 25.


31

Ibid., hlm. 25.


32
48

dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif,


afektif, dan psikomotor.33
Definisi di atas memberi gambaran bahwa salah
satu ciri perbuatan belajar ialah tercapaianya
perubahan perilaku dengan pemilikan pengalaman
baru. Tetapi tidak semua perilaku yang baru adalah
hasil belajar. Demikian juga, tidak semua pengalaman
individu merupakan proses belajar. Karena itu perlu
penegasan bahwa perubahan yang terjadi akibat
belajar adalah perubahan yang bersentuhan dengan
aspek kejiwaan dan mempengaruhi tingkah laku.
Mohamad Surya mengemukakan beberapa prinsip
yang mendasari pengertian belajar tersebut sebagai
berikut34 :
1) Perubahan sebagai hasil belajar, ditandai dengan
ciri-ciri sebagai berikut:
a) Perubahan yang disadari
b) Perubahan yang bersifat kontinyu dan
fungsional.
c) Perubahan yang bersifat positif dan aktif
d) Perubahan yang bersifat relatif permanen, dan
bukan yang bersifat temporer, bukan karena
proses kematangan, pertumbuhan atau
perkembangan.

33
Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar (Jakarta : PT Rineka
Cipta. 2002), hlm 13.
34
Surya, Psikologi, hlm. 73.
49

e) Perubahan yang bertujuan dan terarah.


2) Hasil belajar ditandai dengan perubahan seluruh
aspek pribadi.
3) Belajar merupakan suatu proses yang disengaja.
4) Belajar terjadi karena ada dorongan dan tujuan
yang ingin dicapai.
5) Belajar merupakan suatu bentuk pengalaman
yang dibentuk secara sengaja, sistematis dan
terarah.35

Perilaku belajar yang terjadi pada siswa dapat


dikenali dengan baik dalam proses maupun hasilnya.
Proses belajar dapat terjadi apabila individu
merasakan adanya kebutuhan dalam dirinya yang tidak
dapat dipenuhi dengan cara-cara yang telah ada
seperti refleks atau kebiasaan. Individu harus
mengubah perilaku yang ada agar dapat mencapai
tujuan.
Kemudian hasil perilaku belajar, seperti telah
disinggung di atas, ditunjukkan dengan adanya
perubahan perilaku dalam keseluruhan aspek pribadi
siswa: kognitif, psikomotorik, dan afektif. Perlu diingat,
perilaku belajar sesungguhnya bersumber dari
berbagai aspek perilaku lainnya baik yang bersifat
internal maupun eksternal.

Bahri, Psikologi, hlm 15.


35
50

Aspek-aspek internal siswa yang perlu dipahami


seperti aspek: potensi, prestasi, kebutuhan, minat,
sikap, pengalaman, kebiasaan, emosi, motivasi,
kepribadian, perkembangan, keadaan fisik, cita-cita
dan sebagainya. Kemudian aspek eksternal, seperti:
latar belakang keluarga, sosial budaya, ekonomi,
lingkungan fisik dan sebagainya. Pengenalan dan
pemahaman ini dapat dilakukan dengan berbagai
pendekatan seperti studi dokumentasi, observasi,
kuesioner, wawancara, tes dan sebagainya. Perilaku
belajar yang disertai dengan proses mengajar yang
tepat akan dapat menghasilkan siswa-siswa yang
memiliki karakteristik sebagai : (1) pribadi yang
mandiri, yaitu yang mampu mengenal, menerima,
mengarahkan dan mewujudkan dirinya sendiri secara
optimal, (2) pelajar yang efektif, yaitu mereka yang
mampu melakukan kegiatan belajar dengan hasil yang
baik dan dapat melakukannya secara terus menerus
sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan serta dapat
diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan, (3)
pekerja yang produktif, yaitu mampu melaksanakan
pekerjaannya secara optimal, sekaligus dapat
mengembangkan dirinya di lingkungan pekerjaannya,
(4) anggota masyarakat yang baik.36

36
Ibid., hlm. 76.
51

Untuk mewujudkan kualitas manusia seperti


disebut di atas, sekurang-kurangnya ada empat
kualitas belajar yang harus dikembangkan, yaitu37:
1) Belajar untuk menjadi (learning to be), adalah
kegiatan belajar yang dilakukan siswa untuk
membentuk pribadi-pribadi yang mandiri, yaitu
pribadi yang mampu mengenali diri,
mengarahkan diri, merencanakan dan membuat
keputusan bagi masa depannya untuk kemudian
mewujudkan dirinya secara optimal.
2) Belajar untuk belajar (learning to learn), adalah
apa yang dicapai dari suatu peristiwa belajar
hendaknya dapat mendorong siswa untuk dapat
belajar lebih lanjut, baik berupa perluasan
kegiatan belajar dalam kaitannya dengan bidang
lain maupun peningkatan kualitas belajar untuk
mencapai hasil yang lebih tinggi. Kegiatan belajar
ke belajar menjadi suatu keharusan mengingat
kehidupan itu selalu berkembang dan lingkungan
senantiasa menuntut untuk secara terus menerus
melakukan perubahan diri dengan belajar.
3) Belajar untuk berbuat (learning to do). Kegiatan
belajar pada dasarnya merupakan proses
memperoleh modal dasar untuk dapat melakukan
pekerjaan secara produktif dan efektif. Karena itu,

37
Ibid., hlm. 77.
52

hasil belajar tidak cukup hanya berupa tambahan


ilmu pengetahuan, tetapi juga menghasilkan
penguasaan keterampilan untuk siap memasuki
lapangan kerja.
4) Belajar untuk hidup bersama (learning to live
together). Suatu kenyataan bahwa manusia telah
memasuki era yang disebut era global, dimana
hubungan antarpribadi, antarlokasi,
antarkawasan, antarnegara dan benua makin
transparan seakan tanpa batas. Dalam kondisi
seperti ini, umat manusia satu sama lain semakin
saling bergantung, saling pengaruh
mempengaruhi, sehingga tata nilai pun akan
saling berasimilasi dan bergerak baik ke arah
positif maupun negatif. Mereka yang akan lestari
dalam arus globalisasi ini adalah mereka yang
memiliki landasan nilai dasar yang kokoh
terutama yang berakar pada nilai-nilai religi
sebagai bekal menetralisir arus globalisasi.
Karena itu pendidikan masa kini yang menuntut
penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi
haruslah berjalan seiring dengan penguasaan nilai
iman dan takwa. Untuk itu, setiap guru dituntut
dapat memadukan kegiatan mengajarnya dengan
pembentukan nilai-nilai dasar setiap siswa.
53

Perilaku belajar, dalam proses belajar-mengajar,


tidak bisa dilepaskan dari perilaku mengajar guru.
Guru memegang peranan yang penting dalam
menciptakan suasana belajar-mengajar yang baik.
Menurut Mohamad Surya, bahwa guru tidak terbatas
hanya sebagai pengajar dalam arti menyampaikan
pengetahuan, tetapi juga sebagai38:
1) Perancang pengajaran (designer of instruction),
karena itu guru dituntut memiliki pengetahuan
yang cukup tentang prinsip-prinsip belajar
sebagai dasar merancang kegiatan belajar
mengajar, seperti merumuskan tujuan, memilih
bahan, memilih metode, kegiatan evaluasi dan
sebagainya.
2) Pengelola pengajaran (manager of instruction).
Seorang guru akan berperan mengelola proses
belajar-mengajar dalam rangka menciptakan
kondisi-kondisi yang mendorong dan
memungkinkan siswa melakukan kegiatan belajar
dengan kualitas yang baik.
3) Pengarah belajar (director of learning). Dalam hal
ini, guru berperan sebagai motivator keseluruhan
kegiatan belajar siswa. Sebagai motivator, guru
harus mampu: membangkitkan semangat belajar
siswa, menjelaskan secara konkrit apa yang

Ibid., hlm. 81.


38
54

dilakukan pada akhir pengajaran, memberikan


ganjaran untuk prestasi yang dicapai, dan
membuat regulasi (aturan) perilaku siswa.
4) Penilai hasil belajar siswa (evaluator of student
learning). Dalam hal ini, guru dituntut berperan
secara terus menerus mengikuti hasil-hasil belajar
yang dicapai sebagai bahan evaluasi terhadap
proses belajar mengajar untuk dijadikan titik tolak
perbaikan atau peningkatan kegiatan tersebut.

7. Tujuan Belajar
Pencapaian tujuan belajar tidak dapat dipisahkan
dari adanya sistem lingkungan belajar yang kondusif
dan berkait juga dengan kegiatan mengajar, yaitu
suatu usaha menciptakan sistem lingkungan yang
memungkinkan terjadinya proses belajar. Sistem
lingkungan belajar itu dipengaruhi oleh berbagai
komponen yang masing-masing komponen saling
mempengaruhi. Komponen-komponen itu misalnya:
tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, materi yang
ingin diajarkan, guru dan siswa yang memainkan
peranan, jenis kegiatan yang dilakukan, serta sarana-
prasarana belajar mengajar yang tersedia.39
Komponen sistem lingkungan itu saling
mempengaruhi secara bervariasi sehingga setiap
peristiwa belajar memiliki profil yang unik dan

Sardiman, Interaksi, hlm. 26.


39
55

kompleks. Masing-masing profil sistem lingkungan


belajar diperuntukkan tujuan-tujuan belajar yang
berbeda. Artinya, untuk mencapai tujuan belajar
tertentu harus diciptakan sistem lingkungan belajar
yang tertentu pula. Tujuan belajar untuk
mengembangkan nilai afeksi memerlukan penciptaan
sistem lingkungan yang berbeda dengan sistem yang
dibutuhkan untuk tujuan belajar pengembangan gerak.
Secara umum, tujuan belajar itu ada tiga jenis40:
a. Untuk memperoleh pengetahuan. Hal ini
ditandai dengan kemampuan berpikir. Penguasaan
pengetahuan dan kemampuan berpikir adalah dua
hal yang tidak dapat dipisahkan. Dengan kata lain,
kemampuan berpikir tidak dapat dikembangkan
tanpa bahan pengetahuan. Sebaliknya kemampuan
berpikir akan memperkaya pengetahuan. Tujuan
ini memiliki kecenderungan perkembangan yang
semakin besar di dalam kegiatan belajar.
b. Penanaman konsep dan keterampilan.
Penanaman konsep juga memerlukan suatu
keterampilan baik keterampilan jasmaniah maupun
ruhaniah. Keterampilan jasmaniah adalah
keterampilan yang dapat dilihat, diamati, dan
menitikberatkan pada keterampilan
gerak/penampilan dari anggota tubuh seseorang

40
Ibid., hlm. 25.
56

yang sedang belajar. Sedangkan keterampilan


ruhani menyangkut persoalan-persoalan yang
abstrak, seperti penghayatan, keterampilan
berpikir, dan kreativitas untuk menyelesaikan atau
merumuskan suatu masalah atau konsep.
Keterampilan dapat ditingkatkan kualitasnya, yaitu
dengan cara banyak melatih kemampuan,
termasuk juga mengungkapkan perasaan dalam
bahasa tulis maupun lisan dapat ditingkatkan
dengan berlatih terus menerus.
c. Pembentukan sikap, dalam hal ini
keteladanan guru atau orang tua sangat penting.
Dalam interaksi belajar mengajar, guru akan
senantiasa diamati, dilihat, didengar, dan ditiru
semua perilakunya oleh anak didik.

8. Motivasi Belajar
a. Prinsip Dasar Motivasi Belajar
Dalam rangka memaksimalkan pencapaian hasil
belajar maka dipandang perlu mengetahui prinsip
dasar motivasi yang berkaitan dengan kegiatan belajar.
Dengan mengetahui hal itu diharapkan dapat
memaksimalkan peranan motivasi yang akan
berdampak pada pencapaian hasil belajar secara
maksimal. Berikut ini adalah prinsip-prinsip yang
dimaksud41:

41
Djamarah, Psikologi, hlm 118.
57

1) Motivasi sebagai dasar


penggerak aktivitas belajar. Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI) serta diikuti pada awal
bab ini, motivasi didefinisikan sebagai dorongan
yang timbul pada diri seseorang secara sadar atau
tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan
dengan tujuan tertentu. Dengan demikian, setiap
aktivitas tidak terlepas dari motivasi, termasuk di
dalamnya aktivitas belajar. Dan aktivitas belajar
ini akan menjadi nyata jika ada motivasi yang
kuat.
2) Motivasi intrinsik lebih utama daripada motivasi
ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah motif-motif
yang menjadi aktif tanpa rangsangan dari luar.
Dengan kata lain, motivasi intrinsik ialah
keinginan yang muncul dari dalam diri sendiri
untuk mencapai tujuan dari perbuatan belajar itu.
Siswa yang memiliki motivasi intrinsik akan
memiliki tujuan menjadi orang yang terdidik, yang
berpengetahuan, yang ahli dalam bidang studi
tertentu. Cara mencapai itu semua ialah belajar.
3) Motivasi berupa pujian lebih
baik daripada hukuman. Pujian adalah bentuk
reinforcement yang positif dan sekaligus
merupakan motivasi yang baik. Pujian dapat
memupuk suasana yang menyenangkan dan
58

mempertinggi gairah belajar dan bahkan harga


diri. Sedangkan hukuman merupakan
reinforcement yang negatif sekalipun diakui dapat
menjadi motivasi juga.
4) Motivasi berhubungan erat dengan kebutuhan
dalam belajar. Rasa ingin tahu (kebutuhan
belajar) merupakan potensi terpendam dalam diri
manusia. Potensi itu akan bangkit jika ada
motivasi. Karena itu penguatan motivasi
diperlukan dalam rangka memaksimalkan
pembangkitan kebutuhan belajar itu.
5) Motivasi dapat memupuk optimisme dalam
belajar. Anak didik yang termotivasi dalam belajar
akan selalu berusaha menyelesaikan pekerjaan
yang dilakukan. Belajar bukan pekerjaan yang
percuma menjadi keyakinan, betapa pun
kegunaannya tidak harus hari ini. Karena itu
pemberian motivasi secara tepat sangat
diperlukan.
6) Motivasi melahirkan prestasi dalam belajar. Para
ahli pendidikan berkesimpulan bahwa motivasi
mempengaruhi prestasi belajar. Tinggi rendahnya
motivasi selalu dijadikan indikator baik buruknya
prestasi anak didik. Anak didik yang menyukai
bidang tertentu akan berusaha mencari jawab
setiap kesulitan yang dihadapinya. Para guru,
59

dalam hal ini, diharapkan mampu memotivasi


anak didik untuk belajar sehingga keinginan
belajar itu tumbuh atas dasar pentingnya ilmu.

b. Fungsi Motivasi dan Cara Menumbuhkannya dalam


Belajar
1) Fungsi Motivasi dalam Belajar
Seorang petinju yang hendak bertanding, ia akan
melakukan berbagai latihan berminggu-minggu,
bahkan berbulan-bulan tak mengenal lelah. Seorang
pelajar rela mengurung dirinya dalam ruangan atau
mengasingkan diri untuk belajar karena hendak
mengikuti ujian. Kegiatan yang mereka lakukan
dilatarbelakangi oleh suatu keinginan sukses.
Keinginan yang mendorong mereka untuk sukses itulah
yang disebut motivasi.
Dalam belajar, motivasi itu sangat diperlukan,
karena motivasi itu adalah esensi dari kegiatan belajar.
Hasil belajar akan menjadi optimal kalau ada motivasi.
Makin tepat motivasi yang diberikan, akan makin
berhasil pula pelajaran itu. Jadi motivasi akan selalu
menentukan intensitas usaha belajar bagi setiap anak
didik.
Pada pragraf awal di atas, terdapat ilustrasi yang
menggambarkan bahwa motivasi berkaitan dengan
suatu tujuan dan mempengaruhi adanya suatu
kegiatan. Jika motivasi itu telah merasuk ke dalam jiwa
60

anak didik, maka mereka akan memiliki ciri-ciri


sebagai berikut42:
a) Tekun menghadapi tugas (dapat bekerja terus
menerus dalam waktu yang lama dan pantang
berhenti sebelum selesai).
b) Ulet menghadapi kesulitan (tidak lekas putus
asa). Tidak memerlukan dorongan dari luar untuk
berprestasi dan tidak cepat puas dengan prestasi
yang telah dicapainya.
c) Menunjukkan minat terhadap bermacam-macam
masalah yang seharusnya untuk orang dewasa,
misalnya: masalah pembangunan agama, politik,
keadilan, pemberantasan korupsi, penentangan
terhadap tindakan kriminal, amoral, dan
sebagainya).
d) Lebih senang bekerja mandiri.
e) Cepat bosan pada tugas-tugas yang rutin (hal-hal
yang bersifat mekanis, berulang-ulang begitu saja
sehingga kurang kreatif).
f) Dapat mempertahankan pendapatnya (kalau
sudah yakin akan sesuatu).
g) Tidak mudah melepaskan yang diyakini itu.
h) Senang mencari dan memecahkan persoalan.

Manakala anak didik memiliki ciri-ciri seperti


tersebut di atas, berarti anak itu memiliki motivasi

42
Sardiman, Interaksi, hlm. 33.
61

yang cukup kuat dan ciri-ciri motivasi seperti itu


sangat penting dalam kegiatan belajar mengajar.
Karena kegiatan belajar mengajar akan dapat berjalan
secara baik jika anak didik memiliki ketekunan, ulet
menghadapi kesulitan dan memecahkannya secara
mandiri. Siswa yang belajar dengan baik tidak akan
terjebak pada rutinitas yang menimbulkan kebosanan.
Sebab, apa yang dipelajarinya akan terasa memberi
makna sehingga merangsangnya untuk selalu belajar.
Kepekaan dan responsibilitasnya terhadap
persoalan-persoalan yang bersifat umum dan
pengupayaan pemecahannya oleh anak didik harus
menjadi perhatian dan dipahami oleh guru selama
berinteraksi dengan mereka, termasuk juga
pemahaman terhadap karakteristik logis anak didik.
Dengan demikian, motivasi itu akan terpelihara dan
berfungsi secara optimal.
Sehubungan dengan hal tersebut ada tiga fungsi
motivasi seperti juga telah dikemukakan pada bab
kedua pada fungsi motivasi43:
a) Mendorong siswa untuk berbuat. Pada mulanya
anak didik tidak ada hasrat untuk belajar,
kemudian karena ada dorongan yang
menggerakkannya untuk mengetahui sesuatu
maka ia mengharuskan dirinya belajar.

Ibid., hlm. 85.


43
62

b) Menentukan arah perbuatan, yakni ke arah tujuan


yang hendak dicapai. Dengan demikian, motivasi
dapat memberikan arah kegiatan sesuai dengan
rumusan tujuan.
c) Menyeleksi perbuatan, yaitu menentukan
perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakan
yang serasi guna mencapai tujuan, dengan
menyisishkan perbuatan-perbuatan yang tidak
bermanfaat bagi tujuan tersebut. Seorang siswa
yang akan menempuh ujian tentu akan melakukan
kegiatan belajar dan tidak akan menyia-nyiakan
waktunya untuk berkarambol misalnya, karena
tidak serasi dengan tujuan.
Selain itu, perlu diingat bahwa motivasi yang baik
dalam belajar akan berdampak pada perolehan hasil
yang baik pula. Dengan kata lain, adanya usaha yang
tekun yang didasari adanya motivasi, maka seorang
yang belajar itu akan dapat melahirkan prestasi yang
baik. Intensitas motivasi anak didik akan sangat
menentukan tingkat pencapaian prestasi belajarnya.

2) Cara Menumbuhkan Motivasi


Dalam kegiatan belajar mengajar, peranan
motivasi sangat diperlukan. Dengan motivasi, anak
didik dapat mengembangkan aktivitas dan inisiatif,
63

dapat mengarahkan dan memelihara ketekunan dalam


melakukan kegiatan belajar.
Sehubungan dengan itu, perlu ditegaskan bahwa
cara menumbuhkan motivasi itu bermacam-macam dan
tidak setiap cara sesuai dengan anak didik. Dalam hal
ini, fungsi guru diperlukan untuk menentukan cara
mana yang dianggap sesuai. Cara itu sebagai berikut 44:
a) Memberi angka, sebagai simbol nilai dari aktifitas
belajarnya. Siswa belajar, umumnya mencari nilai
yang baik. Nilai yang baik itu merupakan motivasi
yang sangat kuat, tetapi ada juga siswa yang
belajar sekedar mengejar naik kelas. Dalam
kaitannya dengan nilai ini, seorang guru
diharapkan dapat memberikan nilai yang tidak
saja bermuatan kognitif, tetapi juga keterampilan
dan afeksinya.
b) Hadiah, memberikan penghargaan dengan
hadiah dapat menjadi motivasi belajar. Tetapi
tentu tidak semua siswa tertarik dengan hadiah.
Untuk para siswa yang tidak menyukai pelajaran
tertentu, hadiah tidak dapat merangsang mereka
untuk berpacu.
c) Kompetisi atau saingan, dapat menjadi alat
pemicu tumbuhnya motivasi belajar siswa.

Ibid., hlm. 92.


44
64

Persaingan individual maupun kelompok dapat


meningkatkan prestasi belajar siswa.
d) Ego-Involvement (kekuatan atau keterlibatan
ego), dapat menumbuhkan kesadaran kepada
siswa agar merasakan pentingnya tugas dan
menerimanya sebagai tantangan sehingga bekerja
keras dengan mempertaruhkan harga diri, adalah
sebagai salah satu bentuk motivasi yang sangat
penting. Seseorang akan berusaha sekuat tenaga
untuk mencapai prestasi yang baik untuk menjaga
harga diri. Prestasi yang diperoleh adalah simbol
kebanggaan dan harga diri.
e) Ulangan, para siswa akan berusaha belajar kalau
mengetahui akan ada ulangan. Karena itu
memberi ulangan dapat menjadi motivasi, tetapi
ulangan tidak dapat diadakan setiap hari karena
akan dapat membosankan anak didik.
f) Mengetahui hasil ulangan, apalagi ada
peningkatan hasil, akan mendorong siswa untuk
belajar lebih giat. Semakin meningkat grafik hasil
belajarnya maka motivasi belajarnya akan
semakin kuat.
g) Pujian, pujian ini merupakan bentuk
reinforcement (penguatan) yang positif dan
sekaligus merupakan motivasi yang baik. Pujian
dapat diberikan kepada anak didik yang telah
65

melakukan peningkatan kegiatan kerja atau


memperoleh peningkatan hasil usaha. Pujian ini
dapat menjadi motivasi yang menyenangkan,
mempertinggi gairah belajar dan sekaligus
membangkitkan harga diri.
h) Hukuman, sebenarnya merupakan reinforcement
yang negatif, tetapi jika diterapkan secara tepat
akan dapat menjadi motivasi .
i) Memahamkan tujuan. Rumusan tujuan yang ingin
dicapai dalam pembelajaran perlu dipahami oleh
siswa. Pemahaman dan pengakuan baiknya tujuan
itu akan dapat menimbulkan gairah untuk terus
belajar.

c. Motivasi dan Kepuasan Belajar


Kepuasan belajar memiliki korelasi yang erat
dengan unjuk kerja (penampilan) dan motivasi.
Kepuasan yang diperoleh siswa dari proses belajar
dapat menimbulkan unjuk kerja yang baik dan dapat
meningkatkan motivasi belajar. Juga, unjuk kerja yang
baik yang dicapai seseorang dapat memberikan
kepuasan dan kemudian dapat meningkatkan motivasi.
Kepuasan belajar juga memiliki kaitan dengan
pemuasan kebutuhan. Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi kepuasan siswa dalam belajar 45:

45
Surya, Psikologi, hlm. 95.
66

1) Imbalan hasil belajar, yaitu suatu yang


dapat diperoleh siswa sebagai konsekuensi dari
perilaku belajar yaitu berupa perubahan perilaku,
bertambahnya pengetahuan, sikap dan
keterampilan. Pada umumnya hasil belajar
dinyatakan secara formal dalam bentuk nilai
atau angka-angka yang disimpulkan
berdasarkan evaluasi hasil belajar. Besar kecilnya
atau lancar tidaknya imbalan ini akan
berpengaruh kepada kepuasan belajar.
2) Rasa aman dalam belajar. Faktor
imbalan belajar bukan sebagai factor utama,
melainkan ada factor lain yaitu adanya rasa aman
dalam belajar. Setiap siswa menghendaki adanya
rasa aman, perlindungan diri dari kegelisahan
atau tekanan batin yang diterimanya. Siswa akan
lebih bersemangat apabila guru atau sekolah
dapat menghadirkan suasana belajar yang disertai
rasa aman.
3) Kondisi belajar yang memadai: belajar
di tempat yang presentatif (baik, bersih, dan
sehat) dapat memberikan kepuasan dibandingkan
dengan belajar dalam lingkungan yang kurang
memadai.. Kondisi ini tidak hanya bersifat fisik,
tetapi juga psikis dan sosial. Misalnya, suasana
hubungan antarguru, antarsiswa, antarguru dan
67

siswa, hubungan dengan masyarakat dan


sebagainya.
4) Kesempatan untuk memperluas diri, yaitu
kesempatan bagi para siswa untuk
mengembangkan diri demi masa depannya yang
lebih baik. Bila siswa belajar dalam suasana yang
memberikan kejelasan tentang masa depannya,
hal itu cenderung akan memberikan
kepauasannya. Sebaliknya, jika suasana tidak
memberikan kejelasan masa depan, hal itu dapat
mengurangi kepuasan belajar. Perluasan diri yang
dimaksud, misalnya kesempatan belajar lanjut,
kenaikan kelas atau peringkat, kebebasan
mengemukakan pendapat dan sebagainya yang
kesemuanya hendaknya menjadi perhatian guru
atau sekolah.
5) Hubungan pribadi, yaitu suasana
terciptanya hubungan antarpribadi dalam
lingkungan kelas atau di luar kelas. Hubungan
pribadi yang baik antarguru dengan siswa dan
antarsiswa dengan siswa akan menimbulkan
kepuasan belajar.

Faktor-faktor di atas menjadi kebutuhan setiap


siswa, yang jika terpenuhi akan berdampak positif bagi
kejiwaan para siswa berupa kepuasan. Kepuasan ini,
secara tidak langsung, akan dapat meningkatkan
68

motivasi belajar siswa. Karena motivasi sesungguhnya


terbangun dari ganjaran suatu unjuk kerja. Dengan
kata lain, apa dan seberapa menarikkah ganjaran yang
akan diperoleh dari setiap unjuk kerja akan
menentukan kualitas motivasi.
Untuk meningkatkan motivasi anak secara alami,
Raymond J. Wlodkowski mengemukan beberapa hal
yang perlu diperhatikan dalam menumbuhkan
motivasi, yaitu sebagai berikut46:
1) Menciptakan suasana belajar yang menarik dan
sehat di dalam rumah untuk anak didik.
2) Menjaga dan mengisi pikiran anak didik dengan
tujuan-tujuan positif.
3) Biarkan anak didik bergaul dengan orang-orang
yang mengilhami motivasi dan menjauhkan dari
pengaruh orang-orang yang berpikir negatif.
4) Membangun sugesti dan membiarkan anak didik
berbicara pada diri sendiri secara positif,
merupakan cara yang baik untuk memicu
motivasi.
5) Orang tua tidak menjajah otak anak didik, tetapi
mendorongnya agar selalu membangun
kemandirian yang kreatif.

46
Raymond J Wlodkowski dan Judith H Jaynes, Eager to Learn
terjemah oleh : Nur Setyo Budi, Hasrat untuk Belajar : Membantu
Anak-anak Termotivasi dan Mencintai Belajar (Yogyakarta : Pustaka
Pelajar. 2004), hlm. 28-32.
69

6) Memperkenalkan pada anak didik dunia orang-


orang ternama: para penemu, orang-orang arif
bijaksana, dan para negarawan.

B.Kinerja Guru
1. Pengertian Kinerja
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, kinerja
diartikan sebagai prestasi yang diperlihatkan,
kemampuan kerja.47 Dalam bahasa Inggris didapati
istilah performance yang diartikan sebagai notable
action, achievment,48 yang berarti tingkah laku atau
perbuatan yang tampak dan dapat diamati sebagai
manifestasi kerja.
Tentang konsep kerja, Byars dan Rue berpendapat
bahwa: ... performance refers to degree of
accomplishment of the tasks that make up an
individuals job, it reflects how well an individual is full
filling the requirements of a job.49 Kinerja sebagai
refleksi seorang pekerja dalam memenuhi persyaratan-
persyaratan sebuah pekerjaan sebagaimana yang
dimaksud dalam kutipan di atas, dapat diartikan bahwa
kinerja dapat dilihat dari hasil pekerjaan seseorang
yang meliputi nilai kualitas dan juga nilaikuantitas.
Kualitas hasil pekerjaan mengacu pada kepuasan

47
Tim Penyusun, Kamus, hlm. 570.
48
Hornby et. All., Oxford Advance Learners Dictionary of Current
English (Oxford : Oxford University Press. 1987), hlm. 628.
49
Byars LL dan Leslie WR, Human Resource Management (Boston
: Irwin Hanewood. 1991), hlm. 250.
70

sebagai perwujudan terpenuhinya harapan orang lain


terhadap pekerjaan yang telah diselesaikan.
Berdasarkan pemaknaan ini, kinerja dilihat
berdasarkan kualitas hasil kerja, efektivitas kerja atau
ketepatan kerja. Sedangkan kuantitas hasil pekerjaan
jelas tergambar pada volume atau kapasitas pekerjaan
yang telah diselesaikan. Dengan demikian, dalam
konteks kuantitas pekerjaan, kinerja dapat
diinterpretasikan sebagai produktivitas kerja.
Lebih lanjut disampaikan, pengertian kinerja yang
sederhana itu menuntut kebutuhan paling minim untuk
berhasil bagi seseorang dalam melaksanakan
pekerjaan, yang sekaligus menggambarkan
tanggungjawabnya. Menurutnya, tuntutan kinerja yang
nyata jauh melampaui apa yang diharapkan
berdasarkan standar-standar tinggi sebagai
perwujudan tanggung jawab merupakan tingkat
kinerja yang sesungguhnya. Dengan demikian kinerja
di sini dapat dikatakan sebagai suatu perbuatan, suatu
prestasi atau apa yang diperlihatkan seseorang melalui
keterampilan yang nyata, sehingga kinerja ini dapat
dimaknai sebagai penampilan kerja.
Kinerja dalam arti sebagai penampilan kerja
menuntut adanya peng-ekspresian potensi seseorang
dan pengekspresian ini menuntut pengambilan
tanggungjawab seorang pekerja terhadap
71

pekerjaannya. Seseorang yang dapat mengekspresikan


potensinya secara optimal dalam melakukan pekerjaan,
akan menghasilkan kinerja yang tinggi. Oleh karena
itu, dalam hal ini peran lingkungan pekerjaan, seperti
suasana kerja, gaya kepemimpinan, iklim organisasi
dan kerjasama antar rekan sejawat sangat penting
karena dapat berpengaruh terhadap kinerja seseorang
baik secara individu maupun kelembagaan. Mengenai
upaya seseorang dalam mengoptimalkan potensinya
ketika melakukan pekerjaan, pada hakekatnya
merupakan cerminan kinerja orang tersebut. Terence
memandang bahwa kinerja atau performance
merupakan hasil interaksi atau berfungsinya unsur-
unsur motivasi, kemampuan dan persepsi pada diri
seseorang.50 Senada dengan pandangan di atas, Vroom
menyatakan bahwa kinerja pada dasarnya terbentuk
dari kemampuan (ability) dan kemauan (motivation).51
Berdasarkan pandangan ini, dapat ditegaskan bahwa
kinerja merupakan aktualisasi dari sejumlah potensi
yangmeliputi kemampuan, motivasi dan sebagian lagi
persepsi seseorang terhadap lingkup pekerjaannya.
Mengacu keterangan singkat mengenai
pengertian kinerja dari beberapa ahli di atas, dapat
dikemukakan satu interpretasi umum bahwa untuk
50
Hamzah B Uno, Pengembangan Instrumen Untuk Penelitian
(Jakarta : Delima Press. 2001), hlm. 101.
51
Moh Asad, Psikologi Industri (Yogyakarta : Liberty. 1998), hlm.
5.
72

dapat melihat kinerja seseorang atau suatu organisasi,


harus mengacu pada aktivitas orang tersebut selama ia
melaksanakan tugas pokok yang menjadi
tanggungjawabnya. Artinya, kinerja seseorang selalu
dihubungkan dengan tugas pokoknya atau tugas rutin
yang dikerjakannya. Sedangkan ekspresi potensi
optimal dari masing-masing pekerja sangat
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Simamora
mengemukakan bahwa kinerja dipengaruhi oleh tiga
faktor, meliputi : (1) faktor individual, yang terdiri dari
kemampuan dan keahlian, latar belakang dan
demografi, (2) faktor psikologi, yang meliputi: persepsi,
attitude, personality, pembelajaran dan motivasi, (3)
faktor organisasi/lingkugan, yang meliputi : sumber
daya, kepemimpinan, penghargaan, iklim kerja dan job
designe.52
Berkaitan dengan prestasi kerja, Islam sangat
menjunjung tinggi dan memerintahkan kepada
umatnya agar bekerja keras untuk mencari
penghidupan yang layak. Hal ini dapat kita lihat firman
Allah surat al-Balad ayat: 4

sesungguhnya kami menciptakan manusia padahal
ia dalam kesusahan. (Q.S. al-Balad [90] : 4)

52
Ibid., hlm. 50.
73

di sini dapat berarti kesusahan, kesukaran,


perjuangan dan kesulitan akibat bekerja keras. Ini
menunjukkan bahwa manusia ditakdirkan berada pada
kedudukan yang tinggi (mulia), namun harus disertai
dengan kerja keras dan ketekunan.53 Di samping itu,
kata kabad juga menunjukkan bahwa manusia
hendaknya berupaya melakukan dan menanggung
segala kesukaran, kesusahan dalam perjuangannya
mencapai kemajuan (prestasi).
Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi
kinerja seseorang, baik itu faktor internal bawaan
orang tersebut maupun faktor eksternal yang lebih
berkaitan dengan lingkungan kerja. Menurut Steers,
faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja adalah
sebagai berikut :
a. Kemampuan, kepribadian dan
minat kerja. Kemampuan merupakan kecakapan
seseorang, seperti kecerdasan dan keterampilan.
Kemampuan pekerja dapat mempengaruhi kinerja
dalam berbagai cara. Misalnya dalam cara
pengambilan keputusan, cara menginterpretasikan
tugas dan cara penyelesaian tugas. Kepribadian
adalah serangkaian ciri yang relatif mantap yang
dipengaruhi oleh keturunan dan faktor sosial,

Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam (Yogyakarta : Darma


53

Bakti Wafak. 1995), hlm. 252.


74

kebudayaan dan lingkungan. Sedangkan minat


merupakan suatu valensi atau sikap.
b. Kejelasan dan penerimaan atas
penjelasan peran seorang pekerja yang merupakan
taraf pengertian dan penerimaan seseorang
individu atas beban tugas yang dibebankan
kepadanya. Makin jelas pengertian pekerja
mengenai persyaratan dan sasaran pekerjaannnya,
maka semakin banyak energi yang dapat
dikerahkan untuk kegiatan ke arah tujuan tersebut.
c. Tingkat motivasi pekerja. Motivasi
adalah daya energi yang mendorong, mengarahkan,
dan mempertahankan perilaku. Faktor-faktor
individu dapat meliputi kemauan, perangai,
kepribadian, minat, dan persepsi peranan.
Sedangkan faktor organisasi dapat meliputi
pembentukan struktur tugas, iklim organisasi, gaya
kepemimpinan, sistem imbalan dan sebaginya. 54

2. Kinerja Ideal Seorang Guru


Berkaitan dengan fungsi guru sebagai pengajar,
pendidik dan pembimbing, muncul adanya berbagai
peranan yang harus dilakukan oleh guru. Peranan guru
tersebut akan senantiasa menggambarkan pola tingkah
laku yang diharapkan dalam berbagai interaksi, baik
dengan siswa, sesama guru, dengan institusi maupun
RM Steers, Efektifitas Organisasi (Jakarta : Erlangga. 1985),
54

hlm. 90.
75

dengan masyarakat.55 Peranan yang menggambarkan


pola tingkah laku dalam berinteraksi ini sebenarnya
menunjukkan refleksi kinerja guru, dalam arti
penampilan kerja guru. Dari berbagai kegiatan
tersebut, nampaknya interaksi dengan siswa (interaksi
proses belajar mengajar) dapat dipandang sebagai titik
sentral dari kinerja guru, sebab disadari atau tidak
bahwa sebagian besar dari waktu dan perhatian guru
banyak dicurahkan untuk menggarap proses belajar
mengajar dan berinteraksi dengan siswanya.
Dari perspektif ini, upaya guru mengoptimalkan
peran dan fungsinya dalam memfasilitasi atau
memberikan kemudahan kepada siswa pada proses
pembelajaran juga dapat dikatakan sebagai cerminan
kinerja guru yang bersangkutan. Untuk mengetahui
kinerja guru secara mendalam, setidaknya terlihat dari
tiga aktivitas yang sering mendominasi kegiatan guru
yaitu :
a. Kinerja Guru dalam Kegiatan
Pembelajaran
Pada hakekatnya, proses pembelajaran dapat
dibagi menjadi dua aktivitas/kegiatan, yaitu
kegiatan mengajar (instruction) dan kegiatan
belajar (learning), di mana masing-masing kegiatan
tersebut memiliki makna yang berbeda. Kegiatan

Sardiman, Interaksi, hlm. 141.


55
76

mengajar dilakukan oleh guru, sedangkan kegiatan


belajar dilakukan oleh siswa baik secara individu
maupun kelompok. Meskipun kedua kegiatan
tersebut memiliki makna yang berbeda, namun
dalam proses pembelajaran, keduanya merupakan
dua kegiatan yang terintegrasi. Untuk memperjelas
konsep mengajar sebagai kegiatan guru dalam
proses pembelajaran, di sini akan dikemukakan
beberapa teori mengajar.

Menurut Bruner mengajar adalah menyajikan


konsep dan masalah secara bertahap, yaitu:
enaktif, ekonik, sampai simbolik. Menurut Ausabel
mengajar adalah upaya menstrukturkan apa-apa
yang dipelajari agar mudah difahami. Menurut
Gagne mengajar adalah penataan situasi belajar.
Penataan situasi belajar dapat dipilah antara
pengelolaan belajar (instruksional) dengan
pengelolaan kondisi belajar (non-instruksional). 56
Mengajar adalah upaya menguraikan :
(a) pengalaman belajar, (b) cara
mengorganisasikannya, (c) urutan pokok hal secara
sistematis, (d) prosedur penggunaan penguatan. 57
Tahapan Bruner (enaktif, ikonik, simbolik) dapat
saja digunakan terbalik, bila siswa tidak dapat

Noeng Muhadjir, Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial


56

Suatu Teori Pendidikan (Yogyakarta : Rake Sarrasin. 1993), hlm. 67.


57
Ibid.
77

memahami sajian simbolik (deskripsi verbal) dapat


diperkuat dengan sajian ikonik (deskripsi visual),
mungkin juga dijumpai kesulitan dengan sajian
ikonik, dapat diperkuat dengan sajian enaktif
(gerak).58 Sedangkan mengajar menurut teori
Ausabel adalah upaya menstruktur apa yang
dipelajari. Konsep-konsep yang berhubungan
dengan itu ada tiga, yaitu : advance organizer,
kebermaknaan dan belajar bermakna.59
Advance organizer yaitu menguraikan garis
besar struktur/materi baru dikaitkan dengan yang
sudah diketahui dalam mengawali uraian rinci
materi baru. Substansial dari advance organizer,
siswa memperoleh gambaran yang bulat tentang
pengetahuan yang telah dan akan diajarkan.
Selanjutnya guru perlu menumbuhkan
kebermaknaan belajar siswa. Ada dua
kebermaknaan, yaitu kebermaknaan logis dan
psikologis. Belajar bermakna yang dimaksud
Ausabel adalah dimilikinya kesiapan belajar
karena telah memahami hakekat substansial
dan hakekat kebutuhan individual dari apa yang
sedang dan akan dipelajari.60
Mengajar menurut Gagne adalah menata

Ibid., hlm. 68.


58

Ibid., hlm. 69.


59

60
Ibid.
78

situasi belajar, baik situasi untuk mengajar


maupun situasi yang mendukung aktivitas
mengajar.61 Gagne berpendapat bahwa setiap ilmu
memiliki susunan hierarki tersendiri, untuk
memahami yang lebih tinggi perlu dipahami yang
lebih bawah. Ia mengetengahkan konsep
penjenjangan belajar dengan urutan dari bawah
sebagai berikut: belajar isyarat, belajar stimulus
respons, belajar berangkai, belajar asosiasi
verbal, belajar membedakan, belajar konsep,
belajar aturan dan belajar pemecahan masalah.
Deskripsi yang disajikan dari pandangan
Noeng di atas, jelas sekali bahwa pekerjaan guru
sebagai pengajar, pendidik dan pelatih dalam
proses pembelajaran lebih berfungsi sebagai
fasilitator proses belajar siswa. Sebagai fasilitator
berarti guru harus memberikan kemudahan dan
memberdayakan siswa, melalui pemanfaatan dan
pengorganisasi-an secara sistematis input
sumber belajar yang meliputi: pesan, orang,
bahan, peralatan, teknik dan latar belakang
lingkungan belajar.

Proses pembelajaran yang dilaksanakan


oleh guru bersama siswa merupakan kegiatan
interaksi edukatif yang bersifat sistemik. Kinerja

Ibid.
61
79

guru mempersiapkan aktivitas di kelas


(perencanaan mengajar), kinerja guru me-
manage atau mengontrol tingkah laku siswa selama
proses pembelajaran dan kinerja guru untuk
selalu memberikan bimbingan belajar kepada
siswa, merupakan perbuatan-perbuatan guru yang
dapat memfasilitasi proses belajar siswa.
Sedangkan intensitas proses belajar siswa
dapat dilihat pada keterlibatannya
(involevement) dalam proses belajar, aktivitas
belajarnya yang melingkupi pemanfaatan semua
alat indera (coverage) dan rasa puas siswa atas
apa yang dipelajari (sucsess).

Dalam upaya untuk meningkatkan kualitas


pembelajaran ini, menurut Chabib Toha terdapat
tiga aspek yang perlu diperbaiki yaitu : (1) aspek
peningkatan wawasan akademik, meliputi wawasan
keilmuan, wawasan obyektif peserta didik dan
wawasan obyektif masa depan, (2) aspek metodik,
meliputi strategi belajar mengajar, desain
instruksional dan evaluasi hasil belajar, (3) aspek
religik, meliputi pendidikan nilai, ilmu, iman dan
amal.62 Selanjutnya dari aspek metodik (kegiatan
pembelajaran) akan dibahas perilaku apa saja
yang ditampilkan, sebagai cerminan kinerja guru
62
Chabib Toha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta :
Pustaka Pelajar. 1996), hlm. 43.
80

agar proses belajar siswa dapat berlangsung


efektif.

b. Kinerja Guru dalam Merencanakan


Pembelajaran
Menurut Suparman dan Purwanto, fungsi dari
perencanaan mengajar adalah sebagai rambu-
rambu guru dalam melaksana-kan proses
pembelajaran. Sedangkan manfaatnya adalah: (1)
dapat lebih memperjelas kaitan antara kompetensi-
kompetensi khusus dan urutannya untuk dikuasai
siswa, (2) memudahkan guru untuk menentukan
awal bahan belajar, (3) memudahkan guru dalam
memperkirakan beban belajar, waktu, serta
jenjang tingkat kompetensi yang harus dikuasi
siswa.63
Sehubungan dengan fungsi dan manfaat
perencanaan mengajar, maka implementasinya
dalam membuat perencanaan, guru harus
menyusun urutan kompetensi dalam suatu bagan
yang rasional, guru harus mencantumkan arahan-
arahan tentang kegiatan-kegiatan yang tertuju pada
penguasaan kompetensi oleh siswa dan bahan
belajar yang dirancang guru harus mampu
melayani kebutuhan belajar siswa sesuai dengan

63
Suparman dan Purwanto, Pengembangan Bahan Ajaran,
Program Pembentukan Kemampuan Mengajar Bagi Guru (Yogyakarta
: Universitas Negeri Yogyakarta. 2000), hlm. 28.
81

karakteristik dan kompetensi awal yang dimiliki


siswa.
Di samping memuat tentang materi pelajaran
dan kompetensi yang harus dikuasai siswa (tujuan
pembelajaran), di dalam membuat perencanaan
mengajar juga harus terkandung desain
pembelajaran yang memungkinkan ketiga perilaku
siswa dalam belajar (involvement, coverage,
success) dapat dibangkitkan. Selanjutnya juga
dicantumkan rencana evaluasi pembelajaran yang
meliputi evaluasi proses dan evaluasi hasil belajar
siswa.64

c. Kinerja Guru dalam Mengelola


Kelas dan Pengajaran (Instruction)
Pengelolaan kelas yang dilakukan guru dalam
proses pembelajaran terintegrasi dengan kegiatan
pengajaran (instruction). Dalam kegiatan
pengajaran yang dilakukan guru, misalnya guru
menginstruksikan untuk mengerjakan tugas
pelajaran pada siswa, di dalamnya terdapat
kegiatan pengelolaan kelas. Integrasi kedua
perilaku tersebut sebagaimana diperkuat oleh
pernyataan Gredler:
...In managing the classroom, the teacher is
64
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Petunjuk Teknis
Pelaksanaan Pembelajaran IPS, (Jakarta : Dirjen Dikdasmen. 1996),
hlm. 24.
82

cautioned not to give a directive that is permitted


to be disobeyed ".65

Kutipan di atas mengimplisitkan pengelolaan


kelas dan perilaku mengajar terintegrasi dalam
satu aktivitas pembelajaran. Atas dasar inilah
perilaku guru mengelola kelas dan perilaku guru
mengajar disatukan menjadi satu pembahasan
dalam studi ini. Kelas tempat berlangsungnya
proses pembelajaran merupakan latar lingkungan
terjadinya interaksi dan kontak personal antara
guru dengan siswa. Dalam pengelolaan kelas ini,
fungsi guru adalah sebagai seorang manajer yang
mengarahkan aktivitas siswa agar berlangsung
secara lancar dan tertib.
Selain itu, guru juga harus memperhatikan
(peduli) terhadap emosi siswa, menciptakan
lingkungan yang kondusif, mengenal dan
memperhatikan perbedaan individu, menikmati
bekerja dengan siswa, mengupayakan keterlibatan
siswa dalam belajar, kreatif dan inovatif,
menekankan keterampilan membaca, memberi
siswa image diri yang baik, menguasai materi
secara mendalam, fleksibel dan konsisten.66

65
Gredler Margaret, Learning and Instruction : Theory in to
Practice (New York : Macmillan Publishing Company. 1986), hlm 53.
66
Ahmad Azhari, Supervisi Rencana Program Pembelajaran
(Jakarta : Rian Putra. 2003), hlm. 28.
83

d. Kinerja Guru dalam Mengelola


Hasil Evaluasi
Pengelolaan hasil evaluasi yang dimaksud di
sini meliputi penanganan guru atas hasil evaluasi
perilaku-perilaku siswa sebagai perwujudan hasil
belajar yang dituangkan dalam catatan yang
terdokumentasikan. Suharsimi menyebutkan
pengelolaan hasil evaluasi ini sebagai
pelaporan hasil evaluasi, selanjutnya pelaporan
hasil evaluasi ini secara garis besar yang dibuat
oleh guru ada dua macam catatan, yaitu catatan
lengkap dan catatan tidak lengkap.67 Catatan
lengkap berisi tentang prestasi dan aspek-aspek
kepribadian siswa seperti kejujuran, kerajinan,
sikap sosial, ketelitian, disiplin, kebiasaan bekerja,
kecermatan dan lain-lain.
Pengelolaan hasil evaluasi sangat
bermanfaat bagi guru untuk mengetahui
kompetensi-kompetensi yang belum dikuasai siswa,
mengenal lebih dekat sosok dari diri siswa,
memberikan kemudahan dalam memberikan
bimbingan belajar kepada siswa. Adapun
manfaatnya bagi siswa dapat dijelaskan
menggunakan pendekatan teori psikologi Gestal.
Menurut teori ini setiap individu yang melakukan

Suharsimi, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Jakarta : Bumi


67

Aksara, 1996), hlm. 290.


84

aktivitas yang bertujuan, selalu menginginkan hasil


yang utuh (keseluruhan). Dalam belajar, siswa
selalu menginginkan untuk mencapai hasil
dalam bentuk dikuasainya semua bahan belajar,
berdasarkan informasi dan catatan hasil evaluasi
yang dibuat oleh guru.
Dari informasi yang diperoleh siswa tentang
hasil belajarnya, ada dua kemungkinan tindakan
yang bersifat psikologis akan dilakukannya. Jika
hasil yang diperoleh dari perbuatan belajarnya
positif, maka hasil belajar yang diperoleh itu akan
dikuatkan (reinforce), jika hasil belajar yang
diperoleh kurang baik, maka siswa akan merevisi
perbuatannya. Dua tindakan ini dilakukan oleh
siswa, karena kecenderungannya yang selalu ingin
mendapatkan hasil belajar yang utuh.
Berdasarkan uraian di atas, dapat
disimpulkan bahwa pengelolaan evaluasi yang
dilakukan oleh guru memiliki hubungan yang erat
dengan proses belajar siswa. Catatan-catatan yang
dibuat, harus didayagunakan oleh guru sebagai
sumber informasi yang terbuka, dapat diakses
siswa, masyarakat sekolah lainnya, bahkan oleh
orang tua siswa. Sehingga kinerja guru dalam
mengelola evaluasi betul-betul memberikan
informasi dan accountabilitas penyelenggaraan
85

pendidikan.

3. Kinerja Guru Berkaitan dengan Institusi


Kinerja guru yang berkaitan dengan
sekolah/madrasah merupakan segala bentuk aktivitas
guru yang mengarah kepada usaha pelaksanaan tugas
dan pemenuhan kewajiban dalam rangka mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Aktivitas guru dalam
kegiatan kurikuler, kegiatan ekstrakurikuler dan
kegiatan lain yang dibebankan kepadanya merupakan
perwujudan dari kinerja guru terhadap
sekolah/madrasah. Kegiatan kurikuler adalah kegiatan
belajar yang dilakukan melalui tatap muka yang alokasi
waktunya telah ditentukan dalam susunan program dan
diperdalam melalui tugas-tugas.68 Tujuan dari kegiatan
kurikuler ini adalah untuk mencapai kemampuan
minimal (standar kompetensi) dari setiap mata
pelajaran. Betapapun indah dan bagusnya rumusan
tujuan atau cita-cita pendidikan pada kegiatan
kurikuler ini, b el um m e mb e ri k an jam i nan b ahw a
ap a yang te r m uat di d al am kurikulum/tujuan
kurikuler dapat teraktualisasikan di dalam proses
belajar mengajar sesuai dengan apa yang diharapkan.
Karena aktualisasi kegiatan pembelajaran melalui
tatap muka ini sangat tergantung kepada peranan yang
dimainkan oleh guru yang bertindak sebagai the man
Departemen Agamag RI, Petunjuk Pelaksanaan Proses Belajar
68

Mengajar (Jakarta : Dirjen Binbagais. 1999), h1m. 4.


86

behind the gun-nya implementasi pembelajaran


tersebut.
Salah satu indikator keberhasilan guru dalam
pelaksanaan tugas adalah dapatnya guru itu
menjabarkan, memperluas, menciptakan relevansi
kurikulum dengan kebutuhan peserta didik dan
perkembangan serta kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi. Dan yang lebih penting lagi mampu
mewujudkan kurikulum potensial menjadi kurikulum
aktual melalui proses pembelajaran/kegiatan kurikuler
di kelas. Adapun asas pelaksanaannya yaitu:
diarahkan pada tujuan pembelajaran yang ingin
dicapai, mengikuti jadwal yang telah ditentukan,
alokasi waktu sesuai dengan susunan program
pengajaran, dilakukan melalui tatap muka dan
diperdalam melalui penegasan/penguatan serta
pendekatan belajar adalah keterampilan proses dengan
lebih meningkatkan aktivitas siswa.69
Sedangkan langkah-langkah pelaksanaan kegiatan
kurikulum meliputi membuat analisis materi
pembelajaran atau pengembangan silabus,
menyusun program tahunan dan program semester,
menyusun persiapan mengajar yang menyangkut
satuan pelajaran dan rencana pembelajaran,
melaksanakan proses belajar mengajar dan

Ibid., hlm. 5.
69
87

melaksanakan penilaian (evaluasi). Kinerja guru dalam


kegiatan kurikuler ini tercermin dari aktivitas guru
dalam proses belajar mengajar sebagaimana yang
sudah penulis uraikan sebelumnya.
Kegiatan ekstrakurikuler merupakan kegiatan
belajar yang dilakukan di luar jam pelajaran tatap
muka, dilaksanakan di sekolah atau di luar sekolah
untuk lebih memperluas wawasan atau
kemampuan, peningkatan dan penerapan nilai
pengetahuan dan kemampuan yang telah dipelajari
dari berbagai mata pelajaran.70 Adapun tujuan
kegiatan ekstrakurikuler yaitu meningkatkan dan
memantapkan ilmu pengetahuan siswa,
mengembangkan bakat, minat, kemampuan dan
keterampilan dalam upaya pembinaan pribadi,
mengenal hubungan antar mata pelajaran dalam
kehidupan di masyarakat.
Pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler dapat
dilakukan dalam bentuk perorangan maupun
kelompok dengan asas : diarahkan pada tujuan
pembelajaran yang ingin dicapai, sesuai dengan minat,
bakat dan kemampuan siswa, dilakukan di luar jam
pelajaran; terprogram yang meliputi
pengorganisasian, pembiayaan, pelaksanaan dan
pelaporan hasil. Ruang lingkup kegiatan ekstra

70
Ibid.
88

kurikuler mencakup semua kegiatan yang dapat


menunjang dan mendukung kegiatan kurikuler
dengan ciri-ciri : lebih memperluas wawasan,
mengandung penerapan berbagai mata pelajaran yang
pernah dipelajari, memerlukan pengorganisasian
tersendiri mengingat tugas dan kegiatan yang
kompleks dan dilakukan di luar jam pelajaran.
Kinerja guru dalam kegiatan ekstrakurikuler
dapat tercermin dari aktivitas guru dalam kegiatan
pengayaan, pramuka, palang merah remaja, patroli
keamanan sekolah, usaha kesehatan sekolah,
koperasi siswa, sanggar belajar, kelompok penelitian
ilmiah remaja, bakti sosial, kesenian, paskibra, olah
raga dan lain-lain. Langkah-langkah yang dilakukan
guru dalam kegiatan ekstrakurikuler di antaranya
adalah : (a) perencanaan kegiatan, meliputi program,
tenaga, biaya, saran, penentuan waktu, tempat, tujuan
dan pengorganisasian, (b) pelaksanaan, mencakup
tugas yang dilaksanakan dan pelaporan hasil, (c)
pemantauan dan penilaian, (d) tindak lanjut hasil
kegiatan.71
Aktivitas guru dalam kegiatan lain merupakan
tugas tambahan/sampiran yang dibebankan
sehubungan dengan peran, fungsi dan kemampuan
guru yang bersangkutan. Dalam penilaian angka

Ibid.
71
89

kredit, aktivitas guru pada kegiatan ini dapat di


kelompokkan pada unsur penunjang proses belajar
mengajar atau bimbingan yaitu meliputi melaksanakan
pengabdian pada masyarakat, melaksanakan kegiatan
pendukung pendidikan, melaksanakan kegiatan
bimbingan dan dakwah keagamaan.72
Kegiatan pengabdian pada masyarakat di
antaranya dengan mengajar/melatih menatar guru atau
masyarakat, menjadi pengurus aktif koperasi, lembaga
pemberdayaan masyarakat, karang taruna, pendidikan
kesejahteraan keluarga, keolahragaan/kesenian,
majlis ta'lim, rukun warga, rukun tetangga,
melakukan kegiatan keagamaan. Aktivitas pendukung
pendidikan dan bimbingan antara lain dengan
mengikuti seminar/loka karya, keanggotaan dalam
organisasi profesi, menjadi delegasi dalam pertemuan
ilmiah; menjadi panitia dalam kegiatan madrasah,
mendapat tugas tertentu di madrasah, membimbing
siswa/mahasiswa dalam kegiatan program pengalaman
lapangan/ sejenisnya, mendapat penghargaan/tanda
jasa atas prestasi kerja, dan mendapat gelar
kehormatan akademis/kesarjanaan lainnya. 73

Kinerja guru pada kegiatan ini sebagian besar


tercermin dari kegiatan yang dilakukan oleh wakil
72
Departemen Agamag RI, Pedoman Angka Kredit Guru pada
Perguruan Agama Islam (Jakarta : Dirjen Binbagais. 1997), h1m.
10.
73
Ibid., hlm. 66-69.
90

kepala madrasah, urusan seksi, wali kelas, pembina


kegiatan, kepanitiaan di madrasah, guru piket dan
pembina keagamaan serta aktivitas lain yang
menunjang eksistensi kelembagaan dan personalia.

4. Kinerja Guru yang Berkaitan dengan


Tanggung Jawab Profesional
Tanggung jawab profesional merupakan sikap
mental berupa komitmen yang menjadi unsur pokok
dari perilaku guru untuk diimplementasikan dalam
kegiatan sehari-hari baik di sekolah maupun di luar
sekolah. Guru sebagai tenaga profesional yang
bertugas merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi
proses be!ajar mengajar, pembimbingan dan pelatihan
kepada peserta didik bertanggung jawab atas hasil
pekerjaannya yaitu membina siswa dalam proses
pembelajaran dan selalu meningkatkan kualitas hasil
pekerjaannya. Hal ini senada dengan pendapat
Bernard Barber, yang menyatakan perilaku
profesional harus memenuhi persyaratan :
a. Mengacu kepada ilmu
pengetahuan, tanpa menggunakan ilmu
pengetahuan tertentu profesi tidak dapat
dilaksanakan dengan baik. Profesi guru, ilmu
utamanya adalah ilmu pendidikan, ilmu
pembantunya psikologi.
91

b. Berorientasi kepada interest


masyarakat (klien) bukan interest pribadi. Guru
dalam melaksanakan profesinya harus
mengutamakan keinginan dan kebutuhan siswa
untuk belajar, bukan sekedar melaksanakan tugas,
menggugurkan kewajiban atau imbalan yang
diterimanya.
c. Pengendalian perilaku dengan
mengacu kepada kode etik, etik adalah sistem nilai
yang menyatakan apa yang benar dan apa yang
salah, apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak
boleh dilakukan. Kode etik guru merupakan
kumpulan norma-norma yang merupakan pedoman
perilaku profesional guru dalam melaksanakan
profesinya.
d. Imbalan atau kompensasi uang
atau kehormatan merupakan simbol prestasi
kerja bukan tujuan dari profesi.74

Selain itu tanggung jawab guru juga melingkupi


kegiatan-kegiatan di luar pembelajaran, seperti
berpartisipasi aktif dalam kegiatan kelembagaan di
sekolah/madrasah, organisasi profesi dan kepedulian
peningkatan mutu pendidikan. Oleh karena itu guru
perlu menguasai psikologi sosial dan keterampilan
sosial.
74
Departemen Agamag RI., Profesionalisme Pengawas Pendais
(Jakarta : Dirjen Bagais. 2003), him. 13-14.
92

Berkaitan dengan tanggung jawab di atas,


Soedjiarto mengemuka-kan; ada tujuh kemampuan
yang harus dimiliki oleh guru yang profesional, yaitu :
memahami latar belakang dan kemampuan siswa,
menguasai disiplin ilmu, menguasai bahan belajar,
memiliki wawasan yang mendalam, menguasai
rekayasa dan teknologi pendidikan, memahami tujuan
dan filsafat pendidikan nasional, berkepribadian dan
berjiwa Pancasila.75

Usaha guru untuk menyegarkan kemampuan


profesional yang dimiliki melalui aktivitas belajar
dapat dilakukan dengan mengikuti pendidikan
lanjutan, aktif dalam kegiatan pertemuan ilmiah dan
mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi melalui membaca. Kalau perilaku tanggung
jawab profesional tersebut dapat diimplementasikan
dalam interaksi guru dan siswa, maka terjadilah
proses sosialisasi nilai profesionalitas kepada
masyarakat sekolah terutama siswa.
Ukuran kinerja guru terlihat dari rasa
tanggungjawabnya menjalankan amanah, profesi yang
diembannya, rasa tanggungjawab moral dipundaknya.
Semua itu akan terlihat kepada kepatuhan dan
loyalitasnya didalam menjalankan tugas keguruannya
di dalam kelas dan tugas kependidikannya di luar

Azhari, Supervisi, hlm. 28.


75
93

kelas. Sikap ini akan dibarengi pula dengan rasa


tanggungjawabnya mempersiapkan segala
perlengkapan pengajaran sebelum melaksanakan
proses pembelajaran. Selain itu, guru juga sudah
mempertimbangkan akan metodologi yang akan
digunakan, termasuk alat media pendidikan yang akan
dipakai, serta alat penilaian apa yang digunakan di
dalam pelaksanaan evaluasi.
Para pakar pendidikan umumnya sependapat
bahwa iklim belajar yang dikembangkan guru
mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap
keberhasilan dan gairah belajar siswa. Dr. George
Lozanov, seorang peneliti pendidikan dan tokoh
metode pembelajaran cepat dari Bulgaria mengatakan,
pengaruh guru sangat penting dalam mengantarkan
siswa pada kesuksesan belajarnya. Pendapat tersebut
diperkuat oleh pencetus metode belajar quiching
(quantum teaching) Bobbi de Porter bahwa guru
sangat mempengaruhi keberhasilan belajar siswa.76
Kedua pendapat tersebut semakin menguatkan
asumsi bahwa potensi, bakat, dan minat siswa akan
berkembang manakala guru mampu membimbing dan
mengarahkannya. Di dalam kelas guru tidak hanya
berfungsi sebagai orang yang melakukan transfer of
knowledge atau penyampai ilmu pengetahuan tetapi
76
Sri Esti Wuryani Djiwandono, Psikologi Pendidikan (Jakarta : PT
Grasindo. 2004), hlm. 1-16.
94

juga mampu memerankan diri sebagai pewaris nilai,


pembimbing, fasilitator, rekan belajar, model,
pemimpin kelas serta motivator bagi siswanya.
Guru harus berupaya menghapus kebiasaan
kurang baik pada diri siswa yang cenderung
merespons pembelajaran hanya "tell me what to do",
menerima apa adanya atau hanya patuh melakukan
perintah guru semata, sehingga tidak tampak aktivitas
belajar proaktif dari dalam diri siswa sendiri.
Kecenderungan demikian dapat ditafsirkan seolah-olah
guru adalah segala-galanya dan terkesan mendominasi
siswa, padahal penyebabnya bisa muncul dari diri
siswa sendiri sebagai akibat kebiasaan selalu
menerima (pasrah) atau takut berbeda pendapat
dengan gurunya. Hal inilah yang harus diantisipasi
guru.
Dengan berbagai keterampilan dasar mendidik,
membimbing, dan mengajar, maka menjadi tugas
seorang guru untuk melakukan berbagai kreasi dalam
pembelajaran. Hal ini hanya mungkin terjadi jika sosok
guru dimaksud memiliki sikap kreatif, produktif dan
cerdas baik secara emosional, intelektual, maupun
spiritual, bertanggung jawab, berdedikasi tinggi, serta
tidak lekas puas atas apa yang telah dikerjakannya.
Berkreasi dalam pembelajaran dapat pula dimaknai
sebagai melakukan inovasi dalam pembelajaran, yakni
95

suatu upaya melakukan kegiatan pembelajaran dengan


menggunakan berbagai metode, pendekatan, dan
sarana yang mendukung dalam suasana dan iklim
belajar yang menyenangkan. Menghadirkan siswa
tingkat menengah dalam sebuah persidangan di
pengadilan, adalah contoh inovasi pembelajaran yang
dilakukan seorang guru kewarganegaraan dalam
rangka memahami bagaimana supremasi hukum harus
dijunjung tinggi oleh setiap warga negara, termasuk
oleh para siswa.
Inovasi itu sendiri bertujuan di antaranya,
pertama, merupakan respons dalam mengembangkan
pendekatan pembelajaran yang lebih efektif dan
efisien. Dengan adanya inovasi, diharapkan
pendekatan atau metode yang digunakan ketika
mengajar dapat mencapai sasaran. Kedua, upaya
mencari solusi atas masalah yang berkembang atau
terjadi di lapangan. Maksudnya, persoalan aktual yang
dihadapi siswa dapat dicari penyelesaiannya dalam
pembelajaran.
Dengan demikian jelaslah bahwa inovasi
pembelajaran yang dilakukan seorang guru akan
menumbuhkan motivasi belajar siswa, yang pada
gilirannya dapat meningkatkan prestasi belajarnya.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh para pakar
pendidikan menunjukkan adanya korelasi positif antara
96

motivasi belajar siswa dengan prestasi belajarnya. Baik


tidaknya prestasi belajar siswa dapat ditentukan sejauh
mana motivasi belajarnya.
Persoalannya, motivasi belajar siswa itu secara
ekstrinsik salah satunya dipengaruhi oleh keberadaan
guru. Artinya, sejauh mana kemampuan dan kemauan
guru dalam meningkatkan motivasi siswa ketika
pembelajaran berlangsung. Pengetahuan dibangun
secara imajinatif, dan tidak diperoleh secara pasif. 77
Kesempatan tersebut muncul manakala siswa memiliki
motivasi belajar yang kuat untuk
meraihnya.Berdasarkan uraian di atas, dapat
dikerucutkan bahwa kinerja merupakan gambaran
mengenai prestasi pekerjaan seseorang sebagai
upaya untuk mencapai tujuan, keinginan atau
pemenuhan kebutuhan. Kinerja ideal bagi seorang
guru merupakan gambaran mengenai prestasi
pekerjaan terbaik dari seorang guru yang diharapkan
sesuai dengan keinginan, cita-cita dan harapan
masyarakat baik masyarakat sekolah maupun
masyarakat luar sekolah.
Kinerja ideal bagi seorang guru akan tercermin
dari perilaku :
a. Adanya komitmen yang tinggi terhadap
kegiatan pembelajaran dan dilandasi dengan

77
Raymond J., Hasrat untuk , hlm. 28-32.
97

kepribadian yang baik.


b. Senantiasa menjunjung tinggi mutu pekerjaan
(job quality).
c. Berorientasi pada optimalisasi kompetensi
personal, sosial dan profesional.
d. Menjaga harga diri dan nama baik institusi
dalam melaksanakan pekerjaan.
e. Taat dan patuh kepada norma-norma
kehidupan.
f. Munculnya kesalehan individual dan
intelektual.
g. Mempunyai prinsip bekerja adalah ibadah.

Dari pengertian kinerja dan faktor-faktor yang


mempengaruhinya, maka dalam penilaian tentang baik
buruknya sebuah kinerja guru ada tiga hal yang
menjadi titik tekan:
a. Perencanaan program pembelajaran (apa
program kerja yang akan dilaksananakan).
b. Kemampuan dalam melaksanakan program
kerja yang sudah ditetapkan.
c. Kemampuan dalam melaksanakan hubungan
dengan siswa.78

C. Prestasi Belajar
1. Pengertian

Ali Imron, Pembinaan Guru di Indonesia (Jakarta : Pustaka Jaya.


78

1995), hlm. 169.


98

Prestasi belajar merupakan hasil proses belajar


yang optimal dari peserta didik secara menyeluruh
mencakup ranah kogitif, afektif, serta ranah
psikomotorik yang ditandai dengan berubahnya
seluruh aspek.79 Prestasi belajar adalah target akhir
dari segala proses pembelajaran termasuk berbagai
strategi pembelajaran yang dilaksanakan oleh setiap
guru. Dari uraian tersebut mengandung pengertian
bahwa dalam strategi pembelajaran mengandung
berbagai langkah yang sistemik dan sistematik,
dalam artian bahwa setiap komponen belajar
mengajar saling berkaitan satu sama lain dalam
meningkatkan mutu prestasi belajar siswa, sehingga
terorganisasi-kan secara terpadu dalam mencapai
tujuan. Langkah-langkah tersebut dilaksanakan oleh
guru secara berurutan, rapi dan logis, sehingga
mendorong tercapainya tujuan (keberhasilan belajar
mengajar).
Keberhasilan/prestasi belajar merupakan salah
satu indikator keberhasilan pendidikan atau
merupakan label kualitas/mutu suatu hasil
pendidikan. Untuk menyatakan suatu proses belajar
mengajar berhasil, maka setiap guru harus
berpedoman kepada kurikulum yang berlaku, bahkan
lebih khusus lagi Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan

Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar


79

(Bandung : PT Remaja Rosda Karya. 2005), hlm. 56-57.


99

Zain menyatakan suatu proses belajar mengajar


tentang bahan pengajaran dinyatakan berhasil apabila
Tujuan Instruksional Khusus (TIK)-nya dapat tercapai.80
Untuk mengetahui tercapai tidaknya Tujuan
Instrusional Khusus atau Tujuan Pembelajaran
Khusus, maka setiap guru perlu mengadakan test
formatif setiap selesai menyajikan suatu pokok
bahasan kepada siswa sebagai indikator keberhasilan
proses belajar mengajar antara lain :
a. Daya serap terhadap bahan pengajaran yang
diajarkan mencapai prestasi tinggi, baik secara
individual maupun kelompok.
b. Perubahan perilaku yang dihasilkan sesuai
rumusan TIK/TPK, baik terhadap individual
maupun kelompok.

Indikator tersebut dapat diperoleh dengan melalui


berbagai bentuk test, yaitu test formatif, test
subsumatif dan test sumatif. Test-test tersebut
dilakukan dengan tujuan :
a. Menunjukkan indikator kualitas dan kuantitas
pengetahuan yang telah dikuasai anak didik.
b. Sebagai lambang perasaan ingin tahu.
c. Menunjukkan bahan informasi dalam inovasi
pendidikan.
d. Dapat dijadikan indikator terhadap daya serap
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar
80

Mengajar (Jakarta : PT Rineka Cipta. 2006), hlm. 105.


100

kecerdasan peserta didik.


e. Menunjukan indikator intern dan ekstern dalam
suatu institusi lembaga pendidikan.81

Salah satu tujuan dari suatu test ialah


menujukkan indikator keberhasilan atau pengetahuan
yang telah dikuasai siswa/anak didik. Para ahli telah
banyak mengemukakan tentang indikator keberhasilan
belajar, antara lain Sudirman menguraikan tentang
beberapa indikator keberhasilan siswa yang meliputi :
(a) hal ikhwal keilmuan dan pengetahuan konsep dan
fakta (kognitif), (b) hal ikhwal personal, kepribadian
dan sikap (afektif), (c) hal ikhwal kelakuan,
keterampilan dan penampilan (psikomotor). 82
Indikator keberhasilan belajar tersebut di atas,
sejalan dengan apa yang dikemukakan Benyamin S.
Bloom, sebagaimana dikutip oleh Uzer Usman dan
Lilis Setiawati sebagai berikut:
a. Domain kognitif (pengetahuan, pemahaman,
aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi)
b. Domain afektif (penerimaan, pemberian respon,
penilaian, peugorganisasian dan
pengkarakterisasian)
c. Domain psikomotor (keterampilan bergerak dan

81
Zaenal Arifin, Evaluasi Instruksional; Prinsip, Teknik,
Prosedur (Bandung : PT Remaja Rosda Karya. 1988), hlm. 3-5.
82
Sudirman, Ilmu Pendidikan (Bandung : PT Remaja Rosda
Karya. 1990), hlm. 30.
101

bertindak, kecakapan, ekspresi verbal dan


nonverbal).83

Prestasi belajar yang dicapai siswa melalui proses


belajar mengajar secara optimal dapat dicirikan
sebagai berkut:
a. Kepuasan dan kebanggaan yang dapat
menumbuhkan motivasi belajar instrinsik pada
siswa
b. Menambah keyakinan akan kemampuan dirinya.
Artinya siswa tahu kemampuan dirinya dan
percaya bahwa ia punya potensi yang dapat ia
kembangkan
c. Prestasi belajar yang dicapai bermakna bagi diri
siswa, seperti tahan lama ingatannya, membentuk
perilaku, kemauan dan kemampuan belajar sendiri
serta mampu mengembangkan kreativitasnya
d. Prestasi belajar yang diperoleh bersifat
menyeluruh (komprehensif), yakni meliputi ranah
kognitif, afektif, dan psikomotorik
e. Kemampuan siswa untuk mengontrol atau menilai
dan mengendalikan dirinya dalam menilai hasil
maupun proses dan usaha belajarnya.84

Dengan demikian, prestasi belajar merupakan


kemampuan yang diperoleh siswa dalam proses
83
Uzer Usman dan Lilis S Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar
Mengajar (Bandung : PT Remaja Rosda Karya. 1993), hlm. 111-115.
84
Sudjana, Penilaian, hlm. 57.
102

kegiatan belajar mengajar, yang berupa pengetahuan,


sikap dan keterampilan sebagai hasil usaja belajar
yang telah dialaminya dalam periode tertentu setelah
diuji dan dinyatakan dalam bentuk nilai. Seorang siswa
dapat dipandang memiliki kualitas prestasi belajar
yang baik apabila ia telah berhasil mencapai taraf
kualifikasi tertentu.
Prestasi belajar merupakan suatu gambaran dari
penguasaan kemampuan para peserta didik
sebagaimana telah ditetapkan untuk suatu pelajaran
tertentu. Setiap usaha yang dilakukan dalam kegiatan
pembelajaran baik oleh guru sebagai pengajar, maupun
oleh peserta didik sebagai pelajar bertujuan untuk
mencapai prestasi yang setinggi- tingginya. Prestasi
belajar dinyatakan dengan skor hasil tes atau angka
yang diberikan guru berdasarkan pengamatannya
belaka atau dengan keduanya yaitu hasil tes serta
pengamatan guru pada waktu peserta didik melakukan
diskusi kelompok. Berdasarkan batasan pengertian
prestasi belajar tersebut, dapat dikatakankan
(misalnya) bahwa prestasi belajar Fisika adalah hasil
yang telah dicapai siswa melalui suatu kegiatan belajar
Fisika. Adapun kegiatan belajarnya dapat dilakukan
secara individu maupun secara kelompok.

2. Indikator Prestasi Belajar


Pada prinsipnya, pengungkapan hasil belajar
103

ideal meliputi segenap ranah psikologis yang


berubah sebagai akibat pengalaman dan proses
belajar siswa. Namun demikian, pengungkapan
perubahan tingkah laku seluruh ranah itu, khususnya
ranah rasa murid sangat sulit. Hal ini disebabkan
perubahan hasil belajar itu ada yang bersifat
intangible (tak dapat diraba). Oleh karena itu, yang
dapat dilakukan guru dalam hal ini adalah hanya
mengambil cuplikan perubahan tingkah laku yang
dianggap penting dan diharapkan dapat
mencerminkan perubahan yang terjadi sebagai hasil
belajar siswa, baik yang berdimensi cipta dan rasa
maupun yang berdimensi karsa.
Kunci pokok untuk memperoleh ukuran dan data
hasil belajar siswa sebagaimana yang terurai di atas
adalah mengetahui garis-garis besar indikator
(penunjuk adanya prestasi tertentu) dikaitkan dengan
jenis prestasi yang hendak diungkapkan atau diukur.
Selanjutnya untuk pemahaman dan lebih
mendalami mengenai kunci pokok tadi, dan untuk
memudahkan dalam menggunakan alat dan kiat
evaluasi yang dipandang tepat, reliable dan valid,
dapat dilhat pada tabel berikut ini.

Tabel 2.1
Jenis, Indikator, dan Cara Evaluasi Prestasi
A. Ranah Cipta (Kognitif)
104

Ranah/
No Indikator Cara Evaluasi
Jenis

1. Dapat a. Tes lisan


menunjukkan b. Tes
2. Dapat tertulis
1. Pengamatan membandingkan c. Observasi
3. Dapat
menghubungkan

1. Dapat a. Tes lisan


menyebutkan b. Tes
2. Ingatan 2. Dapat menunjukan tertulis
kembali. c. Observasi

1. Dapat a. Tes lisan


Aplikasi/ menjelaskan b. Tes
Penerapan
3. 2. Dapat tertulis
mendefinisikan
dengan lisan sendiri
Analisis
1. Dapat a. Tes
(pemeriksa
4 menguraikan tertulis
an dan
4. pemilahan 2. Dapat b. Pemberia
mengklasifikasika n tugas
secara
n/
teliti)
105

Sintesis 1. Dapat a. Tes


(membuat menghubungkan tertulis
5.
paduan materi-materi, b. Pemberia
baru dan sehingga menjadi n tugas
utuh) kesatuan baru
2. Dapat
menyimpulkan
B. Ranah Rasa (Afektif)
Ranah/
No Indikator Cara Evaluasi
Jenis
1. Menunjukan a. Tes
1. sikap menerima tertulis
Penerimaan
2. Menunjukan b. Tes skala
sikap menolak sikap
c. Observasi

1. Kesediaan a. Tes skala


2. berpartisipasi/ sikap

Sambutan terlibat b. Pemberian


2. Kesediaan tugas
memanfaatkan c. Observasi

3.
Apresiasi 1. Menganggap a. Tes skala
(sikap penting dan sikap
mengharga bermanfaat b. Pemberian
i) 2. Menganggap tugas
106

indah dan harmonis c. Observasi


3. Mengagumi

1. Mengakui dan a. Tes


meyakni skala sikap
2. Mengingkari. b. Pemb
Internalisas
erian tugas
4.
i
ekpresif
(yang
menyatakan
sikap) dan
tugas
proyektif
Karakterisa
1. Melembagakan a. Pemberian
5. si
atau meniadakan tugas
(penghayat
2. Menjelmakan ekspresif dan
an)
dalam pribadi dan proyektif
perilaku sehari-hari
C. Ranah Karsa (Psikomotor)
Ranah/
No Indikator Cara Evaluasi
Jenis
1.
Keterampil Kecakapan a. Observasi
an mengkoordinasikan b. Tes
bergerak gerak
dan mata, tangan, kaki,
107

tindakan
bertindak dan
anggota tubuh lainnya.

1. Kefasihan a. Tes lisan


Kecakapan
melafalkan/ b. Observasi
ekspresi
2. mengucapkan c. Tes
verbal
2. Kecakapan tindakan
dan
membuat mimik dan
nonverbal
gerakan jasmani

Secara garis besar hasil belajar (prestasi belajar)


dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Ranah Kognitif (Pemahaman)
Ranah kognitif berorientasi pada kemampuan
berpikir mencakup kemampuan intelektual yang
sederhana, yaitu mengingat sampai pada
kemampuan memecahkan masalah yang
menuntut para siswa untuk menghubungkan dan
menggabungkan gagasan, metode atau prosedur
yang sebelumnya dipelajari untuk memecahkan
masalah tersebut. Dengan kata lain, ranah kognitif
adalah sub taksonomi yang mengungkapkan
tentang kegiatan mental yang sering berawal dari
tingkat pengetahuan sampai ke tingkat yang paling
tinggi yaitu evaluasi.
Ranah kognitif terdiri dari enam tingkatan
108

dengan aspek belajar yang berbeda-beda, yaitu :


1) Tingkat pengetahuan (knowledge). Untuk
tingkat/level ini siswa dituntut untuk mampu
mengingat (recall) berbagai informasi yang
telah diterimanya seperti fakta, terminologi,
dan sebagainya. Sehingga diharapkan
terbentuk pola baru yang lebih kompleks.
2) Tingkat pemahaman (comprehension). Dalam
tingkat atau/level ini para siswa harus mampu
menterjemahkan atau menyebutkan kembali
apa-apa yang telah didengar dengan kata-kata
sendiri.
3) Tingkat penerapan (application). Dalam
tingkat/level ini, siswa dituntut untuk
menerapkan/mengaplikasikan segala informasi
yang diterimanya dalam situasi baru, serta
mampu memecahkan berbagai masalah yang
timbul dalam kehidupan sehari-hari.
4) Tingkat analisa (analysis). Dalam tingkat/ level
ini para siswa dituntut untuk mengidentifikasi,
memisahkan dan membedakan komponen-
komponen atau elemen suatu fakta, konsep,
gagasan, asumsi, pendapat, hipotesa, atau
kesimpulan serta mampu untuk mengkoreksi
setiap komponen untuk menemukan ada
tidaknya kontradiksi. Dengan demikian, siswa
109

diharapkan mampu menunjukan adanya


hubungan antara berbagai ide/gagasan dengan
cara membandingkan gagasan tersebut dengan
standar prinsip atau prosedur/mekanisme yang
telah dipelajari/diketahuinya.
5) Tingkat sintesis (syntesis). Dalam level ini siswa
dituntut untuk mampu mengaitkan atau
menghubungkan berbagai elemen atau unsur
pengetahuan yang ada, sehingga terbentuk
pola baru yang lebih kompleks.
6) Tingkat Evaluasi (evaluation). Dalam
tingkat/level ini siswa dituntut untuk mampu
membuat penilaian dan keputusan tentang nilai
suatu gagasan, metode, produk atau benda
yang menggunakan kriteria tertentu, tetapi yang
dimaksud evaluasi di sini bukan sistem
penilaian dalam kaitannya untuk
menghasilkan nilai prestasi. Level ini
merupakan level tertinggi dalam ranah kognitif.

b. Ranah Afektif (sikap dan perilaku)


Ranah afektif merupakan tujuan yang
berhubungan dengan perasaan, emosi, sistem nilai,
dan sikap hati (attitude) yang menunjukan
penerimaan atau penolakan terhadap sesuatu.
Untuk memperoleh gambaran tentang ranah
tujuan instruksional afektif secara utuh, dapat
110

dicermati setiap tingkat secara berurutan sebagai


berikut :
1) Tingkat penerimaan (receiving). Penerimaan
dapat diartikan sebagai proses pembentukkan
sikap dan perilaku dengan cara
membangkitkan kesadaran tentang adanya
stimulus tertentu yang mengandung estetika.
2) Tingkat tanggapan (responding). Artinya,
tanggapan di sini dapat dilihat dari segi
pendidikan, yaitu berupa perilaku baru dari
siswa sebagai manifestasi adanya perangsang
(stimulus) yang timbul pada saat siswa
tersebut belajar. Tanggapan yang dapat
dilihat dari segi psikologis perilaku, artinya
segala perubahan perilaku organisasi yang
terjadi karena adanya rangsangan dan
perubahan. Atau tanggapan dilihat dari segi
adanya kemauan dan kemampuan untuk
bereaksi terhadap suatu stimulus dengan cara
berpartisipasi dalam berbagai bentuk.
3) Tingkat penilaian (evaluation) kemauan dan
kemampuan untuk menerima objek setelah
siswa tersebut menyadari bahwa objek
tersebut mempunyai nilai atau kekuatan,
dengan cara menyatakan dalam bentuk
sikap/perilaku positif atau negatif.
111

4) Tingkat pengorganisasian (organization), yakni


kemampuan untuk mengorganisasikan nilai-
nilai untuk menentukan hubungan antara nilai
dan menerima bahwa suatu nilai itu lebih
dominan dibanding dengan nilai yang lain.
5) Tingkat karakterisasi (characterization).
Karakterisasi merupakan suatu proses
pembentukkan sikap dan perbuatan yang
konsisten yang dilakukan oleh seorang siswa
selaras dengan nilai-nilai yang diterimanya,
sehingga sikap dan perbuatannya itu seolah-
olah telah menjadi jati dirinya.

c. Ranah Psikomotor (Psychomotor Domain)


Ranah psikomotor adalah ranah yang
berorientasi kepada keterampilan motorik yang
berhubungan dengan anggota tubuh, atau
tindakan (action) yang memerlukan koordinasi
antara syaraf dan otot. Ada empat kelompok
tingkatan yang termasuk ranah psikomotor, yaitu :
1) Gerakan seluruh badan (gross body
movement), adalah perilaku seseorang dalam
suatu kegiatan yang memerlukan kegiatan fisik
secara menyeluruh.
2) Gerakan yang terkoordinasi (coordination
movement), adalah gerakan yang dihasilkan
dari perpaduan antara fungsi salah satu atau
112

lebih alat dari manusia dengan salah satu


organ tubuh manusia.
3) Kornunikasi non verbal (non verbal
communication), ialah komunikasi yang
menggunakan simbolsimbol atau isyarat,
misalnya isyarat dengan tangan, anggukan
kepala, ekspresi wajah, dan sebagainya.
4) Kebolehan dalam berbicara (speech behavior),
yaitu Kebolehan dalam berbicara yang
berhubungan dengan koordinasi gerakan
tangan atau anggota tubuh lainnya dengan
ekspresi muka dan kemampuan berbicara.

Keempat ranah tersebut di atas, secara teoritis


dan eksplisit dapat dipisah-pisahkan satu sama lain.
Tetapi dalam praktek kehidupan sehari-hari tidak
dapat dipisahkan, karena perilaku kehidupan sehari-
hari merupakan perpaduan yang sama antara ranah
kognitif, efektif, dan psikomotor.

Anda mungkin juga menyukai