Anda di halaman 1dari 21

PEMBERIAN NUTRISI SECARA PAKSA

FORCE FEEDING

Disusun Oleh :
Nika Widya Nurfitri

S1 KEPERAWATAN
STIKES BINA PERMATA MEDIKA
2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat serta berkat-Nya sehingga penyusunan makalah ini dapat diselesaikan dengan tepat
waktu.
Makalah ini disusun untuk diajukan sebagai tugas mata kuliah IDK IV dengan judul
FORCE FEEDING di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bina Permata Medika jurusan S1
Keperawatan.
Terima kasih kami ucapkan kepada dr. Metta selaku dosen pembimbing mata kuliah IDK
IV yang telah membimbing dan memberikan materi kuliah demi lancarnya penyelesaian
makalah ini.
Kami menyadari dalam menyusun materi yang telah kami sajikan ini masih jauh dari
sempurna, dimana banyak kekurangan dan perlu perbaikan. Untuk itu kami sangat
mnegharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca.
Demikian makalah ini disusun semoga dapat digunakan sebagaimana mestinya dan
memberikan manfaat bagi para pembacanya.

Tangerang, 12 Juni 2016

Penulis
DAFTAR ISI
COVER .............................................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ...................................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULAN ................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................. 2
2.1 Sejarah Force Feeding ............................................................................... 2
2.2 Nutrisi Peroral............................................................................................. 4
2.3 Nutrisi Enteral ............................................................................................ 5
2.4 Nutrisi Parenteral ..................................................................................... 10
2.5 SOP Pemasangan NGT ............................................................................ 14
2.6 SOP Pemasangan Infust .......................................................................... 17
BAB III PENUTUP ........................................................................................................ 21
3.1 Kesimpulan .............................................................................................. 21
3.2 Saran ........................................................................................................ 21
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 22
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Nutrisi adalah proses dimana tubuh manusia menggunakan makanan untuk membentuk
energi, mempertahankan kesehatan, pertumbuhan dan untuk berlangsungnya fungsi normal
setiap organ dan jaringan tubuh. Status nutrisi normal menggambarkan keseimbangan yang baik
antara asupan nutrisi dengan kebutuhan nutrisi. Kekurangan nutrisi memberikan efek yang tidak
diinginkan terhadap struktur dan fungsi hampir semua organ dan sistem tubuh.
Terdapat 3 pilihan dalam pemberian nutrisi yaitu nutrisi peroral, nutrisi enteral dan nutrisi
parenteral. Diet oral diberikan kepada penderita yang masih bisa menelan cukup makanan dan
keberhasilannya memerlukan kerjasama yang baik antara dokter, ahli gizi,penderita dan
keluarga. Nutrisi enteral bila penderita tidak bisa menelan dalam jumlah cukup, sedangkan
fungsi pencernaan dan absorbsi usus masih cukup baik. Selama sistem pencernaan masih
berfungsi atau berfungsi sebagian dan tidak ada kontraindikasi maka nutrisi enteral (EN) harus
dipertimbangkan, karena diet enteral lebih fisiologis karena meningkatkan aliran darah mukosa
intestinal, mempertahankan aktivitas metabolik serta keseimbangan hormonal dan enzimatik
antara traktus gastrointestinal dan liver.
Nutrisi enteral mempunyai efek enterotropik indirek dengan menstimulasi hormon usus
seperti gastrin, neurotensin, bombesin, enteroglucagon. Gastrin mempunyai efek tropik pada
lambung, duodenum dan colon sehingga dapat mempertahankan integritas usus,mencegah atrofi
mukosa usus dan translokasi bakteri, memelihara gut-associated lymphoid tissue (GALT) yang
berperan dalam imunitas mukosa usus.
1.2 Rumusan Masalah
1) Apa yang dimaksud dengan Force Feeding ?
2) Apa sajakah tujuan dari Force Feeding ?
3) Apa saja yang termasuk Force Feeding ?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Force Feeding

Dikarenakan metode interogasi dan perlakuan yang kejam dan tidak manusiawi yang
dilakukan oleh para agen CIA, para tahanan di Guantanamo Bay sering melakukan mogok
makan (hunger strike) sebagai bentuk protes. Pada tahun 2002 dimana hunger strike pertama
kali dilakukan, diketahui ada 2 tahanan pada saat itu harus dirawat di rumah sakit karena
kekurangan nutrisi (malnutrition) sebagai akibat dari mogok makan (hunger strike) yang
dilakukan keduanya sebagai bentuk pemberian reaksi atas perlakuan penjaga di Guantanamo Bay
yang dengan sengaja dan secara paksa melepas surban atau ikat kepala yang dipakai oleh seorang
tahanan. Mogok makan atau Hunger Strike kini sering menjadi subyek perjuangan untuk
mendapatkan legitimasi internasional dari penjara Guantanamo, di mana Amerika Serikat
memiliki sekitar 460 tahanan sebagai enemy combatant atas tuduhan memiliki hubungan dengan
Al-Qaeda atau Taliban. Banyak dari mereka yang ditahan tanpa batas, tanpa pengadilan.
Untuk merespon aksi mogok makan yang dilakukan para tahanan, para pihak berwenang
di penjara Guantanamo Bay melakukan pemberian makan paksa atau disebut force-
feeding. Menurut The Washington Post, force-feeding dilakukan dua kali sehari di pusat
penahanan militer di Teluk Guantanamo, Kuba, dimana penjaga mengambil sejumlah tahanan
dari sel mereka, satu per satu, ke klinik kamp atau kamar pribadi di blok mereka. Detail
kebijakan pelaksanaan force-feeding kepada tahanan itu, seperti terungkap ke sejumlah media,
membuat bulu kuduk merinding. Para tahanan yang mogok makan (hunger striker) awalnya
ditawari makanan pada umumnya atau suplemen gizi cair dan jika mereka menolak
memakannya, mereka akan diikat ke kursi dan dipaksa menenggak cairan nutrisi tambahan via
proses medis yang brutal dan tak manusiawi. Selama dua jam, tahanan diikat di sebuah kursi,
wajahnya dikerangkeng. Pengasupan nutrisi via sebuah selang infus 61 sentimeter atau lebih
panjang lagi yang dimasukkan ke hidung hingga ke perut tahanan sementara penjaga mengawasi
proses tersebut. Proses pengasupan itu terkadang dimonitor via X-ray untuk memastikan asupan
sampai ke perut tahanan. Di akhir proses, tahanan dipindahkan dari kursi ke sebuah sel kering,
tanpa air minum. Seorang penjaga/sipir lalu mengawasi kondisi tahanan selama sejam untuk
mengetahui ada tidaknya indikasi tahanan muntah atau mencoba muntah. Jika tahanan muntah,
dia bakal kembali diikat di kursi untuk menjalani proses pemaksaan makan. Akibat dari force
feeding kepada tahanan ini dinilai buruk bagi para tahanan, mereka merasakan kesakitan pada
saat force-feeding dilakukan, beberapa dari mereka juga harus dirawat di rumah sakit setelah
selesai diforce-feeding. Selain daripada itu, secara mental mereka mengalami trauma yang
berlanjut dan membuat kondisi mereka memburuk. Disisi lain, pejabat militer Amerika Serikat
menggambarkan kebijakan itu sebagai bagian dari prosedur standar, tujuan dari force-feeding
tersebut dijelaskan merupakan upaya mereka untuk menghindari jatuhnya korban jiwa akibat
hunger strike yang dilakukan. Meskipun begitu, reaksi dan kecemasan datang dari berbagai
kalangan atas praktik brutal itu.
Membahas pentingnya pelaksanaan force-feeding yang dilakukan kepada para tahanan
sekarang menjadi bahasan global. Hal ini sangat menarik dikarenakan perdebatan yang terjadi,
dimana disatu sisi, pihak Amerika Serikat berpendapat bahwa force-feeding dilakukan dengan
tujuan untuk menyelamatkan para pemogok makan (hunger striker) sedangkan respon dari pihak
luar yang mengkategorikan force-feeding di kamp Guantanamo Bay merupakan bentuk
penyiksaan dan pelanggaran Hak Asasi Manusia.
2.2 Nutrisi Peroral
Nutrisi peroral yaitu asupan nutrisi melalui oral, merupakan cara yang paling ideal untuk
memenuhi kebutuhan energi, protein, vitamin, mineral, dan berbagai komponen nutrien yang
lain. Semua jenis nutrient tersedia di alam dalam bentuk makanan baik yang berasal dari
tanaman maupun hewan, sehingga pemberian nutrisi dengan cara ini dapat mensuplai lengkap
semua nutrien yang dibutuhkan seorang anak untuk membantu proses penyembuhan, juga
pertumbuhan dan perkembangannya. Selain itu cara ini juga menyenangkan dan tidak
menimbulkan trauma bagi pasien.
Syarat pemberian nutrisi peroral tentunya pasien dalam keadaan sadar, tidak terdapat
gangguan fungsi oral motor dan saluran cernanya bekerja dengan baik. Pasien juga harus
mempunyai nafsu makan yang cukup dikarenakan pada kondisi sakit akut, nafsu makan pasien
bisa menurun akibat dari dilepaskannya mediator-mediator fase akut dan karenanya asupan
nutrient menjadi tidak adekuat.
Bentuk makanan yang diberikan disesuaikan dengan penyakitnya, usia pasien, maupun
kemampuan fungsi oral motor dan saluran cernanya, dapat berupa makanan padat yang
konsistensinya bisa dibuat lebih lunak hingga cair dengan berbagai modifikasi komposisi nutrisi.
2.3 Nutrisi Enteral
Nutrisi enteral adalah pemberian asupan nutrisi melalui saluran cerna dengan
menggunakan feeding tube, kateter, atau stoma langsung melintas sampai ke bagian tertentu dari
saluran cerna. Pemberian nutrisi dengan cara ini mengabaikan peran mulut dan esophagus
sebagai tempat pertama masuknya makanan. Target yang dituju adalah bagian usus paling
proksimal yang masih dapat menjalankan fungsinya, dimulai dari lambung hingga usus halus.
Manfaat nutrisi enteral tidak jauh berbeda dengan cara pemberian peroral yaitu proses
pencernaan dan absorbsi nutrisi dapat berlangsung secara aman, mendekati fungsi fisiologis,
mampu menjaga imunitas saluran cerna, mengurangi pertumbuhan bakteri yang berlebihan,
menjaga keseimbangan mikrorganisme saluran cerna, mudah, dan lebih murah dari segi
finansial.
Indikasi Pemberian Nutrisi Enteral
1) Gangguan mencerna makanan peroral secara adekuat.
Prematuritas
Gangguan neurologi dan neuromuskular, cerebral palsy, dysphagia
Penurunan kesadaran
Tracheoesophageal fistula
Ca pada cavum oral
Ca pada kepala dan leher
Refluks Gastroesophageal yang berat
Pemberian kemoterapi
Depresi
2) Gangguan mencerna atau mengabsorpsi asupan nutrisi.
Cystic fibrosis
Short Bowel Syndrome
Inflammatory Bowel disease
Enteritis
Intractable diarrhea of infancy
Postoperasi saluran gastrointestinal
Fistula intestinal
3) Gangguan motilitas saluran pencernaan.
Chronic pseudo-obstruction
Ileocolonic Hirschprungs disease
4) Kelainan psikiatri dan tingkah laku yang mempengaruhi asupan nutrisi peroral.
Anorexia nervosa
Gangguan tingkah laku yang berat, autis
5) Pankreatitis akut/kronik
Beberapa hambatan saat pemberian nutrisi enteral
Gagalnya pengosongan lambung

Aspirasi dari isi lambung

Sinusitis

Esophagitis

Salah meletakkan pipa

Pada prinsipnya, pemberian formula enteral dimulai dengan dosis rendah dan

ditingkatkan bertahap hingga mencapai dosis maksimum dalam waktu seminggu. Makanan

enteral yang telah disediakan sebaiknya dihabiskan dalam waktu maksimal 4 jam, waktu

selebihnya akan membahayakan karena kemungkinan makanan tersebut telah terkontaminasi

bakteri.

Formula nutrisi enternal

Makanan enteral sebaiknya mempunyai komposisi yang seimbang. Kalori non protein

dari sumber karbohidrat berkisar 60-70%, bisa merupakan polisakarida, disakarida, maupun

monosakarida. Glukosa polimer merupakan karbohidrat yang lebih mudah

diabsorbsi. Sedangkan komposisi kalori non protein dari sumber lemak berkisar 30-

40%. Protein diberikan dalam bentuk polimerik (memerlukan enzim pancreas) atau peptide.
Pada formula juga perlu ditambahkan serat. Serat akan mengurangi resiko diare dan

megurangi resiko konstipasi, memperlambat waktu transit pada saluran cerna, dan merupakan

control glikemik yang baik.

Jenis Makanan / Nutrisi Enteral diantaranya:

Makanan / nutrisi enteral formula blenderized: Makanan ini dibuat dari beberapa bahan

makanan yang diracik dan dibuat sendiri dengan menggunakan blender. Konsistensi larutan,

kandungan zat gizi, dan osmolaritas dapat berubah pada setiap kali pembuatan dan dapat

terkontaminasi. Formula ini dapat diberikan melalui pipa sonde yang agak besar, harganya

relatif murah. Contoh :

1 Makanan cair tinggi energi dan tinggi protein (susu full cream, susu

rendah laktosa, telur, glukosa, gula pasir, tepung beras, sari buah).

2 Makanan cair rendah laktosa (susu rendah laktosa, telur, gula pasir,

maizena).

3 Makanan cair tanpa susu (telur, kacang hijau, wortel, jeruk).

4 Makanan khusus (rendah protein untuk penyakit ginjal, rendah purin untuk

penyakit gout, diet diabetes).

Makanan / nutrisi enteral formula komersial: Formula komersial ini berupa bubuk yang siap di

cairkan atau berupa cairan yang dapat segera diberikan. Nilai gizinya sesuai kebutuhan,

konsistensi dan osmolaritasnya tetap, dan tidak mudah terkontaminasi. Contoh :

1 Polimerik : mengandung protein utuh untuk pasien dengan fungsi saluran

gastrointestinal normal atau hampir normal (panenteral, fresubin).


2 Pradigesti : diet dibuat dengan formula khusus dalam bentuk susu

elementar yang mengandung asam amino dan lemak yang langsung diserap usus untuk pasien

dengan gangguan fungsi saluran gastrointestinal.

3 Diet enteral khusus untuk sirosis (aminolebane EN, falkamin), diabetes

(diabetasol), gagal ginjal (nefrisol), tinggi protein (peptisol)

Cara pemberian nutrisi enteral

Pemberian dukungan nutrisi enteral dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu bolus feeding

dan continuous drip feeding. Pemberian bolus feeding dapat dilakukan di rumah sakit maupun di

rumah, sementara pemberian nutrisi enteral dengan menggunakan continuous drip feeding

diberikan pada penderita yang dirawat di rumah sakit.

Bolus feeding

Pemberian formula enteral dengan cara bolus feeding dapat dilakukan dengan menggunakan

NGT/OGT, dan diberikan secara terbagi setiap 3-4 jam sebanyak 250-350 ml. Bolus feeding

dengan formula isotonik dapat dimulai dengan jumlah keseluruhan sesuai yang dibutuhkan sejak

hari pertama, sedangkan formula hipertonik dimulai setengah dari jumlah yang dibutuhkan pada

hari pertama. Pemberian formula enteral secara bolus feeding sebaiknya diberikan dengan

tenang, kurang lebih selama 15 menit, dan diikuti dengan pemberian air 25-60 ml untuk

mencegah dehidrasi hipertonik dan membilas sisa formula yang masih berada di feeding tube.

Formula yang tersisa pada sepanjang feeding tube dapat menyumbat feeding tube, sedangkan

yang tersisa pada ujung feeding tube dapat tersumbat akibat penggumpalan yang disebabkan oleh

asam lambung dan protein formula .

Continuous drip feeding


Pemberian formula enteral dengan cara continuous drip feeding dilakukan dengan menggunakan

infuse pump. Pemberian formula enteral dengan cara ini diberikan dengan kecepatan 20-40

ml/jam dalam 8-12 jam pertama, ditingkatkan secara bertahap sesuai dengan kemampuan

toleransi anak. Volume formula yang diberikan ditingkatkan 25 ml setiap 8-12 jam, dengan

pemberian maksimal 50-100 ml/jam selama 18-24 jam. Pemberian formula enteral dengan

osmolaritas isotonik (300 mOsm/kg air) dapat diberikan sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan,

sedangkan pemberian formula hipertonis (500 mOsm/kg air) harus dimulai dengan memberikan

setengah dari jumlah yang dibutuhkan. Pada kasus pemberian formula yang tidak ditoleransi

dengan baik, konsentrasi formula yang diberikan dapat diturunkan terlebih dahulu dan

selanjutnya kembali ditingkatkan secara bertahap.

2.4 Nutrisi Parenteral


Nutrisi Parenteral adalah suatu bentuk pemberian nutrisi yang diberikan langsung melalui
pembuluh darah tanpa melalui saluran pencernaan. Parapeneliti sebelumnya menggunakan
istilah hiperalimentasi sebagai pengganti pemberian makanan melalui intravena, dan akhirnya
diganti dengan istilah yang lebih tepat yaitu Nutrisi Parenteral Total, namun demikian secara
umum dipakai istilah Nutrisi Parenteral untuk menggambarkan suatu pemberian makanan
melalui pembuluh darah. Nutrisi parenteral total (TPN) diberikan pada penderita dengan
gangguan proses menelan, gangguan pencernaan dan absorbsi.
Pemberian nutrisi parenteral hanya efektif untuk pengobatan gangguan nutrisi bukan
untuk penyebab penyakitnya. Status nutrisi basal dan berat ringannya penyakit memegang
peranan penting dalam menentukan kapan dimulainya pemberian nutrisi parenteral. Sebagai
contoh pada orang-orang dengan malnutrisi yang nyata lebih membutuhkan penanganan dini
dibandingkan dengan orang-orang yang menderita kelaparan tanpa komplikasi.
Pasien-pasien dengan kehilangan zat nutrisi yang jelas seperti pada luka dan fistula juga
sangat rentan terhadap defisit zat nutrisi sehingga membutuhkan nutrisi parenteral lebih awal
dibandingkan dengan pasien-pasien yang kebutuhan nutrisinya normal. Secara umum, pasien-
pasien dewasa yang stabil harus mendapatkan dukungan nutrisi 7 sampai dengan 14 hari setelah
tidak mendapatkan nutrisi yang adekuat sedangkan pada pasien-pasien kritis, pemberian
dukungan nutrisi harus dilakukan dalam kurun waktu 5 sampai dengan 10 hari.
Tujuan pemberian nutrisi parenteral
Menyediakan nutrisi bagi tubuh melalui intravena, karena tidak memungkinkannya saluran
cerna untuk melakukan proses pencernaan makanan.
Total Parenteral Nutrition (TPN) digunakan pada pasien dengan luka bakar yang berat,
pancreatitis ,inflammatory bowel syndrome, inflammatory bowel disease, ulcerative colitis, acute
renal failure, hepatic failure, cardiac disease, pembedahan dan cancer.
Mencegah lemak subcutan dan otot digunakan oleh tubuh untuk melakukan katabolisme energi.
Mempertahankan kebutuhan nutrisi.
Formula nutrisi parenteral
Karbohidrat
Kebutuhan Karbohidrat: 100-200 gram/ hari. Beberapa hal yang perlu diingat tentang
manfaat karbohidrat yaitu:
- Mengurangi katabolisme protein
- Mengurangi penumpukan keton bodies akibat metabolisme fat.
- 1 gram karbohidrat = 4,1 kcal
- 1 gram fat = 9,3 kcal

Jika karbohidrat hanya berasal dari cairan dektrose 5% atau 10% maka dalam :
1000 cc D5 = 50 gram = 205 kcal
1000 cc D10 = 100 gram = 410 kcal
Lemak
Pemberian lemak intravena selain sebagai sumber asam lemak esensial (terutama asam
linoleat) juga sebagai subtrat sumber energi pendamping karbohidrat terutama pada kasus stress
yang meningkat. Bila lemak tidak diberikan dalam program nutrisi parenteral total bersama
subtrat lainnya maka defisiensi asam lemak rantai panjang akan terjadi kira-kira pada hari
ketujuh dengan gejala klinik bertahan sekitar empat minggu. Untuk mencegah keadaan ini
diberikan 500 ml emulsi lemak 10 ml paling sedikit 2 kali seminggu. Asam lemak esensial
berperan dalam fungsi platelet, penyembuhan luka, sintesa prostaglandin dan
immunocompetence. Oleh karena ada keuntungan bila diberikan bersama-sama dengan glikosa
sebagai sumber energi dianjurkan 30 -40 % dari total kalori diberikan dari lemak. Ada bukti
infus lemak merata 24 jam lebih baik dan lebih dipilih dibanding pemberian
intermitten. Direkomendasikan untuk tidak memberikan > 60% kalori total diambil dari subtrat
lemak. Sebagai pegangan jangan berikan porsi lemak > 2 gr / kg BB /hari. Sebaiknya lakukan
pemeriksaan kadar triglised plasma sebelum pemberian emulsi lemak intravena sebagai data
dasar .
Contoh larutan lemak Misalnya R/Ivelip. Larutan ini tersedia dalam beberapa kemasan
dengan konsentrasi 10% dan 20%. Satu liter larutan 20% mengandung 2000 kcal dengan
osmolaritas yang rendah yaitu 270 mOsm. Pada botol 250 cc yang mengandung 50 gram lemak
mengandung 500 kcal dengan osmolaritas yang sama. Larutan 20% dengan kemasan 250 cc atau
100 cc lebih disukai oleh karena mudah dalam pengaturannya.
Protein
Selain kalori yang dipenuhi dengan karbohidrat dan lemak, tubuh masih memerlukan asam
amino untuk regenerasi sel, enzym dan visceral protein. Pemberian protein untuk menjaga
balance nitrogen positif, dimana protein berfungsi untuk regenerasi sel, enzim, dan berbagai
reaksi biologis dalam tubuh. Untuk itu diperlukan 1 gram /BB/ hari. Yang paling diperlukan L-
asam amino, oleh karena proses pembentukan protein lebih cepat.Perlu diingat larutan asam
amino juga mengandung karbohidrat dan elektrolit.Pemberian asam amino/protein saja tanpa
diberikan kebutuhan kalori, menyebabkan asam amino dirobah menjadi energi melalui jalur
glukoneogenesis. Dengan demikian pada pemberian asam amino yang bertujuan menjaga
balance nitrogen positif, perlu adaperlindungan kalori 25 kcal tiap 1 gram asam amino.
Misalnya pada pemberian asam amino/protein 50 gram, dibutuhkan 1200 kcal atau 300 gram
karbohidrat. Jika asam amino bertujuan sebagai nitrogen sparing effect dimana menjaga agar
protein viscera atau otot tidak dirobah menjadi kalori, jadi balance nitrogen sama dengan nol,
maka tidak perlu diberikan kalori.
Larutan asam amino pada umumnya bersifat hiperosmotik, oleh karena itu pada pemberian
melalui vena perifer perlu dilakukan pengenceran misalnya dengan dekstrose, atau dipilih asam
amino dengan konsentrasi rendah. Contoh yang ada dipasaran R/ Aminofusin L-600 dimana
kandungan tiap 1000 cc sebagai berikut:
Asam amino = 50 gram
Karbohidrat = 100 gram
Na+ = 40 mmol
K+ = 30 mmol
Osmolaritas = 1.100 mOsm
R/ Pan Amin G:
Asam amino = 27,2 gram
Karbohidrat = 50 gram
Na+ dan K+ = tidak ada
Osmolaritas = 507 mOsm

Indikasi nutrisi parenteral


Sebagai pengganti untuk oral nasogastrik, bila ini tidak efektif, tidak memungkinkan dan
berbahaya. TPN digunakan dalam kondisi sebagai berikut: Kronik vomiting, Cancer,
radiotherapy atau chemoteraphy Stroke, Anorexia nervosa
Sebagai supplemen untuk pasien yang kehilangan banyak nitrogen ( pasien dengan luka
bakar,kanker metastatic,radiasi dan chemoteraphy.
Gangguan absorpsi makanan seperti pada fistula enterokunateus, atresia intestinal, kolitis
infektiosa, obstruksi usus halus.
Kondisi dimana usus harus diistirahatkan seperti pada pankreatitis berat, status preoperatif
dengan malnutrisi berat, angina intestinal, stenosis arteri mesenterika, diare berulang.
Gangguan motilitas usus seperti pada ileus yang berkepanjangan, pseudo-obstruksi dan
skleroderma.
Kondisi dimana jalur enteral tidak dimungkinkan seperti pada gangguan makan, muntah terus
menerus, gangguan hemodinamik, hiperemesis gravidarum.
2.5 SOP Pemasangan NGT

Pemasangan Pipa Nasogastrik (NGT) adalah prosedur memasukkan pipa panjang yang
terbuat dari polyurethane atau silicone melalui hidung, esofagus sampai kedalam lambung
dengan indikasi tertentu
Indikasi
Ada 3 indikasi utama pemasangan NGT :
1) Dekompresi isi lambung
Mengeluarkan cairan lambung pada pasien ileus obstruktif/ileus paralitik peritonitis dan
pankreatitis akut.
Perdarahan saluran cerna bagian atas untuk bilas lambung (mengeluarkan cairan lambung).
2) Memasukkan Cairan/Makanan ( Feeding, Lavage Lambung)
Pasien tidak dapat menelan oleh karena berbagai sebab.
Lavage lambung pada kasus keracunan.
3) Diagnostik
Membantu diagnosis dengan analisa cairan isi lambung.
Kontra indikasi
Kontraindikasi pemasangan NGT meliputi:
Pasien dengan maxillofacial injury atau fraktur basis cranii fossa anterior. Pemasangan NGT
melalui nasal berpotensi untuk misplacement NGT melalui fossa cribiformis, menyebabkan
penetrasi ke intrakranial
Pasien dengan riwayat striktur esofagus dan varises esofagus.
Pasien dengan tumor esofagus
Alat dan bahan
Handscoen
Selang nasogastrik (Nasogastric tube)
Jeli silokain atau K-Y jelly
Stetoscope
Spuit 10 cc
Kapas alcohol
Kassa steril
Perlak
Plester

Prosedur tindakan
1) Melakukan Informed Consent kepada pasien:
Menjelaskan indikasi pemasangan NGT sesuai dengan kondisi pasien.
Prosedur pemasangan NGT.
Meminta persetujuan pasien.
2) Menyiapkan peralatan dan bahan untuk pemasangan NGT.
3) Mencuci tangan dan memakai Personel Protective Equipment (Handscoon).
4) Memposisikan pasien setengah duduk dengan kepala sedikit di tekuk ke depan (High Fowler)
bila pasien sadar.
5) Memposisikan pasien dalam posisi telentang jika pasien tidak sadar.
6) Melakukan pengukuran / perkiraan batas lambung dengan menggunakan NGT, yaitu dari hidung
ke telinga, lalu dari telinga ke processus xiphoideus. Menentukan batas panjang NGT yang akan
dimasukkan dengan melihat indikator yang pada NGT.
7) Mengoles NGT dengan K-Y Jelly.
8) Memasukkan NGT melalui hidung secara pelan-pelan sampai mencapai lambung (sampai batas
yang telah ditentukan sebelumnya).
9) Menguji letak NGT apakah sudah sampai lambung dengan menggunakan metode Whoosh tes :
Memasang membran stetoskop setinggi epigastrium kiri.
Melakukan aspirasi udara dengan spoit 10 cc.
Memasang spoit 10 cc yang telah berisi udara ke NGT.
Menyemprotkan udara yang berada di dalam spoit dengan cepat sambil mendengarkan ada
tidaknya suara whoosh pada stetoskop. Jika terdengar suara whoosh maka NGT telah masuk
ke dalam lambung. Jika tidak terdengar maka selang NGT dimasukkan/dikeluarkan beberapa cm.
Kemudian dilakukan pengulangan metode whoosh hingga terdengar suara pada stetoskop.
10) Melakukan fiksasi NGT pada hidung dengan menggunakan plester.
11) Menyambungkan NGT dengan botol penampung.
12) Membuka dan membuang handschoen pada tempat sampah medis.
13) Melakukan cuci tangan.

2.6 SOP Pemasangan infus

Terapi intravena adalah memasukkan jarum atau kanula ke dalam vena (pembuluh balik)
untuk dilewati cairan infus / pengobatan, dengan tujuan agar sejumlah cairan atau obat dapat
masuk ke dalam tubuh melalui vena dalam jangka waktu tertentu. Tindakan ini sering
merupakan tindakan life saving seperti pada kehilangan cairan yang banyak, dehidrasi dan syok,
karena itu keberhasilan terapi dan cara pemberian yang aman diperlukan pengetahuan dasar
tentang keseimbangan cairan dan elektrolit serta asam basa.
Tujuan
Tujuan utama terapi intravena adalah mempertahankan atau mengganti cairan tubuh yang
mengandung air, elektrolit, vitamin, protein, lemak dan kalori yang tidak dapat dipertahankan
melalui oral, mengoreksi dan mencegah gangguan cairan dan elektrolit, memperbaiki
keseimbangan asam basa, memberikan tranfusi darah, menyediakan medium untuk pemberian
obat intravena, dan membantu pemberian nutrisi parenteral.
Keuntungan dan kerugian
Keuntungan
Keuntungan terapi intravena antara lain : Efek terapeutik segera dapat tercapai karena
penghantaran obat ke tempat target berlangsung cepat, absorbsi total memungkinkan dosis obat
lebih tepat dan terapi lebih dapat diandalkan, kecepatan pemberian dapat dikontrol sehingga efek
terapeutik dapat dipertahankan maupun dimodifikasi, rasa sakit dan iritasi obat-obat tertentu jika
diberikan intramuskular atau subkutan dapat dihindari, sesuai untuk obat yang tidak dapat
diabsorbsi dengan rute lain karena molekul yang besar, iritasi atau ketidakstabilan dalam traktus
gastrointestinalis.
Kerugian
Kerugian terapi intravena adalah : tidak bisa dilakukan drug recall dan mengubah aksi obat
tersebut sehingga resiko toksisitas dan sensitivitas tinggi, kontrol pemberian yang tidak baik bisa
menyebabkan speed shock dan komplikasi tambahan dapat timbul, yaitu : kontaminasi
mikroba melalui titik akses ke sirkulasi dalam periode tertentu, iritasi vascular, misalnya flebitis
kimia, dan inkompabilitas obat dan interaksi dari berbagai obat tambahan.

Lokasi pemasangan infust


Tempat atau lokasi vena perifer yang sering digunakan pada pemasangan infus adalah
vena supervisial atau perifer kutan terletak di dalam fasia subcutan dan merupakan akses paling
mudah untuk terapi intravena. Daerah tempat infus yang memungkinkan adalah permukaan
dorsal tangan (vena supervisial dorsalis, vena basalika, vena sefalika), lengan bagian dalam
(vena basalika, vena sefalika, vena kubital median, vena median lengan bawah, dan vena
radialis), permukaan dorsal (vena safena magna, ramus dorsalis).
Jenis cairan infust
Berdasarkan osmolalitasnya, cairan intravena (infus) dibagi menjadi 3, yaitu :
a. Cairan bersifat isotonis : osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum (bagian
cair dari komponen darah), sehingga terus berada di dalam pembuluh darah. Bermanfaat pada
pasien yang mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh, sehingga tekanan darah terus
menurun). Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan cairan), khususnya pada penyakit
gagal jantung kongestif dan hipertensi. Contohnya adalah cairan Ringer-Laktat (RL), dan normal
saline/larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%).
b. Cairan bersifat hipotonis : osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum (konsentrasi ion
Na+ lebih rendah dibandingkan serum), sehingga larut dalam serum, dan menurunkan
osmolaritas serum.. Maka cairan ditarik dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan
sekitarnya (prinsip cairan berpindah dari osmolaritas rendah ke osmolaritas tinggi), sampai
akhirnya mengisi sel-sel yang dituju. Digunakan pada keadaan sel mengalami dehidrasi,
misalnya pada pasien cuci darah (dialisis) dalam terapi diuretik, juga pada pasien hiperglikemia
(kadar gula darah tinggi) dengan ketoasidosis diabetik. Komplikasi yang membahayakan adalah
perpindahan tiba-tiba cairan dari dalam pembuluh darah ke sel, menyebabkan kolaps
kardiovaskular dan peningkatan tekanan intrakranial (dalam otak) pada beberapa
orang. Contohnya adalah NaCl 45% dan Dekstrosa 2,5%.
c. Cairan bersifat hipertonis : osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum, sehingga menarik
cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah. Mampu menstabilkan
tekanan darah, meningkatkan produksi urin, dan mengurangi edema (bengkak). Penggunaannya
kontradiktif dengan cairan hipotonik. Misalnya Dextrose 5%, NaCl 45% hipertonik, Dextrose
5%+Ringer-Lactate.
Alat dan bahan
Handscoon steril
Infust set
Kapas alcohol
Kassa steril
Abocath
Torniket
Plester
Benkok
Perlak
Prosedur tindakan
1) Cuci tangan
2) Dekatkan alat
3) Jelaskan kepada klien tentang prosedur dan sensasi yang akan dirasakan selama pemasangan
infus
4) Atur posisi pasien / berbaring
5) Siapkan cairan dengan menyambung botol cairan dengan selang infus dan gantungkan pada
standar infus
6) Menentukan area vena yang akan ditusuk
7) Pasang alas
8) Pasang tourniket pembendung 15 cm diatas vena yang akan ditusuk
9) Pakai sarung tangan
10) Desinfeksi area yang akan ditusuk dengan diameter 5-10 cm
11) Tusukan IV catheter ke vena dengan jarum menghadap ke jantung
12) Pastikan jarum IV masuk ke vena
13) Sambungkan jarum IV dengan selang infus
14) Lakukan fiksasi ujung jarum IV ditempat insersi
15) Tutup area insersi dengan kasa kering kemudian plester
16) Atur tetesan infus sesuai program medis
17) Lepas sarung tangan
18) Pasang label pelaksanaan tindakan yang berisi : nama pelaksana, tanggal dan jam pelaksanaan
19) Bereskan alat
20) Cuci tangan
21) Observasi dan evaluasi respon pasien, catat pada dokumentasi keperawatan
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Force feeding atau pemberian nutrisi secara paksa adalah suatu upaya pemenuhan nutrisi
kepada pasien yg tidak mampu memenuhi kebutuhan nutrisinya ecara mandiri. Pemberian
nutrisi dapat dilakukan dengan cara peroral, enteral dan parenteral.
Pemberian nutrisi secara enteral yaitu pemberian nutrisi yang dilakukan menggunakan
selang lambung, dapat berupa NGT maupun OGT. Pemberian nutrisi ini dilakukan apabila
pasien tidak dapat menerima asupan nutrisi secara oral.
Sedangkan nutrisi parenteral yaitu pemberian nutrisi yang diberikan melalui intravena,
dilakukan apabila fungsi lambung pasien terganggu sehingga tidak dapat menerima asupan
nutrisi melalui selang lambung.

3.2 Saran

Kebutuhan nutrisi dalam tubuh setiap individu sangat penting untuk diupayakan. Upaya
untuk melakukan peningkatan kebutuhan nutrisi dapat dilakukan dengan cara makan makanan
dengan gizi seimbang dengan diimbangi keadaan hidup bersih untuk setiap individu. Hal
tersebut harus dilakukan setiap hari, karena tubuh manusia dapat terserang penyakit akibat imun
tubuh yang menurun.
DAFTAR PUATAKA

Gurnida, D. A. (2010). PEMBERIAN DUKUNGAN GIZI PADA ANAK SAKIT: ENTERAL DAN
PARENTERAL, 2728.
Kurniasari. (2013). GAMBARAN PENGETAHUAN PERAWAT DALAM TINDAKAN NUTRISI
ENTERAL TUBE PADA BAYI BERAT BADAN LAHIR RENDAH DI RUANG BAYI
RSUD.DR.HI.CHASAN BOESOIRIE DAN RS IBU DAN ANAK ANANDA TERNATE.
PANDUAN MAHASISWA CLINICAL SKILL LAB ( CSL ) SISTEM
GASTROENTEROHEPATOLOGI NAMA: (2015).
Sari, A. P., Sewa, T., Indonesia, C. N. N., Library, C. N. N., Bay, G., Station, N., Guantanamo, P.
(2015). Naval Base , (July 2004), 112.
Setelah, P., & Untuk, M. (n.d.). III PARENTERAL NUTRITION, 13.
Sinaga, W., Sutanto, L. B., & Syam, A. F. (n.d.). Splanchnic Hypoperfusion and Enteral Feeding, 35
38.

Anda mungkin juga menyukai