Anda di halaman 1dari 17

1

Laporan Resmi Praktikum Mikrobiologi Industri (2017)


LAPORAN RESMI

PEMBUATAN TEMPE KEDELAI DAN TAPE SINGKONG

I. Tujuan
Percobaan pembuatan tempe dari kedelai dan pembuatan tape dari singkong
ini memiliki tujuan sebagai berikut :
I.1 Pembuatan Tempe dari Kedelai
Mengetahui bahwa jamur dapat memfermentasikan suatu bahan sehingga
mudah dicernakan oleh usus.
I.2 Pembuatan Tape dari Singkong
1. Mengetahui cara penerapan bioteknologi dengan fermentasi tape.
2. Mengetahui peranan organisme Saccharomyces cerevisiae dalam
peragian.

II. Pengamatan
II.1 Pembuatan Tempe dari Kedelai
Percobaan pembuatan tempe dari kedelai menggunakan mikroorganisme
Rhizopus oryzae.
Tabel II.1.1 Hasil Pengamatan Percobaan Pembuatan Tempe dari Kedelai dengan
Menggunakan Petridish
Waktu Variabel
Pengamatan Petridish Terbuka Petridish Tertutup

48 Jam

Laboratorium Mikrobiologi Teknik


Jurusan Teknik Kimia FTI-ITS
2

Laporan Resmi Praktikum Mikrobiologi Industri (2017)

1. Kondisi jamur: 1. Kondisi jamur:


Jamur tumbuh Tumbuh, tidak
sedikit,tidak terkontaminasi
terkontaminasi mikro
organisme lain.
2. Kondisi tempe: 2. Kondisi tempe:
a. Warna: kekuningan a. Warna: putih kekuningan
b. Bau:kurang sedap dan ada yang kemerahan
c. Tekstur: kurang lembut b. Bau: kurang sedap
dan tidak halus c. Tekstur: halus dan lembut
d. Rasa : kurang sedap d. Rasa: kurang sedap

Tabel II.1.2 Hasil Pengamatan Percobaan Pembuatan Tempe dari Kedelai dengan
Menggunakan Plastik
Waktu Variabel
Pengamatan Plastik Terbuka Plastik Tertutup

48 Jam

Laboratorium Mikrobiologi Teknik


Jurusan Teknik Kimia FTI-ITS
3

Laporan Resmi Praktikum Mikrobiologi Industri (2017)

1. Kondisi jamur: tumbuh 1. Kondisi jamur: tidak tumbuh


jamur dan tidak jamur
terkontaminasi
2. Kondisi tempe: 2. Kondisi tempe:
a. Warna: putih a. Warna: putih kekuningan
kekuningan b. Bau: kurang sedap
b. Bau: tempe c. Tekstur: lembek
c. Tekstur: lembut namun d. Rasa : tidak sedap
tidak halus
d. Rasa : tempe

Tabel II.1.3 Hasil Pengamatan Percobaan Pembuatan Tempe dari Kedelai dengan
Menggunakan Daun Pisang
Waktu Variabel

Pengamatan Daun Pisang Terbuka Daun Pisang Tertutup

48 Jam

1. Kondisi jamur: tumbuh jamur 1. Kondisi jamur: tumbuh


tidak terkontaminasi jamur tidak
terkontaminasi
2. Kondisi tempe: 2. Kondisi tempe:
a. Warna: putih kekuningan a. Warna: putih

Laboratorium Mikrobiologi Teknik


Jurusan Teknik Kimia FTI-ITS
4

Laporan Resmi Praktikum Mikrobiologi Industri (2017)


b. Bau: tempe kekuningan
c. Tekstur: lembut dan halus, b. Bau: tempe
bagian yang membusuk c. Tekstur: kurang lembut
sedikit berair dan tidak halus
d. Rasa: tempe d. Rasa: tempe

II.2 Pembuatan Tape dari Singkong


Percobaan pembuatan tape dari singkong menggunakan mikroorganisme
Saccharomyces cerevisiae.

Tabel II.2.1 Hasil Pengamatan Percobaan Pembuatan Tape dari Singkong dengan
Menggunakan Daun Pisang

Waktu Pengamatan Daun tertutup

1. Kondisi jamur
48 Jam
Jamur tumbuh sedikit, Tidak
terkontaminasi oleh
mikroorganisme lain
2. Kondisi singkong
-Warna putih kekuningan
-bau sedap
-Lunak
-Rasa asam

Laboratorium Mikrobiologi Teknik


Jurusan Teknik Kimia FTI-ITS
5

Laporan Resmi Praktikum Mikrobiologi Industri (2017)

III. Pembahasan

III.1 Pembuatan Tempe dari Kedelai


Tujuan dari percobaan pembuatan tempe kedelai ini adalah untuk
mengetahui bahwa jamur dapat memfermentasikan suatu bahan sehingga mudah
dicernakan oleh usus. Pada percobaan ini digunakan menggunakan kacang kedelai
dan ragi tempe (Rhizopus oryzae) sebagai agen fermentasinya dengan enam
variabel sebagai pembandingnya, yaitu pembungkusan tempe menggunakan
petridish yang tertutup, petridish yang terbuka, daun pisang yang berlubang, daun
pisang tanpa lubang, plastik yang berlubang dan plastik tanpa lubang. Pengamatan
dilakukan pada saat tempe berumur 48 jam.
Tempe adalah makanan hasil fermentasi yang sangat terkenal di Indonesia.
Tempe yang biasa dikenal oleh masyarakat Indonesia adalah tempe yang
menggunakan bahan baku kedelai. Fermentasi kedelai dalam proses pembuatan
tempe menyebabkan perubahan kimia maupun fisik pada biji kedelai, menjadikan
tempe lebih mudah dicerna oleh tubuh. Tempe segar tidak dapat disimpan lama,
karena tempe tahan hanya selama 2 x 24 jam, lewat masa itu, kapang tempe mati
dan selanjutnya akan tumbuh bakteri atau mikroba perombak protein, akibatnya
tempe cepat busuk.
(http://repository.usu.ac.id)

Tempe tergolong produk fermentasi kedelai yang keberhasilannya


ditentukan oleh interaksi kegiatan mikroorganisme dan lingkungannya. Proses
fermentasi menyebabkan terdegradasinya protein menjadi senyawa-senyawa
dengan berat molekul yang lebih sederhana. Proses degradasi senyawa-senyawa
yang terdapat dalam kotiledon kedelai pada saat fermentasi menyebabkan tempe
mempunyai flavor yang spesifik. Fermentasi adalah reaksi biokimia yang
menghasilkan energi dimana molekul senyawa organik berperan sebagai akseptor
dan donor elektron.
(Harley, 2002,127)

Laboratorium Mikrobiologi Teknik


Jurusan Teknik Kimia FTI-ITS
6

Laporan Resmi Praktikum Mikrobiologi Industri (2017)


Fermentasi dapat diartikan dalam beberapa cara antara lain, pelepasan
energi dari gula atau molekul senyawa organik lain seperti asam amino, asam
organik, purin dan pirimidin, tidak membutuhkan oksigen (tetapi kadang tetap
bisa berjalan dengan adanya oksigen), tidak memerlukan siklus krebs dan transpor
electron, menggunakan molekul organik sebagai akseptor elektron terakhir. Dan
menghasilkan sedikit ATP (hanya satu atau dua ATP untuk setiap molekul
material) dikarenakan kebanyakan energi dari glukosa tetap berada dalam ikatan
kimia dari produk organik akhir seperti asam laktat dan etanol.
(Tortora, 2010,132)
Dwidjoseputro dan Wolf (1970) menerangkan sifat-sifat beberapa jamur yang
digunakan untuk membuat tempe, yaitu: Rhizopus oligosporus, Rhizopus oryzae,
Rhizopus arrhizus dan Rhizopus stolonifer. Rhizopus oligosporus adalah jenis
jamur yang banyak digunakan untuk membuat tempe, baik di Indonesia maupun
di Amerika Utara. Dibandingkan dengan jamur tempe lainnya, jamur ini memiliki
aktivitas protease dan lipase yang kuat (yang sangat ideal untuk memecah protein
dan lemak kedelai) yang dikombinasikan dengan aktivitas amilase yang lemah
(yang sangat cocok untuk memproduksi tempe dari biji-bijian atau campuran biji
dengan kedelai). Rhizopus oryzae, spesies ini memiliki aktivitas amilase yang kuat
sehingga kurang baik untuk membuat produk tempe karena enzim ini memecah
pati dari biji-bijian menjadi gula sederhana yang kemudian akan mengalami
fermentasi menjadi asam organik yang menghasilkan flavor yang tidak
diinginkan, aroma dan warna yang gelap. Tetapi karena memiliki sifat aktivitas
protease yang kedua tertinggi, jamur ini dapat digunakan untuk membuat tempe
kedelai yang baik bila dikombinasikan dengan Rhizopus oligosporus. Rhizopus
arrhizus, jamur ini bersifat memiliki aktivitas amilase yang kedua tertinggi setelah
Rhizopus oryzae. jamur ini banyak digunakan untuk membuat tempe kedelai di
Jawa Timur dan secara luas digunakan untuk membuat tempe Malang, bersifat
lambat matang dan warna putihnya tetap terjaga dalam waktu lama setelah tempe
dipanen. Rhizopus stolonifer, jamur ini menghasilkan sangat sedikit amilase,
bahkan tidak menghasilkan amilase setelah 138 jam fermentasi. Sifat ini membuat
jamur ini cocok untuk membuat tempe kedelai atau biji-bijian. Tetapi jamur ini

Laboratorium Mikrobiologi Teknik


Jurusan Teknik Kimia FTI-ITS
7

Laporan Resmi Praktikum Mikrobiologi Industri (2017)


juga memiliki sifat protease yang lemah sehingga membatasi kemampuannya
untuk memecah protein.
Berdasarkan hasil penelitian Hermana et al. (1985), penggunaan kultur murni
pada pembuatan tempe memberikan hasil yang kurang memuaskan, yaitu
pertumbuhan jamur lambat dan tempe yang dihasilkan berbau tidak enak.
(Kemala, 2006)
Proses fermentasi pembuatan tempe memakan waktu 36 48 jam. Hal ini
ditandai dengan pertumbuhan kapang yang hampir tetap dan tekstur yang lebih
kompak. Jika proses fermentasi terlalu lama, menyebabkan terjadinya kenaikan
jumlah bakteri, jumlah asam lemak bebas, pertumbuhan jamur juga menurun dan
menyebabkan degradasi protein lanjut sehingga terbentuk amoniak. Akibatnya,
tempe yang dihasilkan mengalami proses pembusukan dan aromanya menjadi
tidak enak. Hal ini terjadi karena senyawa yang dipecah dalam proses fermentasi
adalah karbohidrat (Winarno, 1980). Tempe segar mempunyai aroma lembut
seperti jamur yang berasal dari aroma miselium kapang bercampur dengan aroma
lezat dari asam amino bebas dan aroma yang ditimbulkan karena penguraian
lemak makin lama fermentasi berlangsung, aroma yang lembut berubah menjadi
tajam karena terjadi pelepasan amonia.
(http://repository.usu.ac.id)
Pada percobaan ini, langkah pertama yang dilakukan adalah memilih kedelai
yang berkualitas baik. Proses penyortiran bertujuan untuk memperoleh
produk tempe yang berkualitas, yaitu memilih biji kedelai yang bagus dan
padat berisi. Biasanya di dalam biji kedelai tercampur kotoran seperti pasir
atau biji yang keriput dan keropos. Cara mengetahui kedelai yang bagus
adalah dengan merendam kedelai, lalu dipilih yang tenggelam. Kedelai yang
digunakan dalam percobaan ini sebanyak 1 Kg yang kemudian dibersihkan
dengan air bersih. Pencucian bertujuan untuk menghilangkan kotoran yang
melekat maupun tercampur di antara biji kedelai. Selanjutnya merebus kedelai
selama kurang lebih 30 menit. Perebusan bertujuan untuk melunakkan biji
kedelai dan memudahkan dalam pengupasan kulit serta bertujuan untuk
menonaktifkan tripsin inhibitor yang ada dalam biji kedelai. Selain itu perebusan

Laboratorium Mikrobiologi Teknik


Jurusan Teknik Kimia FTI-ITS
8

Laporan Resmi Praktikum Mikrobiologi Industri (2017)


ini bertujuan untuk mengurangi bau langu dari kedelai dan dengan perebusan
akan membunuh bakteri yang kemungkinan tumbuh. Perebusan dilakukan
selama 30 menit atau ditandai dengan mudah terkelupasnya kulit kedelai jika
ditekan dengan jari tangan.
Setelah itu merendam kedelai tersebut dalam air perebus dan menambahkan
10 ml asam cuka per liter air perebus selama satu malam hingga diperoleh pH = 5.
Perendaman bertujuan untuk hidrasi biji kedelai,sehingga menaikkan kadar air biji
naik sebesar kira-kira dua kali kadar air semula, yaitu mencapai 62-65 % dan
mencegah pertumbuhan bakteri pembusuk selama fermentasi. Ketika
perendaman, pada kulit biji kedelai telah berlangsung proses fermentasi oleh
bakteri yang terdapat di air terutama oleh bakteri asam laktat. Perendaman
juga bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada keping-keping kedelai
menyerap air sehingga menjamin pertumbuhan kapang menjadi optimum.
Keadaan ini tidak mempengaruhi pertumbuhan kapang tetapi mencegah
berkembangnya bakteri yang tidak diinginkan. Perendaman ini dapat
menggunakan air biasa yang dilakukan selama semalam pada suhu ruang.
(Setiawan,2011,29)
Setelah proses perendaman selama semalam selesai, langkah berikutnya yaitu
membuang kulit ari kedelai. Biji yang telah mengalami hidrasi akan lebih mudah
dipisahkan dari kulit arinya. Tujuan proses ini adalah agar kapang dapat
mengambil nutrien dari kotiledon kedelai. Kulit ari dibuang agar jamur dapat
tumbuh dengan mudah. Rhizopus oryzae tidak dapat tumbuh di kedelai utuh dan
dilapisi kulit ari.
(Farnworth, 2008,479)
Langkah selanjutnya adalah merebus kedelai dengan air baru yang bersih di
dalam panci, perebusan dilakukan selama 90 menit. Perebusan yang dilakukan
setelah perendaman bertujuan untuk membunuh bakteri-bakteri kontaminan,
mengaktifkan senyawa trypsin inhibitor (zat yang menghambat kerja tripsin
dalam menguraikan protein) dan membantu membebaskan senyawa-senyawa
dalam biji kedelai yang diperlukan untuk pertumbuhan jamur. Perebusan ini juga

Laboratorium Mikrobiologi Teknik


Jurusan Teknik Kimia FTI-ITS
9

Laporan Resmi Praktikum Mikrobiologi Industri (2017)


bertujuan untuk memperbesar pori-pori dari biji kedelai. Hal ini dibutuhkan agar
hifa bisa lebih mudah melekat antar kedelai.
(Setiawan,2011,29)
Selain itu, perebusan biji kedelai juga bertujuan untuk melunakkan biji
kedelai yang sudah dikupas sebelumnya, sehingga memudahkan jamur tempe
tumbuh dan miseliumnya menembus dan merajut antar biji kedelai, sehingga
diperoleh tempe dengan struktur padat dan kompak, dan mudah diiris. Perebusan
juga penting untuk meningkatkan daya cerna tempe yang dihasilkan,
menghasilkan zat anti gizi, menghentikan proses pra-fermentasi, dan membunuh
semua bakteri yang tidak diinginkan.
(Kemala, 2006)
Setelah merebus selama 90 menit, tekstur biji kedelai akan berubah menjadi
lunak dan langkah berikutnya adalah meniriskan biji kedelai pada nyiru
beralaskan daun pisang. Nyiru memiliki luas permukaan yang besar sehingga
dapat mempercepat proses pendinginan, sedangkan daun pisang digunakan
sebagai alas karena tahan terhadap panas dan memiliki pori-pori permukaan yang
kecil. Jika plastik yang digunakan sebagai alas, maka plastik bisa meleleh terkena
kedelai yang panas, sedangkan jika yang digunakan sebagai alas adalah kain maka
air pada biji kedelai akan terlalu yang terserap karena pori-pori yang besar. Hal ini
dapat menyebabkan biji kedelai menjadi tidak lembab dan menghambat
pertumbuhan jamur tempe.
Penirisan dan pendinginan ini bertujuan untuk mengurangi kandungan air
dalam biji kedelai, mengeringkan permukaan biji kedelai, dan menurunkan suhu
biji kedelai sampai sesuai dengan kondisi pertumbuhan jamur. Air yang berlebih
akan menghambat pertumbuhan jamur, sebab air akan terus masuk ke dalam sel
jamur yang bisa mengakibatkan sel jamur mengalami plasmolisis (pecah), selain
itu juga dapat menstimulasi pertumbuhan bakteri-bakteri kontaminan yang bisa
menyebabkan pembusukan pada tempe.
(Ismael,2007,8)
Kemudian mendinginkan kedelai sambil mengaduknya. Selanjutnya
menaburkan ragi tempe pada seluruh kedelai dan mencampurnya dengan tangan

Laboratorium Mikrobiologi Teknik


Jurusan Teknik Kimia FTI-ITS
10

Laporan Resmi Praktikum Mikrobiologi Industri (2017)


dan pengaduk. Ragi tempe pada percobaan ini mengandung Rhizopus oryzae.
Rhizopus oryzae menjadikan nutrisi pada tempe siap dikonsumsi manusia. Ragi
yang digunakan sebanyak sendok teh per kg kedelai yang dipakai.
Jamur Rhizopus oryzae merupakan jamur yang sering digunakan dalam
pembuatan tempe. Jamur Rhizopus oryzae aman dikonsumsi karena tidak
menghasilkan toksin dan mampu menghasilkan asam laktat. Jamur Rhizopus
oryzae mempunyai kemampuan mengurai lemak kompleks menjadi trigliserida
dan asam amino. Selain itu jamur Rhizopus oryzae mampu menghasilkan
protease.
Kemudian kedelai yang sudah dicampur dengan ragi tempe dibungkus. Pada
percobaan ini terdapat enam variabel dalam pembungkusan yaitu petridish
terbuka, petridish tertutup, daun pisang tanpa lubang, daun pisang dengan lubang,
plastik dengan lubang, dan plastik tanpa lubang. Setelah itu, kedelai yang telah
dibungkus disimpan di dalam inkubator. Inkubator merupakan alat yang
digunakan untuk menumbuhkan dan memelihara suatu mikroorganisme atau
kultur sel. Inkubator dapat mempertahankan suhu optimal, kelembaban dan
kondisi lain seperti karbon dioksida (CO2) dan kandungan oksigen (O2) dari
atmosfer. Inkubator sangat penting untuk eksperimen dalam lingkup biologi sel,
mikrobiologi dan biologi molekuler. Suhu di dalam inkubator yang digunakan
adalah 29-30oC atau sama dengan suhu kamar. Tujuan inkubasi adalah
menyediakan kondisi yang sesuai untuk pembiakan jamur.
(Pelczar, 2008, 144)
Fermentasi tempe ini mampu menghilangkan bakteri kontaminan yang
menghasilkan racun pada kedelai. Selain itu, inkubasi dilakukan pada suhu 30oC
selama 48 jam. Selama inkubasi ini, proses fermentasi mengubah beberapa
komponen dalam kedelai seperti protein menjadi asam amino, lemak menjadi
asam lemak, dan karbohidrat menjadi gula-gula sederhana. Persyaratan tempat
yang digunakan untuk inkubasi kedelai adalah kelembaban berkisar 90-95%,
kebutuhan oksigen yang cukup, dan suhu antara 25-37oC. Persyaratan ini harus
dipenuhi agar jamur tempe yang digunakan bisa tumbuh.
(Farnworth, 2008, 481-482)

Laboratorium Mikrobiologi Teknik


Jurusan Teknik Kimia FTI-ITS
11

Laporan Resmi Praktikum Mikrobiologi Industri (2017)


Dari percobaan yang telah dilakukan, hasil tempe yang dibuat melalui enam
variabel berbeda memiliki hasil yang berbeda. Pada variabel yang menggunakan
petridish tertutup, ketika pada pengamatan 48 jam jamur sudah tumbuh, berbau
tempe, padat. Kondisi jamur sangat banyak di seluruh bagian, kerapatan hifa
sangat rapat dan hifa telah menutupi kedelai dari permukaan atas hingga kebawah
sehingga membuat kedelai menyatu dan terbentuk tempe yang teksturnya lembut
(lunak) serta berwarna putih. Kemudian, pada variabel yang menggunakan
petridish terbuka, ketika pada pengamatan 48 jam jamur sudah tumbuh namun
terkontaminasi dengan mikroba lain dan ada bercak hitam sedikit. Kondisi jamur
sangat banyak di seluruh bagian, kerapatan hifa sangat rapat rapat di seluruh
bagian. Hifa telah menutupi kedelai sehingga membuat kedelai menyatu dan
terbentuk tempe yang teksturnya padat dan keras serta berwarna putih
kecokelatan. Alasan petridish terbuka mempunyai warna hitam adalah karena
terkontaminasi oleh bakteri lain. Adapun yang tertutup tetap tumbuh jamur karena
masih ada udara yang bisa masuk dan pada petridish tertutup tidak vakum
sehingga masih ada udara yang masuk dan jamur dapat tumbuh.
Pada variabel yang menggunakan daun pisang berlubang, pada pengamatan
48 jam, jamur sudah tumbuh, berbau tempe, tekstur padat dan berwarna putih.
Kondisi jamur sangat banyak di seluruh bagian, kerapatan hifa sangat rapat dan
hifa telah menutupi kedelai sehingga membuat kedelai menyatu dan terbentuk
tempe yang teksturnya lunak (lembek) serta berwarna putih. Lalu, pada variabel
dengan menggunakan daun pisang tanpa lubang, pada pengamatan 48 jam jamur
sudah tumbuh, berbau tempe dan padat. Kondisi jamur sangat banyak di seluruh
bagian, kerapatan hifa sangat rapat di ujung dan hifa telah menutupi kedelai
sehingga membuat kedelai menyatu dan terbentuk tempe yang teksturnya yang
padat serta berwarna putih.
Pada variabel yang menggunakan plastik lubang,pada pengamatan 48 jam,
jamur sudah tumbuh, berwarna putih dan agak padat. Kondisi jamur sangat
banyak di seluruh bagian, kerapatan hifa sangat rapat dan hifa telah menutupi
kedelai sehingga membuat kedelai menyatu dan terbentuk tempe yang teksturnya
padat dan keras serta berwarna putih. Kemudian, variabel yang menggunakan

Laboratorium Mikrobiologi Teknik


Jurusan Teknik Kimia FTI-ITS
12

Laporan Resmi Praktikum Mikrobiologi Industri (2017)


plastik tanpa lubang, pada pengamatan 48 jam tekstur tempe dari permukaan rata.
Kondisi jamur belum tumbuh secara maksimal dan masih berbentuk kedelai.
Faktor utama yang menentukan bahwa tempat pembungkus dapat
mempengaruhi fermentasi tempe adalah aerasi (penambahan oksigen) dan
kelembaban antara 90-95%. Pada variabel daun pisang yang tertutup ternyata
dihasilkan tempe yang cukup baik, hal ini terjadi karena saat proses
pembungkusan, daun pisang tersobek di bagian ujungnya sehingga menghasilkan
rongga untuk jalur masuknya udara dan pada akhirnya menghasilkan tempe
dengan kualitas yang cukup baik. Selain itu juga, daun pisang juga mempunyai
pori yang memungkinkan udara untuk masuk ke dalam meskipun ditutup rapat
sehingga jamur dapat tumbuh.
Berdasarkan hasil dari percobaan dengan enam variabel pembungkus yang
berbeda tersebut, dapat diketahui bahwa hasil yang terbaik didapatkan dari tempe
dengan variabel pembungkus daun pisang dengan lubang. Faktor-faktor yang
memengaruhi kegagalan dan keberhasilan dalam membuat tempe adalah sebagai
berikut, oksigen, aliran udara yang terlalu cepat menyebabkan proses metabolisme
akan berjalan cepat sehingga dihasilkan panas yang dapat merusak pertumbuhan
kapang. Oleh karena itu apabila menggunakan plastik sebagai pembungkus
sebaiknya diberi lubang dengan jarak antara lubang satu dengan yang lainnya
sekitar 2 cm. Uap air, uap air yang berlebihan akan menghambat pertumbuhan
kapang. Tiap jenis kapang memiliki batas optimum untuk pertumbuhannya. Suhu,
kapang tempe digolongkan sebagai mikroba mesofilik (tumbuh optimum pada
suhu antara 25oC 40oC). Oleh karena itu, suhu inkubasi perlu diperhatikan agar
dihasilkan tempe yang baik. Keaktifan ragi akan berkurang bila disimpan pada
periode tertentu. Oleh sebab itu perlu digunakan ragi yang baru dalam proses
pembuatan tempe.
Proses fermentasi tempe akan optimal apabila dilakukan pada keadaan yang
tidak terlalu banyak kontak dengan udara dan juga terlalu anaerobik. Hal ini
disebabkan karena jamur untuk proses pembuatan tempe merupakan jenis jamur
yang fermentatif fakultatif,yang artinya masih membutuhkan udara (oksigen) tapi
tidak terlalu banyak. Pada percobaan yang telah dilakukan didapatkan kualitas

Laboratorium Mikrobiologi Teknik


Jurusan Teknik Kimia FTI-ITS
13

Laporan Resmi Praktikum Mikrobiologi Industri (2017)


tempe yang dibuat dengan variabel petridish tertutup, daun pisang dengan lubang
ataupun tertutup, dan plastik dengan lubang menghasilkan tempe lebih baik yaitu
teksturnya lunak dan terdapat cukup jamur (hifa). Pada variabel petridish terbuka
dihasilkan tempe yang teksturnya keras dan terdapat beberapa hifa yang dibagian
atas yang berwarna coklat kehitaman. Kerasnya tempe yang dihasilkan
disebabkan karena adanya kontaminasi oleh udara luar yang berlebihan.
III.2 Pembuatan Tape dari Singkong
Percobaan pembuatan tape singkong ini bertujuan untuk mengetahui cara
penerapan bioteknologi dengan fermentasi tape dan peranan organisme
Saccharomyces cerevisiae dalam peragian. Fermentasi adalah proses perubahan
senyawa-senyawa kompleks dari suatu bahan tertentu menjadi senyawa sederhana
disertai bau yang spesifik atau khusus oleh aktivitas mikroba halofilik.
(Tortora, 2010)
Indonesia merupakan salah satu negara penghasil umbi-umbian, antara lain
singkong atau ubi kayu, ubi jalar, ubi talas, kentang, dan lainsebagainya. Berbagai
umbi-umbian ini dapat diolah menjadi beberapa jenis makanan yaitu ubi yang
direbus, dikukus, digoreng, kolak, kripik, opak, dan tape. Tanaman Singkong
(Manihot utillisima) merupakan tanaman yang memiliki kandungan gizi cukup
lengkap. Kandungan zat dalam tanaman singkong memiliki kandungan kalori,
protein, lemak, hidrat arang, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin B dan C, dan
amilum.
(Sulastri, 2013, 1)
Tape merupakan makanan yang cukup populer di Indonesia. Tape biasanya
terbuat dari singkong dan ketan. Tape memiliki rasa manis dan sedikit
mengandung alkohol, memiliki aroma yang menyenangkan, bertekstur lunak dan
berair.
Mikroba yang digunakan dalam percobaan ini adalah jamur Saccharomyces
cerevisiae. Saccharomyces cerevisiae tergolong dalam kelas ascomycota, dimana
penggolongan ini dikarenakan jamur ini dapat membentuk askospora. Secara
aseksual, genus khamir ini memperbanyak diri melalui pembelahan biner
melintang untuk ukurannya sendiri antara 50-20 mikron dan merupakan

Laboratorium Mikrobiologi Teknik


Jurusan Teknik Kimia FTI-ITS
14

Laporan Resmi Praktikum Mikrobiologi Industri (2017)


organisme bersel tunggal (eukariotik). Saccharomyces cerevisiae memiliki bentuk
sel lonjong (oval), bundar, memanjang dan menghasilkan pseudomiselium.
(Pelczar, 2008, 202)
Ragi adalah jamur uniseluler yang tidak membentuk hifa (filamen fungi).
Ukuran ragi biasanya 5-10 kali lebih besar daripada bakteri. Reproduksi aseksual
ragi biasanya dengan cara bertunas.
(Harley, 2002, 368)
Bahan yang digunakan sebagai substrat adalah singkong. Singkong (Manihot
utilissima) sering juga disebut sebagai ubi kayu atau ketela pohon, merupakan
tanaman yang sangat populer di seluruh dunia, khususnya di negara-negara tropis.
Di Indonesia, singkong memiliki arti ekonomi terpenting dibandingkan dengan
jenis umbi-umbian yang lain Selain itu kandungan pati dalam singkong yang
tinggi sekitar 25-30% sangat cocok untuk pembuatan energi alternatif. Dengan
demikian, singkong adalah jenis umbi-umbian daerah tropis yang merupakan
sumber energi paling murah sedunia.
(Rikana, 2009, 1)
Tape singkong merupakan bentuk makanan olahan dengan proses fermentasi.
Prinsip dasar proses fermentasi adalah degradasi komponen pati menjadi dekstrin
dan glukosa, selanjutnya glukosa diubah menjadi alkohol atau asam sehingga
hasil dari proses fermentasi terasa sedikit asam atau sedikit manis dan asam
alkoholik. Tape singkong biasanya dibiarkan dalam bentuk warna putih.
(Sulastri, 2013, 1)
Percobaan ini diawali dengan memilih singkong yang baik, mengupas kulit
singkong, dan mengikis bagian kulit arinya hingga kesat dengan tujuan
menghilangkan getah dari singkong, karena keberadaan getah singkong akan
berpengaruh pada rasa tape yang dihasilkan. Kulit ari harus benar-benar
dibersihkan agar pertumbuhan mikroorganisme ketika proses fermentasi tidak
terhambat.
Kemudian singkong dipotong dengan ukuran sesuai keinginan lalu dicuci dan
dibiarkan hingga kering. Sementara menunggu singkong kering, air dimasukkan
ke dalam panci kira-kira 1/4 penuh lalu dipanaskan hingga mendidih. Selanjutnya

Laboratorium Mikrobiologi Teknik


Jurusan Teknik Kimia FTI-ITS
15

Laporan Resmi Praktikum Mikrobiologi Industri (2017)


singkong dimasukkan ke dalam panci dan dikukus hingga singkong 3/4 matang.
Parameter singkong 3/4 matang adalah singkong menjadi agak lunak dan dapat
ditusuk dengan garpu. Tujuan pengukusan singkong adalah agar singkong
menjadi lunak dan enzim dari mikroorganisme dapat bekerja dengan baik. Lalu
melakukan pendinginan pada singkong dengan cara menaruhnya pada tempat
yang lebar dan membiarkannya beberapa saat sampai dingin. Pendinginan ini
dilakukan agar jamur bisa tumbuh dan tidak mati karena suhu yang terlalu panas
pada singkong.
Ketika singkong dikukus terjadi proses hidrolisa, yaitu reaksi antara pati
dengan air yang menghasilkan glukosa:

(C6H10O5)x + x H2O x C6H12O6


(Fessenden, 2002, 354)
Langkah berikutnya adalah menyiapkan wadah sebagai tempat untuk
mengubah singkong menjadi tape, wadah tersebut terdiri dari baskom yang bagian
bawahnya dilapisi dengan daun pisang. Alasan penggunaan daun pisang karena
daun pisang memiliki sifat berongga sehingga bisa digunakan sebagai
pembungkus tape, selain itu lapisan daun pisang yang digunakan berlapis-lapis
untuk mencegah kebocoran hasil fermentasi tape yang berupa alkohol. Singkong
sebanyak 1 kg yang telah dimasukkan ke dalam wadah lalu diberi ragi sebanyak
setengah sendok makan secara merata. Singkong yang telah diberi ragi lalu
ditutup kembali menggunakan daun pisang, setelah itu disimpan pada tempat yang
o
tertutup. Fermentasi tape yang baik dilakukan pada suhu 28-30 C dan
membutuhkan waktu 45 jam, selain itu fermentasi tape yang baik harus berada
dalam kondisi tertutup. Fermentasi yang tertutup akan mencegah terjadinya
kontaminasi pada tape.
Pengamatan dilakukan pada 48 jam setelah melakukan fermentasi, Dari hasil
percobaan pada pengamatan 48 jam, tape yang terbentuk berwarna kuning dengan
kondisi singkong yang lunak. Selain itu rasa dari tape hasil percobaan asam dan
aromanya harum seperti tape. Pada variabel daun pisang tanpa lubang, didapatkan
warna tape yang warnanya putih dan basah
Reaksi kimia yang terjadi pada fermentasi tape adalah sebagai berikut:

Laboratorium Mikrobiologi Teknik


Jurusan Teknik Kimia FTI-ITS
16

Laporan Resmi Praktikum Mikrobiologi Industri (2017)

C6H12O6 2C2H5OH + 2CO2

Dari reaksi tersebut dapat diketahui bahwa fermentasi alkohol berlangsung


secara anaerob. Sedangkan alkohol yang dihasilkan adalah etanol. Proses
pembentukan alkohol ini dapat terjadi karena adanya peran jamur Saccharomyces
cerevisiae dalam ragi tape. Pada wadah daun pisang tanpa lubang proses
fermentasi dapat berlangsung dengan baik karena wadah tertutup rapat sehingga
tidak ada udara yang masuk sehingga mendukung proses fermentasi. Perubahan
biokimia yang penting pada fermentasi ini adalah hidrolisis pati menjadi glukosa
dan maltose yang memberikan rasa manis serta perubahan gula menjadi alkohol
dan asam organik.
(Hasanah, 2008)
Persentase ragi tape member pengaruh sangat nyata terhadap kadar alcohol
tape yang dihasilkan. Kadar alkohol tertinggi diperoleh pada persentase ragi tape
1,00 % sebesar 12,32 % dan kadar alkohol terendah diperoleh pada persentase
ragi tape 0,25 % sebesar 2,57 %. Selain persentase ragi tape, faktor yang
mempengaruhi kadar alcohol pada tape adalah lamanya fermentasi. Kadar alcohol
tertinggi diperoleh pada lama fermentasi 60 jam sebesar 9,12 % dan kadar alcohol
terendah diperoleh pada lama fermentasi 24 jam sebesar 4,44 %. Hal ini juga
mengakibatkan tekstur tape menjadi lunak. Ini dikarenakan karbohidrat yang
terdapat pada singkong banyak yang bereaksi dan menjadi etanol dan glukosa
yang menjadikan tekstur lunak dan terasa manis meski tidak bercampur air. Hasil
yang ditunjukkan oleh data percobaan menujukkan adanya kesamaan data dengan
literatur.
(http://repository.usu.ac.id/)

IV. Kesimpulan
IV.1 Pembuatan Tempe Kedele
Jamur atau kapang Rhizopus oryzae dapat memfermentasikan kedelai
menjadi tempe yang mudah dicerna oleh usus. Pembuatan tempe dengan
menggunakan media pembungkus daun pisang dengan lubang atau plastik

Laboratorium Mikrobiologi Teknik


Jurusan Teknik Kimia FTI-ITS
17

Laporan Resmi Praktikum Mikrobiologi Industri (2017)


dengan lubang dapat membentuk tempe yang bagus sehingga mudah dicerna
tubuh, tetapi pada petridish tertutup, jamur tetap tumbuh karena pertumbuhan
jamur lebih optimal pada kondisi anaerob fakultatif. Yang artinya hanya perlu
sedikit oksigen untuk tumbuh
IV.2 Pembuatan Tape Singkong
1. Pembuatan tape dengan cara fermentasi termasuk dalam bioteknologi
konvensional (tradisional) dengan menggunakan Jamur Saccharomyces
cerevisiae.
2. Dalam pembuatan tape, ragi (Saccharomyces cerevisiae) berperan dalam
mengeluarkan enzim yang dapat memecah karbohidrat pada singkong
menjadi gula yang lebih sederhana.
Daftar Pustaka

Farnworth, Edward R.. 2008. Handbook Of Fermented Functional Foods. Boca


Raton : CRC Press
Fessenden, Ralp J. & Joan S. Fessenden. 2002. Kimia Organik. Jakarta: Erlangga
Harley, John. P. dan Prescott, Lansing M. 2002. Laboratory Exercise in
Microbiology 5th Edition. New York : The McGraw-Hill Companies
Kemala N, Sari. 2006. Upaya Memperpanjang Umur Simpan Tempe dengan
Metode Pengeringan dan Sterilisasi. Bogor: IPB
Pelczar, Michael. 2008. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Universitas
Indonesia Press.
Rikana, Heppy & Rizky Adam. 2009. Pembuatan Bioetanol dari Singkong secara
Fermentasi mengggunakan Ragi Tape. Semarang: Universitas Diponegoro
Sulastri, Endang. 2013. Organoleptik Tape Singkong (Manihot Utillisima) dengan
Penambahan Ekstrak Daun Katuk (Sauropus androgynus). Semarang :
Universitas Diponegoro.
Tortora, Gerard J. , Berdel R. Funke and Christine L. Case. 2010. Microbiolgy: an
Introduction-100 ed. San Francisco: Pearson Education, Inc.
http://repository.unhas.ac.id/. Diakses tanggal 27 Maret 2016 Pukul 19.22
http://repository.usu.ac.id/. Diakses tanggal 27 Maret 2016 Pukul 19.22

Laboratorium Mikrobiologi Teknik


Jurusan Teknik Kimia FTI-ITS

Anda mungkin juga menyukai