Anda di halaman 1dari 16

Kanker Payudara

Nadia Harbeck, Michael Gnant

Kanker payudara merupakan kanker ketiga tersering di dunia. Pada tahap awal, kanker
payudara dapat disembuhkan. Terapi kanker payudara mengalami perkembangan dalam
beberapa tahun terakhir , baik terapi lokal regional maupun terapi sistemik dengan fokus
utama pencegahahan terjadinya overtreatment maupun undertreatment. Terapi
pembedahan konvensional bukan lagi merupakan pilihan utama pada setiap pasien
kanker payudara. Pada pasien triple negatif dengan HER-2 positif kanker payudara
tahap dini, terapi neoadjuvant merupakan terapi pilihan yang paling sering diberikan.
Pilihan terapi utama yang kini tersedia adalah terapi endokrin, anti HER-2 targeting, dan
kemoterapi tergantung subtipe tumor. Pada pasien kanker payudara dengan metastase,
tujuan pemberian terapi adalah memperpanjang survival dan mempertahankan kualitas
hidup. Endokrin terapi yang semakin berkembang, termasuk terapi targeting terhadap
HER-2 dan berbagai terapi targeted terapi lain memberikan harapan baru bagi
penatalaksanaan jangka panjang kanker payudara dengan metastase.

Epidemiologi kanker payudara.

Kanker payudara merupakan kanker tersering pada perempuan dan kanker ketiga
tersering di dunia disamping kanker paru dan kanker kolon. Pada tahun 2012, 1.7 juta
orang didiagnosis kanker payudara dengan sekitar 50% meninggal karenanya. Satu
dari 8 sampai 10 perempuan di dunia akan menderita kanker payudara selama hidupnya.
Angka mortalitas pada pasien kanker payudara di European Union dan Amerika Barat
menurun. Hal ini disebabkan karena semakin baiknya deteksi dini dan sistemik terapi
yang semakin efisien. Pada tahun 2017 angka mortalitas pada pasien kanker payudara
diharapakan menurun sampai 8%.

Namun kanker payudara masih merupakan penyebab kematian utama karena keganasan
pada negara berkembang dan penyebab kematian kedua setelah kanker paru pada negara
maju. Insidensi kanker payudara di Amerika Selatan, Asia, dan Afrika mengalami
peningkatan, hal tersebut disebabkan perubahan gaya hidup dan kurangnya program
screening. Angka mortalitas pada daerah ini juga mengalami peningkatan yang
disebabkan kurangnya akses terhadap fasilitas diagnosis dan terapi.

Kanker payudara stadium dini : konsep terapi dan biologi.

Kanker payudara stadium dini tanpa tanda-tanda metastase merupakan penyakit yang
dapat disembuhkan. Pembedahan dan pengangkatan masa tumor mungkin bukan
merupakan pilihan terbaik bagi setiap pasen. Pada beberapa subtipe tumor biologi
seperti kanker payudara dengan triple negatif atau HER-2 positif, terapi sistemik
merupakan pilihan yang lebih baik. Namun pilihan ini tetap didasarkan pada
rekomendasi ahli dan keputusan pasien.

Sebelum penentuan jenis terapi, pemeriksaan penunjang lengkap perlu dilakukan seperti
usg, mamografi dan core biopsy. Pemeriksaan MRI perlu dilakukan terbatas pada
kanker payudara herediter, dense tissue dan lobular histology dan sugestif multicentric
disease. Hasil metaanalisis ( 2 randomized trial dan 7 penelitian kohort komparatif
dengan 3112 pasien) meneliti rasio keuntungan dan kerugian dari pemeriksaan rutin
MRI peroperatif dengan kejadian mastektomi (16,4% pada pasien dengan preoperatif
MRI dan 11,4% pada tanpa preoperative MRI) dan tanpa penurunan proporsi pasien
dengan reeksisi setelah operasi pertama breast conservation.

Penentuan stadium dan mencari adanya metastase hanya diperlukan pada pasien dengan
gejala atau pasien dengan kemungkinan relaps yang tinggi. Prevalensi terjadi metastase
pada pasien asimptomatik cukup tinggi pada pasien dengan diameter tumor besar (
>5cm) sebesar 15% atau pada extensive nodal disease (>3 nodus yang terlibat) sebesar 4
%. Pemeriksaan rutin untuk penentuan stadium yaitu foto thoraks, USG abdomen, dan
bone scan. Pemeriksaan CT scan dilakukan pada pasien dengan resiko tinggi atau pasien
dengan gejala karena sensitivitasnya yang cukup tinggi.

Pada awal tahun 2000 telah dilakukan suatu pengkajian oleh Perou, Sorlue dan teman-
teman, dimana kanker payudara dibagi kedalam 4 klasifikasi berdasarkan subtipe
molecular yaitu luminal A, luminal B, HER-2 enriched, dan basal like. Namun secara
sains ditemukan sampai dengan 10 subtipe molekular yang telah teridentifikasi
berdasarkan nomor kopi genetik dan analisis ekspresi.
Pada sampel tumor yang terfiksasi parafin dalam formalin, keempat jenis subtipe tumor
dapat dikenali menggunakan multigene assay seperti Prosigna ( Nanostring Technology
), Blueprint (Agendia) atau pemeriksaan imunohistokimia secara indirek untuk
menentukan steroid hormone reseptor (estrogen receptor- ER, progesterone receptor-
PgR), status HER-2, dan proliferasi tumor yang dinilai dengan Ki67. Jenis subtipe
tersebut adalah luminal-A like subtipe (ER dan atau PgR positif, HER2 negatif,
proliferasi rendah), luminal-B like subtipe (ER dan atau PgR positif, HER2 negatif,
proliferasi tinggi), HER2 subtipe tipe non luminal (HER2 positif ER dan PgR negatif)
dengan tipe luminal (HER2 positif, ER dan atau PgR positif), basal-like subtipe (HER2
negatif, ER dan PgR negatif disebut juga triple negatif kanker). Berdasarkan konsensus
St. Gallen, sistemik terapi pada kanker payudara stadium dini harus berdasarkan jenis
molecular subtipenya.

Pada praktek sehari-hari, terdapat kesulitan dalam mendiferensiasi luminal A dan


luminal B tumor yang terdapat pada perbedaan pada jenis proliferasinya, karena
didasarkan pemeriksaan Ki67 lokal yang tidak terstandarisasi. Nilai kurang dari 10%
didefinisikan sebagai resiko rendah, nilai antara 20-29% merupakan nilai minimal bagi
kriteria proliferasi tinggi. Nilai ambang batas Ki67 yang belum tervalidasi secara jelas
yaitu nilai intermediate Ki67 antara 10% sampai dengan 30% tidak dapat digunakan
sebagai kriteria dalam pemilihan kemoterapi adjuvant pada pasien luminal B tumor.
Pemeriksaan Ki67 yang terstandarisasi internasional masih sulit untuk dilakukan dan
variabilitas antara laboratorium masih tinggi, oleh sebab itu standar internasional perlu
diterapkan segera pada area lokal. Terapi multidisipliner yang dipilih pada terapi kanker
payudara stadium dini berdasarkan subtipe molekular, locoregional, tumor load, dan
keinginan pasien.
Triple negative (ER, HER 2 positif
PgR dan Her2
negatif)

Keterlibatan KGB; grade; Ki67, penanda Tawarkan pemeriksaan


multigen atau u PA/PAI-1 tes BRCA (termasuk tanpa
riwayat keluarga, untuk
keperluan konsekuensi
terapi)

Luminal A/ resiko Luminal B atau


rendah (hanya resiko tinggi Indikasi kemoterapi pada stadium tumor T1b No :
pada pNo-1) (selalu pada pN2- neoadjuvan sebagai pilihan.
3)

Terapi endokrin Kemoterapi Antrasiklin dan Kemoterapi +


endokrin terapi kemoterapi trastuzumab (dan
mengandung taxane pertuzumab) dan atau
(ditambahkan kepada endokrin terapi
neoadjuvan platinum

Gambar 1 : Prinsip terapi sistemik pada kanker payudara stadium dini

Kesimpulan pada strategi terapi yang umum, diperbaharui setelah publikasi oleh Harbeck dan teman, 2010.
Pada setiap individual, pilihan tterapi dapat berbeda tergantung karakteristik tumor, dan penyakit.
Keputusan pasien merupakan kunci utama dalam penentuan strategi terapi. ER : estrogen reseptor, PgR :
Progesteron reseptor. * Dual HER2 bloker hanya berlaku pada terapi neoadjuvan. Terapi endokrin
diindikasikan pada pasien ER dan atau PgR positif.

Kanker payudara stadium dini : terapi lokal

Operasi

Breast conservation merupakan operasi standar yang paling sering dilakukan pada
penderita kanker payudara. Perkembangan teknik operasi (prosedur onkoplastik) dan
pendekatan multidisipliner (terapi sistemik primer) pada breast unit yang tersertifikasi
meningkatkan akses para wanita pada pendekatan organ-saving surgical.

Saat ini breast conservation semakin dapat diterapkan pada berbagai status klinis pasien
dikarenakan semakin berkembangnya teknik operasi onkoplastik dan semakin
suksesnya terapi neoadjuvant. Saat ini terdapat perkembangan baru di Amerika untuk
dilakukannya mastektomi volunter, dan mastektomi volunter kontralateral (profilaksis).
Tindakan breast conservation didasarkan atas keputusan pasien, para dokter memiliki
tanggung jawab secara etik untuk memberikan informasi yang benar dan lengkap
mengenai pilihan dan konsekuensi dari setiap tindakan. Tindakan mastektoni
kontralateral terbukti tidak menurukan angka mortalitas, maupun meningkatkan angka
survival.

Terapi neoadjuvant sistemik menjadi terapi standar pada kondisi dimana breast
conservation tidak mungkin dilakukan karena ukuran tumor, maupun hubungan ukuran
payudara dan tumor, sehingga kemoterapi lebih diutamakan. Kemoterapi sitotoksik,
endokrin terapi dan targeted terapi dipilih tergantung dari tumor biologi. Pada pasien
HER2 positif dan triple negatif, angka terjadinya komplit respon secara patologi tinggi
sebesar lebih dari 60% dan berkorelasi dengan hasil jangka panjang. Pada pasien
dengan angka komplit respon patologi yang tinggi yaitu lebih dari 50% pasien, tetap
diperlukan operasi untuk mengangkat masa tumor atau memastikan terjadinya komplit
respon secara patologi. Pada tumor dengan angka komplit respon patologi yang tinggi
pada pasien dengan subtipe HER2 positif, operasi bukan lagi menjadi pilihan yang
relevan. Beberapa klinisi menyatakan sistemik terapi primer (kemoterapi dengan anti
HER2 terapi) untuk semua pasien dengan HER2 positif, tanpa melihat ukuran tumor
(beberapa ahli menyarankan ukuran 1 cm sebagai batas). Namun pemberian terapi yang
berlebihan pada simple lokal tumor, dan pemberian kemoterapi adjuvant hanya
diberikan apabila terapi yang sama juga diperlukan pada kondisi adjuvant. Meskipun
demikian, terapi neoadjuvan membuka jalan obat-obat baru untuk dieksplorasi,
walaupun parameter yang dapat diperiksakan untuk menilai hasil jangka panjang tidak
selalu tersedia.

Pembedahan setelah kemoterapi neoadjuvan telah mengalami perubahan yang berarti,


dari eksisi tumor yang telah dilemahkan oleh terapi neoadjuvan, sampai perkembangan
menjadi no ink tumor setelah terapi sistemik primer. Namun tidak semua tumor
menyusut secara konsentris, dan penentuan margin tumor setelah terapi neoadjuvant
menjadi sulit. Batas tumor harus ditentukan secara jelas, dilakukannya mastektomi
setelah terjadi respon komplit patologi harus dihindari. Sejak tahun 2014 penentuan
batas tumor setelah terapi neoadjuvan sistemik telah terstandarisasi, namun tetap
memerlukan penelitan cross trial komparasi di masa depan. Pemeriksaan MRI
preoperatif masih kontroversial. Walaupun pemeriksaan MRI kualitas tinggi dapat
memyempurnakan rencana operasi, namun kurangnya sensitivitas dalam mendeteksi
lesi multisentrik dapat meningkatkan terjadinya mastektomi yang tidak diperlukan.
Walaupun tumor multisentris perlu didiagnosis secara baik sebelum rencana operasi,
namun dilakukanya mastektomi didasarkan hasil MRI merupakan kekeliruan.

Sejak 2 dekade terakhir, prosedur pembedahan aksila telah berubah. Walaupun diseksi
KGB level I/II merupakan pendekatan standart, prosedur sentinel node kini merupakan
pendekatan state-of-the-art, mengurangi terjadi diseksi KGB yang bebas tumor dan
menghindari efek samping pembedahan aksila. Berbagai metode digunakan dalam
praktek klinis untuk mendeteksi sentinel node dengan positif sel kanker. Pembedahan
aksila setelah terapi neoadjuvan sistemik masih menjadi kontroversi, biospi sentinel
node sebelum diberikan terapi menjadi pilihan, biospi setelah dilakukanya terapi kurang
disarankan. Perbedaan ini belum secara jelas berimplikasi terhadap respon penyakit
maupun strategi operasi. Diseksi aksila pada pasien dengan sentinel node yang positif
tumor masih merupakan kontroversi. Pada trial ACOSOG Z0011 menyatakan tidak ada
perbedaan outcome antara pasien dengan dan tanpa diseksi aksila, namun metoe
penelitian ini dikritisi oleh banyak pihak.

Radioterapi

Pilihan lain untuk merawat node sentinel positif adalah radiotherapy aksilari: percobaan
AMAROS menetapkan teknik ini sebagai pilihan non-inferior dibandingan dengan
pembedahan kelenjar getah bening aksilar. Akan tetapi, beberapa kekhawatiran
mengenai metode ini harus diangkat- prevalensi yang kurang pada pembedahan level 3
dan infeksi luka pada kelompok bedah dapat mempengaruhi data mobilitas bahu- dan
menganjurkan untuk berhati-hati ketika mengartikan hasilnya.

Dengan menghormati pendekatan radiotherapy pada kanker payudara, ada beberapa


catatan yang bertentangan: strategi radiotherapy yang tidak terlalu invasive telah
ditetapkan, seperti partial breast irradiation atau hypofractionated radiotherapy yang
meringankan beban pada pasien. Intraoperative radiotherapy telah digunakan sebagai
penunjang, atau terapi radiasi tersendiri, keduanya bertujuan untuk mengurangi efek
samping dan keperluan logistik dari pasien. Percobaan untuk melakukan radiotherapy
setelah konservasi payudara pada situasi resiko rendah belum menghasilkan hasil yang
terpercaya. Akan tetapi, pada komunitas cendekiawan, kepercayaan bahwa populasi
yang demikian akan ditemukan di masa depan. Meskipun keuntungan numerikal yang
kecil mungkin ada pada control local, juga untuk pasien usia lanjut (lebih tua dari 70
tahun), perbedaan ini sangat tidak mungkin untuk ditranslasikan menjadi perbedaan
yang relevan pada long-term survivalSebuah penelitian terbaru menunjukkan bahwa
Pedoman Praktik Klinis saat ini adalah melakukan radiasi hingga ke aksila dan ke
supraklavikula serta parasternal. Penelitian EORTC menunjukkan adanya
kecenderungan hampir signifikan angka harapan hidup 5 tahun yang lebih tinggi bagi
kelompok radiasi nodus, jika dibandingankan dengan kelompok kontrol (82,3% vs
80.7%, dengan Hazard Ratio kematian pada kelompok radiasi nodis sebesar 0,87; 95%
CI 0,76-1,00; nilai p = 0,06). Penelitian MA-20 menyatakan bahwa radiasi tambahan
nodus yang menyertai radiasi payudara total pada kelompok wanita kanker dengan
nodus positif / nodus negatif risiko tinggi, tidak menambah angka harapan hidup, tetapi
dapat mengurangi risiko kambuh. Dalam sebuah meta-analisis dan investigasi lebih
lanjut dari kedua penelitian tersebut dan penelitian lain di Perancis, terungkap bahwa
angka harapan hidup secara keseluruhan maupun angka bebas metastasis terbukti lebih
baik secara signifikan, dan langkah radioterapi tambahan tampak cukup menjanjikan.

Radiasi nodus kerap kali disarakan karena dapat menunda operasi kelenjar getah bening
aksila, bahkan pada kasus payudara yang sudah menjalar ke nodus ataupun dicurigai
adanya keterlibatan nodus sekalipun. Adapun demikian, banyak pakar berpendapat
bahwa penundaan operasi yang agresif pada payudara dan aksila serta penetapan
strategi radiasi agresif justru akan merugikan, karena akan menyebabkan toksisitas
berkepanjangan. Namun, dengan perencanaan radiologi modern, angka kejadian
toksisitas jantung dapat ditekan.

Radioterapi pada pasien dengan keterlibatan lebih dari 1-3 nodus masih kontroversial.
Hal ini disebabkan oleh belum begitu banyak penelitian yang dapat membuktikan
keunggulannya. Namun, kemajuan di bidang radioterapi telah dapat memuntaskan
beberapa masalah lampau, seperti masalah dosis (booster).

Kanker Payudara Tahap Awal: Terapi Sistemik

Indikasi Terapi Sistemik


Jenis biologis tumor yang paling umum adalah tumor luminal HER 2-negatif (70%).
Indikasi kemoterapi neoadjuvan dan adjuvant ditentukan berdasarkan proliferasi,
grading tumor, dan keterlibatan kelenjar getah bening. Hanya sedikit Pusat Kanker
Payudara yang melakukan penilaian subtipe molekular melalui uji multigen (multigene
assay), maka penilaian imunohistokimia (IHK) digunakan untuk membedakan luminal
A dan luminal B secara biologis. Adapun demikian, sulit untuk menentukan perbedaan
pada tumor-tumor dengan reseptor-hormon positif dan Ki67 menengah (antara 10%
hingga 30%). Makan suatu kriteria untuk menilai risiko kambuh dan respon kemoterapi
sangat diperlukan.

Secara umum, pasien dengan risiko kambuh lebih dari 10% dalam 10 tahun dianggap
sebagai kandidat potensional untuk kemoterapi neoadjuvan dan adjuvan. Pada pasien-
pasien tumor luminal berisiko sedang (pNO-1), beberapa uji multigen (mis. Endopredict
[Myriad Genetics], MammaPrint [Agendia], Oncotype DX [Genomic Health], Prosigna)
telah tervalidasi dan dapat digunakan untuk penilaian risiko, bahkan beberapa dari
antaranya telah tervalidasi untuk memprediksi risiko kambuh (Tabel 1). Sebagian besar
uji tersebut dapat memberikan informasi mengenai risiko kambuh dini (5 tahun
pertama) dan risiko kambuh lanjut (di atas 5 tahun). Hasil prospektif uji validasi hanya
tersedia pada Onkotype DX dan MammaPrint. Penelitian TAILORx pada pNO dan
penelitian WSG PlanB untuk pNO-1 membuktikan bahwa Oncotype DX mampu
memberikan efek prognostik. Adapaun MammaPrint dibuktikan pada penelitian
MINDACT, dimana luaran pasien tidak terganggu apabila pemberian kemoterapi
adjuvan bagi pasien kanker payudara risiko tinggi secara klinis dan risiko rendah secara
genomik ditunda. Adapun alat uji multigen lainnya hanya divalidasi secara rettrospektif.
Belum didpatakan data luaran prospektif dari penelitian internasional berskala besar
yang melakukan perbandingan secara random dari Onkotype DX untuk menilai risiko
grup-group (mis. TAILORx [pN0], RxPONDER [pN1]).

Sebuah penelitian prospektif Uji ELISA dan analisis yang diselenggarakan oleh
European Organisation for Research and Treatment of Cancer menggunakan protein
untuk uPA/PAI-1 (Femtelle [American Diagnostica/Sekisui]) menyatakan bahwa uji
tersebut telah tervalidasi dengan tingkat pembuktian tertinggi untuk efek prognostik dan
prediktifnya. Berlawanan dengan uji multigen, uji ELISA membutuhkan jaringan tumor
baru yang dibekukan (fresh-frozen), namun jika implementasi logistik berjalan baik, uji
ini dapat digunakan sebagai alternatif penilaian risiko karena biaya yang diperlukan
lebih rendah. Yang harus diingat, prognosis juga dapat diperkirakan dengan
menggunakan sarana prognostik berdasarkan klinis seperti algoritma PREDICT.

Table.1: Assay multigen yang biasa digunakan untuk penelitian resiko pada kanker
payudara dini
Oncotype DX Endopredict Mammaprint Prosigna
Manufaktur Genomic Health Sividon (distribusi Agendia NanoString
oleh Myriad) Technologies
Assay Skor pengulangan Assay 11 gen Assay 70 gen Assay 50 gen
21 gen (PAM 50, Skor
ROR)
Jaringan FFPE FFPE Assay 70 gen FFPE
Metode RT-PCR RT-PCR RNA microarray nCounter
kuantitatif kuantitatif Technology
Laboratorium Terpusat Tidak terpusat Terpusat Tidak terpusat
(Amerika) (Belanda)
Registrasi / akreditasi Clinical CE-Mark FDA (pada Assay FDA (510K), CE-
Laboratory Vitro Diagnostic Mark
Improvement Multivariate
Amendment, Index)
College of
American
Pathologists
Penentuan sub-tipe Tidak Tidak Ya (menggunakan Ya (tidak
molekuler blueprint) dilaporkan di
USA)
Informasi prognostik Ya Ya Ya Ya
(hasil)
Grup resiko Rendah, Rendah vs tinggi Rendah vs tinggi Rendah,
menengah, tinggi menengah, tinggi
Informasi prediktif Ya Tidak ada data Ya Tidak ada data
(respons terhadap hingga saat ini hingga saat ini
kemoterapi adjuvant)
Indikasi tes berdasar bukti pN0-1, ER- pN0-1, ER- pN0-1 pN0-1, ER-
positive, terapi positive, HER2- positive, HER2-
endokrin negative, terapi negative, terapi
endokrin endokrin,
postmenausal
Validasi klinis retrospektif NSABP B14 and ABCSG 6 and 8; Multicentre ABCSG 8;
B20; TransATAC; TransATAC TransATAC;
ECOG 9127; MA.21
SWOG 8814
Percobaan klinis WSG-Plan B TUM (DI MINDACT (BIG; Beberapa DI study
prospektif (3198 pasien); unicentre study, WSG for di Eropa:
WSG 167 pasien) Germany; 6693 WSG (11 pusat,
ADAPT (sekitar pasien); WSG 200 pasien);
5000 pasien); PRIME GEICAM;
TAILORx (pN0; (DI study; 34 French multicentre
10.253 pasien); pusat; study
RxPONDER 452 pasien)
(pN1; sekitar 9000
pasien)
FFPE: formalin-fixed, paraffin-embedded. FDA: Food and drug administration, ER:
Oestrogen receptor, DI: decision impact. *Cohort hanya untuk percobaan translasi,
sebuah sub-grup dari total studi kolektif

Terapi Endokrin
Pada seluruh kanker payudara luminal tahap awal mis. reseptor-hormon positif (ER
atau PgR positif, atau keduanya) Terapi endokrin adjuvan selama 5-10 tahun biasa
diberikan. Pedoman terkini menyebutkan bahwa adanya pewarnaan pada IHK ER/PgR
(mis. 1%) dianggap sebagai positif; sensitivitas endokrin berkorelasi secara langsung
dengan derajat peningkatan reseptor hormon.

Pada pasien pra-menopause, tamoxifen 20 mg per hari diberikan sebagai terapi endokrin
standar. Meta-analisis yang dilakukan oleh EBCTCG (Early Breast Cancer Trialists
Collaborative Group) menunjukkan bahwa pemberian tamoxifen selama 5 tahun dapat
menurunkan risiko kambuh, tidak hanya pada 4 tahun pertama (RR 0,53; nilai p <
0,0001), namun juga pada 5-9 tahun berikutnya (RR 0,68; nilai p < 0,0001) pada pasien
ER-positif. Efek ini tidak berkaitan dengan status PgR, usia, keterlibatan nodus, maupun
pemberian kemoterapi. Mortalitas kanker payudara dapat ditekan hingga sepertiga
selama 15 tahun masa follow-up.

Penelitian SOFT dan TEXT menunjukkan bahwa pada kelompok pasien pra-menopause
risiko tinggi untuk kambuh (mis. pasca kemoterapi atau usia < 35 tahun), pemberian
obat supresan ovarium (GnRH agonis) dan tamoxifen atau bahkan GnRH agonis dan
inhibitor aromatase dapat meningkatkan efikasi. Sejauh ini, kedua penelitian tersebut
menunjukkan adanya peningkatan angka bebas kanker (kambuh) pada pasien yang
diberikan GnRH-tamoxifen atau GnRH-inhibitor aromatase, namun belum
menunjukkan adanya peningkatan angka harapan hidup. Sebagai tambahan, penelitian
ABCSG membuktikan adanya peningkatan signifikan angka kematian pasien pra-
menopause yang diikuti selama 3 tahun pasca pemberian GnRH-inhibitor aromatase,
jika dibandingkan dengan GnRH-tamoxifen (HR 1,63; 95% CI 1,05-1,45; nilai p =
0,30). Maka dari itu, indikasi pemberian GnRH-inhibitor aromatase dan profil efek
samping harus didiskusikan lebih lanjut pada pasien pra-menopause.

Pada pasien pasca-menopause, pemberian tamoxifen dan inhibitor aromatase dianggap


sebagai pilihan terapi utama, baik sebagai terapi tunggal selama 5 tahun, maupun bila
diberikan sebagai terapi berkelanjutan. Diberikan sebagai terapi berkelajutan, inhibitor
aromatase terbukti dapat menurunkan angka rekurensi sebesar 30%, namun belum
terlalu banyak efeknya pada angka kematian, bila dibandingkan dengan tamoxifen.
Penelitian lain menunjukkan bahwa pemberian inhibitor aromatase selama 5 tahun
secara signifikan dapat menurunkan angka kematian kanker payudara sebesar 15%,
dibandingkan dengan pemberian tamoxifen selama 5 tahun. Pemberian inhibitor
aromatase di awal pada pasien pasca-menopause dengan risiko tinggi terhadap kambuh
atau pasien dengan histologi lobularis cukup disarankan. Adapun pada pasien lain,
pemilihan obat dan jenis terapi ditentukan secara individualis, karena keduanya sama-
sama memiliki efek samping tertentu: meta-analisis yang dilakukan oleh EBCTCG
mengungkapkan angka kejadian kanker endometrium yang lebih rendah pada pasien
yang diberikan inhibitor aromatase, dibandingkan dengan tamoxifen (insidensi 10
tahun: 0,4% vs 1,2%), namun angka kejadian fraktur tulang lebih tinggi pada inhibitor
aromatase (insidensi 5 tahun: 8,2% vs 5,5%). Angka kematian pada pasien lain (selain
kanker payudara) ditemukan tidak berbeda pada pemberian inhibitor aromatase maupun
tamoxifen.

Sejauh ini, data-data penelitian mendukung penggunaan inhibitor aromatase dalam


terapi 5 tahun, baik diberikan di awal, ataupun sebagai bagian terapi berkelanjutan.
Penelitian LATER di Australia menunjukkan bahwa pemberian letrozole di akhir terapi
endokrin adjuvan (setelah 4 tahun atau lebih) selama 1 tahun dapat menurunkan angka
kejadian invasi lanjut kanker payudara secara signifikan. Penelitian MA17.R
menyatakan bahwa pemberian tamoxifen selama 5 tahun diikuti oleh terapi adjuvan
tambahan menggunakan letrozole selama 5-10 tahun dapat menurunkan angka
kekambuhan (5 tahun bebas kambuh: 95% pada letrozole 10 tahun vs 91% pada
letrozole 5 tahun; HR 0,66; nilai p = 0,01). Begitupula dengan pencegahan penyebaran
kontralateral (insidensi tahunan sebesar 0,21% pasca letrozole vs 0,49% pasca plasebo;
nilai p = 0,007). Tidak ada perbedaan secara signifikan pada angka harapan hidup
keduanya. Penelitian ATLAS menunjukkan bahwa penggunaan tamoxifen secara
kontinu selama 5 tahun (hingga total selama 10 tahun) secara signifikan menurunkan
angka rekurensi dan mortalitas kanker payudara. Penelitian tersebut menyimpulkan
bahwa angka kematian decade kedua setelah diagnosis pada pasien yang mendapatkan
tamoxifen selama 10 tahun lebih rendah, separuh dari pasien yang mendapatkan
tamoxifen selama 5 tahun. Namun, kesimpulan ini masih memicu kontroversi karena
terapi tamoxifen jangka panjang memiliki kaitan yang erat dengan peningkatan efek
samping. Terlebih lagi, beberapa penelitian tidak menemukan adanya perbaikan luaran
dari pemberian tamoxifen dengan durasi yang lebih panjang.

Dengan pemberian terapi endokrin adjuvan yang lebih lama (> 5 tahun), kita harus
menimbang risiko dan keuntungan yang akan didapatkan. Uji multigen dapat digunakan
untuk menilai risiko kambuh jangka panjang dan berguna ketika kita akan menentukan
durasi terapi endokrin adjuvan. Bila ada indikasi kemotrapi, pemberian terapi endokrin
adjuvan harus diberikan secara berturutan (konsekutif), walaupun belum ada data yang
dapat menunjukkan adanya perbedaan efikasi dari keduanya.

Kemoterapi
Pada kanker payudara tahap awal, kemoterapi pra-operasi sama efektifnya dengan
kemoterapi pasca-operasi dalam kaitan angka kekambuhan dan angka harapan hidup
secara keseluruhan. Namun, kemoterapi neoadjuvan hanya diberikan apabila pasien
memiliki indikasi terhadap pemberian kemoterapi adjuvan. Massa tumor lokoregional,
subtipe molekular, dan risiko kambuh harus dianggap sebagai risiko absolut rendah
yang mengimplikasikan keuntungan rendah. Walaupun keterlibatan kelenjar getah
bening atas berkaitan dengan angka kekambuhan yang tinggi, diungkapkan bahwa
kemungkinan mikrometastasis kelenjar getah bening sentinel rendah / tidak memiliki
efek signifikan terhadap luaran dan dapat dikesampingkan ketika membuat keputusan
klinis.

Selain mempermudah operasi, kemoterapi neoadjuvan juga direkomendasikan bagi


pasien kanker payudara triplet-negatif dan HER2-positif. Subtipe tersebut memiliki
korelasi yang baik antara respons komplit patologis dan luaran pasien. Hubungan
tersebut dapat digunakan untuk memberi informasi lebih mengenai prognosis pasien
pasca operasi. Apalagi, saat ini telah tersedia sebuah uji klinis bagi pasien yang tidak
memiliki respons komplit patologis. Dalam kasus neoadjuvan, seluruh kemoterapi harus
diberikan sebelum operasi sehingga intensitas dosis dapat dipertahankan; maka dari itu
pemberian kemoterapi sandwich (pra dan pasca operasi) di luar uji klinik sebaiknya
dihindari.

Kemoterapi adjuvan sebaiknya dimulai dalam minggu pertama pasca operasi, karena
seiring dengan berjalannya waktu (lewat dari 3-4 minggu pasca operasi) luaran akan
semakin buruk. Namun tidak semua penelitian setuju dengan jeda waktu tersebut.
Sebuah penelitian berbasis populasi pada tahun 2016 menunjukkan bahwa penundaan
lebih dari 91 hari antara operasi dan kemoterapi adjuvan berhubungan dengan luaran
yang buruk, terutama pada pasien kanker payudara triplet-negatif.

Pedoman tatalaksana kemoterapi untuk kanker payudara tahap awal adalah pemberian
anthracyline dan taxane, diberikan sebagai kombinasi ataupun berturutan selama 18-24
minggu (Tabel 2). Secara umum, tidak ada perbedaan regimen antara terapi neoadjuvan
dan adjuvan. Meta-analisis EBCTCG menyarankan pemberian kemoterapi yang
mengandung anthracycline dan taxane untuk mengurangi angka kematian dalam 10
tahun pertama hingga hampir sepertiga. Anthracycline dan taxane sama efektifnya jika
diberikan secara tunggal maupun dikombinasikan bersama-sama. Regimen 4x
anthracycline diikuti dengan pemberian 4 siklus docetaxel terbukti sama efektifnya
apabila diberikan secara bersamaan dalam kombinasi obat (6 siklus TAC [docetaxel,
doxorubicin, dan cyclophosphamide]), namun ada perbedaan signifikan dalam pola
toksisitasnya. TAC membutuhkan dukungan dari faktor stimulasi koloni granulosit. Hal
ini disebabkan oleh tingginya tingkat feblile neutropenia. Setelah selesai 4 siklus
anthracycline, pemberian paclitaxel mingguan dan docetaxel (3 kali seminggu) lebih
disarankan. Penambahan 5-fluorourasil disamping sekuens EC (epirubicin dan
cyclophosphamide)-paclitaxel tidak terbukti dapat meningkatkan efikasi maupun luaran
pasien. Hasil serupa juga ditemukan pada penambahan obat lain seperti capecitabine
atau gemcitanine pada regimen anthracycline-taxane, ditemukan gagal melewati uji
klinis fase 3. Kemungkinan besar, dosis obat-obatan standar harus disesuaikan apabila
kita akan menambahkan obat lain, sehingga didapatkan efek efikasi yang lebih baik.
Kombinasi bebas anthracylcine pada regimen 4 siklus TC (docetaxel dan
cyclophosphamide) ditemukan lebih superior, 4 kali lebih baik dibandingan dengan
regimen 4 siklus AC (anthracycline dan cyclophosphamide) dalam angka bebas kambuh
(81% TC vs 75% AC; HR 0,74; 95% CI 0,56-0,98; nilai p = 0,033) dan angka harapan
hidup secara keseluruhan (87% TC vs 82% anthracycline; HR 0,69%; 95% CI 0,50-
0,97; nilai p = 0,032). Dalam sebuah analisis interim yang dilakukan pada penelitian
ABC di Amerika, tidak ditemukan adanya bukti signifikan mengenai non-superioritas
dari 6 siklus TC dibandingkan dengan regimen antracycline yang dilanjutkan dengan
paclitaxel atau docetaxel (4242 patients; HR 1,202; 95% CI 0,971,49). Ditemukan
perbedaan kecil yang cukup signifikan (sebesar 2,5%) pada angka bebas kanker invasif:
ditemukan lebih baik pada regimen standar sekuens anthracycline-taxane, walaupun
tidak ditemukan adanya perbedaan signifikan antara angka harapan hidup. Maka dari
itu, pemberian 4-6 siklus TC tidak dapat dijadikan standar regimen bagi seluruh pasien,
namun merupakan salah satu pilihan kemoterapi yang cukup efektif apabila
anthracycline tidak dapat diberikan.

Beberapa penelitian uji klinis pada penyakit berisiko tinggi disertai keterlibatan nodus
menunjukkan bahwa kemoterapi padat-dosis dapat memperbaiki luaran pada kanker
payudara tahap awal, jika dibandingkan dengan kemoterapi interval standar. Uji klinis
GIM pada 2091 pasien dengan keterlibatan nodus, kemoterapi sekuens anthracycline-
taxane (FEC-paclitaxel atau EC-paclitaxel) padat-dosis (setiap 14 hari) terbukti secara
signifikan meningkatkan angka bebas kambuh / penyakit dalam 5 tahun pertama, jika
dibandingkan dengan pemberian interval standar (setiap 21 hari): 81% vs 76%; HR
0,77l 95% CI 0,65-0,92; nilai p = 0,004; angka harapan hidup secara keseluruhan: 94%
vs 89%; HR 0,65; 95% CI 0,51-0,84; nilai p = 0,001. Pada pasien dengan keterlibatan
lebih dari 4 nodus, pemberian kemoterapi padat-dosis dan dosis diperkuat IDD-ETC
(epirubicin, paclitaxel, dan cyclophosphamide) menunjukkan pengurangan risiko
kambuh secara signifikan (28%, nilai p < 0,001) dan mortalitas (24%, nilai p = 0,0285),
tetapi tercatat adanya peningkatan toksisitas hematologis dan non-hematologis jika
dibandingkan dengan EC-paclitaxel standar (setiap 21 hari). Hasil serupa juga
ditemukan pada penelitian CALBG 9741 mengenai pemberian EC-paclitaxel padat-
dosis (setiap 14 hari) dibandingkan dengan interval dosis standar.
Penelitian MA21 mengenai pemberian EC padat-dosis dan dosis diperkuat yang diikuti
paclitaxel mingguan ditemukan lebih superior dibandingkan dengan pemberian AC-
paclitaxel standar (3 kali seminggu), namun sama baiknya dengan CEF
(cyclophosphamide, epirubicin, dan 5-fluorourasil; epirubicin 60 mg/m2 diberikan pada
hari ke-1 dan ke-8).

Hasil penelitian uji klinik kemoterapi telah tersedia bagi pasien kanker payudara tahap
awal hingga usia 70 tahun, namun usia biologis lebih penting dibandingkan dengan usia
kronologis ketika kita akan menilai indikasi kemoterapi pada pasien lanjut usia.
Kemoterapi standar biasanya disarankan bagi pasien lansia yang cukup sehat. Dosis dan
jadwal kemoterapi disesuaikan dengan kebutuhan khusus pasien lansia, seperti yang
dikemukakan oleh International Society of Geriatric Oncology (SIOG). Pasien-pasien
dengan kanker payudara triplet-negatif, regimen standar yang mengandung
anthracycline dan taxane harus digunakan, terutama sebagai terapi neoadjuvan. Sejak
2014, penelitian mengindikasikan bahwa penambahan platinum pada terapi neoadjuvan
kombinasi maupun sekuens anthracycline-taxane dapat memperbaiki respons komplit
patologis. Sebagai tambahan, penelitian GeparSixto menunjukkan bahwa adanya
keuntungan terhadap angka bebas penyakit pada penambahan carboplatin mingguan
(AUROC 1,5) bila dibandingkan dengan kombinasi anthracyline-taxane. Namun,
penelitian ACLBG 40603 menyatakan bahwa pemberian carboplatin setiap 3 minggu
pada sekuens 4 siklus AC padat-dosis (setiap 14 hari) disertai paclitaxel mingguan tidak
ditemukan meningkatkan luaran pasien, walaupun memang memberi perbaikan respons
komplit patologis. Hasil penelitian pra-klinis dan uji klinis TNT terhadap kanker
payudara yang bermetastasis menunjukkan bahwa tambahan platinum akan memberikan
dampak paling besar pada karier mutasi BRCA1/2, seperti yang dinyatakan oleh
penelitian GeparSixto bahwa hal serupa juga ditemukan pada pasien dengan BRCA tipe
liar (wild-type).

Sebagai bahan pertimbangan akhir, pemberian platinum meningkatkan toksisitas dan


hasil mengenai peningkatan respons komplit patologis dan angka harapan hidup/bebas
penyakit masih saling bertolak belakang (Tabel 3). Pemberian platinum tambahan pada
regimen kemoterapi standar harus didiskusikan lebih dalam pada pasien-pasien kanker
payudara triplet-negatif. Mutasi BRCA1/2 ditemukan lebih dari 10% pasien dengan
triplet-negatif, dan secara signifikan lebih banyak ditemukan pada pasien berusia di
bawah 40 tahun.

Table.2: Regimen kemoterapi berbasis bukti yang biasa digunakan untuk pasien dengan
kanker payudara stadium dini
Obat Dosis Interval Catatan
Empat kali epirubicin (E; E (atau A) + C, P 90 mg/m E (atau EC (atau AC) Dosis padat setiap
atau atau T 60 mg/m A) dan setiap 21 atau 14 hari;
doxorubicin [A]) + 600 mg/m C, 80 setiap Membutuhkan
cyclophosphamide mg/m P 14 hari, P GCSF
(C)12 kali paclitaxel (P; (atau 100 mg/m mingguan Prophylaxis
atau 4 kali T) (T setiap 21 hari) primer
docetaxel [T])
Enam kali docetaxel (T), TAC 75 mg/m T, 50 Setiap 21 hari Membutuhkan
doxorubicin (A), mg/m A, GCSF
cyclophosphamide (C) 500 mg/m C Prophylaxis
primer
Empat atau enam kali TC 75 mg/m T and Setiap 21 hari Bebas
docetaxel (T) dan 600 mg/m C anthracycline
cyclophosphamide (C)
Epirubicin (E), paclitaxel ETC 150 mg/m E, 225 Setiap 3 kali, Dosis padat
(T), mg/m T, setiap 14 hari Membutuhkan
cyclophosphamide (C) dan 2000 mg/m C GCSF
Prophylaxis
primer
Carboplatin Ditambahkan pada C=5 Atau 6, C 5 atau 6 setiap Opsional pada
P mingguan AUC=2 21 hari; kanker payudara
AUC 2 mingguan triple-negative
GCSF=granulocyte-colony stimulating factor. AUC=area under curve.

Anda mungkin juga menyukai