Anda di halaman 1dari 14

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Pendahuluan

Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin Walde
yer yang ditandai dengan odinofagia, hiperemis pada tonsil, eksudat, pembesaran limfa dan d
emam >38.3C per rektal (Stelter, 2014).

Tonsilitis akut dapat terjadi pada semua usia tetapi paling sering pada anak usia di ba
wah 9 tahun. Pada bayi di bawah usia 3 tahun dengan tonsilitis akut, 15% dari kasus yang dit
emukan disebabkan oleh bakteri streptokokus, sisanya itu biasanya virus. Pada anak-anak yan
g lebih tua, sampai dengan 50% dari kasus disebabkan streptococus pyogenes. Tonsilitis akut
juga dapat terjadi pada laki-laki dan perempuan dengan jumlah insiden yang sama rata.
Tonsilitis biasanya sembuh dalam beberapa hari dengan beristirahat dan pengobatan s
uportif, namun tonsilitis dapat terjadi berulang dapat menimbulkan tonsilitis kronik yang dap
at menimbulkan komplikasi ke daerah sekitarnya berupa abses peritonsilitis, faringitis, retraks
i uvula, otitis media, rhinitis kronik, sinusitis secara perkontinuitatum.

1.2.Tujuan
Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan
mengenai tonsilitis akut dan untuk memenuhi tugas kepanitraan klinik dalam bidang THT
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tonsilitis Akut


Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin Walde
yer yang ditandai dengan odinofagia, hiperemis pada tonsil, eksudat, pembesaran limfa dan d
emam >38.3C per rektal (Stelter, 2014).

2.2. Anatomi Tonsil


Tonsil merupakan massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan
ikat dengan kriptus di dalamnya. Terdapat beberapa tonsil yang membentuk cincin Waldeyer
yaitu tonsil palatina, tonsil lingual, tonsil faringeal dan tonsil tuba eustahius (Soepardi & Rus
marjono., 2007).

Gambar. 2.1 Anatomi Tonsila (Bramantyo, 2015)

Tonsila palatina merupakan dua massa jaringan limfoid yang terletak pada dinding lat
eral orofaring di dalam fossa tonsilaris. Setiap tonsil diliputi oleh membran mukosa, dan per
mukaan medialnya yang bebas menonjol ke dalam faring. Pada permukaannya banyak lubang
kecil, yang membentuk kripta tonsillaris (Rezeki, 2015).
Tonsila palatina terletak dalam fossa tonsilaris, berbentuk oval dengan ukuran dewas
a panjang 20-25 mm, lebar 15-20 mm, tebal 15 mm dan berat sekitar 1,5 gram. Fossa tonsilari
s, di bagian depan dibatasi oleh pilar anterior (arcus palatina anterior), sedangkan di bagian b
elakang dibatasi oleh pilar posterior (arcus palatina posterior), yang kemudian bersatu di pole
atas dan selanjutnya bersama-sama dengan m. palatina membentuk palatum molle. Permukaa
n lateral tonsil dilapisi oleh kapsula fibrosa yang kuat dan berhubungan dengan fascia faringo
basilaris yang melapisi m. konstriktor faringeus. Kapsul tonsil tersebut masuk ke dalam jaring
an tonsil, membentuk septa yang mengandung pembuluh darah dan saraf tonsil.

Tonsil diperdarahi oleh beberapa cabang pembuluh darah yaitu :

A. palatina asendens, cabang a. fasialis memperdarahi bagian postero inferior


A. tonsilaris, cabang a. fasialis memperdarahi daerah antero inferior
A. lingualis dorsalis, cabang a. maksilaris interna memperdarahi daerah
anteromedia
A. faringeal asendens, cabang a. carotis eksterna memperdarahi daerah postero
superior
A. palatina desendens dan cabangnya, a. palatina mayor dan minor memperdarahi
daerah antero superior

Darah vena dialirkan melalui pleksus venosus perikapsular ke v. lingualis dan pleksus
venosus faringeal, yang kemudian bermuara ke v. jugularis interna. Pembuluh vena tonsil ber
jalan dari palatum, menyilang bagian lateral kapsula dan selanjutnya menembus dinding farin
g (Soepardi & Rusmarjono., 2007).
Gambar 2.2 Vaskularisasi Tonsila (Netter, 2014 )

Inervasi tonsil Terutama melalui N. palatina mayor dan minor (cabang N. V) dan N. li
ngualis (cabang N. IX). Nyeri pada tonsilitis sering menjalar ke telinga, hal ini terjadi karena
N. IX juga mempersarafi membran timpani dan mukosa telinga tengah melalui Jacobsons N
erve (Soepardi & Rusmarjono., 2007).

Secara histologi kapsul tonsil terutama terdiri dari jaringan ikat dan serabut elastin ya
ng meliputi dua pertiga bagian permukaan lateral tonsil. Kapsul ini pada beberapa tempat mas
uk menjorok ke dalam tonsil, membentuk kerangka penyokong struktur di dalam tonsil yang
disebut trabekula. Trabekula merupakan tempat lewatnya pembuluh darah, pembuluh limfat
ik eferen, dan saraf. Di dalam kapsul dapat dijumpai serabut-serabut otot serta pulau-pulau ka
rtilago hialin, yang merupakan sisa jaringan embrional arkus brakialis. Membrana mukusa to
nsil terdiri dari epitel berlapis gepeng dan pada beberapa tempat, lapisan mukosa ini akan me
ngadakan invaginasi ke dalam massa tonsil, membentuk saluran buntu yang disebut kripta. Kr
ipta ini berbentuk tidak teratur dan bercabang-cabang. Lapisan epitel mukosa kripta lebih tipi
s bila dibandingkan dengan epitel mukosa tonsil, bahkan pada bebrapa tempat, kripta ini tidak
dilapisi mukosa sam sekali. Komposisi terbesar dari jaringan tonsil adalah jaringan limfoid y
ang pada beberapa tempat berkelompok, berbentuk bulat atau oval yang disebut folikel, deng
an diameter sekitar 1-2 cm. Didalam folikel, terdapat sel-sel limfosit dalam berbagai stadium
pertumbuhan, dengan pusat pertumbuhannya disebut sentrum germinativum. Kadang-kadan
g disepanjang epitel dapat ditemukan sel-sel limfosit yang bermigrasi atau mengadakan infiltr
asi melalui mukosa yang tipis (Bramantyo, 2015).

1.3 Fisiologi Tonsil

Berdasarkan penelitian, ternyata tonsil mempunyai peranan penting dalam fase-fase a


wal kehidupan, terhadap infeksi mukosa nasofaring dari udara pernafasan sebelum masuk ke
dalam saluran nafas bagian bawah. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa parenkim tonsil
mampu menghasilkan antibodi. Tonsil memegang peranan dalam menghasilkan Ig-A, yang
menyebabkan jaringan lokal resisten terhadap organisme patogen. Sewaktu baru lahir, tonsil s
ecara histologis tidak mempunyai centrum germinativum, biasanya ukurannya kecil. Setelah
antibodi dari ibu habis, barulah mulai terjadi pembesaran tonsil dan adenoid, yang pada perm
ulaan kehidupan masa anak-anak dianggap normal dan dapat dipakai sebagai indeks aktifitas
sistem imun. Pada waktu pubertas atau sbelum masa pubertas, terjadi kemunduran fungsi tons
il yang disertai proses involusi. Terdapat dua mekanisme pertahanan, yaitu spesifik dan non s
pesifik.

2.3.1 Mekanisme Pertahanan Non-Spesifik

Mekanisme pertahanan spesifik berupa lapisan mukosa tonsil dan kemampuan li


mfoid untuk menghancurkan mikroorganisme. Pada beberapa tempat lapisan mukosa ini
sangat tipis, sehingga menjadi tempat yang lemah dalam pertahanan dari masuknya kuma
n ke dalam jaringan tonsil. Jika kuman dapat masuk ke dalam lapisan mukosa, maka kum
an ini dapat ditangkap oleh sel fagosit. Sebelumnya kuman akan mengalami opsonisasi s
ehingga menimbulkan kepekaan bakteri terhadap fagosit. Setelah terjadi proses opsonisas
i maka sel fagosit akan bergerak mengelilingi bakteri dan memakannya dengan cara mem
asukkannya dalam suatu kantong yang disebut fagosom. Proses selanjutnya adalah digest
i dan mematikan bakteri. Mekanismenya belum diketahui pasti, tetapi diduga terjadi peni
ngkatan konsumsi oksigen yang diperlukan untuk pembentukan superoksidase yang akan
membentuk H2O2, yang bersifat bakterisidal. H2O2 yang terbentuk akan masuk kedala
m fagosom atau berdifusi di sekitarnya, kemudian membunuh bakteri dengan proses oksi
dasi. Di dalam sel fagosit terdapat granula lisosom. Bila fagosit kontak dengan bakteri m
aka membran lisosom akan mengalami ruptur dan enzim hidrolitiknya mengalir dalam fa
gosom membentuk rongga digestif, yang selanjutnya akan menghancurkan bakteri denga
n proses digestif.

1.4.2 Mekanisme Pertahanan Spesifik

Merupakan mekanisme pertahanan yang terpenting dalam pertahanan tubuh terha


dap udara pernafasan sebelum masuk ke dalam saluran nafas bawah. Tonsil dapat mem
produksi Ig-A yang akan menyebabkan resistensi jaringan lokal terhadap organisme pat
ogen. Disamping itu tonsil dan adenoid juga dapat menghasilkan Ig-E yang berfungsi u
ntuk mengikat sel basofil dan sel mastosit, dimana sel-sel tersebut mengandung granula
yang berisi mediator vasoaktif, yaitu histamin. Bila ada alergen maka alergen itu akan
bereaksi dengan Ig-E, sehingga permukaan sel membrannya akan terangsang dan terjad
ilah proses degranulasi. Proses ini menyebabkan keluarnya histamin, sehingga timbul re
aksi hipersensitifitas tipe I, yaitu atopi, anafilaksis, urtikaria, dan angioedema. Dengan t
eknik immuno peroksidase, dapat diketahui bahwa Ig-E dihasilkan dari plasma sel, terut
ama dari epitel yang menutupi permukaan tonsil, adenoid, dan kripta tonsil. Mekanisme
kerja Ig-A adalah mencegah substansi masuk ke dalam proses immunologi, sehingga d
alam proses netralisasi dari infeksi virus, Ig-A mencegah terjadinya penyakit autoimun.
Oleh karena itu Ig-A merupakan barier untuk mencegah reaksi imunologi serta untuk m
enghambat proses bakteriolisis (Ganong, 2008).

2.4 Epidemiologi

Tonsilitis akut dapat terjadi pada semua usia tetapi paling sering pada anak usia di ba
wah 9 tahun. Pada bayi di bawah usia 3 tahun dengan tonsilitis akut, 15% dari kasus yang dit
emukan disebabkan oleh bakteri streptokokus, sisanya itu biasanya virus. Pada anak-anak yan
g lebih tua, sampai dengan 50% dari kasus disebabkan streptococus pyogenes. Tonsilitis akut
juga dapat terjadi pada laki-laki dan perempuan dengan jumlah insiden yang sama rata (Bhar
gava, SK, & TM, 2005).
1.5 Etiologi

Penyebab utama tonsillitis akut dapat disebabkan infeksi bakteri atau virus. Tonsil ber
fungsi membantu menyerang bakteri dan mikroorganisme lainnya sebagai tindakan pencegah
an terhadap infeksi. Tonsil bisa dikalahkan oleh bakteri maupun virus, sehingga membengkak
dan meradang, menyebabkan tonsillitis. 4
2.4.1. Tonsilitis Viral

Tonsilitis dimana gejalanya lebih menyerupai commond cold yang disertai ras
a nyeri tenggorok. Penyebab yang paling sering adalah virus Epstein Barr. Hemofilus
influenzae merupakan penyebab tonsilitis akut supuratif. Jika terjadi infeksi virus cox
schakie, maka pada pemeriksaan rongga mulut akan tampak luka-luka kecil pada palat
um dan tonsil yang sangat nyeri dirasakan pasien (Soepardi & Rusmarjono., 2007).

2.4.2. Tonsilitis Bakterial

Tonsilitis bakterialis supuratifa akut paling sering diakibatkan oleh streptokok


us beta hemolitikus grup A. Selain itu tonsilitis bakterialis dapat juga disebabkan oleh
Streptokokus, hemolitikus yang dikenal sebagai strep throat, pneumokokus, Strepto
kokus viridan, Streptokokus piogenes (Adams, 2013).

1.6 Patofisiologi

Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, bila epitel terkikis maka jaringan limfoid superfis
ial mengadakan reaksi. Terdapat pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit polimorfon
uklear. Proses ini secara klinik tampak pada korpus tonsil yang berisi bercak kuning yang dis
ebut detritus. Detritus merupakan kumpulan leukosit, bakteri dan epitel yang terlepas, suatu t
onsillitis akut dengan detritus disebut tonsillitis falikularis, bila bercak detritus berdekatan me
njadi satu maka terjadi tonsillitis lakunaris. Tonsilitis dimulai dengan gejala sakit tenggoroka
n ringan hingga menjadi parah. Pasien hanya mengeluh merasa sakit tenggorokannya sehingg
a berhenti makan. Tonsilitis dapat menyebabkan kesukaran menelan, panas, bengkak, dan kel
enjar getah bening melemah didalam daerah sub mandibuler, sakit pada sendi dan otot, kedin
ginan, seluruh tubuh sakit, sakit kepala dan biasanya sakit pada telinga. Sekresi yang berlebih
membuat pasien mengeluh sukar menelan, belakang tenggorokan akan terasa mengental. Hal
-hal yang tidak menyenangkan tersebut biasanya berakhir setelah 72 jam.
Bila bercak melebar, lebih besar lagi sehingga terbentuk membran semu (Pseudomem
bran), sedangkan pada tonsillitis kronik terjadi karena proses radang berulang maka epitel mu
kosa dan jaringan limfoid terkikis. Sehingga pada proses penyembuhan, jaringan limfoid diga
nti jaringan parut. Jaringan ini akan mengkerut sehingga ruang antara kelompok melebar (kri
ptus) yang akan diisi oleh detritus, proses ini meluas sehingga menembus kapsul dan akhirny
a timbul perlengketan dengan jaringan sekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses ini disertai de
ngan pembesaran kelenjar limfe submandibula (Bramantyo, 2015).

2.6. Manifestasi Klinis

Pasien mengeluh nyeri tenggorokan dan beberapa derajat disfagia dan pada beberapa
kasus yang berat pasien dapat menolak untuk makan atau minum melalui mulut. Gejala akut l
ainnya berupa malaise. Suhu biasanya tinggi hingga mencapai 104 0F, nafas bau, dan dapat ju
ga ditemukan otitis media akibat komplikasi tonsilitis.

Tonsila umumnya membesar dan meradang. Terdapat bercak-bercak dan kadang dilip
uti oleh eksudat berwarna keabuan atau kekuningan. Eksudat ini dapat berkumpul dan memb
entuk membran, dan pada beberapa kasus dapat terjadi nekrosis lokal (Adams, 2013).

Gambar 2.3 Tonsilitis Akut (Rezeki, 2015)

1.1.2 Pemeriksaan Fisik

Teknik pemeriksaan adalah pasien diminta untuk membuka mulutnya dan kemudian p
emeriksa menggunakan spatel menekan lidah ke bawah dan kemudian daerah faring dan tonsi
l dapat dievaluasi.
Gambar 2.4 Derajat Pembesaran Tonsil (Friedman, Ibrahim, & Bass, 2002)

Intrepretasi :
T0 : tidak ada pembesaran tonsil
T1 : belum keluar dari fossa tonsil
T2 : sudah keluar dari fossa tonsil
T3 : mendekati uvula
T4 : menyentuh atau melewati uvula (Friedman, Ibrahim, & Bass, 2002).

1.2 Diagnosis

Diagnosis tonsilitis akut didasarkan pada anamnesis dan manifestasi klinis. Pada tonsi
litis kausa virus gejala yang muncul berupa nyeri dan demam, batuk dan sering terjadi rinore
sedangkan tonsilitis bakterial lebih sering didapatkan nyeri menelan dengan pembesaran kele
njar limfe, terdapat eksudat dan demam (Stelter, 2014).
1.3 Diagnosis Banding
2.8.1 Difteri
Penyakit ini disebabkan oleh Corynebacterium Diptheriae dan terjadi lebih ser
ing pada individu yang tidak diimunisasi atau imunisas tidak adekuat. Keluhan awal
yang paling sering adalah nyeri tenggorokan. Difteri memiliki onset yang berbahay
a dan ditandai dengan membran abu-abu di tonsil, tenggorokan, dan uvula yang aka
n mudah berdarah apabila diangkat. Diagnosis difteri melalui pemeriksaan dan kultu
r swab (Adams, 2013).

Gambar 2.5 Tonsilitis Difteri

Tabel 2.1 Perbandingan Tonsilitis Akut dengan Difteri (Bhargava, SK, & TM, 2005)
Tonsilitis Akut (Ulserat Difteri
if)

Riwayat Tonsilitis berulang Telah terpapar difter

Temperatur Tinggi Rendah atau normal

Takikardi Sebanding dengan dem Tidak sebanding denga


am n demam, nadi lemah

Nyeri / sakit Berat Sedang atau tidak ada.

Albuminuria Tidak ada Selalu ada

2.8.2. Scarlett Fever


Scarlett fever dapat menyerupai tonsilitis akut. Scarlett fever disebabkan oleh i
nfeksi streptococcus dan menyebabkan ruam eritematosa berwarna abu-abu. Pasien
didaptkan tanda berupa strawberry tongue (Soepardi & Rusmarjono., 2007).

Gambar 2.6 Scarlett Fever

1.9 Penatalaksanaan
1.9.1 Medikamentosa
Penatalaksanaan tonsilitis akut pada umumnya tirah baring, pemberian cairn ade
kuat, dan diet ringan. Pengobatan bersifat simptomatis dan analgetik oral dapat doberik
an untuk menguranggi rasa nyeri.
Terapi antibiotik dikaitkan dengan biakan dan sensitivitas yang tepat. penisilin
merupakan obat yang pilihan pertama apabila pasien tidak emngalami resisteniatau sens
itif terhadap golongan penisilin. Antibiotik lain yang dapat digunakan adalah eritromisi
n atau antibiotik sesuai kultur. Pengobata dianjurkan dilakukan 5-10 hari. jika disebabk
an oleh streptokokus B hemolitikus, antibiotik adekuat selama 10 hari harus dipertahan
kan untuk menghindari kemungkinan komplikasi non supuratif seperti jantung rematik
dan nefritis. Suntukkan dosis tunggal 1,2 juta unit benzatin penisilin IM juga dapat dipe
rtimbangkan apabila terdapat keraguan dalam menyelesaikan pengobatan oral.
1.9.2 Operatif
Indikasi tonsilektomi menurut The American Academy of Otolaryngology, He
ad and Neck Surgery:
Indikasi absolut Tonsilektomi:
1. Pembengkakan tonsil yang menyebabkan obstruksi saluran napas, disfagia b
erat, gangguan tidur dan komplikasi kardio-pulmoner.
2. Abses peritonsil yang tidak membaik dengan pengobatan medis dan drainas
e.
3. Tonsilitis yang menimbulkan kejang demam.
4. Tonsilitis yang membutuhkan biopsi untuk menentukan patologi anatomi (s
uspek penyakit keganasan)
Indikasi relatif Tonsilektomi :
1. Terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil per tahun dengan terapi
antibiotik adekuat.
2. Halitosis akibat Tonsilitis kronik yang tidak membaik dengan pemberian
terapi medis.
3. Tonsilitis kronik atau berulang pada karier streptokokus yang tidak
membaik dengan pemberian antibiotik -laktamase resisten.

2.10 Prognosis

Tonsilitis biasanya sembuh dalam beberapa hari dengan beristirahat dan pengobatan s
uportif. Menangani gejala-gejala yang timbul dapat membuat penderita tonsilitis lebih nyama
n. Bila antibiotik diberikan untuk mengatasi infeksi, antibiotika tersebut harus dikonsumsi ses
uai arahan demi penatalaksanaan yang lengkap, bahkan bila penderita telah mengalami perbai
kan dalam waktu yang singkat.
Gejala-gejala yang tetap ada dapat menjadi indikasi bahwa penderita mengalami infek
si saluran nafas lainnya, infeksi yang paling sering terjadi yaitu infeksi pada telinga dan sinus.
Pada kasus-kasus yang jarang, tonsilitis dapat menjadi sumber dari infeksi serius seperti dem
am rematik atau pneumonia (Nurjanna, 2011).

1.10 Komplikasi

Apabila tonsilitis terjadi berulang dapat menimbulkan tonsilitis kronik yang dapat me
nimbulkan komplikasi ke daerah sekitarnya berupa abses peritonsilitis, faringitis, retraksi uvu
la, otitis media, rhinitis kronik, sinusitis secara perkontinuitatum. Komplikasi jauh terjadi sec
ara hematogen atau limfogen dan dapat timbul uveitis, iridosiklitis, endokarditis, miositis, nef
ritis, arthritis, dermatitis, pruritus, urtikaria, dan furunkolosis (Soepardi & Rusmarjono., 2007
).
BAB 3
KESIMPULAN

Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin Walde
yer yang ditandai dengan odinofagia, hiperemis pada tonsil, eksudat, pembesaran limfa dan d
emam >38.3C per rektal.
Pasien mengeluh nyeri tenggorokan dan beberapa derajat disfagia. Gejala akut lainnya
berupa malaise. Suhu biasanya tinggi hingga mencapai 104 0F, nafas bau, dan dapat juga dite
mukan otitis media akibat komplikasi tonsilitis. Tonsila umumnya membesar dan meradang.
Terdapat bercak-bercak dan kadang diliputi oleh eksudat berwarna keabuan atau kekuningan.
Eksudat ini dapat berkumpul dan membentuk membran, dan pada beberapa kasus dapat terjad
i nekrosis lokal

Diagnosis didasarkan dengan anamnesis manifestasi klinis dan pemeriksaan fisik. Pen
atalaksanaan tonsilitis akut pada umumnya tirah baring, pemberian cairn adekuat, dan diet rin
gan. Tonsilitis biasanya sembuh dalam beberapa hari dengan beristirahat dan pengobatan sup
ortif. Menangani gejala-gejala yang timbul dapat membuat penderita tonsilitis lebih nyaman.
Bila antibiotik diberikan untuk mengatasi infeksi, antibiotika tersebut harus dikonsumsi sesua
i arahan demi penatalaksanaan yang lengkap, bahkan bila penderita telah mengalami perbaika
n dalam waktu yang singkat.
DAFTAR PUSTAKA

Adams, G. L. (2013). BOIES Buku Ajar Penyakit THT . Jakarta: EGC.


Bhargava, K., SK, B., & TM, S. (2005). A Short Textbook of ENT for Students and Practition
ers. Seventh Edition. Mumbai: Usha: 226, 243-244, 249-250, 252.
Bramantyo, D. (2015). Tonsilitis. Jakarta: Kepaniteraan Klinik Ilmu Tht Rumah Sakit Moha
mmad Ridwan Meuraksa.
Friedman, M., Ibrahim, H., & Bass, L. (2002). Clinical Staging For Sleep Disordered Breathi
ng. Otolaryngology-Head And Neck Surgery, 14-15.
Ganong, W. (2008). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 22 . Jakarta: EGC; 179-185.
Netter, F. H. (2014 ). Netter's Atlas of Human Anatomy. USA: Elsevier 9780808924517.
Nurjanna, Z. (2011). Karakteristik Penderita Tonsilitis Kronis di RSUP H. Adam Malik Meda
n tahun 2007-2010. Medan: USU Institutonal Repository. [Accessed from: http://repo
sitory.usu.ac.id/].
Rezeki, S. (2015). Tonsilitis Akut. Tanjungpinang: Kepaniteraan Klinik Penyakit Dalam Rum
kital Dr. Midiyato Suratani Tanjungpinang.
Soepardi, A., & Rusmarjono. (2007). Faringitis, Tonsilitis dan Hipertrofi Adenoid. In e. A. S
oepardi, & N. Iskandar, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala
& Leher Edisi 7 (pp. 217-220). Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Stelter, K. (2014). Tonsillitis and sore throat in children. GMS Current Topic Otorhinolaryng
ology Head And Neck Surgery, v 13.
The American Academy of Otolaryngology, Head and Neck Surgery. (2017). Tonsilitis . The
American Academy of Otolaryngology, Head and Neck Surgery.

Anda mungkin juga menyukai