Analisis Tentang Penentuan Nominal Mahar Di PDF
Analisis Tentang Penentuan Nominal Mahar Di PDF
KABUPATEN KENDAL
Mororejo
tulus terhadap kaum wanita, mahar dalam pandangan Islam juga bertujuan
untuk memuliakan derajat kaum wanita, yang pada zaman Jahiliyah kedudukan
lelaki membayar mahar kepada kaum wanita adalah sebagai tanda ketinggian
kedudukan mereka, dan sebagai uang muka dari sebuah bangunan cinta kasih.
atau bahkan lebih. Mahar di sini bukan seperti adat orang Afrika yang
berarti menjual seorang anak perempuan kepada seorang suami. Ia pun berbeda
maskawin lebih banyak kepada anak perempuannya (sendiri) pada waktu dia
menikah, lalu harta itu menjadi milik si suami, karena memang itulah motifnya
63
64
sebagai harga dari perempuan itu dan bukan pula sebagai pembelian perempuan
itu dari orang tuanya, pensyariatan mahar juga merupakan salah satu syarat
yang dapat menghalalkan hubungan suami isteri, yaitu interaksi timbal balik
gambaran dari sebuah kemauan dan tanggung jawab dari suami untuk
anak. Walau dalam kenyataannya tidak sedikit kaum perempuan yang mampu
seorang lelaki kepada seorang perempuan yang dipinangnya ketika lelaki itu
ingin menjadi pendampingnya, dan sebagai pengakuan dari seorang lelaki atas
1
Prof. Abdur Rahman I. Doi, Ph. D. Perkawinan dalam Syariat Islam (Shariah The Islamic Law),
Penerjemah: Drs. H. Basri Iba Asghary dan H. Wadi Masturi, S.E., Jakarta: PT Rineka Cipta,
1996, Cet. II, hlm. 66
65
4:
Artinya: Berikanlah maskawin kepada perempuan yang kamu nikahi
sebagai pemberian yang penuh kerelaan. (QS. an-Nisa: 4)2
pemberian yang setulus hati. Pemberian itu adalah maskawin yang besar
kecilnya ditetapkan atas persetujuan kedua pihak, karena pemberian itu harus
Artinya: Berikanlah (maharnya) sekalipun cincin besi. (HR Muttafaq
alaih)3
kasih, yang mengikat dan mengukuhkan hubungan antara suami istri. Mahar
adanya perbedaan kaya dan miskin, lapang dan sempitnya rezeki. Selain itu
2
Departemen Agama RI, Al Quran dan Terjemahnya, Semarang: CV. asy-Syifa, 1992,
hlm. 115.
3
Syamsudin Ramadhan, Fikih Rumah Tangga, Bogor: CV. Idea Pustaka Utama, 2004,
Cet. I, hlm 65
4
Ahmad Mudjab Mahalli, Wahai Pemuda Menikahlah, Jogjakarta: Menara Kudus, 2002,
hlm. 148
66
tiap masyarakat mempunyai adat dan tradisinya sendiri, karena itu Islam
masing orang atau keadaan dan tradisi yang berlaku dalam keluarganya.
besi atau hanya mengajarkan beberapa ayat al-Quran dan lain sebagainya ,
dengan persyaratan sudah saling disepakati oleh kedua belah pihak yang
melakukan akad.
: .....
Artinya: Dari Sahal bin Saad bahwa Nabi SAW.lalu Nabi bersabda
sekarang kamu berdua saya nikahkan dengan mahar ayat al-Quran
yang ada padamu. (HR. Bukhari Muslim) 5
mahar dalam perbuatan jasa atau manfaat lainnya adalah yang termasuk dalam
firman Allah yang menceritakan perkawinan Nabi Musa a.s. dengan putri
5
Sayyid Sabiq, alih bahasa Drs moh. Thalib, Fiqh Sunnah 7, Bandung: PT. al-Maarif,
1983, hlm. 55-56
67
Nabi Syuaib a.s. dengan mahar dalam bentuk jasa yang bermanfaat yaitu
bekerja selama delapan tahun, dalam al-Quran surat al Qashas ayat 27:
(27 :
suami istri yang saling mencintai dan meridhoi dan menjadi pasangan yang
mesra dalam sebuah rumah tangga untuk menghadiahkan kembali mahar itu
kepada suaminya demi kepentingan dan kesenangan bersama, sebab harta itu
32:
Artinya: Berikanlah maskawin kepada perempuan yang kamu nikahi
sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. (QS. an-Nisa ayat 4)
kepada suami untuk membayar mahar kepada istrinya. Karena perintah itu
mubah, maka ia menghendaki kepada makna wajib. Jadi mahar adalah wajib
6
Departemen Agama, op.cit, hlm.613
7
Ibid, hlm. 115
68
bagi suami terhadap istrinya, karena tidak ada qarinah yang memalingkannya
telah menjadi tradisi bahwa mereka tidak cukup hanya dengan pemberian
mahar saja, tetapi diiringi dengan aneka ragam hantaran (hadiah) lainnya, baik
berupa makanan, pakaian, peralatan rumah tangga, atau yang lainnya, sebagai
penghargaan dari calon suami kepada calon istri tercinta yang nantinya akan
mendampingi hidupnya.9
besar dan bentuk mahar itu tidak sampai memberatkan calon mempelai pria.10
Kalau mahar atau mas kawin itu adalah hak seorang perempuan (istri) maka
istri yang baik adalah yang tidak mempersulit atau mempermahal mas kawin.
Kini, tidak sedikit dari kaum muslimin yang telah teracuni paham
Mahar mereka jadikan sebagai asas dalam akad nikah. Padahal sebenarnya
8
Dr. Nurjannah, Mahar Pernikahan, Jogjakarta: Prisma Sophie Press, 2003, Cet. I, hlm.
27
9
Ibid.
10
DRS. H. Djamaan Nur, Fiqh Munakahat, Dina Utama Semarang (DIMAS), 1993, Cet.
I, hlm. 81
69
mahar terlalu mahal), bahkan sebaliknya mengatakan bahwa setiap kali mahar
itu lebih murah tentu akan memberi berkah dalam kehidupan suami istri
. )(
. . ,
Artinya: Sesungguhnya perkawinan yang besar barakahnya adalah yang
paling murah maharnya. Dan sabdanya pula: perempuan yang baik
hati adalah yang murah maharnya, memudahkan dalam urusan
perkawinannya dan baik akhlaknya. Sedang perempuan yang celaka
yaitu maharnya mahal, sulit perkawinannya dan buruk akhlaknya.
(HR. Ahmad).11
Masih banyak manusia yang tidak mengenal mahar atau maskawin ini,
anak gadisnya kepada laki-laki yang berani memberikan jumlah mahar yang
11
Sayyid Sabiq, alih bahasa Drs Moh. Thalib, op. cit , hlm. 58-59
70
perkawinan sehingga akhirnya yang halal itu lebih sulit untuk dicapai daripada
dan sedikitnya jumlah mahar tersebut. Dalam hal ini jumlah mahar tergantung
pada keadaan pihak suami serta kedudukan si istri. Kewajiban seorang muslim
agar memberikan mahar atau maskawin kepada wanita yang akan dipersunting
menjadi istrinya terdapat dalam al-Quran surat an-Nisa ayat 25, dan Ia pun
25:
Artinya: Karena itu kawinilah mereka (wanita-wanita) dengan seijin
keluarganya, dan berikanlah kepada mereka maskawinnya.
Artinya: Mengenai paling sedikit dan paling banyaknya maskawin tidak ada
batas tertentu.12
12
Imam Taqiyudin Abubakar Bin Muhammad Alhusaini, Penerjamah: K.H. Syarifudin
Anwar dan K.H. Misbah Mustafa, Kifayatul Akhyar (Kelengkapan Orang Saleh), Surabaya: Bina
Insan, t. th, hlm. 135
71
20:
Artinya: Dan kamu telah memberikan kepada salah seorang dari mereka
(istri-istri) mahar yang banyak. 13
(bentuk dan jumlahnya) atau juga bisa tidak ditetapkan. Mahar yang
disepakati kedua belah pihak pada saat perkawinan ataupun sesudahnya, itulah
yang sebaiknya, pemberian mahar ini dapat di bayar secara tunai dan bisa juga
jumlah mahar telah ditentukan ketika akad nikah, akan tetapi diperbolehkan
untuk membayar secara penuh sekaligus atau melakukan penundaan. Hal ini
adalah apa saja yang diberikan oleh suami untuk istrinya menurut adat yang
Karena yang maruf (baik) dalam masyarakat seperti yang disyaratkan dalam
13
Sayyid Sabiq, op. cit., hlm. 59
14
Prof. Abdur Rahman I. Doi, Ph. D., op.cit., hlm. 69-70
72
akad adalah lafdziyah (yang dilafalkan atau diucapkan). Pemberian itu wajib
disebutkan pada saat akad, suami harus menyebutkan kecuali bila disyaratkan
diberikan oleh calon suami kepada calon istrinya yang ketentuan besar
kecilnya belum ditetapkan dan bentuknya juga tidak disebutkan. Akan tetapi
keturunan, dan kemuliaan leluhurnya. Mahar mitsil itu diukur dari perempuan
yang menyerupai istri dari seluruh kerabatnya, baik dari pihak ayah maupun
ibunya. Seperti saudara kandung, bibi dari pihak ayah, anak paman dari pihak
ayah, bibi dari pihak ibu dan selain mereka dari kerabat yang ada. Jumlah
mahar atau maskawin yang wajar itu akan tergantung pada kedudukan
dan dapat berbeda dari satu tempat dengan tempat yang lainnya, dari satu
masa ke waktu yang lain dan dari satu negeri dengan negeri yang lain.16
kedua belah pihak. Berapa jumlahnya dan bagaimana bentuknya harus disepakati
bersama, dan sunnah tatkala mengucapkan ijab kabul pernikahan, agar para saksi
dapat mendengar secara langsung jumlah dan bentuk dari mahar tersebut.
15
Ibid.,
16
Ibid.
73
tetapi ketentuan dari mahar musamma ini telah ditetapkan ketika ijab kabul
penulis termasuk dalam satu dalil di antara dalil-dalil syariyyah dalam agama
Islam, yaitu Urf, yang berarti sesuatu yang dikenal oleh banyak orang dan
meninggalkan, urf juga disebut sebagai adat18. Oleh karena itulah, para
ulama berkata:
Artinya: Adat merupakan syariat yang dikukuhkan sebagai hukum.19
antara urf dan adat kebiasaan. Urf terbentuk dari saling pengertian orang
kalangan awam dari masyarakat dan kelompok elit mereka. Urf berbeda
mujtahid secara khusus, dan orang awam tidak ikut campur tangan dalam
membentuknya.20
17
Dr. Nurjannah, op. cit., hlm. 42-43.
18
Prof. Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqih, Alih Bahasa: Drs. H. Moh. Zuhri,
Dipl. TAFL dan Drs. Ahmad Qarib, MA., Semarang, Dina Utama, Cet.I, 1994, hlm. 123
19
Ibid, hlm. 124
20
Ibid, hlm. 123
74
bahwa jumlah mahar yang harus diberikan adalah berjumlah 10 x lipat dari
besarnya mahar pada masyarakat Desa Mororejo adalah atas permintaan pihak
wanita, tetapi bukan berarti jumlah itu adalah pasti dan tidak dapat berubah.
Bila jumlah mahar yang diminta terasa memberatkan bagi pihak laki-laki,
mahar yang diberikan oleh pihak laki-laki selalu dibacakan ketika ijab-kabul
pernikahan agar para saksi dan pihak keluarga mengetahuinya dengan jelas.
terlahir dari proses interaksi sosial, di mana laki-laki dan perempuan disatukan
21
Prof. Dr. Soerjono Soekanto SH., MA, Soleman b. Taneko SH. Hukum Adat Indonesia,
Jakarta: Rajawali Pers, 1981, hlm. 106
75
antara seorang lelaki dan seorang perempuan untuk waktu yang lama.22
Dapat dikatakan, bahwa menurut hukum adat maka perkawinan adalah urusan
pribadi, satu sama lain dalam hubungannya yang sangat berbeda-beda. Dalam
anggotanya itu adalah salah satu peristiwa penting dalam prosesnya masuk
menjadi inti sosial daripada masyarakat itu, maka pribadi masyarakat yang
pernikahan juga merupakan perjanjian suci atau jalinan yang hakiki antara
diharamkan bisa menjadi halal, yang maksiat menjadi sebuah ibadah dan yang
dan syarat-syaratnya. Apabila salah satu rukun atau syarat tersebut tidak
22
Prof. Subekti, S.H., Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta: PT. Intermasa, 1995, Cet.
Ke-27, hlm. 23
23
Mr. B. Ter Haar Bzn. Diterjemahkan oleh: K.Ng. Soebakti Poesponoto, Asas-Asas Dan
Susunan Hukum Adat, Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 2001, Cet. Ke-13, hlm 159.
24
Dr. Nurjannah, op. cit., hlm. 13
76
satu syarat tersebut adalah mahar (maskawin), dalam Kompilasi Hukum Islam
(KHI) dijelaskan bahwa Calon mempelai pria wajib membayar mahar kepada
calon mempelai wanita yang jumlah, bentuk dan jenisnya disepakati oleh
kedua belah pihak25, dan mahar adalah salah satu dari hak istri yang harus
Mahar yang diberikan pada acara akad nikah tersebut dapat juga dinilai
sebagai bukti pendahuluan bahwa setelah berumah tangga nanti, sang suami
istri dan keluarganya yang ditunjukkan pada awal pernikahannya dengan rela
hati memberikan sebagian dari hartanya kepada calon yang bakal menjadi
mahar dari calon suami, membuktikan bahwa ia dengan rela hati bersedia
untuk menjadi istri dari calon suaminya, atau ia rela menerima kekuasaan dan
bahwa jumlah mahar adalah sepuluh kali (10 x) lipat dari jumlah peningset
yang diberikan pada waktu lamaran tentunya tidak lepas dari faktor-faktor
25 Departemen Agama RI, Tanya Jawab Kompilasi Hukum Islam, Direktorat Jenderal
Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1997/1998, hlm. 92
26 Ibid, hlm. 26
77
perekonomian yang cukup kuat, maka tentu masyarakat akan lebih mudah
zaman mereka dahulu tidaklah semudah seperti saat ini. Tinggi rendahnya
sangat kurang.27
27 Wawancara dengan bapak Sugiarto D.J yang Menjabat sebagai Kepala Desa, 20 Mei
2006.
78
modernis. Mereka akan lebih nyaman hidup dalam nuansa adat dan
masyarakatnya.
anaknya, bagi mereka yang lebih penting adalah tradisi tersebut tetap
meminta mahar dengan nominal yang cukup besar, karena pihak wanita
mahar yang nantinya akan ia terima dan mahar sering dijadikan sebagai
hal yang berorientasi pada keuntungan. Hal tersebut tidak berarti bahwa
yang taraf kehidupannya pas-pasan. Begitu juga yang terjadi pada calon
cukup tinggi, biasanya mahar yang nantinya akan ia terima lebih tinggi
pernikahan. 28
tua pihak wanita dan dari pihak laki-laki-pun akan turut merasa bangga
kebodohan dan kesalahan para orang tua yang menganggap mas kawin
28
Sugiarto, Wawancara, ibid.,
29 Wawancara dengan bapak Masrur yang menjabat sebagai Pembantu Modin, 16 Mei
2006.
80
itu, siapa yang lebih besar mas kawinnya, maka dialah yang paling berhak
keagamaan. Hal itu dapat terlihat dari ramainya tempat ibadah dan
mas kawin atau mahar, mereka-pun berpegang pada aturan syari yang
dari syariat Islam, baik berupa benda atau materi maupun jasa. Karena
memang tidak ada ketentuan dalam agama yang mengatur bagaimana cara
uang peningset itulah yang diharuskan, karena hal tersebut sesuai dengan
(sepuluh kali) lipat dari jumlah uang peningset, maka kelak bila sudah
daripada anak perempuan yang lain.31 Seharusnya para orang tua mengerti
yang memberatkan yang tidak ada keterangan dan penjelasan dari agama.
pemuda yang berasal dari keluarga yang tidak mampu.32 Ketika pihak
laki-laki yang dimintai mahar dengan jumlah yang cukup banyak adalah
berasal dari keluarga yang mampu, jumlah mahar yang banyak tidaklah
diminta oleh pihak wanita tanpa harus tawar menawar, dengan begitu ia
pas-an bahkan tidak mampu, maka jelaslah hal ini dapat membebani
... )(
185 :
33
Sayyid Sabiq, op.cit, hlm 58-59
34
Ibid, hlm. 45
83
mahar dengan jumlah yang besar. Mahar yang besar tidaklah menjadi
mahar yang diminta oleh pihak perempuan cukup besar dan pihak
seakan mas kawin menjadi tujuan pokok dari sebuah pernikahan. Hal
ini jelas sekali bertentangan dengan konsep mahar dalam Islam yang