Buku Petunjuk Praktikum Fisika Reaktor - Reaktor Kartini
Buku Petunjuk Praktikum Fisika Reaktor - Reaktor Kartini
Kata pengantar.
Buku ini disusun sebagai petunjuk pelaksanaan praktikum fisika reaktor untuk
mahasiswa Program S1 Jurusan Teknik Fisika UGM. Petunjuk ini dirancang untuk
mengantarkan mahasiswa teknik nuklir mengenal lebih dekat peristiwa fisika yang terjadi di
dalam reaktor nuklir, dan mahasiswa mampu melakukan pengukuran dan analisis parameter-
parameter fisika reaktor. Sebagian besar substansi buku petunjuk praktikum fisika reaktor ini
dirangkum dari buku petunjuk praktikum edisi tahun-tahun sebelumnya. Materi dan
prosedur praktikum merupakan tanggung jawab dari asisten praktikum yang bersangkutan.
Diharapkan materi praktikum ini dapat lebih dimengerti oleh mahasiswa dan dapat
memberikan bekal yang cukup dalam mendalami ilmu fisika reaktor.
Sebagai penutup kata, editor tetap terbuka terhadap saran yang bertujuan
menyempurnakan materi praktikum ini.
DAFTAR ISI
halaman
1. Kata pengantar. 2
2. Daftar isi 3
3. Percobaan A ( Kekritisan ) 4
4. Percobaan B ( Kalibrasi Batang kendali ) 9
5 Percobaan C ( Kalibrasi Daya Reaktor ) 17
6. Percobaan D ( Pengukuran Fluks Neutron dan Spektrum Neutron ) 20
7. Percobaan E ( Pengukuran Distribusi Suhu dan Koefisien Reaktivitas
Suhu Bahan Bakar ) 24
8. Percobaan F ( Pengukuran Fraksi Neutron Kasip ) 28
9. Percobaan G ( Pengukuran Fraksi Bakar Metode Gamma Scanning 37
10. Pengenalan Operasi Reaktor 39
PERCOBAAN : A.
( KEKRITISAN )
1 + k eff + k eff
2
................ 1
X = S = (1)
S 1 - k eff
untuk keff < 1 jumlah seluruh neutron di dalam teras menjadi
S
X. S= (2)
1 - k eff
Bila disekitar teras ditempatkan detektor, maka laju cacah (C) yang ditampilkan adalah
sebagian dari jumlah neutron yang ada di dalam teras.
F .S
C = F. X .S = (3)
1 - k eff
dengan ketentuan F = fraksi neutron yang tercacah.
1
Dalam percobaan lebih baik diamati untuk setiap penambahan bahan bakar
C
1 1 - k eff
= (4)
C F.S
Harga Keff akan bertambah dengan pertambahan bahan bakar, bila kondisi telah mencapai
1
kritis ( keff = 1 ) parameter akan menjadi nol. Dengan mengetahui fraksi berat bahan fisil
C
pada tiap elemen bakar yang telah dimasukkan, massa kritis reaktor dapat ditentukan.
Penentuan massa kritis juga dapat dilakukan dengan pendekatan sebagai berikut :
Berdasarkan pendekatan teori difusi 1 kelompok untuk reaktor telanjang
k
k eff = (5)
1 + M 2 B2
k~ dan luas migrasi M2 adalah fungsi dari komposisi material, dapat dianggap konstan.
Dari persamaan (5)
1 - k + M 2 B2
1 - k eff = 2 2
= 1 - k + M 2 B2 (6)
1+ M B
yang berarti linear terhadap B2 . Untuk kondisi kritis maka B = Bg = buckling geometri,
yang untuk teras silkinder nilainya sbb :
2 2
2 2,405
B = + (7)
R
g
H
dengan ketentuan R dan H masing-masing adalah ruji-ruji dan tinggi teras terektrapolasi.
Dengan penambahan bahan bakar, maka jari-jari teras akan bertambah, sedang tinggi teras
1 1
tetap. Dengan demikian dapat dibuat grafik antara versus 2 .
C R
1
Harga = 0 berhubungan dengan ruji-ruji kritis Rc
C
1
7. Tentukan massa kritis reaktor dengan cara membuat grafik versus massa bahan
C
fisil (U-235) untuk reaktor KARTINI, kemudian tentukan ruji-ruji kritis reaktor ( Rc )
menurut persamaan (8). Bentuk grafik yang diperoleh dalam menuju kondisi kritis
dapat bervariasi, seperti ditunjukkan pada gambar 1. Data spesifikasi elemen bakar
reaktor KARTINI tersedia pada tabel 1.
8. Lakukan percobaan dengan langkah yang sama seperti di atas dengan menggunakan
software simulasi teras reaktor Kartini (MCNP).
9. Hitung massa kritis reaktor Kartini dengan menggunakan simulasi MCNP
1/cacah
M1 M2 M 3 Mc M3 M2 M1
Massa bahan fisil (gram)
1
Gambar 1. Beberapa bentuk grafik hubungan antara versus massa bahan fisil yang
C
mungkin diperoleh.
Catatan :
Grafik berbentuk linear adalah yang paling ideal karena ekstrapolasi pada penambahan
bahan bakar pada tahap 1 telah dapat memberikan estimasi massa kritis reaktor dengan baik.
Estimasi tahap 1 yang diperoleh dari kurva cekung memberikan jumlah massa kritis yang
terlalu kecil, sedangkan dari kurva cembung memberikan estimasi yang terlalu besar.
Bentuk kurva yang cekung umumnya diperoleh apabila posisi detektor terlalu jauh dari
sumber neutron, sedangkan kurva yang cembung diperoleh apabila posisi detektor terlalu
dekat dengan sumber neutron. Dengan memperbanyak jumlah tahap penambahan bahan
bakar, estimasi massa kritis yang diperoleh semakin baik. Dalam hal penentuan ruji-ruji
kritis reaktor, massa kritis harus konsisten dengan rapat massa yang digunakan.
V. SOAL :
Berikan diskusi mengenai sumber-sumber kesalahan dari hasil estimasi massa kritis
yang diperoleh berdasarkan kedua cara tersebut diatas.
VI. Acuan.
1. A. EDWARD PROFIO. Experimental Reactor Physics, John Wiley & Sons, New
Jork, USA.
2. Course Manual Regional Training Course on the Use of PC in Research Reactor
Operation and Management, Bandung, Indonesia, November 1991.
3. Manual MCNP
PERCOBAAN : B
( KALIBRASI BATANG KENDALI & PENENTUAN CORE EXCESS)
I. Tujuan Percobaan :
a. Melakukan kalibrasi batang kendali reaktor KARTINI, yaitu menentukan reaktivitas
batang kendali dengan jalan membuat grafik reaktivitas suatu batang kendali terhadap
kedudukannya (grafik versus h ) dan membuat grafik h versus h.
b. Menghitung reaktivitas total ketiga elemen batang kendali di dalam reaktor.
c. menghitung reaktivitas lebih teras reaktor (core excess).
T 6
i
=
+ T
+
+ T
1
i=1 + i T
(1)
Pada umumnya kita memperhitungkan harga dalam satuan $ (dollar) Harga reaktivitas
dalam satuan dollar adalah :
T 6
i
=
eff ( + T)
+
eff ( + T) i=1 1 + i T
(2)
dengan ketentuan
T adalah periode reaktor
adalah umur generasi neutron.
Periode reaktor didefinisikan sebagai selang waktu yang diperlukan untuk menaikkan daya
reaktor sebesar e kalinya (e = 2,71828). Secara matematik dapat dituliskan sbb:
P(t) (t / T)
= exp (3)
P(0)
dengan ketentuan
T adalah periode reaktor
P(t) dan P(0) masing masing adalah daya reaktor sesudah t detik dan daya reaktor
pada saat awal.
Di dalam praktikum ditentukan P(t)/P0) sebesar 1,5 ataau 2 kemudian diukur waktu yang
diperlukan untuk peningkatan daya tersebut.
Berdasarkan pada praktek pengukuran ini, periode reaktor dapat dihitung berdasarkan pada
persamaan
t
T = (4)
P(t)
ln (
P(0)
dengan ketentuan
t adalah waktu yang diperlukan untuk menaikkan daya reaktor 1,5x atau 2x.
Besaran menyatakan umur generasi neutron yang didefinisikan sebagai umur neutron sejak
dilahirkan dari proses pembelahan sampai dengan diserap oleh nuklida di dalam material
bahan bakar atau bocor keluar dari reaktor. Harga untuk reaktor KARTINI menurut
dokumentasi General Atomik sebesar :
= 3,8999. 10-5 detik.
eff adalah fraksi neutron kasip dari U-235. Besarnya eff untuk reaktor KARTINI yang
dikategorikan reaktor termal adalah:
eff = 6,9999 10-3
eff adalah gabungan 6 kelompok neutron kasip yang terjadi di reaktor nuklir. Masing-
masing kelompok neutron kasip dan umur paronya dinyatakan dengan besaran i dan i
dengan ketentuan, i adalah isotop penghasil neutron kasip kelompok i sedangkan i adalah
tetapan peluruhan isotop penghasil neutron kasip kelompok i. Pada tabel (1) dapat dilihat
nilai umur paro dan tetapan peluruhan kelompok nuklida penghasil neutron kasip dari U-
235.
Tabel 1. Data kelompok nuklida penghasil neutron kasip dari hasil pembelahan U-235
Apabila reaktor kritis pada daya P0 , kemudian salah satu batang kendali dinaikkan sehingga
terjadi keadaan sedikit super kritis, maka kenaikan daya reaktor sebagai fungsi waktu
seperti terlihat pada gambar 1.
Dari gambar 1. dapat diterangkan bahwa daerah 1, adalah daerah dimana reaktor
dioperasikan pada daya tetap P0, sedangkan daerah II adalah daerah perpindahan naik yaitu
kejadian ketika batang kendali dinaikkan sebesar h . tampak bahwa pada keadaan ini terjadi
percepatan perubahan daya pada saat kenaikan batang kendali sebesar h. Pada keadaan ini
tidak diperbolehkan mengukur periode T atau waktu 1,5 kali atau 2 kalinya. Pada daerah III
tampak bahwa daya reaktor naik dengan periode mendekati stabil. Pada daerah ini
dilakukan pengukuran besar periode T atau waktu 1,5 kalinya atau waktu 2 kalinya. Daerah
IV adalah daerah dimana reaktor naik mendekati daya asimtotnya, yaitu nilai daya yang baru
setelah batang kendali dinaikkan sebesar h dan telah terjadi kesetimbangan reaktivitas di
teras.
Daya
P1
P0
daerah I daerah II daerah III daerah IV
waktu (t)
Gambar 1. Kenaikan daya reaktor sebagai fungsi waktu (t) akibat ditariknya batang
kendali keluarteras sebesar h.
Pada percobaan dilakukan pengukuran waktu 1,5 kali atau 2 kali, yaitu waktu antara daya
mula-mula P0 sampai waktu ketika menunjukkan daya 1,5 P0 atau 2 P0. Pengukuran nilai
waktu ini lebih praktis apabila dibandingkan dengan pengukuran secara langsung periode
reaktor T
Nilai yang sesuai dengan waktu 1,5 kali atau 2 kali dapat dicari dengan menggunakan
persamaan 2 atau dengan menggunakan tabel reaktivitas sebagai fungsi waktu 1,5 kali atau 2
kali yang tersedia. Apabila diketahui besarnya kenaikan posisi batang kendali (h) yang
mengakibatkan timbulnya , dapat dibuat grafik reaktivitas versus posisi kenaikan batang
kendali yang disebut sebagai kurva integral dan kurva versus h disebut sebagai kurva
diferensial. Kurva integral dan kurva diferensial dapat dilihat pada gambar 2 dan 3.
100%
80%
20%
I II III
h1 h2 h3
posisi batang kendali (h)
I II III
\ h1 h2 h3
posisi kenaikan batang kendali (h)
Dari kurva integral batang kendali dapat diketahui besarnya reaktivitas batang kendali, yaitu
reaktivitas pada kedudukan batang kendali maksimum. Daerah linear batang kendali terletak
pada daerah II yaitu pada interval prosentase reaktivitas 20% < < 80%, dimana kenaikan
reaktivitas batang kendali relatif linear terhadap kenaikan posisinya. Reaktivitas total dari
ketiga batang kendali merupakan jumlah dari reaktivitas ketiga batang kendali (pengaman,
kompensasi dan pengatur). Untuk mendapatkan reaktivitas total tersebut, kurva integral
masing-masing batang kendali harus dibuat terlebih dahulu.
Reaktivitas lebih (core excess reactivity) teras dihitung berdasar pada kurva integral
masing-masing batang kendali dan mengamati posisi batang kendali pada saat reaktor kritis
pada daya rendah (dalam orde watt). Reaktivitas lebih teras merupakan jumlah dari
reaktivitas bagian batang kendali yang masih berada di dalam teras pada saat reaktor kritis
pada daya rendah.
4. Turunkan kedudukan batang kompensasi sehingga reaktor menjadi kritis kembali pada
daya/arus semula.
5. Ulangi langkah 3 dan 4 sampai batang pengatur dalam kedudukan naik penuh.
Catatan :
Pada saat menaikkan batang pengatur, periode reaktor jangan sampai menunjuk kurang
dari 15 detik dan pengukuran t 1,5x atau t 2x dilakukan pada daerah III, dimana pada
daerah ini daya reaktor berubah dengan periode yang konstan.
V. Perhitungan.
Dengan menggunakan tabel persamaan per-jam atau (kurva antara t 1,5x atau t 2x dan
reaktivitas) yang telah disediakan.
1. Buatlah grafik terhadap h (kurva integral) dari batang pengatur, batang kompensasi
dan batang pengaman.
2. Buat pula grafik dan h terhadap h (kurva diferensial) dari ketiga batang kendali.
3. Hitunglah reaktivitas total ketiga batang kendali.
4. Dengan data posisi batang kendali pada saat kritis yang diberikan, hitung reaktivitas
lebih teras reaktor.
VI. Pertanyaan :
1. Turunkan pertanyaan (1)
2. Mohon dijelaskan mengenai satuan reaktivitas
3. Mengapa kalibrasi harus dilakukan pada daya rendah ?
4. Pada kedudukan mana batang kendali bekerja paling efektif ?
5. Mengapa batang pengatur terletak pada posisi ring yang lebih luar dari pada batang
kompensasi dan pengaman ?
6. Berilah diskusi, komentar, sumber-sumber kesalahan , kesimpulan dan lain-lain dari
percobaan yang saudara laksanakan.
PERCOBAAN : C
( KALIBRASI DAYA REAKTOR )
I. Tujuan Percobaan.
Melakukan kalibrasi daya reaktor, yaitu mencari berapa daya sesungguhnya yang
dibangkitkan di dalam teras reaktor, apabila meter penunjukan daya menunjukkan daya
pada suatu nilai tertentu.
f
Vr
P =
3,2 1010 (v) dv
0
(watt) (1)
dengan ketentuan
f = tampang lintang makroskopis pembelahan
Vf = volume reaktor.
Jadi dengan mengukur fluks neutron di dalam teras, dapat ditentukan daya reaktor.
Metode lain pengukuran daya reaktor adalah dengan metode kalorimeter yang dapat
ditempuh dengan 2 cara yaitu :
1. Reaktor dioperasikan dengan sistem pendingin dijalankan.
2. Reaktor dioperasikan dengan sistem pendingin tidak dijalankan.
Pada metode pertama yaitu dengan sistem pendingin dijalankan atau metode
stasioner.
Panas yang terakumulasi di dalam tangki reaktor diambil oleh sistem pendingan primer,
kemudian dengan melalui sistem penukar panas, panas dipindahkan ke sistem pendingin
sekunder. Dengan mengatur debit pendingin akan diperoleh kondisi stasioner, Kondisi
stasioner menunjukkan bahwa di dalam sistem pemindah panas tidak terjadi akumulasi
panas di dalam sub-sistemnya. Di dalam kondisi stasioner, panas yang dipindahkan dari
teras reaktor bergantung pada debit air (G) dan beda suhu inlet dan outlet sistem pendingin
primer. Secara matematik daya reaktor ditentukan dengan persamaan sbb:
P = G . c . t (2)
dengan ketentuan
G = debit air sistem pendingin primer (Cm3 /detik)
c = panas jenis air c = 4,187 watt .det/gr. 0C
t = beda suhu inlet dan outlet sistem pendingin primer (0C)
Dengan menggunakan persamaan (2) tersebut dapat diukur daya reaktor yang sesungguhnya
berdasarkan pada metode stasioner.
Pada metode kedua yaitu dengan sistem pendingin tidak dijalankan atau metode
non-stasioner, panas yang dihasilkan oleh teras reaktor terakumulasi di dalam tangki reaktor,
sehingga suhu air di dalam reaktor akan naik terus. Batas maksimum suhi air tangki yang
diijinkan pada reaktor KARTINI adalah 40 0C. Dengan mengamati laju kenaikan suhu air
tangki pada tingkat daya teaktor yang tetap, dapat digunakan untuk menentukan daya reaktor
yang sesungguhnya. Besarnya daya reaktor yang ditunjukkan oleh laju kenaikan suhu air
tangki dinyatakan dengan persamaan sbb :
dQ dT
P = = 60 H (3)
dt dt
dengan ketentuan
P = daya reaktor yang sesungguhnya (KWatt).
Q = energi panas yang terbentuk di reaktor .
H = harga air reaktor KARTINI = 19,0476 Kwh/ 0C.
PERCOBAAN : D
( PENGUKURAN FLUKS NEUTRON dan ANALISIS SPEKTRUM NEUTRON ).
I. Tujuan percobaan :
Mengukur besarnya fluks neutron dan analisis spektrum neutron suatu medan
neutron dengan metode aktivasi.
R = ac V (1)
Persamaan (1) menyatakan laju pembentukan radioisotop dari suatu unsur dengan volume
V. Apabila laju peluruhan yang terjadi di dalam radioisotop yang terbentuk tersebut ikut
dipertimbangkan, maka laju pembentukan radioisotop tersebut menjadi sbb :
N
= ac V - N (2)
t
N adalah jumlah atom radioisotop yang terbentuk dan adalah konstanta peluruhannya.
Integrasi persamaan (2) untuk selang waktu iradiasi t1 akan menghasilkan persamaan sbb:
1 - exp (- t1 )
N1 = ac V (3)
N1 adalah jumlah atom radioisotop yang terbentuk setelah nuklida target teriradiasi selama
t1 . Jumlah radioisotop tersebut dapat dinyatakan dalam besaran aktivitas yang dituliskan
dengan mengkalikan persamamaan (3) dengan konstanta peluruhannya, yaitu :
1 - exp (- t1 )
A = N 1 = ac V (4)
Aktivitas dari suatu radioisotop dapat diukur dengan mencacah radiasi gamma yang
dipancarkannya, dengan sistem pencacah gamma. Di dalam praktek tidak pernah dapat
dilakukan pencacahan langsung setelah foil di iradiasi tetapi perlu menunggu beberapa
waktu, untuk peluruhan agar radiasi tidak melebihi batas keselamatan radiasi yang diijinkan.
di dalam sistem.pencacahan. Adanya penundaan pencacahan tersebut berarti radioisotop
akan meluruh sebesar exp - (t2 - t1) bagian dari aktivitas setelah teriradiasi. Di dalam saat
pencacahan juga terjadi peluruhan radioisotop sebesar exp - (tc) bagian dari saat awal
pencacahan.
Adanya kenyataan seperti tersebut diatas, maka dalam perhitungan aktivitas suatu
foil diperlukan adanya koreksi-koreksi karena peluruhan radioisotop selama pembentukan,
waktu. tunggu dan waktu pencacahan. Bila hasil pencacahan adalah C cacah/detik maka
aktivitas dari foil dapat dinyatakan dengan persamaan sbb :
C
As = (5)
{1 - exp - t 1} { exp - (t 2 - t 1 )} { 1 - exp - t c }
Apabila iradiasi foil cukup lama sehingga tercapai aktivitas jenuh dan aktivitas diukur
dengan sistem cacah yang mempunyai efisiensi , maka besarnya aktivitas jenuh dinyatakan
dengan persamaan sbb :
A s = ac V (6)
Dari substitusi persamaan (5) ke dalam persamaan (6) menghasilkan hubungan antara fluks
neutron dengan cacah radioisotop yang dituliskan sbb :
C
= (7)
ac V{1 - exp - t 1} { exp - (t 2 - t 1 )} { 1 - exp - t c }
PERCOBAAN : E
(PENGUKURAN DISTRIBUSI SUHU dan KOEFISIEN REAKTIVITAS SUHU
BAHAN BAKAR)
I. Tujuan Percobaan :
Menentukan besarnya perubahan reaktivitas yang ditimbulkan oleh tiap derajat
perubahan suhu bahan bakar reaktor.
II Dasar Teori :
Perubahan suhu mempunyai pengaruh yang sangat penting terhadap terganggunya
reaktivitas selama operasi reaktor. Perubahan ini dapat diakibatkan oleh perubahan
kecepatan aliran pendingin, ataupun oleh perubahan kecepatan pengambilan panas, misalnya
karena berubahnya kebutuhan daya dan sebagainya. Secara umum koefisien reaktivitas suhu
dituliskan sebagai :
d
T = (1)
dT
dengan ketentuan = reaktivitas teras, T = suhu elemen bakar, dan T = reaktivitas suhu.
Oleh karena reaktivitas reaktor bergantung pada beberapa parameter seperti f, p, L2, dan
sebagainya, dimana besaran,besaran tersebut bergantung pada suhu dari komponen-
komponen reaktor seperti bahan bakar, pendingin, moderator dan sebagainya, maka
perubahan suhu reaktor akan mengakibatkan perubahan reaktivitas. Dari definisi reaktivitas
yang dituliskan sebagai :
k - 1
= (2)
k
Karena k (faktor perlipatan efektif) selalu mempunyai harga positif maka T selalu
dk
mempunyai tanda yang sama dengan . Tanda dari koefisien reaktivitas suhu ini
dT
menentukan sifat-sifat stabilitas r eaktor. Pada gambar 1 berikut dilukiskan bagaimana
pengaruh dari koefisien reaktivitas suhu terhadap perubahan daya (yang berarti juga
perubahan suhu) akibat penyisipan reaktivitas positif (penarikan batang-batang kendali)
suatu reaktor.
Suhu T > 0
T ~ 0
T << 0
waktu
Gambar 1. Suhu reaktor sebagai fungsi waktu pada penambahan reaktivitas positif.
Keff = f p Lt Lf
atau
Persamaan (4) dikenal sebagai koefisien suhu dari keseluruhan faktor penentu faktor
perlipatan neutron.
Dapat dibuktikan bahwa T(p) sangat berkaitan dengan suhu bahan moderator yang berarti
pula suhu elemen bakar.
Jadi dengan mengamati perubahan suhu elemen bakar dan perubahan reaktivitas reaktor
(perubahan posisi batang kendali) yang beroperasi pada daya tetap, dapat ditentukan T dari
bahan bakar reaktor.
PERCOBAAN : F
( PENGUKURAN FRAKSI NEUTRON KASIP )
I. Tujuan :Percobaan.
Menentukan jumlah neutron kasip untuk memprakirakan jumlah bahan fisil yang
menghasilkannya.
R = f (1)
dengan ketentuan
f = N0 f
N0 = jumlah inti material fisil yang teriradiasi
f = tampang lintang pembelahan mikroskopis
Jika N adsalah jumlah inti baru dan N0 jumlah inti sasaran mula-mula, maka laju perubahan
inti-inti baru yang ada di dalam cuplikan adalah sama dengan laju pembentukan inti baru
dikurangi laju peluruhan yang terjadi. Dalam bentuk persamaan dapat dituliskan sbb :
dN
= N0 f - N (2)
dt
Apabila persamaan (2) diintegrasikan untuk selang waktu iradiasi t1 akan didapat :
N0 f
N1 = ( 1 - exp - t1 ) (3)
dengan ketentuan
N1 = jumlah nuklida baru yang ada setelah iradiasi selama waktu t1.
= konstanta peluruhan nuklida yang terbentuk.
A = N1 = N 0 f ( 1 - exp - t1 ) (4)
Bila lama iradiasi t1 sampai dengan tak berhingga, maka N1 dinamakan aktivitas jenuh.
Besarnya aktivitas jenuh adalah sbb :
As = N0 f (5)
A1 = A s 1 - exp - t1 (6)
Sedangkan aktivitas pada saat t2 yang berarti telah mengalami selang waktu tunda selama
(t2 - t1 ) adalah :
Dengan demikian apabila dalam setiap reaksi pembelahan memancarkan neutron kasip total
untuk seluruh grup sebesar , maka aktivitas neutron kasip untuk seluruh reaksi pembelahan
dalam keadaan jenuh adalah sebesar N0 f . Pada keadaan t2 - t1 setelah waktu
iradiasi selama t1 besarnya aktivitas seluruh grup neutron kasip adalah :
6
Ad = N0 f
i=1
a i ( 1 - exp - t 1 ) exp - ( t 2 - t 1 ) (8)
dengan ketentuan
ai adalah nilai yield neutron kasip grup i.yang dituliskan sebagai ai = i /.
Apabila dilakukan pencacahan, jumlah neutron kasip yang dipancarkan selama waktu t3 - t2 ,
iradiasi selama t1 dan waktu tunda selama t2 - t1 adalah sbb :
6 t3 - t2
C = A dt
i =1
(9)
0
6 t3 - t2
A a 1 -
i=1
s i exp - i t 1 exp - i (t 2 - t 1 ) exp- i t dt
0
6
As
a i 1 - exp - i t1 1- exp - i (t 3 - t 2 ) exp - 1 t 2 t 1
i=1 1
6
ai
N0 f 1 - exp - i t1 1- exp - i (t 3 - t 2 ) exp - 1 t 2 t 1
i=1 i
Apabila didefinisikan
t1 = tb
t2 - t1 = td
t3 - t2 = tc
maka radioaktivitas cuplikan akan menjadi seperti pada gambar 6. Dari gambar 6. tersebut
dapat diterangkan bahwa suatu cuplikan yang diiradiasi selama waktu tb dan mengalami
waktu tunda td dan waktu pencacahan tc akan menghasilkan aktivitas neutron kasip sebesar
A1 , A2, dan A3. Apabila aktivitas tersebut tercacah dengan efisiensi maka cacah yang
didapat pada saat iradiasi jenuh adalah sbb :
A1
A2
A3
0 t1 t2 t3 waktu
tb td tc
6
ai
C = N0 f 1 - exp - i t b 1- exp - i t c exp - i t d (10)
i=1 i
Cacah yang digambarkan oleh persamaan (10) adalah hasil pencacahan detektor selama
wakti td detik.
Dalam waktu takterhingga setelah waktu iradiasi jenuh berakhir, jumlah cacah
neutron kasip yang dipancarkan oleh seluruh kelompok inti-inti pelopor pembentuk neutron
kasip adalah sbb :
C = N0 f a
i=1
i exp - i t dt (11)
0
C = N0 f a (12)
6 6
dengan ketentuan : a = a
i=1
i =
i 1
i /
Cara pencacahan.
1.Cuplikan yang mengandung batuan uranium di iradiasi neutron dengan waktu iradiasi yang
cukup sehingga menghasilkan neutron kasip sampai pada titik jenuhnya.
2. Secara automatik cuplikan akan berpindah ke sistem pencacahan dan neutron kasip akan
tercacah oleh sistem pencacah dengan detektor BF3.
3. Tentukanlah set-up lama iradiasi dan lama pencacahan yang harus dikerjakan oleh sistem
pemindah pneumatik.
4. Catatlah lama iradiasi, lama perpindahan cuplikan dan lama pencacahan, kemudian
catatlah efisiensi sistem pencacah.
5. Dengan menggunakan persamaan yang sudah dipelajari, tentukan jumlah neutron kasip
yang sesungguhnya, berdasarkan pada hasil pencacahannya kemudian perhitungkan berapa
banyak nuklida fisil yang menghasilkan neutron kasip tersebut.
6. Terjemahkan kandungan nuklida fisil tersebut kedalam satuan ppm (part per million).
PERCOBAAN : G
( PENGUKURAN FRAKSI BAKAR DENGAN METODE SCANNING )
I. Tujuan Percobaan.
Menentukan fraksi bakar U-235 dengan cara mengukur aktivitas Cs-137 yang
terbentuk.pada sepanjang elemen bakar.
dN Cs137 (t)
= - Cs137 N Cs137 (t) - c N Cs137 (t) + f N U 235 (t)
dt
dengan penyederhanaan Cs137 + Cs137 = gab dan pada awal iradiasi kandungan Cs137
= 0, maka akan diperoleh penyelesaian sebagai berikut :
Nuklida Cs137 mempunyai umur paro yang cukup panjang apabila dibandingkan dengan
umur pemakaian elemen bakar di teras reaktor sehingga memenuhi kriteria sbb:
Dengan mengikuti kriteria diatas, penyelesaian persamaan diferensial diatas menjadi sbb :
dengan ketentuan
Ncs137 (T1) = Jumlah nuklida Cs137 setelah iradiasi T1 detik
NU235(0) = jumlah nuklida U235 pada awal iradiasi
Fraksi bakar U235 di dalam elemen bakar reaktor yang telah beroperasi selama T1 detik
didefinisikan sebagai :
dengan ketentuan
N U 235 (0) - N U 235 (T1 ) = Jumlah nuklida U235 yang membelah setelah T1 detik.
Dari persamaan (1) dapat diperoleh jumlah isotop U235 yang membelah yaitu :
Apabila persamaan (3) disubstitusikan ke dalam persamaan (2) akan diperoleh persamaan sbb
:
F.B. = f T1 100 % (4)
Dengam percobaan pengukuran aktivitas Cs137 yang terbentuk di dalam elemen bakar
teriradiasi, akan dapat ditentukan besar fraksi bakar U235 di dalam elemen bakarnya, yaitu :
N Cs137 ( T1 )
F.B. = f T1 100 % = 100 % (5)
N U ( 0)
235
penyimpangan sumber radiasi sebelah kiri kolimator dan sebelah kanan kolimator ( + )
kecil, maka hubungan antara aktivitas SL dengan cacah ujung kolimator pada jarak a adalah
sbb :
SL
Cacah = 1 + 2 L (6)
4 a
El. Bakar
Kolimator
L
cacah
Gambar 1. Bagan sistem pencacahan dan kolimator yang digunakan di dalam gamma
scanning.
Dari gambar 1. dapat dilihat sistem pencacahan pada gamma scanning. Apabila kolimator
sistem pencacah mempunyai lebar L=36 mm dan panjang kolimator a= 160 mm dengan
lebar 1 mm, maka besarnya cacah pada ujung kolimator dibandingkan dengan kuat
sumbernya adalah sbb :
cacah 4 a
SL = = 248 cacah cacah / detik = Sa (7)
( 1 + 2 ) L
Besarnya kuat sumber per satuan volume dapat ditentukan dengan persamaan sbb :
Apabila elemen bakar yang dicacah telah mengalami masa pendinginan selama T2 detik
maka aktivitas Cs137 pada saat selesai iradiasi adalah :
dengan ketentuan
= tetapan luruh nuklida Cs137
T2 = lama waktu pendinginan
Sv(0) = rapat sumber pada akhir iradiasi.
SV ( 0)
N Cs137 (T1 ) = (10)
Cs
137
Dengan mengukur cacah Cs137 dapat dihitung SV(0) dan rapat fraksi bakar di dalam elemen
bakar yang teriradiasi.
Fraksi bakar total ditemtukan dengan cara menjumlahkan rapat fraksi bakar pada seluruh
elemen volume elemen bakar, yang dapat dituliskan sebagai berikut :
n
F.B.total = F.B.(k) R 2 x (11)
k =1
dengan ketentuan
n = jumlah elemen volume yang dicacah
x = interval scanning (x = L/n )
R = ruji-ruji elemen bakar
k = nomor interval scanning
Besarnya frasi bakar pada tiap-tiap scanning pencacahan ditentukan dengan persamaan sbb
SV ( 0) k
Cs
137
F.B.k = 100 % (12)
N U ( 0)235
3). Ditentukan panjang elemen volume elemen bakar yang dicacah (x) dengan cara
membagi panjang aktif el.bakar dengan jumlah bagian el.bakar yang dicacah (x = X /
n).
4). Dicatat lama pendinginan el.bakar (lihat history card elemen bakar yang bersangkutan).
5). Dicatat no batch elemen bakar dan kandungan awal U235 nya.
6). Dilakukan pencacahan aktivitas Cs137 pada masing masing elemen volume yang telah
ditentukan.
7). Ditentukan fraksi bakar pada masing-masing elemen volume pencacahan dan
tentukan jumlahnya untuk mendapatkan fraksi bakar totalnya.
perisai radiasi
catu daya
Catatan.
Cacah latar ditentukan pada tiap-tiap selesai melakukan pencacahan dengan cara
menggeser fdetektor sintilasi dari lobang scanning.
Perlu dicatat pada tiap-tiap pencacahan besarnya death time accuspec.
Perlu dicatat besarnya efisiensi intrinsik detektor scintilasi.
IV. Acuan.
1. Keizo Takahashi, Simplified Evaluation Method of Spent Fuel NDA Result Using
Silena Pocket Calculator in The Field, Paper for advisory Meeting on Evaluation
of The Quality of Safeguard NDA Measurement Data, IAEA, Vienna, 10 - 14
Nov 1980.
2. R.G. Jaeger et.al, Engineering Compendium on Radiation Shielding, Vol..I, (1968).
I Tujuan Percobaan
Fluks neutron di dalam reaktor dapat diubah dengan beberapa cara atau metode yaitu :
mengubah bahan bakar (jumlah atau posisinya di dalam teras reaktor), mengubah moderator atau
reflektor, dan menambah / mengurangi bahan penyerap neutron ke dalam teras reaktor. Metode
pengendalian yang paling umum digunakan adalah dengan pengubahan bahan penyerap neutron
yaitu penyisipan dan penarikan bahan-bahan penyerap neutron seperti boron atau cadmium pada
teras reaktor. Bahan penyerap neutron tersebut dikenal sebagai batang-batang kendali reaktor.
Batang-batang kendali reaktor ini dibedakan menjadi batang-batang kendali pengaman (safety rods),
batang kendali pengatur kasar (shim rods), dan batang-batang kendali pengatur daya secara halus
(regulating rods).
Metode pengendalian reaktor secara umum dapat dilukiskan menjadi 3 kalang (loop) yang
berbeda tapi saling berkaitan yaitu : kalang startup atau menaikan daya, kalang operasi pada tingkat
daya, dan kalang shutdown atau mematikan operasi reaktor. Gambar 4-1 melukiskan metode
pengendalian tersebut di mana reaktor berada di tengah-tengah suatu jaringan peralatan-peralatan
kendali seperti detektor-detektor neutron, amplifier, aktuator, batang-batang kendali dsb..
Aktuator Aktuator
Kalang start-up menerima informasi utamanya dari kelompok detektor neutron berupa signal
listrik yang mencerminkan tingkat daya reaktor atau perubahan daya reaktor, kemudian signal
tersebut diperkuat dan ditampilkan baik secara manual dengan meter atau rekorder maupun secara
automatik, selanjutnya aktuator mengubah posisi batang-batang kendali. Demikian seterusnya
sampai tingkat daya reaktor yang diinginkan dapat tercapai. Untuk mempertahankan daya pada
tingkat daya reaktor yang diinginkan, dilaksanakan dengan kalang operasi, di mana signal keluaran
dari detektor neutron dibandingkan dengan signal keluaran dari permintaan. Proses perbandingan ini
biasanya merupakan pengurangan dari signal-signal tersebut, hasil keluaran ini kemudian diuji. Jika
keluaran dari reaktor sama dengan keluaran daya permintaan, maka tidak ada signal keluaran dari
pembanding. Jika keluaran dari reaktor berbeda dengan signal permintaan maka proses
pengurangan signal-signal tersebut menghasilkan signal perbedaan yang disebut sebagai signal
galat (error signal). Selanjutnya signal galat ini diperkuat secara manual maupun automatik untuk
mengaktuasi aktuator yang akan mengubah posisi batang kendali pengatur. Demikian seterusnya
sampai dengan daya reaktor sedemikian sehingga signal galat menjadi nol.
Kalang shutdown menerima informasi dari detektor neutron dan signal atau informasi dari
sistem-sistem reaktor. Signal tersebut menggerakkan batang pengaman melalui aktuator. Ada
beberapa alasan mengapa reaktor harus dimatikan / shutdown, misalnya kegagalan dari beberapa
komponen seperti kegagalan pompa pendingin utama, kegagalan sistem pesawat penukar panas,
kegagalan sistem listrik, dll., yang mengharuskan reaktor dimatikan secara cepat dan automatik.
Walaupun demikian signal aktuasi untuk menggerakkan aktuator secara manual tetap menjadi
prioritas, aktuasi manual ini biasanya digunakan untuk shutdown reaktor secara normal maupun
darurat.
III. Prosedur
3.1 Personil
Personel pelaksana :
- Supervisor : 1 orang
- Operator Reaktor : 2 orang
- Petugas Proteksi Radiasi : 1 orang
- Petugas sistem bantu : 2 orang
- Sekuriti (petugas jaga) : 2 orang
Catatan:
- Blower dihidupkan terlebih dahulu untuk menjalankan ventilasi gedung
reaktor
- Tanggungjawab selama operasi berada pada Supervisor reaktor, Semua
personil harus memakai jas lab, film badge (TLD badge) dan atau
dosimeter saku
3.2. Persiapan
parameter-parameter operasi berada pada batas angka yang diijinkan baru boleh
melakukan start up.
- Lampu trip DPM akan menyala pada saat jarum DPM melewati angka 3,8 dan
terjadi screm, ketiga batang kendali jatuh secara grafitasi. Lampu rate menyala.
- Putar tombol trip test pada kedudukan OFF, tekan tombol reset trip.
e. Manual Scram
- Naikkan ketiga batang kendali sampai kira-kira skala 1 cm.
- Tekan tombol pancung batang kendali
- Shut down ditunjukkan oleh posisi nol.
3.3. Start-Up
Bila semua persiapan telah dilakukan, semua instrumentasi bekerja dengan baik. Dengan
persetujuan/perintah Supervisor, reaktor dapat di start-up. Catat waktu mulai start-up pada
log book.
Start-Up Secara Manual
- Naikkan batang pengaman (safety), secara perlahan sambil mengamati DPM agar
tidak melewati angka 3 atau mengamati monitor penampil periode digital agar tidak < 7
detik, sampai kedudukan teratas (full up)
- Batang kendali terakhir yang dinaikkan adalah batang pengatur (regulating) dan harus
perlahan-lahan serta mengamati perubahan tingkat daya (pada meter jangkau lebar
dan % daya linier).
Catatan:
Sistem instrumentasi ini dilengkapi dengan sistem interlock yang tidak akan
memungkinkan dua batang kendali naik secara bersama-sama
- Saat reaktor kritis pada daya tertentu, catat kedudukan masing-masing batang
kendali, suhu air dan juga paparan radiasinya.
- Lanjutkan operasi sesuai dengan program. Catat dalam log book setiap terjadi
perubahan kondisi-kondisi operasi dan kejadian lain yang signifikan.
Catatan:
Satu petugas radiasi bertugas mencatat paparan radiasi di ruang reaktor secara
periodik selama reaktor beroperasi.
Dua operator tidak dibenarkan mengubah daya kecuali atas perintah supervisor
Supervisor bertugas sebagai penanggung jawab kelancaran keselamatan operasi
reaktor
Semua personil dilarang makan, minum dan merokok selama berada di dalam ruang
reaktor.
Turunkan (tekan tombol DN) semua batang kendali sampai posisi terbawah catat
waktunya. Atur tombol daya linier sesuai dengan daerah ukurnya.
Lakukan inspeksi posisi batang kendali tersebut apakah sudah benar-benar pada
posisi terbawah
Kunci pada kontrol OFF
Penyedia daya OFF
Amati suhu air tangki reaktor. Bila suhu sudah rendah (sesuai dengan keadaan pada
waktu sebelum operasi) sistem pendingin primer dimatikan.
Sistem pendingin sekunder dan ventilasi dimatikan
Catat dalam log book kondisi shut-down dari reaktor.
Bila terjadi keadaan luar biasa seperti tingkat radiasi tinggi, kebocoran pendingin dan
sebagainya, Supervisor mematikan reaktor dengan tombol SCRAM. Catat waktu
kejadian dalam log book.
CATATAN
Periode minimum
Seting Sistem Keselamatan (SSK) untuk periode 7 detik, kondisi batas operasi (KBO) 10
detik. Bila kurang 7 detik maka reaktor scram. Oleh karena itu pada saat start up menuju
daya tertentu harus dijaga periode > 7 detik dengan:
- Naikkan batang kendali pengatur secara pelan pelan.
- Bila periode mendekati 10 detik, hentikan menaikkan batang kendali pengatur.
- Bila periode telah lebih dari 15 detik, naikkan lagi hingga mencapai daya yang
diinginkan.
Daya reaktor
- Kondisi Batas Operasi (KBO) 105 kW (alarm)
- Seting Sistem Keselamatan (SSK) 110 kW
- Batas Keselamatan (BK) 115 kW
Bila daya > 105 kW alarm akan berbunyi maka:
a. Turunkan daya reaktor sampai daya normalnya 100 kW dengan menurunkan
batang kendali pengatur.
Level sumber
Kondisi batas operasi (KBO) 0,9 .10-7, bila < 0,9 .10-7maka :
- Cek posisi sumber neutron
- Bila sumber neutron berada diluar teras, masukkan sumber neutron pada posisinya
di dalam teras.
- Cek pada meter level sumber sehingga menunjuk pada 0,9 .10-7
- Reaktor dapat dioperasikan
Pendingin sekunder
- Suhu masuk > 37oC cek sistem pendingin primer
- Cek kondisi sistem pendingin sekunder dan atau matikan reaktor
- Laju alir HE tube = 820 lpm HE plat = 52 lpm. Bila lebih kecil, cek kondisi sistem
pendingin sekunder dan atau matikan reaktor.
Laju paparan
- Ruang kontrol 2,5 mR/jam
- Dek reaktor 10 mR/jam
- Permukaan air tangki 100 mR/jam
- Demineralizer 25 mR/jam
- Thermal kolom 2,5 mR/jam
- Perangkat subkritik 2,5 mR/jam
- Bulk shielding 2,5 mR/jam
Bila batasan tersebut diatas terlampaui maka alarm akan berbunyi. Cek kondisi lokasi dengan PPR
dan atau matikan reaktor.