Anda di halaman 1dari 9

Kasus Obat PCC di Kendari, Polisi Tetapkan 16 Orang Jadi Tersangka

KONTRIBUTOR KENDARI, KIKI ANDI PATI


Kompas.com - 18/09/2017, 12:30 WIB

KENDARI, KOMPAS.com - Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Tenggara


(Sultra) kembali menahan tujuh orang yang diduga sebagai pengedar pil
PCC di Kendari.

Penangakapan itu berdasarkan hasil pengembangan petugas kepolisian di


beberapa lokasi dalam kota Kendari.

Kepala bidang (Kabid) Hubungan Masyarakat (Humas) Polda Sultra, AKBP


Soenarto mengungkapkan, penangkapan 16 orang tersangka itu didukung
juga dari keterangan 50 orang saksi.

"Kami sudah menetapkan dan menahan 16 orang tersangka dari 10


laporan polisi. Barang bukti yang kami sita 5.428 yang terdiri dari 3.043
butir PCC, tramadol 1.647 butir, 738 butir promed dan uang tunai
7.666.000 rupiah serta hp Samsung," ungkap Soenarto dalam konfrensi
pers di Mapolda Sultra, Senin (18/9/2017).

Berdasarkan pengakuan tersangka, lanjut Soenarto, satu kaleng PCC


berisi 1.000 butir yang dibeli dengan Rp 600.000 dari pemasok.

"Jika dijual dengan kemasan satu sachet seharga 25.000 rupiah, maka
mereka bisa meraup keuntungan Rp 1.250.000," terangnya.

Terkait siapa pemasok barang tersebut, Soenarto mengaku, pihaknya


masih melakukan penyelidikan dan pendalaman. Untuk itu, pihaknya telah
membentuk Satuan Tugas (satgas) peredaran obat keras tersebut.

Sedangkan untuk korban yang telah mengonsumsi PCC itu berjumlah 76


orang dan sudah dinyatakan pulih setelah dirawat di 5 rumah sakit dan
puskesmas di Kota Kendari.
Hasil Uji Lab BPOM Kendari, Semua Sampel Obat Positif PCC

KONTRIBUTOR KENDARI, KIKI ANDI PATI


Kompas.com - 15/09/2017, 17:51 WIB

KENDARI, KOMPAS.com - Uji laboratorium dilakukan terhadap sampel


tablet Paracetamol Caffein Carisoprodol (PCC) yang merupakan temuan
dari Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Sultra dan BNN Kota
Kendari oleh Kepala Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM)
Kendari.

Meski ada sedikit perbedaan kandungan, namun pengujian menunjukkan


bahwa semua sampel tablet positif mengandung PCC.

Kepala BPOM Kendari Adillah Pababbari menjelaskan, sampel tablet PCC


dari BNN Kendari positif mengandung tramadol, paracetamol, carisoprodol
dan caffein, sedangkan tablet PCC dari BNNP Sultra hana positif
mengandung tiga kandungan terakhir.

Adillah mengatakan, tablet PCC dari BNN Kendari teksturnya lebih rapuh
ketimbang tablet dari BNN Provinsi Sultra.

Adapun sampel dari BNN Kota Kendari berbentuk cairan dan gel namun
hasilnya negatif, ungkapnya dalam keterangan pers di kantor BPOM
Kendari, Jumat (15/9/2017).

Adillah menambahkan bahwa PCC bukanlah kategori obat, melainkan


tablet yang dijual secara ilegal tanpa kemasan secara perorangan.

Karena dikonsumsi bukan jenis obat serta tanpa resep dokter, berarti
berbahaya bagi kesehatan tubuh manusia, ujarnya.

Di tempat yang sama, Kepala Pusat Penyidikan Obat dan Makanan BPOM
RI Hendri Siswadi mengungkapkan, pihaknya akan menginstruksikan
kepada seluruh kantor BPOM di seluruh daerah untuk melakukan
pengawasan.

"Jangan sampai di tempat lain juga ada peredaran PCC, jadi saya akan
minta BPOM di daerah untuk melakukan pengawasan," ungkapnya.

Karena itu, Hendri mengimbau kepada masyarakat untuk tidak


mengonsumsi jenis obat ataupun tablet yang tidak memiliki izin edar dari
Badan POM.
Kasus PCC di Kendari, Menkes: Generasi Muda
Terancam
Dian Ihsan Siregar Kamis, 14 Sep 2017 20:17 WIB

Metrotvnews.com, Jakarta: Puluhan anak-anak dan remaja yang dilarikan ke beberapa rumah
sakit di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara membuat Menteri Kesehatan (Menkes) Nila F.
Moeloek prihatin. Kesehatan generasi muda terancam.

"Informasi tentang adanya penyalahgunaan NAPZA (Narkoba, Psikotropika dan Zat Adiktif
lainnya), yaitu PCC di Kota Kendari benar adanya," ucap Nila dalam rilisnya kepada media,
Kamis 14 September 2017.

Temuan kasus ini bermula dari video yang viral di facebook warga Kendari pada 13 September
2017. Sekitar 50 pelajar dan pegawai dirawat di sejumlah rumah sakit karena mengalami gejala
gangguan mental usai mengonsumsi obat-obatan, seperti Somadril, Tramadol dan PCC
(Paracetamol Cafein Carisoprodol).

Ketiga jenis obat itu dicampur dan diminum secara bersamaan dengan menggunakan minuman
keras oplosan. Akibatnya, seorang siswa kelas 6 Sekolah Dasar dilaporkan meninggal.
Dikabarkan pula Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Kendari paling banyak menangani korban.

Menkes pun langsung mengonfirmasi kejadian tersebut pada Kadinkes Sultra dr. Asrum Tombili.
Berdasarkan data Dinkes Sultra hingga 14 September 2017 pukul 14.00 WIB, terdapat 60
korban penyalahgunaan obat-obatan yang dirawat di tiga RS, yakni RS Jiwa Kendari (46 orang),
RS Kota Kendari (9 orang), dan RS Provinsi Bahteramas (5 orang). Sebanyak 32 korban dirawat
jalan, 25 korban rawat inap, dan 3 orang lainnya dirujuk ke RS Jiwa Kendari.

"Pasien yang dirawat berusia antara 15-22 tahun mengalami gangguan kepribadian dan
gangguan disorientasi. Sebagian datang dalam kondisi delirium setelah menggunakan
obat berbentuk tablet berwarna putih bertulisan PCC dengan kandungan obat belum diketahui,"
ujar Nila.

Menilik banyaknya korban usia muda, ia berharap Badan Narkotika Nasional (BNN) segera
mengidentifikasi kandungan obat sekaligus menetapkan status zat tersebut dalam kelompok
adiktif.

"Obat-obatan terlarang dan zat adiktif sangat membahayakan dan merugikan remaja sebagai
aset masa depan bangsa. Maka, jika ini terbukti zat psikotropika, Kemenkes mengingatkan agar
masyarakat berhati-hati terhadap NAPZA yang mengganggu kesehatan. Kami juga berharap
agar BNN menginvestigasi secepatnya," tegasnya.

Sektor kesehatan memegang peranan penting dalam upaya penanggulangan penyalahgunaan


NAPZA, melalui upaya Promotif, Preventif, Terapi dan Rehabilitasi. Regulasi yang mengatur
antara lain Undang-undang (UU) Nomor 35/2009 tentang Narkotika, UU Nomor 44/2009 tentang
Rumah Sakit, UU Nomor 18/2014 tentang Kesehatan Jiwa, dan Permenkes Nomor 41/2017
tentang Perubahan Penggolongan Narkotika.
Dari Mana Asal Pil PCC yang
Menggemparkan Kendari?
kumparan

Jumat 15 September 2017 - 13:37

BPOM memastikan puluhan anak-anak dan remaja di Kendari berlaku bak orang gila
akibat mengkonsumi pil Paracetamol Caffein Carisoprodol (PCC). Lalu dari mana pil itu
didapat?
BNN dan polisi sejauh ini telah menciduk 8 tersangka peredaran obat keras daftar G,
obat yang untuk mendapatkannya harus dengan resep dokter. Obat yang dijual para
tersangka ini diduga membuat puluhan anak-anak dan remaja Kendari overdosis,
bertingkah bak orang kesurupan, bahkan tak sadarkan diri. Dari tangan tersangka disita
ribuan tablet Somadril dan Tramadol.
Kehadiran Somadril ini memang membuat tanda tanya karena BPOM menyatakan telah
menarik Somadril dari pasaran sejak tahun 2013 menyusul tingginya penyalahgunaan
obat keras itu.
Polisi kemudian menggolongkan Somadril dan Tramadol sebagai jenis dari PCC.

"Dari tangan tersangka telah disita ribuan butir obat PCC jenis Somadril dan Tramadol,"
kata Direktur Reserse Narkoba Polda Sulawesi Tenggara Kombes Pol Satria Adhi
Permana dalam jumpa pers penangkapan 8 tersangka, pada Kamis (17/9), seperti
dikutip dari Antara. Obat keras yang disita tampak berupa kapsul dengan warna hijau-
kuning.

Semua tersangka berjenis kelamin perempuan. "Dua dari delapan orang tersangka
merupakan oknum apoteker dan asisten apoteker salah satu apotek di Kendari,"
katanya.

Enam tersangka lainnya merupakan pengedar yang biasa beroperasi di Kota Kendari,
Kabupaten Kolaka, dan Kabupaten Konawe.

Delapan tersangka tersebut sudah meringkuk di sel tahanan Polda Sultra dan Polres
Kendari.
Menurut Satria Adhi, penyalahgunaan obat tersebut diduga kuat menjadi pemicu
terjadinya kelainan kejiwaan yang terjadi pada puluhan remaja di Kota Kendari sejak
Selasa malam hingga Kamis.
"Para tersangka ini kita akan terapkan Undang-Undang Kesehatan khususnya di pasal
197 dan pasal 196. Yang bersangkutan dinyatakan sebagai penyedia, pengada dan
penjual dari daftar obat G tersebut," kata Satria Adhi.
Lalu dari mana obat PCC itu masuk ke Kendari? Hal itu masih diselidiki.

Kasus ini tengah ditangani oleh pihak Kepolisian RI bersama Badan POM RI guna
mengungkap pelaku peredaran obat tersebut serta jaringannya, ungkap BPOM RI
dalam siaran pers.

Deputi Penindakan dan Pemberantasan BNN Irjen Arman Depari juga masih mencari
dari mana PCC beredar. Arman menjelaskan, PCC kerap digunakan sebagai
penghilang rasa sakit, salah satunya adalah untuk obat sakit jantung. Namun obat ini
harus dikonsumsi berdasarkan resep dokter.
"Tentu ini tidak bisa dikonsumsi secara sembarangan, harus dengan izin atau resep
dokter. Tapi ternyata ini beredar dengan bebas, bahkan dijual kepada anak anak
sekolah dengan harga per 20 biji 25.000. Ini sedang kita kembangkan," ujar Arman di
Jakarta, Kamis.
Yang pasti, BPOM belum pernah mengeluarkan izin edar PCC, sehingga peredarannya
ilegal.
"Tablet PCC ini adalah obat ilegal tanpa izin edar dari BPOM karena berisi zat
carisoprodol yang dijual perorangan," kata Kepala BPOM Kendari Adillah Pababbari.

Tablet PCC yang dijual dan dikonsumsi anak remaja itu tanpa kemasan serta ilegal. Di
tablet putih itu terdapat tulisan PCC. BPOM juga menerima sampel zat berbentuk cairan,
yang sedang diteliti.

Hingga Kamis (14/9) malam, jumlah anak-anak dan remaja yang dilarikan ke rumah
sakit dengan perilaku tak wajar berjumlah 68 orang. Tablet PCC itu dijual Rp 25 ribu per
20 butir kepada pemakai pemula dan Rp 40 ribu kepada pemakai lanjutan atau yang
sudah kecanduan.

Polisi Pastikan Pil PCC di Kendari Hasil Produksi Pasutri BP dan LKW

FABIAN JANUARIUS KUWADO


Kompas.com - 22/09/2017, 21:45 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Polri memastikan pil PCC yang menelan


banyak korban di Kendari, Sulawesi Tenggara, diproduksi oleh pasangan
suami istri BP dan LKW. BP dan LKW telah ditangkap penyidik Direktorat
Tindak Pidana Narkotika Bareskrim Polri pada 14 dan 17 September 2017
lalu di Bekasi, Jawa Barat.

"Betul, pil PCC yang di Kendari itu adalah produksi dari mereka ini (BP dan
LKW). Sudah dicocokan pilnya," ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat
Divisi Humas Polri Brigjen Rikwanto dalam konferensi pers di Aula
Direktorat Tindak Pidana Narkotika Bareskrim Polri, Jakarta Timur, Jumat
(22/9/2017).

Direktur Tindak Pidana Narkotika Bareskrim Polri Brigjen Eko Daniyanto


menambahkan, BP dan LKW sudah dua tahun memproduksi pil PCC.
Selama itu, dia merambah sejumlah kota besar dan kecil di Indonesia
untuk dijadikan kota sasaran distribusi, termasuk Kendari.
"Pabriknya ada di Purwokerto, tempat penyimpanan bahan bakunya ada di
Cimahi Selatan, Bandung dan kantor administrasi ada di Surabaya.
Gudangnya banyak, tapi untuk di Kendari tidak ada gudang. Di sana hanya
didistribusikan saja," ujar Eko.

Direktoratnya pun telah menerjunkan tim untuk mengungkap siapa yang


mendistribusikan pil PCC di Kendari itu sehingga menyebabkan banyak
korban.

"Begitu mereka kembali, mudah-mudahan sudah mendapatkan hasil," ujar


Eko.

Diberitakan, penyidik Direktorat Tindak Pidana Narkotika Bareskrim Polri


meringkus empat pelaku produsen pil PCC dalam kurun waktu 12 hingga
19 September 2017. Keempatnya adalah pasangan suami istri BP dan
LKW sebagai bos serta dua anak buahnya penjaga gudang pil PCC.

Bersamaan dengan penangkapan keempat orang itu, penyidik menyita


sekitar 1,5 juta pil PCC dan 4 ton bahan bakunya. Sebanyak 4 Ton bahan
baku itu diperkirakan dapat dikonversi menjadi sekitar 10 juta pil PCC.

Keempat tersangka disangka Pasal 197 subsider Pasal 1906 UU Nomor 36


Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan ancaman hukuman 15 tahun
penjara.

Khusus untuk tersangka BP, juga dijerat dengan Pasal 3 dan Pasal 4 UU
Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak
Pidana Pencucian Uang dengan ancaman hukuman penjara maksimal 20
tahun.

Bareskrim: Bahan Baku PCC dari Tiongkok


dan India
Ilustrasi obat Paracetamol Caffeine Carisoprodol (PCC) (Antara/Dewi Fajriani)
Oleh: Carlos Roy Fajarta / YUD | Jumat, 22 September 2017 | 15:47 WIB

Jakarta - Direktorat Tindak Pidana Narkoba (Dirtipid) Bareskrim Polri menyebut


bahan baku obat bahan baku pil Paracetamol, Caffeine Carisoprodol (PCC) berasal
dari Tiongkok yang masuk ke Indonesia melalui jalur resmi pelabuhan baik di
Jakarta maupun Kepulauan Riau.

Hal itu disampaikan dalam press release pengungkapan tindak pidana kesehatan
peredaran pil PCC di ruang aula Dirtipid Narkoba Bareskrim Polri, Cawang, Jakarta
Timur pada Jumat (22/9).
Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri, Brigjen Pol Eko Daniyanto
mengatakan awal mula masuknya bahan baku PCC yang sudah dilarang
peredarannya sejak 2009 berasal dari Tiongkok.

"Itu bahan baku bisa mudah masuk karena saat ekspor dan impor masuk ke dalam
jalur hijau. Hampir sebagian besar bahan baku berasal dari Tiongkok dan India," ujar
Eko kepada puluhan awak media.

Ia mengaku sebenarnya sudah menelusuri kasus peredaran bebas obat G sejak 6


bulan yang lalu jauh sebelum kasus luar biasa di Kendari terhadap sejumlah pelajar
yang menyebabkan puluhan orang kejang-kejang bahkan dua diantaranya tewas.

"Omzet mereka ini selama 6 bulan mencapai Rp 11 miliar, bahkan mereka saat kita
tangkap hendak menyuap anggota kami dengan uang tunai Rp 450 juta," kata Eko.

Ada lima pelaku yang sudah diamankan Polri dalam sejumlah kasus peredaran
hingga produksi di 5 kota besar, yakni Jakarta, Bekasi, Cimahi, Purwokerto,
Surabaya.

Dua diantaranya yang memiliki peran signifikan yakni Budi Purnomo (46) selaku
pemilik gudang dan pengendali operasi, bersama istrinya Leni Kusmiwati Wijaya
(43) yang ternyata merupakan salah satu pimpinan perusahaan farmasi di daerah
Bandung, Jawa Barat.

Keduanya berdomisili di Jalan Nakula VII, Nomor 101, RT03/RW03, Kelurahan


Jakasetia, Kecamatan Bekasi Selatan, Kota Bekasi, Jawa Barat.

Beberapa barang bukti yang diungkap Dirtipid Narkoba Bareskrim Polri selama
kurun waktu sejak 12 September lalu di 5 kota besar, yakni: 171 ribu butir Pil PCC, 4
ton bahan baku, 1,24 juta butir Zenith, 100 ribu butir Dexomethorpan, 35 ribu butir
Carnophen, satu unit mobil Pajero Sport, 1 unit sedan BMW, 2 truk box, uang tunai
Rp 450 juta, serta dua buku tabungan BCA dengan saldo miliaran Rupiah.

Sementara itu, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol
Rikwanto meminta masyarakat untuk segera melaporkan bila menemukan
peredaran pil PCC di lingkungan tempat tinggalnya masing-masing ke kepolisian.

Ke-lima pelaku dikenakan pasal berlapis yakni Pasal 197 subsider Pasal 196 UU RI
Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan ancaman hukuman pidana
penjara maksimal 15 tahun dan denda maksimal Rp 1,5 Miliar.

Untuk Budi Purnomo juga diberi tambahan jeratan Pasal 3 dan Pasal 4 UU RI
Nomor 8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana
pencucian uang (TPPU) dengan ancaman hukuman penjara maksimal 20 tahun dan
denda maksimal Rp 10 miliar.
Mata rantai peredaran pil PCC di
Indonesia
Jumat, 22 September 2017 10:05Reporter : Ya'cob Billiocta

Merdeka.com - Kasus puluhan warga di Kendari, Sulawesi Tenggara mengonsumsi


Paracetamol Caffeine Carisoprodol (PCC), menjadi pintu masuk Kepolisian mengungkap
penyalahgunaan obat yang mempunyai efek lebih dahsyat dari narkoba ini.

Setidaknya dua tempat produksi berhasil dibongkar. Pertama di Kota Cimahi Jawa Barat.
Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri menggerebek pabrik tersebut hari Senin
lalu. Polisi menemukan sejumlah bahan baku pembuatan pil PCC.

"Iya ini terkait pil PCC. Ada temuan bahan baku di sini," kata Dirnarkoba Polda Jabar
Kombes Pol Asep Jenal.

Besoknya, pabrik PCC berkedok toko isi ulang air minum di Jalan Raya Baturaden No 182
dan 184, RT 2 RW 1 Kelurahan Pabuaran Purwokerto Utara, Banyumas digerebek.

Di tempat tersebut polisi mendapati polisi 2 drum pil PCC, 1 drum pil Zenit, 9 drum bahan
baku untuk membuat pil PCC, 1 unit mesin produksi dan 2 buah oven pencetak pil.

Bahan-bahan pembuatan pil PCC berasal dari Cimahi. Sedangkan Purwokerto dijadikan
sebagai tempat produksi. Selain itu untuk pengemasan dan distribusi dilakukan
di Surabaya.

"Pabrik yang ada di Purwokerto ini merupakan pabrik yang dapat menghasilkan ratusan ribu
dalam semalam. Ini masih terus kita dalami," kata Wakil Direktur Tindak Pidana Narkoba
Bareskrim Polri, Ajun Komisaris Besar Polisi John Turman Panjaitan.

Di hari yang sama, Mabes Polri menggerebek gudang pil PCC di Perumahan Wisma Permai
Timur 1 Surabaya, Selasa (19/9). Pil tersebut berasal dari produsen di Purwokerto, Jateng.
Kepala Kepolisian Daerah Jawa Timur Irjen Pol Machfud Arifin menyatakan, Kota Surabaya
sebagai gudang untuk transit pil PCC sebelum diedarkan ke wilayah Indonesia Timur.

"Beberapa produsen yang ditangkap ini termasuk di Purwokerto yang jadi produsen
terbesarnya. Di Surabaya kan hanya gudang untuk transit. Mungkin diarahkan ke Indonesia
Timur, mungkin juga bisa saja ke arah Kendari," kata Machfud, Kamis (21/9). Dikutip dari
Antara.

Polisi turut mengamankan seorang berinisial H sebagai tersangka, yang diduga distributor
pil PCC.

Adapun barang bukti yang ditemukan antara lain 32 karung berisi 1.280.000 butir obat jenis
Zenith, dan 10 karung berisi plastik kemasan Zenith sebanyak 120.000 lembar.

Ditemukan pula tujuh karton berisi 35.000 butir obat carnophen, 36 roll bertuliskan CPC,
sebuah mesin press plastik dan 100 botol berisi 100.000 butir dextrometeophan.

Di Makassar, Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) Sulsel menemukan
29.000 pil PCC putih di kantor salah satu pedagang besar farmasi PT SS, Jumat (15/9).

Kepala BBPOM Muhammad Guntur menuturkan, 29.000 butir pil PCC itu dikemas dalam 29
kemasan. Masing-masing kemasan plastik berisi 1.000 butir.

Dari keterangan pemilik toko farmasi, puluhan ribu pil PCC itu rencananya akan dikirim ke
daerah Papua, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Barat. Pil itu juga akan diedarkan di
Makassar.

Berselang dua hari, BBPOM Sulsel kembali menyita 300 PCC putih yang rencananya dikirim
ke Ambon.

Kasus 300 pil PCC ini ditemukan di rumah salah seorang warga di Jalan Sungai Tallo,
Makassar. Pil PCC ini dijadikan bisnis rumahan oleh perempuan yang berprofesi sebagai ibu
rumah tangga berinisial Rn (32).

"Ratusan butir tablet PCC ini siap kirim ke Ambon hari Minggu kemarin tapi gagal karena
Minggu paginya sudah ketahuan dan disita. Pengakuan oknum perempuan Rn kalau
barangnya itu berasal dari Kendari, Sulawesi Tenggara kemudian transit di Makassar untuk
selanjutnya dikirim ke Ambon," kata Guntur.

Hingga kini, semua pihak yang terlibat dalam produksi dan peredaran pil PCC dalam
pemeriksaan Kepolisian, untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Anda mungkin juga menyukai