Anda di halaman 1dari 8

TUGAS ETIKA KEPROFESIAN

Dosen: Dr. H. Sugiyartono, MS, Apt

Oleh:
Amalia Choirunnisa’
201720471011041

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2018
Perbedaan Etik dan Disiplin:

ETIK DISIPLIN
Sebuah atau sesuatu dimana dan bagaimana Kesanggupan Apoteker untuk memenuhi
cabang utama filsafat yang mempelajari nilai kewajiban dan menghindari larangan yang
atau kualitas yang menjadi studi mengenai ditentukan dalam peraturan perundang-
standar dan penilaian moral. Mencakup undangan dan/ atau peraturan praktik yang
analisis dan penerapan konsep seperti benar, apabila tidak ditaati atau dilanggar dijatuhi
salah, baik, buruk dan disertai hukuman disiplin
tanggungjawab baik kepada sesama maupun
Tuhan.
Dibuat dan disepakati oleh organisasi profesi Dibuat dan disepakati oleh organisasi profesi
(Ikatan Apoteker Indonesia/ IAI) (Ikatan Apoteker Indonesia/ IAI)
Kode Etik Standar Profesi
Diatur, norma perilaku pelaksanaan profesi Diatur, norma perilaku pelaksanaan profesi
Sanksi, yaitu moral psikologis Sanksi moral psikologis dan teguran atau
pencabutan
Yang mengadili: Yang mengadili:
Ikatan/ organisasi terkait, Ikatan/ organisasi terkait,
Majelis Etik dan Disiplin Apoteker Indonesia Majelis Etik dan Disiplin Apoteker Indonesia
(MEDAI) (MEDAI)
BATAM.TRIBUNNEWS.COM, TANJUNGPINANG - Dinas Kesehatan
Kota Tanjungpinang memberhentikan operasinal tiga apotek di Kota Tanjungpinang.
Pemberhentian operasional sementara tersebut juga berdasarkan rekomendasi Badan
Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Pasalnya ketiga apotek tersebut, saat dilakukan pemeriksaan tidak bisa menunjukkan
kelengkapan administrasi sesuai ketentuan dan masuk kategori pelanggaran tingkat
keritis.

Analisa Kasus:

Kesalahan pada kasus diatas terjadi karena lemahnya peran apoteker dalam melakukan
pengawasan. Karena izin penjualan obat sejatinya diberikan ke apoteker  yang sudah
bekerjasama dengan pemilik apotek. Oleh sebab itu, seharusnya apoteker selalu ada
saat apotek beroperasi. Kemudian juga memimpin pengadministrasian setiap obat masuk
maupun keluar. Dengan adanya ketidaksesuaian pencatatan keluar masuk obat, obat yang ada
tidak sesuai dengan dokumentasi yang ada, menyebabkan adanya dugaan penyalahgunaan
obat, dan dapat berdampak pada masyarakat, misalnya golongan obat-obat narkotik dan
psikotropik.
Sesuai dengan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, pasal 8 yang berbunyi “Apotek
wajib mengirimkan laporan Pelayanan Kefarmasian secara berjenjang kepada Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi, dan Kementerian Kesehatan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan”. Hal ini belum dilakukan oleh apotek tersebut
karena apotek tidak bisa menunjukkan kelengkapan administrasi sesuai ketentuan seperti
penjualan obat harus tertib administrasi. Sebagai contoh obat yang dijual harus dengan resep
dokter. Obat yang dikeluarkan 15 sementara resep yang bisa apotek tunjukkan hanya 10.
Atau mereka tidak bisa menunjukkan faktur pembelian obat atau di faktur tidak cocok dengan
obat yang ada.

Pembinaan yang dapat dilakukan diantaranya sebagai berikut:

Diminta kepada apotek yang ditutup sementara untuk menertibkan pembukuan obat masuk
dan keluar sesuai dengan prosedur dan aturan yang ada. Tertib administrasi ini dilakukan,
agar mengetahui asal usul obat tersebut. Dari mana datangnya obat itu, kemudian keluarnya
obat itu dari apotek juga jelas kemana. Sehingga apa yang dikhawatirkan adanya
penyalahgunaan dan masuknya obat palsu dapat dicegah.

Sanksi yang diberikan adalah ditutupnya apotek sementara sampai atau hingga persyaratan
pendirian apotek dan tertib administrasi yang diminta oleh BPOM dan Dinas Kesehatan
terpenuhi.

Kesimpulan :

Apotek tidak menjalankan tugas sesuai peraturan pendirian apotik, dimana apotek tidak dapat
menunjukkan kesesuaian obat yang keluar dengan dokumentasi yang ada. Selain itu apotek
belum mempunyai sistem administrasi yang baik dan sesuai dengan Standar Pelayanan
Kefarmasian Apotek, dimana apoteker belum bisa menajalankan kewajibannya sesuai UU
dan kode etik apoteker.
JAKARTA, KOMPAS.com - Polisi menetapkan lima tersangka dalam kasus peredaran obat
jenis PCC (Paracetamol Caffein Carisoprodol) dan obat keras lainnya di Kendari, Sulawesi
Tenggara. Salah satunya yakni seorang apoteker berinisial WYKA (34) dan asisten apoteker,
AM (19). Penangkapan dilakukan setelah polisi membentuk tim gabungan yang terdiri dari
Badan Narkotika Nasional Provinsi Sulawesi Tenggara, Direktorat Intelejen Keamanan,
Direktorat Narkoba, dan Resimen Kendari. Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi
Humas Polri Brigjen Pol Rikwanto mengatakan, para pelaku ditangkap di tempat terpisah.
"Tersangka berprofesi sebagai apoteker dan asisten apoteker ditangkap di TKP Apotek
Qiqa Jalan Sawo 2 Kota Kendari," ujar Rikwanto melalui keterangan tertulis, Jumat
(15/9/2017).

Sementara tiga tersangka lainnya yaitu R (27), FA (33), dan ST (39) merupakan pihak swasta
dan berwiraswasta. Dari penangkapan ketiganya, polisi menemukan 1.643 butir obat yang
dibuang di belakang rumah, 988 butir dalam lemari baju, dan uang sebesar Rp 735.000.
Ditemukan juga delapan toples putih tempat menyimpan obat. "Total keseluruhan obat pil
tersebut 2.631 butir," kata Rikwanto. Polisi juga berkoordinasi dengan Balai Pengawasan
Obat dan Makanan setempat serta Dinas Kesehatan. Hingga saat ini, jumlah korban yang
telah mengonsumsi obat bertambah menjadi 50 orang. Hal itu berdasarkan pendataan oleh
BNN Kota Kendari. Satu dari mereka meninggal dunia. Sebanyak 30 orang di antaranya
dibawa ke rumah sakit jiwa. Salah satu korban, AN (17) yang merupakan tukang parkir
mengaku dirinya tak sadarkan diri usai mengkonsumsi lima butir obat PCC. Ia membelinya
dari salah satu tukang parkir Mall Rabam di Wisma Hotel, Kendari. Korban lainnya, HN (16)
mengaku, telah mengonsumsi tiga jenis obat berbeda, yakni Tramadol, Somadril, dan PCC.
Tiga jenis obat itu dicampur dan diminum secara bersamaan dengan menggunakan air putih.
HN mengaku sudah dua kali mengonsumsi obat-obatan itu. Setelah meminum obat itu, HN
mengaku merasa tenang dan selanjutnya hilang kesadaran. "Enak, tenang kaya terbang.
Setelah itu saya tidak sadar lagi, pas sadar, saya sudah ada di sini (RS)," kata HN. HN
mendapatkan obat tersebut dari rekannya yang tinggal di Jalan Segar, Kelurahan Pondambea,
Kecamatan Kadia, Kota Kendari. Tiga jenis obat itu dibelinya seharga Rp 75.000.

Analisa Kasus :
Menurut Kode Etik Apoteker Indonesia
1. Pelanggran Pasal 1 : Seorang Apoteker harus menjunjung tinggi, menghayati dan
mengamalkan Sumpah/ Janji Apoteker
2. Pelanggaran Pasal 2 : Seorang Apoteker harus berusaha dengan sungguh-sungguh
menghayati dan mengamalkan Kode Etik Apoteker Indonesia
3. Pelanggaran Pasal 3: Seorang Apoteker harus senantiasa menjalankan profesinya
sesuaikompetensi Apoteker Indonesia serta selalu mengutamakan dan berpegang
teguh pada prinsip kemanusiaan dan melaksanakan kewajibannya.
 Pada kasus diatas Apoteker tersebut sudah melanggar Kode Etik Apoteker (Pasal
1-3) karena sudah mengedarkan dan memproduksi obat yang berbahaya secara bebas
dan mengakibatkan adanya korban jiwa
4. Pelanggaran Pasal 5 : Di dalam menjalankan tugasnya seorang Apoteker harus
menjauhkan diri dari usaha mencari keuntungan diri semata yang bertentangan
dengan martabat dan tradisi luhur jabatan kefarmasian.
 Seorang Apoteker dalam tindakan profesionalnya harus menghindari diri dari
perbuatan yang akan merusak seseorang ataupun merugikan orang lain, pada kasus
apoteker membuat obat PCC yang sudah tidak boleh diproduksi dan bekerjasama
dengan pihak lainnya untuk dapat mendistribusikan dan menjualnya ke masyarakat
dengan tujuan memperoleh keuntungan financial
5. Pelanggaran Pasal 6 : Seorang Apoteker harus menjadi contoh yang baik bagi orang lain
 Apoteker tersebut tidak dapat menjadi contoh yang baik bagi orang lain karena tindakan
yang dilakukannya sudah melanggar kode etik dan membahayakan masyarakat hingga
terdapat korban jiwa
6. Pelanggaran Pasal 9 : Seorang Apoteker dalam melakukan praktik kefarmasian harus
mengutamakan kepentingan masyarakat. Menghormati hak azasi pasien dan
melindungi makhluk hidup insani.
Seorang Apoteker harus yakin bahwa obat yang diserahkan kepada pasien adalah
obat yang terjamin mutu, keamanan, khasiat, dan cara pakai obat yang tepat namun
pada kasus obat PCC sudah disalahgunakan sehingga berdampak terhadap kematian.
Sanksi Pelanggaran Kode Etik
A. Sanksi Moral.
Sanksi moral akan berlaku dalam kehidupan bermasyarakat
B. Sanksi Dikeluarkan dari Organisasi
Berupa pembinaan, peringatan dan dikeluarkan sebagai anggota
C. Sanksi Pelanggaran Peraturan :
Menurut UU no. 36 th. 2009 tentangg kesehatan , sanksi yang didapat untuk Apoteker
dan tersangka lainnya pada kasus di atas:
Pasal 196
Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan
farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan/atau
persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah).
Pasal 197
Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan
farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15
(lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima
ratus juta rupiah).
Berdasarkan UU Perlindungan Konsumen:
Bagian kedua
 Sanksi Pidana
Pasal 62
(1) Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8,
Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b,
huruf c,huruf e, ayat (2) dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua
milyar rupiah).
(2) Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11,
Pasal 12, Pasal 13 ayat (1), Pasal 14, Pasal 16, dan Pasal 17 ayat (1) huruf d dan
huruf f dipidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling
banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3) Terhadap pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat, cacat
tetap atau kematian diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku.
Pasal 63
Terhadap sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62, dapat dijatuhkan
hukuman tambahan, berupa:
a. perampasan barang tertentu;
b. pengumuman keputusan hakim;
c. pembayaran ganti rugi;
d. perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian
konsumen;
e. kewajiban penarikan barang dari peredaran; atau
f. pencabutan izin usaha
Pembinaan Dan Pengawasan Menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
Tentang Kesehatan
Pasal 179 Pembinaan diarahkan untuk :
1. Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 178 diarahkan untuk:
a. Memenuhi kebutuhan setiap orang dalam memperoleh akses atas sumber daya di
bidang kesehatan;
b. Menggerakkan dan melaksanakan penyelenggaraan upaya kesehatan;
c. Memfasilitasi dan menyelenggarakan fasilitas kesehatan dan fasilitas pelayanan
kesehatan;
d. Memenuhi kebutuhan masyarakat untuk mendapatkan perbekalan kesehatan,
termasuk sediaan farmasi dan alat kesehatan serta makanan dan minuman;
e. Memenuhi kebutuhan gizi masyarakat sesuai dengan standar dan persyaratan;
f. Melindungi masyarakat terhadap segala kemungkinan yang dapat menimbulkan
bahaya bagi kesehatan.
2. Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui:
a. Komunikasi, informasi, edukasi dan pemberdayaan masyarakat;
b. Pendayagunaan tenaga kesehatan;

Anda mungkin juga menyukai