Anda di halaman 1dari 12

Sangat umum bagi pasien Intensive Care Unit (ICU) untuk membutuhkan sokongan nutrisi

karena sebagian pasien telah mengalami suatu periode sakit dengan asupan nutrisi yang buruk
dan terjadi penurunan berat badan. Pada hampir semua pasien yang sakit kritis, dijumpai
anoreksia atau ketidak mampuan makan karena kesadaran yang terganggu, sedasi, ataupun
karena intubasi jalan nafas bagian atas. Tujuan sokongan nutrisi bagi pasien sakit kritis (The
American Society for Parenteral and Enteral Nutrition) adalah :

1. Menyediakan sokongan nutrisi yang konsisten dengan kondisi medis pasien dan
ketersediaan rute pemberian nutrient
2. Mencegah dan mengatasi defisiensi makro dan mikronutrien.
3. Menyediakan dosis nutrien yang sesuai dengan metabolism yang telah ada.
4. Menghindari komplikasi yang berhubungan dengan teknik pemberian nutrisi.
5. Meningkatkan outcome pasien; mengurangi morbiditas, mortalitas dan waktu penyembuhan
Sokongan nutrisi bagi pasien sakit kritis dapat secara enteral maupun parenteral. Masing-masing
memiliki kelebihan dan kekurangan, sehingga penentuannya harus melihat dan
mempertimbangkan semua aspek yang ada kasus per kasus. Selain itu jumlah, perhitungan
kalori, jenis nutrien, serta saat pemberian juga mempengaruhi keadaan pasien secara
keseluruhan.

ENTERAL NUTRITION (EN)


Pada pasien yang tidak dapat memenuhi kebutuhan nutrisinya melalui rute oral, formula nutrisi
diberikan melalui tube ke dalam lambung (Gastric tube/G-tube, Nasogastric Tube/NGT) atau
duodenum, atau jejunum. Dapat secara manual maupun dengan bantuan pompa mesin. Dosis
nutrisi enteral biasanya berkisar antara 14-18 kkal/ kgbb/ hari atau 60-70% dari tujuan yang
hendak dicapai
Indikasi
Pasien dengan malnutrisi berat yang akan menjalani pembedahan saluran cerna bagian
bawah.
Pasien dengan malnutrisi sedang-berat yang akan menjalani prosedur mayor elektif saluran
cerna bagian atas.
Asupan makanan yang diperkirakan tidak adekuat selama >5-7 hari pada pasien malnutrisi,
>7-9 hari pada pasien yang tidak malnutrisi.
Kontraindikasi Absolut
Pasien yang diperbolehkan untuk asupan oral non-restriksi dalam waktu <7 hari
Obstruksi usus
Pankreatitis akut berat
Perdarahan masif pada saluran cerna bagian atas
Muntah atau diare berat
Instabilitas hemodinamik
Ileus paralitik
Kontraindikasi Relatif
Edema dinding usus yang signifikan
Fistula high output (>800 mL/hari)
Infus nutrisi pada proksimal anastomosis saluran cerna yang baru.
Keuntungan
Peningkatan berat badan dan retensi nitrogen yang lebih baik
Mengurangi frekuensi steatosis hepatic
Mengurangi insiden perdarahan gastrik dan intestinal
Membantu mempertahankan integritas barier mukosa usus, struktur mukosa serta fungsi dan
pelepasan hormon-hormon trofik usus.
Mengurangi risiko sepsis
Beberapa zat gizi tidak dapat diberikan parenteral, seperti: glutamin, arginin, nukleotida,
serat (dan asam lemak rantai pendek yang dihasilkannya melalui proses degradasi usus),
asam lemak, dan mungkin juga peptida.
Meningkatkan angka ketahanan hidup
Biaya lebih ringan
Erosi lubang hidung
Komplikasi
Komplikasi nutrisi enteral lebih sering terjadi pada pasien yang membutuhkan perawatan intensif
dibandingkan pada pasien yang sakitnya lebih ringan. Komplikasi yang berhubungan dengan
feeding tubes Faring (trauma, perdarahan, perforasi ruang retrofaringeal, abses), perforasi
esofagus, pneumomediastinum, pneumothoraks, perdarahan pulmoner, pneumonitis klinis, efusi
pleura, empiema, perforasi lambung, perforasi usus Kegagalan insersi Rasa tidak enak Sinusitis
Kesalahan memasukkan tube Obstruksi tube Komplikasi bedah dari gastrotomi.

Nutrisi Parenteral
Nutrisi total atau tambahan melalui rute vena pada pasien yang tidak dapat mengkonsumsi
kebutuhan nutrisi sehari-hari melalui rute enteral.
Indikasi
Kegagalan percobaan nutrisi enteral dengan feeding tube usus halus dan kondisi saluran cerna
seperti yang tercantum dalam kontraindikasi nutrisi enteral
Kontraindikasi
Hiperglikemi berat, azotemi, ensefalopati, hiperosmolalitas, dan abnormalitas berat cairan dan
elektrolit.
Komplikasi
Hiperglikemi (mungkin karena fungsi imunitas yang terganggu), komplikasi akses vena (segera:
pneumothoraks, trauma vaskuler, hemothoraks; lambat: infeksi, sepsis).

BENTUK PEMBERIAN KALORI


Karbohidrat
Sebanyak 30-70% dari total kalori dapat diberikan dalam bentuk karbohidrat. Biasanya
dalam bentuk glukosa, tetapi fruktosa dan sorbitol juga digunakan. Insulin mungkin perlu
untuk mempertahankan konsentrasi glukosa darah dalam batas normal, terutama karena
resistensi insulin sering timbul akibat stres tubuh.
Lemak
Sebanyak 20-50% dari total kalori dapat diberikan dalam bentuk lemak. Pasien sakit kritis
sering lebih banyak menggunakan lemak sebagai sumber energi daripada glukosa. Lemak
juga menyediakan asam lemak esensial yang dibutuhkan sel. Trigliserida omega-6-
polyunsaturated fatty acid (PUFA) harus diberikan untuk mencegah defisiensi asam lemak
esensial (minimal 7% total kalori). Trigliserida rantai panjang dan sedang dapat juga dipakai
sebagai sumber energi; rasio yang tepat tergantung pada jenis produk dan rute pemberian.
Protein
Sebanyak 15-20% dari total kalori dapat diberikan dalam bentuk protein atau asam amino,
bergantung pada rute pemberian. Kebutuhan mikronutrien juga harus dipertimbangkan;
biasanya diberikan Natrium dan Kalium O1 mmol/kgbb., dapat ditingkatkan jika terdapat
kehilangan yang berlebihan. Elektrolit lain seperti: magnesium, besi, tembaga, seng, dan
selenium, juga dibutuhkan dalam jumlah yang lebih sedikit.

Saat Tepat untuk Memulai Nutrisi Enteral


Pada nutrisi enteral, hindari kalori yang berlebihan, makanan yang hanya tinggal diserap
(predigested food) dan overfeeding. Selain itu berikan makanan yang mengandung serat dan
banyak vitamin.19 Tidak ada bukti yang menyokong bahwa pemberian nutrisi enteral
hendaknya dimulai dari jumlah kecil, kecuali pada pasien yang telah kelaparan dalam waktu
lama, karena risiko sindrom refeeding. Secara umum, pemberian nutrisi enteral harus cukup
sejak awal.
IMMUNONUTRITION
Immunonutrition adalah nutrisi lengkap yang mengandung unsure protein (arginin, glutamin
dan kasein), karbohidrat (dekstrin dan fruktosa), lemak (minyak jagung dan minyak ikan),
zat, vitamin-vitamin, dan bermacam-macam mineral. Walaupun manfaat immunonutrition
cukup menjanjikan, penggunaan nutrisi tersebut masih kontroversial. Arginin, salah satu zat
dalam immunonutrition, dapat mengganggu fungsi jantung. jika diberikan dalam dosis
berlebihan. Glutamin, suatu asam amino non-esensial, jika diberikan dalam dosis besar
malah dapat mengganggu saluran cerna. Dosis glutamin yang dianjurkan adalah 0.2-5
g/kgbb./hari. Dosis ini aman, murah, dapat ditoleransi tubuh dengan baik, meningkatkan
keseimbangan nitrogen tubuh serta fungsi barier usus.
Infark Miokard (STEMI)
Definisi
STEMI adalah rusaknya bagian otot jantung secara permanen akibat trombus arteri koroner.
Terjadinya trombus disebabkan oleh ruptor plak yang kemudian di ikuti oleh pembentukan
trombus oleh trombosit. STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara
mendadak.
Infark mokard akut dengan elevasi ST (ST elevation myiocardinal infrarction STEMI)
merupakan bagian dari spektrum koroner akut (SKA) yang terdiri dari angina pektoris tak
stabil, IMA tanpa elevasi ST dan IMA dengan elevasi ST (ilmu penyakit dalam, 2006).

Etiologi
Penyempitan arteri koroner nonsklerolik
Penyempitan aterorosklerotik
Trombus
Plak aterosklerotike
Lambatnya aliran darah didaerah plak atau oleh viserasi plak
Peningkatan kebutuhan oksigen miokardium
Penurunan darah koroner melalui yang menyempit
Penyempitan arteri oleh perlambatan jantung selama tidur
Spasme otot segmental pada arteri kejang otot.

Gejala klinis
Keluhan utama klasik : nyeri dada sentral yang berat , seperti rasa terbakar, ditindih
benda berat, seperti ditusuk, rasa diperas, dipelintir, tertekan yang berlangsung 20
menit, tidak berkurang dengan pemberian nitrat, gejala yang menyertai : berkeringat,
pucat dan mual, sulit bernapas, cemas, dan lemas.
Nyeri membaik atau menghilang dengan istirahat atau obat nitrat.
Kelainan lain: di antaranya atrima, henti jantung atau gagal jantung akut.
Bisa atipik: Pada manula: bisa kolaps atau bingung. Pada pasien diabetes: perburukan
status metabolik atau atau gagal jantung bisa tanpa disertai nyeri dada. Sebagian besar
pasien memiliki faktor resiko atau penyakit jantung koroner yang diketahui . 50% tanpa
disertai angina.

Komplikasi
Disfungsi ventrikuler
Setelah STEMI, ventrikel kiri akan mengalami perubahan serial dalam bentuk, ukuran, dan
ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses inidisebut remodeling
ventikuler dan umumnya mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam
hitungan bulan atau tahun pasca infark. Segera setelah infark ventrikel kiri mengalami
dilatasi.
Secara akut, hasil ini berasal dari ekspansi infark : slippage serat otot, disrupsi sel
miokardial normal dan hilangnya jaringan dalam zona nekrotik. Selanjutnya, terjadi pula
pemanjangan segmen noninfark, mengakibatkan penipisan yang didisprosional dan elongasi
zona infark. Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan yang terjadi dikaitkan ukuran dan
lokasi infark, dengan dilatasi tersebar pasca infark pada apeks ventikrel kiri yang yang
mengakibatkan penurunan hemodinamik yang nyata, lebih sering terjadi gagal jantung dan
prognosis lebih buruk. Progresivitas dilatasi dan konsekuensi klinisnya dapat dihambat
dengan terapi inhibitor ACE dan vasodilator lain. Pada pasien dengan fraksi ejeksi < 40 %
tanpa melihat ada tidaknya gagal jantung, inhibitor ACE harus diberikan.
Gangguan hemodinamik
Gagal pemompaan ( puump failure ) merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit
pada STEMI. Perluasaan nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat
gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal ( 10 hari infark ) dan sesudahnya. Tanda klinis
yang sering dijumpai adalah ronkhi basah di paru dan bunyi jantung S3 dan S4 gallop.
Pada pemeriksaan rontgen dijumpai kongesti paru.
Gagal jantung
Syok kardiogenik
Perluasan IM
Emboli sitemik/pilmonal
Perikardiatis
Ruptur
Ventrikrel
Otot papilar
Kelainan septal ventrikel
Disfungsi katup
Aneurisma ventrikel
Sindroma infark pascamiokardias

PENATALAKSANAAN
Infark Miokard Akut (IMA) dibagi 2 berdasar gambaran EKG yaitu IMA dengan elevasi
segmen ST dan IMA dengan non elevasi segmen ST. Pada IMA dengan elevasi ST
mempunyai indikasi untuk dilakukan obat trombolitik sedangkan yang non elevasi ST obat
trombolitik tidak indikasi
Terapi Trombolitik
Obat intravena trombolitik mempunyai keuntungan karena dapat diberikan melaluin
veana perifer. Sehingga terapi ini dapat diberikan seawal mungkin, dikerjakan
dimanapun (rumah, mobil ambulan, helikopter dan unit gawat darurat) dan relatif
murah.
Mekanisme kerja obat trombolitik melalui konversi inactive plasmin zymogen
(plasminogen) menjadi enzim fibrinolitik (plasmin). Plasmin mempunyai spesifitas
lemah terhadap fibrin dan dapat melakukan degradasi terhadap beberapa protein yang
mempunyai ikatan arginyl-lysyl seperti fibrinogen. Karena itu plasmin dapat
menyebabkan fibrin (nogen) lisis (systemic lytic state) yang menyebabkan
kecenderungan perdarahan sistemik. Dalam pengembangan obat trombolitik dibuat obat
trombolitik generasi kedua yang mempunyai sifat spesifik terhadap fibrin yang bekerja
pada permukaan fibrin. Plasmin hanya bekerja pada klot fibrin dengan melalui
hambatan alpha2-antiplasmin.
Direkomendasikan penderita infark miokard akut <12 jam yang mempunyai
elevasi segmen ST atau left bundle branch block (LBBB) deberikan IV fibrinolitik jika
tanpa kontra indikasi. Sedangkan penderita yang mempunyai riwayat perdarahan intra
kranial, stroke atau perdarahan aktif tidak diberikan terapi fibrinolitik. Dosis
streptokinase diberikan 1,5 juta IU diberikan dalam tempo 30-60 menit.
PTCA Primer
Pada penderita IMA, angioplasty primer secara khusus dengan stenting koroner dan
pemberian glikoprotein IIb/IIIa inhibitor akan memberikan hasil baik. Beberapa
penelitian random, kontrol mendukung bahwa PTCA primer lebih efektif dibanding
trombolitik. Rekomendasi PTCA primer sebagai alternatif terhadap terapi trombolitik
dilakukan pada pusat PTCA yang lengkap dan didukung ahli dalam prosedur PTCA
primer dengan pengalaman mencukupi.
Terapi Antiplatelet
Aspirin
Aspirin mempunyai efek menghambat siklooksigenase platelet secara ireversibel.
Proses tersebut mencegah formasi tomboksan A2. Pemberian aspirin untuk
penghambatan agregasi platelet diberikan dosis awal paling sedikit 160 mg dan
dilanjutkan dosis 80-325 mg per hari. pemberian dosis aspirin yang lebih besar akan
mengakibatkan perdarahan pada gastrointestinal. Aspirin mempunyai keterbatasan
pada agregasi platelet karena lemah menghambat aktivasi platelet oleh adenosine
dipospat dan kolagen.
Tiklopidin
Tiklopidin merupakan derivat tienopiridin yang efektif sebagai pengganti aspirin
untuk pengobatan angina tidak stabil. Mekanismenya berbeda dengan aspirin.
Tiklopidin menghambat agregasi platelet yang dirangsang ADP dan menghambat
transformasi reseptor fibrinogen platelet menjadi bentuk afinitas tinggi.
Clopidogrel
Clopidrogel merupakan derivat tienopiridin baru. Clopidogrel mempunyai efek
menghambat agregasi platelet melalui hambatan aktivasi ADP dependent pada
kompleks glikoprotein IIb/IIIa. Efek samping clopidogrel lebih sedikit dibanding
tiklopidin dan tidak pernah dilaporkan menyebabkan neutropenia.
Antagonis Reseptor Glikoprotein IIb/IIIa
Antagonis glikoprotein IIb/IIIa menghambat reseptor yang berinteraksi dengan
protein-protein seperti fibrinogen dan faktor von willebrand. Secara maksimal
menghambat jalur akhir dari proses adesi, aktivasi dan agregasi platelet. Telah
dikembangkan tiga kelas penghambat glikoprotein IIb/IIIa yaitu antibodi murine-
human chimeric (abciximab), bentuk synthetic peptide (eptifibatide) dan bentuk
synthetic nonpeptide (tirofiban dan lamifiban).

Penanganan IMA sebelum di rumah sakit :


o Monitor, lakukan ABC. Siapkan diri untuk melakukan RJP dan defibrilasi
o Berikan oksigen, aspirin, nitrogliserin, dan morfin jika diperlukan
o Jika ada, periksa EKG 12-sadapan; jika ada ST elevasi
Penilaian di Ruang Gawat Darurat segera (<10 mnt)
o Cek tanda vital, evaluasi saturasi oksigen
o Pasang jalur IV
o Periksa dan baca EKG 12-sandapan
o Lakukan anamnesis & pemeriksaan fisik yang terarah & cepat
o Lakukan ceklis terapi fibrinolisis, lihat jika ada kontraindikasi
o Periksa enzim jantung, elektrolit , dan koagulasi
o Dapatkan pemeriksaan sinar X dada yang portabel (<30 mnt)
Tata laksana umum diruang gawat darurat segera
o Mulai pemberian oksigen 4 L/mnt; pertahankan saturasi O2 >90%
o Aspirin 160-325 mg (jika belum diberikan)
o Nitrat sublingual, semprot, atau IV
o Morfin IV jika nyeri tidak berkurang dengan nitroglicerin.
Strategi reperfusi
Pada onset IMA kurang atau 12 jam :
o Terapi trombolitik atau PTCA primer ditentukan oleh kriteria pasien dan
institusi
o Door-to-balloon inflation (PCI) target 90 mnt
o Door-to-needle (fibrinolisis) target 30 mnt
Lanjutkan terapi tambahan:
o ACE inhibitors/angiotensin receptor blocker (ARB) diberikan dalam 24
jam sejak gejala muncul
o HMG CoA reductase inhibitor (terapi statin)
Pada IMA lebih dari 12 jam :
Pasien risiko tinggi:
o Nyeri dada iskemik yg berulang
o Deviasi ST yg berulang/persisten
o VT
o Hemodinamik tdk stabil
o Tanda gagal pompa
o Strategi invasif awal, termasuk kateterisasi dan revaskularisasi untuk syok
dalam 48 jam setelah AMI

Asuhan keperawatan

Diagnosa
o Nyeri berhubungan dengan iskemia dan infark jaringan miokard ditandai dengan keluhan
nyeri dada.
o Ansietas berhubungan dengan ancaman kehilangan/kematian ditandai dengan
ketakutan, gelisah dan perilaku takut
Intervensi
Intervensi untuk diagnose gangguan nyeri.
Tujuan: Menyatakan nyeri berkurang atau hilang.
Kriteria hasil:
Menyatakan nyeri dada terkontrol dalam waktu 3 hari.
o Mendemonstrasikan penggunaan teknik relaksasi dalam waktu 1 hari.
o Menunjukkan menurunnya tegangan, rileks dan mudah bergerak dalam waktu 3
hari.
Intervensi:
o Kaji lokasi, karakter, dura durasi, dan intensitas, nyeri, dengan menggunakan
skala nyeri 0 (tidak nyeri) sampai 10 (nyeri hebat). Kaji gejala berkaitan, seperti
mual dan diaporesis.
o Kaji dan catat TD dan FJ dengan episode nyeri. TD dan Fj dapat meningkat
karena randsang simpatis atau menurun karena iskemia dan fungsi jantung
menurun.
o Berikan obat nyeri yang diprogramkan (biasanya morfin sulfat): catat kualitas
pengurangan nyeri dengan menggunakan skala nyeri, dan tentukan interval
waktu danri pemberian sampai penghilangan nyeri.
o Tenangkan pasien selama episode nyeri; temani pasien bila mungkin.
o Observasi dan laporkan efek samping dari obat nyeri: hipotensi, FP lambat, sulit
miksi.
o Berikan O2 sesuai program, biasanya 2-4 L/menit per kanula nasal.
o Siapkan pasien untuk pindah UPK. (Unit Perawatan Kritis)

Intervensi untuk diagnosa ansietas:


tujuan: mengidentifikasi dan mengenal perasaan pasien.
Kriteria hasil: menyatakan penurunan ansietas/takut.
Intervensi:
o Identifikasi dan ketahui persepsi pasien terhadap ancaman/situasi. Dorong
mengekspresikan dan jangan menolak perasaan marah, kehilangan, takut dll.
o Catat adanya kegelisahan, menolak dan menyangkal mengikuti program medis.
o Mempertahankan kepercayaan.
o Kaji tanda verbal/nonverbal kecemasan dan tinggal dengan pasien. Lakukan
tindakan bila pasien menunjukkan perilaku merusak.
o Terima tetapi jangan diberi penguatan terhadap penggunaan penolakan. Hindari
konfrontasi.
o Orientasikan pasien atau orang terdekat terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang
di harapkan. Tingkatkan partisipasi bila mungkin. Jawab semua pertanyaan secara
nyata. Berikan informasi konsisten; ulangi sesuai indikasi.
o Anjurkan pasien atau orang terdekat untuk mengkomunikasikan dengan seseorang,
berbagi pertanyaan dan masalah.
o Berikan periode istirahat atau waktu tidur tidak terputus, lingkungan tenang, dengan
tipe kontrol pasien, jumlah rangsangan eksternal.
o Dukung kenormalan proses kehilangan, melibatkan waktu yang perlu untuk
penyelesaian.
o Berikan privasi untuk pasien dan orang terdekat.
o dukung kemandirian, perawatan sendiri dan pembuatan keputusan dalam rencana
pengobatan.
o dukung keputusan tentang harapan setelah pulang.

Anda mungkin juga menyukai