Anda di halaman 1dari 8

Pembahasan

Oksidasi adalah pengeluaran elektron dan reduksi adalah pemerolehan elektron.


Sebagai contoh adalah oksidasi ion fero. Reaksi pencoklatan (browning) dapat terjadi pada
sayur dan buah, juga umbi-umbian. Reaksi ini disebut reaksi pencoklatan, karena memang
merubah warna asal bahan menjadi warna coklat. Reaksi pencoklatan ini bisa terjadi karena
bantuan enzim (browning enzimatic) atau tanpa bantuan enzim (browning non-enzimatic).
Reaksi pencoklatan enzimatis adalah proses kimia yang terjadi pada sayuran dan
buah-buahan oleh enzim polifenol oksidase yang menghasilkan pigmen warna coklat
(melanin). Proses pencoklatan enzimatis memerlukan enzim polifenol oksidase dan oksigen
untuk berhubungan dengan substrat tersebut. Enzim-enzim yang dikenal yaitu fenol oksidase,
polifenol oksidase, fenolase/polifenolase, enzim-enzim ini bekerja secara spesifik untuk
substrat tertentu (Winarno, 1995). Reaksi ini dapat terjadi bila jaringan tanaman terpotong,
terkupas, dan karena kerusakan secara mekanis. Reaksi ini banyak terjadi pada buah-buahan
atau sayuran yang banyak mengandung substrat senyawa fenolik seperti catechin dan
turunannya yaitu tirosin, asam kafeat, asam klorogenat, serta leukoantosianin.
Pemotongan menggunakan pisau yang berbeda, akan menyebabkan perbedaan waktu
pencoklatan yang berbeda pula, pisau stainless steel terbuat dari baja yang cenderung tidak
bereaksi dengan bahan yang dipotongnya, sedangkan pisau yang terbuat dari bahan selain
stainless steel, misalkan pisau besi akan cepat bereaksi/ mudah teroksidasi dibandingkan
dengan pisau stainless steel. Ukuran potongan dari suatu buah juga mempengaruhi kecepatan
reaksi pencoklatan, semakin kecil potongan maka semakin cepat reaksi pencoklatan
berlangsung, begitupun sebaliknya jika semakin besar.

Kecepatan perubahan pencoklatan enzimatis dapat dihambat oleh beberapa inhibitor,


biasanya cara yang dilakukan adalah perlakuan perendaman diantaranya adalah dengan cara
perendaman air, perendaman asam sitrat dan perendaman sulfit.
Berikut akan dibahas kecepatan reaksi pencoklatan pada beberapa buah dan umbi yang kami
jadikan bahan percobaan yaitu: pisang, kentang, apel granny, salak, apel fuji, dan pir.
Keenam bahan itu diberi perlakuan dengan pemotongan dengan pisau stainless steel bagus
dan pisau stainless steel biasa, yang selanjutnya dilakukan perendaman dengan air dan air
campuran yang telah disebutkan diatas.

1) Pisang
Pisang mengandung senyawa polifenol oleh karena itu mudah mengalami
reaksi pencoklatan apabila kontak dengan udara. Proses pencoklatan atau browning
sering terjadi pada buah pisang yang disebabkan oksidasi substrat fenolik oleh O2
udara dan dikatalisis polifenol oksidase (Retno dkk. 2008).
Berdasarkan hasil pengamatan kelompok 1(pisang), potongan pisang yang
dipotong dengan pisau stainless biasa pencoklatannya relatif cukup cepat
dibandingkan dengan yang menggunakan pisau stainless bagus. Rendaman asam sitrat
dan sulfit yang seharusnya dapat menjadi inhibitor bagi reaksi pencoklatan, nyatanya
pada pengamatan kelompok 1 malah terjadi peningkatan kecepatan reaksi pencoklatan
dibandingkan yang tidak diberi perlakuan apa-apa (langsung terkena oksigen)
2) Kentang
Berdasarkan hasil pengamatan kelompok 2 (kentang), saya lihat tidak ada
perbedaan yang cukup signifikan antara kentang yang dipotong dengan pisau stainless
bagus dengan yang dipotong pisau stainless biasa, hal ini mungkin dikarenakan pisau
yang digunakan kualitasnya hampir sama, jadi tidak berpengaruh banyak terhadap
kecepatan reaksi pencoklatannya.

3) Apel Granny
Pencoklatan pada buah apel dan buah lain setelah di kupas disebabkan oleh
aktifitas enzim polypenol oxidase, yang dengan bantuan oksigen akan mengubah
gugus monophenol menjadi O-hidroksi phenol, yang selanjudnya diubah lagi menjadi
O-kuinon. Gugus O-kuinon inilah yang membentuk warna coklat (Riwan 2008).
Kelompok 3 melakukan percobaan terhadap Apel Granny, berdasarkan
pengamatannya, pada apel yang dipotong dengan pisau besi kecepatan reaksi
pencoklatan berlangsung lebih lama daripada pisau stainless, yang lazimnya pisau
besi mengalami kecepatan reaksi pencoklatan lebih cepat dibandingkan pisau
stainless.
4) Salak
Kelompok 4 melakukan percobaan tentang salak, Dari data dapat terlihat
bahwa potongan salak yang langsung disimpan di udara terbuka lebih cepat
mengalami reaksi pencoklatan dibandingkan yang diberi inhibitor (perendaman),
mulanya potongan salak ini lama sekali berubah warna. Tapi sejak volume
potongannya lebih diperkecil lagi, kecepatan pencoklatannya semakin meningkat.
5) Apel Fuji
Berdasarkan hasil pengamatan kelompok 5 (apel fuji) potongan apel yang
disimpan di tempat terbuka sangat cepat mengalami pencoklatan, tetapi ada hal yang
cukup mengganjal yaitu: biasanya pisau stainless lama lebih lama mengalami
pencoklatan dibanding pisau besi, tapi disini sebaliknya. Hal ini belum dapat saya
temukan penyebabnya.
6) Pir
Hasil pengamatan kelompok 6 (pir) secara umum sama dengan buah-buah yang lain,
yaitu penggunaan pisau besi lebih mempercepat reaksi pencoklatan dibandingkan pisau
stainless.
Pencoklatan enzimatis pada buah dan sayur dapat dihambat oleh beberapahal, seperti blansing

(pemanasan), perendaman dalam air, perendaman dalambahan kimia (metabisulfit), dan


perendaman dalam larutan asam (asam sitrat).Selain itu, penggunaan alat pemotong (pisau) yang
dibuat dari bahan berbedadapat berpengaruh terhadap cepat atau lambatnya proses
pencoklatan.Berdasarkan tabel pengamatan, di bawah ini akan dibahas mengenaimasing-masing
perlakuan pada komoditi sayur dan buah.

A.

Pemotongan dengan Menggunakan Pisau Stainless dan Pisau Biasa

Pisau biasa terbuat dari bahan besi dan mudah bereaksi dengan bahan pangansedangkan pisau
stainless tidak bereaksi dengan bahan pangan. Pisau biasa yangterbuat dari besi akan mudah
teroksidasi dan akan cepat menyebabkan karat, jikadipakai untuk mengiris bahan pangan maka
bahan pangan tersebut akan cepatteroksidasi dan akan cepat menjadi coklat. Hal ini juga disebabkan
karenaaktivitas kresolase dimana terbentuknya kompleks protein-tembaga denganmenggabungkan
satu molekul oksigen dengan protein tempat atom kupro yangberdampingan terikat. Aktivitas
kresolase melibatkan tiga tahap yang dapatdinyatakan sebagai berikut :

Protein-Cu+-O2 + monofenol Protein

-Cu2+ + o-kuinon + H2OPada tabel pengamatan menujukkan bahwa: buah pisang yang
dipotongdengan pisau biasa lebih cepat mengalami proses pencoklatan dibandingkandengan buah
pisang yang dipotong menggunakan pisau stainless, sama halnyadengan salak, pir, apel fuji, dan
kentang. Bahan yang dipotong menggunakanpisau biasa lebih cepat mengalami pencoklatan. Akan
tetapi, pada komoditasapel fuji yang lebih cepat mengalami pencoklatan adalah bahan yang
dipotongdengan pisau stainless, hal ini mungkin dipengaruhi oleh beberapa faktor, salahsatunya
adalah luas permukaan bahan. Luas permukaan bahan pada pemotonganapel fuji dengan pisau biasa
mungkin lebih kecil dibandingkan pemotongan apelfuji dengan pisau stainless.

Pemaparan di Suhu Ruang

Hampir semua komoditas yang diamati dalam praktek ini mengalami prosespencoklatan secara cepat
apabila dipaparkan begitu saja di udara terbuka setelahproses pengupasan dan pemotongan (kecuali
pada komoditas pisang). Hal inidisebabkan karena tidak adanya inhibitor (penghambat) bagi enzim
polifenoloksidase (PPO) untuk mengkatalis proses oksidasi pada buah dan sayur.

C.
Perendaman dalam Air

Perendaman dengan air menghasilkan sedikit warna cokelat yang tidak tersebar merata pada apel
fuji yang dipotong menggunakan pisau besi. Prosespencoklatannya pun berlangsung lambat.
Perendaman buah yang dikupas kedalam air dapat membatasi akses oksigen untuk mengadakan
kontak dengan jaringan yang dipotong sehingga prosess pencoklatan dapat sedikit terhambat.

D.

Perendaman dalam Asam Sitrat

Asam sitrat merupakan senyawa intermediet dari asam organik yangberbentuk kristal atau serbuk
putih. Asam sitrat merupakan agen pengkelat.Asam sitrat menghambat terjadinya pencoklatan
karena dapat mengkompleksion tembaga, yang dalam hal ini berperan sebagai katalis dalam
reaksipencoklatan. Selain itu, asam sitrat juga dapat menghambat pencoklatan dengancara
menurunkan pH seperti halnya pada asam asetat sehingga enzim PPOmenjadi inaktif (Winarno,
1997). pada tabel pengamatan dapat dilihat bahwaapel

granny

yang dipotong dengan pisau stainless dan direndam di dalam asamsitrat, mengalami proses
pencoklatan yang berjalan lambat. Selain berpengaruhpada apel

granny,

perendaman pada asam sitrat juga berpengaruh padakomoditas kentang yang dipotong
menggunakan pisau stainless dan padakomoditas pir yang dipotong dengan pisau stainless.

Perendaman dalam Sulfit

Penambahan larutan metabisulfit sebagai senyawa antibrowning bekerjadengan cara membentuk


ikatan disufida dengan enzim PPO sehinggamenghambat pengikatan dengan oksigen. Selain itu sulfit
juga dapat bereaksidengan quinon yang dihasilkan dari oksidasi senyawa fenolik
sehinggamenghambat polimerisasi quinon membentuk pigmen melanin (coklat). Denganadanya
metabisulfit buah dan bahan pangan tampak lebih segar, cerah, danlambat sekali mengalami
pencoklatan (Margono, 1993). Buah pisang yangmengalami pemotongan menggunakan pisau
stainless dan buah salak yang jugamengalami pemotongan menggunakan pisau stainless
memperlihatkan prosespencoklatan yang lambat setelah direndam di dalam sulfit.

Pisau Besi

Data hasil pengamatan menunjukkna bahwa pemotongan yang menggunakan pisau besi akan
mempengaruhi perubahan warna pada buah. Warna buah yang menggunakan pisau besi
berwarna lebih coklat. Hal ini disebabkan pisau besi mengandung ion Fe, mudah berkarat
(oksidasi). Hal ini karena enzim polifenolase akan bereaksi dengan besi dan mempercepat
warna coklat.

Pisau Stainless
Sampel yang diiris dengan pisau stainles lebih lama pencoklatannya bila dibandingkan
dengan pisau besi. Hal ini disebabkan karena stainless tidak bereaksi dengan oksigen diudara
bebas sehingga tidak terjadi proses oksidasi.

Didiamkan Di udara Terbuka

Pada udara terbuka, enzim bereksi dengan oksigen yang terdapat di udara terbuka yang
menyebabkan reaksi oksidasi yang dikatalis oleh enzim fenolase, polifenol oksidase,
tirosinase, atau katekolase. Reaksi tersebut karena hidroksilasi skunder o-quinon/kelebihan o-
difenol. Kemudian senyawa terhidroksi benzena berinteraksi dengan o-quion membentuk
hidroksiquinon. Selanjutnya mengalamki polimerisasi dan dengan cepat dikonversi menjadi
polimer berwarna merah/merah coklat, dan akhirnya menjadi melanin berwarna coklat.

Direndam Dengan Air

Perendaman dengan air dapat mencegah terjadinya proses pencoklatan enzimatis karena
menghindari kontak dengan oksigen.

Direnam Dengan Sulfit

Larutan sulfit bertujuan untuk mencegah terjadinya browning secara enzimatis maupun non
enzimatis. Sulfit berperan sebagai pencegah timbulnya warna coklat. Pada browning non
enzimatis, sulfit dapat berinteraksi dengan gugus karbonil yang mungkin ada pada bahan.
Hasil reaksi tersebut akan mengikat melanoidin sehingga mencegah timbulnya warna coklat.
Sedangkan pada browning enzimatis, sulfit akan mereduksi ikatan disulfida pada enzim,
sehingga enzim tidak dapat mengkatalis oksidasi senyawa fenolik penyebab browning.

Direndam Dengan Sulfat

.Asam sitrat (yang banyak terdapat dalam lemon) sangat mudah teroksidasi dan dapat
digunakan sebagai pengikat oksigen untuk mencegah buah berubah menjadi berwarna coklat.

Pencoklatan Enzimatis

Tipe pencoklatan ini terjadi pada beberapa buah dan sayuran seperti kentang, apel, dan pisang
apabila jaringannya memar, dipotong, dikupas kena penyakit atau karena kondisi yang tidak
normal. Jaringan yang memar akan cepat menjadi gelap apabila kontak denga udara, atau
disebabkan oleh konversi senyawa fenol menjadi melanin berwarna coklat.
Enzim yang berperan dalam reaklsi pencoklatan ada beberapa macam seperti poifenol
oksidase atau fenolase (o-difinol : oksigen oksidoreduktase, EC 1.10.3.1). untuk
berlangsungnya reaksi pencoklatan yang dikatalis oleh enzimtersebut maka harus tersedia
gugus prostetik Cu2+ dan oksigen. Tembaga dalambentuk monovalen dijumpai pada fenolase
jamur merang, sedangkan bentuk divalennya terdapat pada enzim kentang, fenolase
diklasifikasikan sebagai suatu oksidase-reduktase dan fungsi oksigen adalah sebagai aseptor
hidrogen. Enzim ini juga terdapat dalam kapang dan beberapa jaringan hewan, tetapi
perannanya tidak penting ditinjau dari segi sistem pangan.

Mekanisme reaksi

Penelitian yang paling banyak dilakukan adalah tentang fenolase pada jamur merang dan
kentang. Fenolase komlek dapat dibagi menjadi 2 tipe rekasi yaitu fenolhidroksilase atau
kresolase dan polifenol oksidase atau katekolase. Kedua tipe enzim tersebut dapat dijelaskan
dengan reaksi oksidasi L-tirosin, yang merupakan senyawa fenol yang banyak dijumpai pada
kentang, dan konsentrasinya merupakan faktor penentu kecepatan pencoklatan enzimatis.

Untuk reaksi (1) substratnya adalah monofenol, sedangkan untuk reaksi (2) substaranya dalah
difenol. Reaksi (2) diikuti oleh pelepasan hidrogen untuk membentuk senyawa dopakrom
berwarna merah (asam 5,6-quinon indol-2-karboksilt) yang mempunyai cincin heterosiklik
yang berasal dari rantai sisis asam amino karboksilat. Dopakrom selanjutnya mengalami
polimerisasi membentuk melanin berwarna coklat.

Katekol adalah suatu o-difenol yang mudah diserang oleh fenolase, dan hanya reaksi yang
dikatalisa oleh katekolase. Pembentukan quinon ditentukan oleh keberadaan enzim dan
oksigen. Sekali reaksi berlangsung maka reaksi lanjutan berjalan secara spontan, dan keadaan
demikian tergantung pada keberadaan fenolase dan oksigen. Kebanyakan teori pencoklatan
menggunakan dasar reaksi pembentukan melanin berwarna coklat. Reaksi pertama diduga
sebagai hidroksilasi sekunder o-quinon atau karena kelebihan o-difenol.

Selanjutnya senyawa trihidroksibenzen mengalami interaksi dengan o-quinon membentuk


hidroksiquinon.

Hidroksiquinon mengalami polimerisasi dan dengan cara cepat dikonversi menjadi polimer
berwarna merah atau merah coklat, dan akhirnya menjadi melanin berwarna coklat. Sebagai
contoh kentang yang memar karena perlakuan mekanis atau apel yang dipotong akan
membentuk warna coklat pada permukaannya.

Uji oksidase dalam kentang dan pengaruh pemberian vitamin C


Praktikum uji oksidase dalam kentang ini bertujuan untuk mengetahui proses oksidase
senyawa fenol dan pirogalol oleh enzim polifenol oksidase (PPO) dan juga untuk
memperlihatkan efek pemberian antioksidan berupa vitamin C terhadap oksidasi fenol dan
pirogalol oleh enzim PPO kentang. Bahan yang digunakan adalah ekstrak kentang yang
didapat dari filtrat kentang yang sebelumnya dikupas, dicuci bersih, diblender dan disaring.
Larutan Fenol 10%, larutan pirogalol 10% dan larutan vitamin C.
Pada uji oksidase pertama (tabung reaksi 1) dimasukkan di dalamnya 5 ml ekstrak
kentang dan 1 tetes larutan fenol 10%. Terjadi perubahan warna menjadi merah kecoklatan.
Pada uji oksidase kedua (tabung 2) dimasukkan di dalamnya 5 ml ekstrak kentang, 10 tetes
larutan vitamin C dan 1 tetes larutan fenol 10%. Perubahan warna yang terjadi tidak sepekat
dari tabung 1 (warna orange muda). Fungsi larutan vitamin C disini adalah menghambat
terjadinya oksidasi fenol oleh enzim PPO.
Pada uji oksidase 3 (tabung 3) dimasukkan di dalamnya 5 ml ekstrak kentang dan 1 tetes
larutan pirogalol 10%. Perubahan warna yang terjadi menjadi coklat keabu-abuan. Pada uji
oksidase keempat (tabung 4) dimasukkan di dalamnya 5 ml ekstrak kentang, 10 tetes larutan
vitamin C dan 1 ml larutan pirogalol 10%. Perubahan warna yang terjadi juga tidak sepekat
dari tabung 3 karena adanya pemberian larutan vitamin C yang berfungsi menghambat
terjadinya reaksi ksidasi pirogalol oleh enzim PPO kentang
Perubahan warna (ekstrak kentang+larutan fenol 10%) menjadi merah kecoklatan
menunjukkan adanya reaksi oksidasi senyawa fenol oleh enzim yang dimiliki kentang yakni
enzim PPO. Fenol diubah menjadi katekol oleh enzim PPO, kemudian menjadi kinon.
Terbentuknya warna coklat pada reaksi tersebut dikarenakan proses kondensasi. Begitu pula
reaksi yang terjadi pada larutan ekstrak kentang yang ditambahkan larutan pirogalol 10%
terjadi perubahan warna pada ekstrak kentang menjadi warna coklat pekat. Hal ini
membuktikan bahwa enzim PPO pada kentang mengubah pirogalol menjadi purpurogalin
yang berwarna tidak pekat (muda).
Pada penambahan larutan vitamin C, perubahan warna pada ekstrak kentang menjadi
warna yang lebih terang, dikarenakan warna coklat yang seharusnya terbentuk pada
penambahan larutan fenol 10% maupun larutan pirogalol 10% dihambat oleh adanya vitamin
C. Dari hasil percobaan tersebut terlihat perbedaan perubahan warna pada ekstrak kentang
antara pemberian larutan vitamin C dan tanpa pemberian larutan vitamin C. Asam askorbat
akan bereaksi dengan oksigen dan akan menghambat kerja enzim PPO sehingga reaksi
oksidasi fenol dan pirogalol tidak terjadi.
Antioksidan adalah senyawa yang dapat mencegah terjadinya reaksi oksidasi yang bisa
menghasilkan substansi-substansi berbahaya dari hasil oksidasi misalnya peroksida dan
radikal bebas.
Pencoklatan (browning) merupakan proses pembentukan pigmen berwarna kuning yang
akan segera berubah menjadi coklat gelap (Rahmawati 2008). Pembentukan warna coklat ini
dipicu oleh reaksi oksidasi yang dikatalisis oleh enzim fenol oksidase atau polifenol oksidase.
Kedua enzim ini dapat mengkatalis oksidasi senyawa fenol menjadi quinon dan kemudian
dipolimerasi menjadi pigmen melaniadin yang berwarna coklat (Mardiah 1996). Bahan
pangan tertentu, seperti pada sayur dan buah, senyawa fenol dan kelompok enzim oksidase
tersebut tersedia secara alami. Oleh karena itu pencoklatan yang terjadi disebut juga reaksi
pencoklatan enzimatis.
Enzim yang bertanggung jawab dalam reaksi pencoklatan enzimatis adalah oksidase yag
disebut fenolase, fenoloksidase, tirosinase, polifenolase atau katekolase. Dalam tanaman,
enzim ini lebih sering dikenal dengan polifenol oksidase (PPO). Substrat untuk PPO dalam
tanaman biasanya asam amino tirosin dan komponen polifenolik seperti katekin, asam
kafeat, pirokatekol atau katekol dan asam klorogenat. Tirosin yang merupakan monofenol
pertaama kali hihidroksilasi menjadi 3,4-dihidroksifenilalanin dan kemudian dioksidasi
menjadi quinon yang akan membentuk warna coklat. Penggunaan vitamin C dapat mereduksi
kembali quinon berwarna hasil oksidasi (o-quinon) menjadi senyawa fenolat (o-difenol) tak
berwarna. Asam askorbat selanjutnya dioksidasi menjadi asam dehidroaskorbat. Ketika
vitamin C habis, komponen berwarna akan terbentuk sebagai hasil reaksi polimerisasi dan
menjadi produk antara yang irreversibel. Jadi produk berwama hanya akan terjadi jika
vitamin C yang ada habis dioksidasi dan quinon terpolimerisasi.

Anda mungkin juga menyukai