Disusun oleh :
Asisten :
2016
LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA STRUKTUR DAN BAHAN PERKERASAN
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA STRUKTUR DAN BAHAN
PERKERASAN SEMESTER I TAHUN 2016/2017
Diajukan untuk memenuhi syarat kelulusan mata kuliah SI-4142 Rekayasa Struktur dan Bahan
Perkerasan
Disusun oleh :
i
DAFTAR ISI LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA STRUKTUR DAN BAHAN PERKERASAN
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI................................................................................................................. ii
2.3.1 Stabilitas................................................................................................... 15
ii
DAFTAR ISI LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA STRUKTUR DAN BAHAN PERKERASAN
LAMPIRAN ................................................................................................................. 70
iii
DAFTAR GAMBAR LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA STRUKTUR DAN BAHAN PERKERASAN
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 Gradasi Menerus (Well-Graded) ............................................................... 6
iv
DAFTAR TABEL LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA STRUKTUR DAN BAHAN PERKERASAN
DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1 Ketentuan Sifat-sifat Lataston atau HRA ..................................................... 5
Tabel 3. 1 Tingkat Kekentalan Aspal untuk Aspal Padat dan Cair ............................ 32
v
DAFTAR TABEL LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA STRUKTUR DAN BAHAN PERKERASAN
vi
DAFTAR GRAFIK LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA STRUKTUR DAN BAHAN PERKERASAN
DAFTAR GRAFIK
vii
BAB I LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA STRUKTUR DAN BAHAN PERKERASAN
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB I LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA STRUKTUR DAN BAHAN PERKERASAN
berbagai kerusakan seperti degradasi dan disintegrasi), kaku, stabil pada saat
dilalui kendaraan serta mempunyai daya tahan terhadap penggelinciran yang
cukup tinggi. Lapis non struktural berfungsi sebagai lapis kedap air yang berguna
untuk mencegah masuknya air ke dalam lapis perkerasan di bawahnya, dan
sebagai lapis aus sebagai akibat gesekan rem kendaraan yang dapat diganti
dengan yang baru (overlay). Salah satu jenis lapis yang umum dipakai di
Indonesia adalah Hot Rolled Asphalt (HRA).
Hot Rolled Asphalt (HRA) memiliki gradasi senjang/timpang bersifat
tahan terhadap keausan, lebih lentur tanpa mengalami fatique cracking serta
mempunyai ketahanan terhadap cuaca dan kemudahan dalam pengerjaannya.
Namun demikian campuran ini bersifat kurang kaku, kurang tahan terhadap
deformasi. Sehingga dengan adanya praktikum ini, diharapkan mahasiswa bisa
mengetahui karakteristik dan hal-hal yang berpengaruh pada lapisan Hot Rolled
Asphalt.
Bab ini berisi tentang latar belakang, tujuan, dan sistematika penulisan dari
praktikum Rekayasa Struktur dan Bahan Perkerasan tentang Hot Rolled Asphalt
(HRA).
Bab ini berisi tentang karakteristik campuran Hot Rolled Asphalt (HRA) dan
tinjauan pustaka mengenai material yan digunakan pada campuran Hot Rolled
Asphalt (HRA).
2
BAB I LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA STRUKTUR DAN BAHAN PERKERASAN
BAB III
Bab ini berisi tentang tahapan pengerjaan untuk pengujian agregat baik kasar
maupun halus dan pengujian aspal pada praktikum disertai flowchartnya, juga
terdapat jadwal kerja praktikum.
Bab ini berisi tentang pengumpulan data, analisis terhadap material yang telah
diuji seperti, pengujian agregat, berat jenis, dan pengujian aspal pada Marshall
Test pada pengujian ini.
Bab ini berisi kesimpulan dan saran pada pengujian aspal jenis Hot Rolled Asphalt
(HRA) yang telah ditinjau.
3
BAB II LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA STRUKTUR DAN BAHAN PERKERASAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Coc,J.B, hot rolled asphalt (HRA) adalah bahan konstruksi lapis
keras lentur bergradasi timpang yang pertama kali dikembangkan di Inggris. Hot
rolled asphalt mempunyai rongga dalam campuran yang cukup besar dan mampu
menyerap aspal cukup tinggi yaitu 6% sampai 13% tanpa terjadinya bleeding,
sehingga lapis keras tersebut mempunyai durabilitas dan fleksibilitas yang tinggi
(Intihan., 2004).
4
BAB II LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA STRUKTUR DAN BAHAN PERKERASAN
12/PT/1983) dan kelas B atau disebut sebagai Laston (spesifikasi Bina Marga
13/PT/1983).
Sumber: Spesifikasi Umum Divisi 6 Perkerasan Aspal, Direktorat Jenderal Dinas Bina Marga
(2010)
2.2.1 Agregat
Agregat atau biasa disebut batuan didefinisikan secara umum sebagai
formasi kulit bumi yang keras dan solid. ASTM (1974) mendefinisikan batuan
sebagai suatu bahan yang terdiri dari mineral padat, berupa massa berukuran besar
maupun berupa fragmen-fragmen. Agregat merupakan komponen utama dari
lapisan perkerasa jalan yaitu mengandung 90-95% agregat.
5
BAB II LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA STRUKTUR DAN BAHAN PERKERASAN
Batu pecah dan batu alam secara teoritis terbagi atas dua grup yakni
agregat kasar dan halus, pemisah dari dua grup ini adalah ukuran saringan No. 4
(4,75 mm) dimana di atas ukuran itu disebut kasar dan di bawahnya adalah
agregat halus (BS 882, 1973). Di laboratorium pembagian ini diperbanyak,
misalnya untuk keperluan perencanaan perkerasan ada yang menggunakan tiga
zona gradasi atau lebih dikenal fraksi agregat, yakni fraksi agregat kasar sedang
dan halus.
Agregat dengan gradasi menerus terdiri dari berbagai ukuran dari kecil
hingga besar dengan presentase yang hampir sama.
Agregat dengan gradasi senjang terdiri dari batuan berukuran kecil hingga
besar, tapi teradapat ukuran yang hilang.
6
BAB II LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA STRUKTUR DAN BAHAN PERKERASAN
Agregat dengan gradasi seragam hanya terdiri dari batuan dengan satu
ukuran.
Penentuan gradasi agregat dapat dilakukan dengan dua acara yakni sebagai
berikut:
1. Cara Grafis
Data hasil analisis saringan diplot ke dalam grafik sei algoritma, dimana
sumbu x menunjukan parameter diameter saringan dalam skala algoritma
dan sumbu y menunjukan parameter persentase (%) lolos saringan
tertentu. Hasilnya lebih bersifat visual.
7
BAB II LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA STRUKTUR DAN BAHAN PERKERASAN
2. Cara Analitis
30 2
=
60 30
30
=
10
8
BAB II LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA STRUKTUR DAN BAHAN PERKERASAN
Secara umum agregat yang digunakan dalam campuran beraspal dibagi atas dua
fraksi, yaitu:
a. Agregat Kasar
Agregat kasar adalah material yang tertahan pada saringan no. 4 (4,75
mm). Agregat kasar untuk campuran aspal harus terdiri dari batu pecah
yang kuat, kering, awet, bersudut, bebas dari kotoran lempung dan
material asing lainnya. Agregat diharapkan memliki tekstur permukaan
kasar dan tidak bulat agar dapat memberikan sifat interlocking yang baik
dengan material yang lain. Tingginya kandungan agregat kasar membuat
lapis perkerasan lebih permeable. Hal ini menyebabkan rongga udara
meningkat dan menurunnya daya lekat aspal, maka terjadi pengelupasan
aspal dari batuan. Agregat kasar pada umumnya harus memenuhi
persyaratan yang telah ditetapkan dengan ketentuan yang ada.
Tabel 2. 3 Ukuran Nominal Agregat Kasar Penampung Dingin untuk Campuran Aspal
9
BAB II LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA STRUKTUR DAN BAHAN PERKERASAN
b. Agregat Halus
Agregat halus atau pasir alam merupakan hasil desintegrasi alami batuan
atau pasir yang dihasilkan oleh industri pemecah batu. Agregat halus
adalah material yang lolos saringan no. 4 (4,75 mm). Agregat halus dapat
meningkatkan stabilitas campuran dengan penguncian antara butiran.
Selain itu agregat halus juga mengisi ruang antara butir, bahan ini dapat
terdiri dari butir-butiran batu pecah atau pasir alam atau campuran dari
keduanya. Agregat halus pada umumnya harus memenuhi pesyaratan yang
telah ditetapkan dengan ketentuan yang ada.
10
BAB II LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA STRUKTUR DAN BAHAN PERKERASAN
Perbandingan antara berat agregat kering dan berat air suling yang isinya
sama dengan isi agregat dalam keadaan jenuh pada suhu tertentu
Perbandingan antara berat agregat kering dan berat air suling yang isinya
sama dengan isi agregat dalam keadaan kering pada suhu tertentu
4. Penyerapan Air
Presentase berat air yang dapat diserap pori terhadap berat agregat kering
4. Penyerapan Air
= 100%
11
BAB II LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA STRUKTUR DAN BAHAN PERKERASAN
Keterangan:
=
+
=
+
=
+
4. Penyerapan Air
= 100%
Keterangan:
A = Berat agregat kering oven (gram)
B = Berat piknometer yang berisi air (gram)
C = Berat piknometer dengan agregat dan air sampai batas pembacaan
(gram)
S = Berat agregat kondisi SSD (gram)
Gb = Berat Jenis Bulk
G = Berat Jenis SSD
Ga = Berat Jenis Semu
12
BAB II LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA STRUKTUR DAN BAHAN PERKERASAN
2.2.2 Aspal
1. Membalut tiap-tiap butir batuan sehingga tiap-tiap butir batuan diselimuti oleh
selaput aspal yang tipis
Menurut Sukirman (1992) aspal adalah bahan padat atau semi padat dan
merupakan senyawa hydrocarbon yang berwarna coklat gelap atau hitam pekat
dan terdiri dari asphaltenese dan maltenese yang memiliki fungsi sebagai bahan
ikatan antar agregat untuk membentuk suatu campuran yang kompak.
Aspal yang digunakan dalam lataston dapat berupa aspal dengan penetrasi
60/70 dengan persyaratan sebagai berikut.
13
BAB II LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA STRUKTUR DAN BAHAN PERKERASAN
Pada tabel di atas disebutkan bahwa salah satu syarat material aspal dapat
digunakan sebagai bahan campuran Lataston atau HRA adalah memiliki berat
jenis minimal 1. Berat jenis aspal adalah perbandingan antara berat aspal dengan
berat air suling dengan volume yang sama pada suhu tertentu. Berat jenis aspal
ini berguna untuk mencari berat jenis campuran aspal dan agregat, dan dalam test
Marshall berguna untuk menentukan VIM, VFA, dan berpengaruh terhadap
stabilitas.
=
( ) ( )
Dimana :
A = Berat Picnometer kosong (gram)
B = Berat Picnometer berisi air (gram)
C = Berat Picnometer berisi aspal (gram)
14
BAB II LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA STRUKTUR DAN BAHAN PERKERASAN
2.3.1 Stabilitas
Stabilitas adalah kemampuan suatu perkerasan untuk menahan
deformasi atau perubahan bentuk yang disebabkan oleh beban lalu lintas.
Nilai stabilitas didapat dari pembacaan arloji stabilitas yang kemudian
dikalibrasi dengan proving ring dan dikoreksikan tebal benda uji.
Dengan:
S = Angka stabilitas
Adapun hubungan antara parameter Marshall yaitu stabilitas dengan kadar aspal
diilustrasikan pada grafik di bawah ini.
15
BAB II LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA STRUKTUR DAN BAHAN PERKERASAN
Pada grafik di atas, terdapat kondisi puncak stabilitas yang dicapai pada
suatu nilai kadar aspal. Stabilitas ini sangat berhubungan dengan kepadatan atau
density dan dapat dijadikan dasar penentuan koefisien karakteristik bahan
perkerasan (a). Spesifikasi parameter stabilitas merupakan batas minimum.
16
BAB II LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA STRUKTUR DAN BAHAN PERKERASAN
Dimana:
= 100
Dimana:
17
BAB II LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA STRUKTUR DAN BAHAN PERKERASAN
= 100
100
= 100 [ 100]
100 +
Dimana:
18
BAB II LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA STRUKTUR DAN BAHAN PERKERASAN
Rongga terisi aspal atau Void Filled with Asphalt (VFA) adalah persen
rongga yang terdapat diantara agregat dimana terisi oleh aspal, tidak termasuk
aspal yang terserap pori agregat.
100 ( )
=
Dimana:
19
BAB II LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA STRUKTUR DAN BAHAN PERKERASAN
20
BAB II LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA STRUKTUR DAN BAHAN PERKERASAN
Pada grafik hubungan parameter Marshall yaitu VFA dengan kadar aspal
terlihat bahwa nilai VFA akan cenderung naik seiring dengan peningkatan kadar
aspal. Spesifikasi nilai VFA merupakan batas minimum. Parameter VFA
berhubungan dengan durabilitas.
21
BAB III LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA STRUKTUR DAN BAHAN PERKERASAN
BAB III
METODOLOGI
5)oC
5. Alat pemisah contoh saringan no. 4
22
BAB III LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA STRUKTUR DAN BAHAN PERKERASAN
B. Benda Uji
Sampel adalah agregat yang tertahan saringan no. 4, diperoleh dari alat
pemisah contoh atau cara perempat, sebanyak kira-kira 5 kg.
C. Prosedur Pengujian
1. Cuci sampel untuk menghilangkan debu atau bahan-bahan lain yang
melekat pada permukaan.
2. Keringkan sampel dalam oven pada suhu 110 sampai berat tetap.
3. Dinginkan sampel pada suhu kamar selama 1 sampai 3 jam, kemudian
timbang dengan ketelitian 0,3 gram (Bk).
4. Rendam sampel dalam air pada suhu kamar selama 24 jam.
5. Keluarkan sampel dari air, lap dengan kain penyerap sampai selaput air
pada permukaan hilang (SSD), untuk butiran yang besar pengeringan
harus satu persatu.
6. Timbang sampel kering permukaan jenuh (Bj).
7. Timbang sampel di dalam keranjang, goncangkan batunya untuk
mengeluarkan udara yang tersekap dan tentukan beratnya di dalam air
(Ba).
8. Ukur suhu air untuk penyesuaian perhitungan kepada suhu standar (25).
D. Perhitungan
Berat Jenis (Bulk Specific Gravity)
23
BAB III LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA STRUKTUR DAN BAHAN PERKERASAN
Penyerapan
100%
+
2
Keterangan :
Bk : Berat sampel kering oven (gram)
Bj : Berat benda uji permukaan jenuh (gram)
(110 5)o C
24
BAB III LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA STRUKTUR DAN BAHAN PERKERASAN
B. Benda Uji
Sampel adalah agregat yang lewat saringan no. 4 diperoleh dari alat
pemisah contoh atau cara perempat sebanyak 100 gram.
C. Prosedur Pengujian
1. Keringkan benda uji dalam oven pada suhu (110 5), sampai berat
tetap. Yang dimaksud berat tetap adalah keadaan berat benda uji selama 3
kali proses penimbangan dan pemanasan dalam oven dengan selang waktu
2 jam berturut-turut, tidak akan mengalami perubahan kadar air lebih besar
dari pada 0,1 %. (Dinginkan pada suhu ruang, kemudiam rendam dalam
air selama (24 4)jam).
2. Buang air perendam hati-hati, jangan ada butiran yang hilang, tebarkan
agregat diatas talam, keringkan di udara panas dengan cara membalik-
balikan benda uji. Lakukan pengeringan sampai terjadi keadaan kering
permukaan jenuh.
3. Periksa keadaan kering - permukaan jenuh dengan mengisikan benda uji
kedalam kerucut terpacung, padatkan dengan batang penumbuk selama 25
kali angkat kerucut terpacung. Keadaan kering - permukaan jenuh tercapai
bila benda penguji runtuh akan tetapi masih dalam keadaan tercetak.
4. Segera setelah tercapai keadaan kering - permukaan jenuh masukan 500
gram benda uji kedalam piknometer.
5. Masukan air suling sampai mencapai 90 % isi piknometer, putar sambil
diguncang sampai tidak terlihat gelembung udara di dalamnya.
6. Untuk mempercepat proses ini dapat digunakan pompa hampa udara,
tetapi harus diperhatikan jangan sampai ada air yang ikut terisap dapat
dilakukan dengan merebus piknometer.
7. Rendam piknometer dalam air dan ukuran suhu air untuk perhitungan
25
BAB III LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA STRUKTUR DAN BAHAN PERKERASAN
10. Keluarkan benda uji, keringkan dalam oven dengan suhu (110 5 )
sampai berat tetap, kemudian dinginkan benda uji dalam desikator.
11. Setelah benda uji dingin kemudian timbanglah (Bk).
12. Tentukan berat piknometer berisi air penuh dan ukur suhu air guna
D. Perhitungan
Berat Jenis (Bulk Specific Gravity)
500
+ 500
+ 500
Penyerapan
500
100%
+
2
Keterangan :
Bk : Berat sampel kering oven (gram)
B : Berat Piknometer diisi air (gram)
26
BAB III LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA STRUKTUR DAN BAHAN PERKERASAN
27
BAB III LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA STRUKTUR DAN BAHAN PERKERASAN
2. Agregat halus (material lolos saringan 4,75 mm atau No.4) sebanyak 1000
gram
3. Prosedur Pengujian
4. Sampel dikeringkan di dalam oven dengan suhu (1105) , sampai berat
tetap. Yang dimaksud berat tetap adalah keadaan berat benda uji selama 3
kali proses penimbangan dan pemanasan dalam oven dengan selang waktu
2 jam berturut-turut, tidak akan mengalami perubahan kadar air lebih besar
daripada 0,1%.
5. Sampel disaring dengan susunan saringan, dimana ukuran saringan paling
besar ditempatkan paling atas. Untuk penyaringan agregat kasar digunakan
saringan 2 sampai saringan No.4 sedangkan untuk penyaringan agregat
halus digunakan saringan No.8 sampai No.200.
6. Saringan diguncang manual (atau dengan mesin pengguncang selama 15
menit).
A. Peralatan
Peralatan yang digunakan adalah sebagai berikut.
1. Termometer
28
BAB III LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA STRUKTUR DAN BAHAN PERKERASAN
B. Benda Uji
Benda uji yang digunakan adalah contoh aspal padat sebagai 100 gram.
D. Prosedur Pengujian
Urutan cara pengujian berat jenis aspal padat adalah sebagai berikut.
1. Isilah bejana dengan air suling sehingga diperkirakan bagian atas
piknometer yang tidak terendam 40 mm. Kemudian rendam dan jepitlah
bejana tersebut dalam bak perendam sehingga perendam sekurang-
kurangnya 100 mm. Aturlah suhu bak perendam pada suhu 25.
2. Bersihkan, keringkan, dan timbanglah piknometer dengan ketelitian 1 mg.
(A)
3. Angkatlah bejana dari bak perendam dan isilah piknometer dengan air
suling, kemudian tutuplah piknometer tanpa ditekan;
4. Letakkan piknometer ke dalam bejana dan tekanlah penutup hingga rapat.
Kembalikan bejana berisi piknometer ke dalam bak perendam. Diamkan
bejana tersebut di dalam bak perendam selama sekurang-kurangnya 30
menit. Kemudian angkatlah dan keringkan dengan lap. Timbanglah
piknometer dengan ketelitian 1 mg. (B)
29
BAB III LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA STRUKTUR DAN BAHAN PERKERASAN
5. Panaskan contoh bitumen keras atau ter sejumlah 100 gram, sampai
menjadi cair dan aduklah untuk mencegah pemanasan setempat.
Pemanasan tidak boleh lebih dari 30 menit pada suhu 111 di atas titik
lembek aspal.
6. Tuangkan benda uji tersebut ke dalam piknometer yang telah kering
hingga terisi bagian.
7. Biarkan piknometer sampai dingin, selama tidak kurang dari 40 menit dan
timbanglah dengan penutupnya dengan ketelitian 1 mg. (C)
8. Isilah piknometer yang berisi benda uji dengan air suling dan tutuplah
tanpa ditekan, diamkan agar gelembung-gelembung udara keluar.
9. Angkatlah bejana dari bak perendam dan letakkan piknometer di dalamnya
dan kemudian tekanlah penutup hingga rapat. Masukkan dan diamkan
bejana ke dalam bak perendam selama sekurang-kurangnya 30 menit.
Angkat, keringkan, dan timbanglah piknometer. (D)
E. Perhitungan
Berat jenis aspal dihitung dengan persamaan berikut ini.
( )
=
( ) ( )
Keterangan:
: berat jenis aspal
A : berat piknometer (dengan penutup) (gram)
B : berat piknometer berisi air (gram)
C : berat piknometer berisi aspal (gram)
D : berat piknometer berisi asal dan air (gram)
30
BAB III LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA STRUKTUR DAN BAHAN PERKERASAN
A. Peralatan
1. Tiga buah cetakan benda uji dari logam yang berdiameter 10,16 cm dan
tinggi 7,62 cm, lengkap dengan pelat alas dan leher sambung.
2. Mesin penumbuk manual atau otomatis lengkap dengan :
Penumbuk yang mempunyai permukaan tumbuk rata yang berbentuk
silinder, dengan berat 4,536 kg dan tinggi jatuh bebas 45,7 cm.
Landasan pemadat terdiri dari balok kayu (jati atau yang sejenis)
berukuran 20,32 20,32 45,72 cm dilapisi dengan pelat baja berukuran
30,48 30,48 2,54 cm dan dijangkarkan pada lantai beton di keempat
bagian sudutnya.
Pemegang cetakan benda uji
3. Alat pengeluaran benda uji
Untuk mengeluarkan benda uji yang sudah dipadatkan dari dalam
cetakan benda uji dipakai sebuah alat ekstruder yang berdiameter 10
cm.
4. Alat Marshall lengkap dengan :
Kepala penekan (breaking head) berbentuk lengkung
Cincin penguji (proving ring) kapasitas 2500 kg dan atau 5000 kg,
dilengkapi arloji (dial) tekan dengan ketelitian 0,0025 mm
Arloji pengukur pelelehan (flow) dengan ketelitian 0,25 mm beserta
perlengkapannya
5. Oven, yang dilengkapi dengan pengatur suhu yang mampu memanasi
sampai 200oC ( 3oC).
6. Bak perendam (water bath) dilengkapi dgn pengatur suhu mulai 20 60o
C ( 1oC).
7. Timbangan yang dilengkapi dengan penggantung benda uji berkapasitas 2
kg dengan ketelitian 0,1 gram dan timbangan berkapasitas 5 kg dengan
ketelitian 1 gram.
8. Pengukur suhu dari logam (metal thermometer) berkapasitas 250oC dan
100oC dengan ketelitian 1% dari kapasitas.
9. Perlengkapan lain :
Panci-panci untuk memanaskan agregat, aspal dan campuran aspal
31
BAB III LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA STRUKTUR DAN BAHAN PERKERASAN
B. Benda Uji
1. Kantong plastik kapasitas 2 kg
2. Gas elpiji atau minyak tanah
32
BAB III LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA STRUKTUR DAN BAHAN PERKERASAN
D. Persiapan Pengujian
1. Bersihkan benda uji dari kotoran-kotoran yang menempel.
2. Berilah tanda pengenal pada masing-masing benda uji.
33
BAB III LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA STRUKTUR DAN BAHAN PERKERASAN
E. Cara Uji
Waktu yang diperlukan dari saat diangkatnya benda uji dari bak perendaman atau
oven sampai tercapainya beban maksimum tidak boleh melebihi 30 detik.
34
BAB III LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA STRUKTUR DAN BAHAN PERKERASAN
menurun seperti yang ditunjukkan oleh jarum arloji tekan dan catat
pembebanan maksimum (stability) yang dicapai, untuk benda uji yang
tebalnya tidak sebesar 63,5 mm, koreksilah bebannya dengan faktor
perkalian yang bersangkutan dari Tabel 2.
8. Catat nilai alir (flow) yang ditunjukkan oleh jarum arloji pengukur alir
pada saat pembebanan maksimum tercapai.
3.2 Flowchart
Studi Pustaka
Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 Revisi 3
Persiapan Tes
Uji Laboratorium
Pengumpulan Data
Analisis Data
Kesimpulan
35
BAB III LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA STRUKTUR DAN BAHAN PERKERASAN
36
BAB IV LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA STRUKTUR DAN BAHAN PERKERASAN
BAB IV
DATA DAN ANALISIS
Contoh:
= 1200
= 5%
= 5% 1200 = 60
= 1200 = 1200 60
= 1140
37
BAB IV LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA STRUKTUR DAN BAHAN PERKERASAN
Pada tabel berikut ini disajikan hasil perhitungan massa agregat yang
diperlukan dalam campuran aspal HRA untuk kadar aspal yang bervariasi dari 5%
hingga 7%.
38
BAB IV LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA STRUKTUR DAN BAHAN PERKERASAN
39
BAB IV LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA STRUKTUR DAN BAHAN PERKERASAN
40
BAB IV LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA STRUKTUR DAN BAHAN PERKERASAN
Berikut ini data-data dalam pembuatan campuran aspal, terutama yaitu berat
agregat dan berat aspal.
41
BAB IV LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA STRUKTUR DAN BAHAN PERKERASAN
B-1 5,5 % 1472,9 2606,2 1133,3 2588,30 1115,4 1180,3 64,9 2653,2
B-2 5,5 % 1541,6 2677,1 1135,5 2657,70 1116,1 1181,1 65,0 2722,7
B-3 5,5 % 1472,8 2606,3 1133,5 2587,60 1114,8 1179,7 64,9 2652,5
C-1 6,0 % 1542,3 2663,9 1121,6 2645,70 1103,4 1173,8 70,4 2716,1
C-2 6,0 % 1473,0 2604,9 1131,9 2590,80 1117,8 1189,1 71,3 2662,1
C-3 6,0 % 1543,7 2670,3 1126,6 2652,50 1108,8 1179,6 70,8 2723,3
6,0 % 1493,6 2620,5 1126,9 2597,40 1103,8 1174,3 70,5 2667,9
D-1 6,5 % 1474,5 2595,8 1121,3 2576,60 1102,1 1178,7 76,6 2653,2
D-2 6,5 % 1545,7 2666,7 1121,0 2650,60 1104,9 1181,7 76,8 2727,4
E-1 7,0 % 1547,8 2664,2 1116,4 2649,60 1101,8 1184,7 82,9 2732,5
E-2 7,0 % 1476,4 2591,6 1115,2 2575,10 1098,7 1181,4 82,7 2657,8
E-3 7,0 % 1493,3 2602,1 1108,8 2587,60 1094,3 1176,7 82,4 2670,0
42
BAB IV LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA STRUKTUR DAN BAHAN PERKERASAN
Berikut ini merupakan hasil analisis dari hasil uji material yang telah
dilakukan pada praktikum Rekayasa Struktur dan Bahan Perkerasan.
Pada praktikum ini, campuran yang digunakan adalah Hot Rolled Asphalt
(HRA) jenis tipe C (coarser) sesuai dengan gradasi pada tabel di atas. Campuran
HRA memiliki gradasi senjang sehingga lapisan menjadi elastik. Tipe C ini
biasanya menggunakan batu pecah atau slag untuk agregat halusnya, dan lebih
43
BAB IV LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA STRUKTUR DAN BAHAN PERKERASAN
kasar dibandingkan dengan HRA tipe F (finer) yang banyak menggunakan pasir
sebagai agregat halus.
Berat total campuran yang dibuat adalah 1200 gram. Digunakan beberapa
jenis kadar aspal yang berbeda-beda untuk menentukan kadar aspal optimum yaitu
5% ; 5,5% ; 6% ; 6,5% ; 7%. Berikut ini adalah berat masing-masing aspal dan
agregat sesuai dengan kadar aspalnya.
Data
Diameter Saringan = 20 mm
44
BAB IV LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA STRUKTUR DAN BAHAN PERKERASAN
Kadar Aspal = 5%
Perhitungan
= 100% - 97,5%
= 28,5 gram 0
45
BAB IV LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA STRUKTUR DAN BAHAN PERKERASAN
46
BAB IV LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA STRUKTUR DAN BAHAN PERKERASAN
HRA Type C
120
100
% lolos saringan
80
60
40
20
0
0.01 0.1 1 10 100
diameter saringan (mm)
Dari grafik di atas, secara visual dapat dilihat bahwa gradasi dari
campuran Hot Rolled Asphalt (HRA) Type C ini adalah gradasi senjang, karena
terdapat ukuran yang hilang, yaitu pada diameter 10 mm dan 6,3 mm.
47
BAB IV LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA STRUKTUR DAN BAHAN PERKERASAN
Untuk menentukan berat jenis agregat kasar, data yang dibutuhkan adalah
sebagai berikut. Data ini diperoleh berdasarkan data pada tabel di atas.
Berat jenis agregat kasar yang harus dihitung adalah berat jenis bulk, SSD,
apparent, dan efektif. Selain itu, dihitung pula persentase penyerapan agregat.
Berikut ini merupakan hasil perhitungan berat jenis agregat kasar beserta
persentase penyerapannya.
Contoh Perhitungan:
48
BAB IV LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA STRUKTUR DAN BAHAN PERKERASAN
1419,7
=
1545,8 962
= 2,432
1545,8
=
1545,8 962
= 2,648
1419,7
=
1419,7 962
= 3,102
Penyerapan
= 100%
1545,8 1419,7
= 100%
1419,7
= 8,882 %
+
=
2
2,432 + 3,102
=
2
= 2,767
49
BAB IV LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA STRUKTUR DAN BAHAN PERKERASAN
Dari hasil pengujian berat jenis agregat kasar, didapat nilai apparent
specific gravity agregat kasar adalah 3,102. Sedangkan, bulk specific gravity
dalam kondisi SSD didapatkan sebesar 2,648, lebih besar bila dibandingkan
dengan bulk specific gravity dalam kondisi kering, yaitu sebesar 2,432. Hal ini
disebabkan oleh lebih besarnya massa agregat dalam kondisi SSD akibat adanya
massa air yang memenuhi pori-pori/rongga dalam agregat.
Persentase penyerapan air pada bahan uji agregat kasar didapatkan sebesar
8,882%. Persentase absorpsi air menunjukkan kemampuan agregat kasar untuk
menyerap air karena saat pemeriksaan agregat yang digunakan adalah saat kondisi
kering, sedangkan agregat kasar yang dibutuhkan adalah kondisi SSD. Semakin
besar persentase absorpsi dari agregat, maka semakin banyak air yang dapat
mengisi pori-pori agregat atau dengan kata lain, agregat tersebut berongga besar
(porous).
50
BAB IV LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA STRUKTUR DAN BAHAN PERKERASAN
Untuk menentukan berat jenis agregat halus, data yang dibutuhkan adalah
sebagai berikut. Data ini diperoleh berdasarkan data pada tabel di atas.
Berat jenis agregat halus yang harus dihitung adalah berat jenis bulk, SSD,
apparent, dan efektif. Selain itu, dihitung pula persentase penyerapan agregat.
Berikut ini merupakan hasil perhitungan berat jenis agregat halus beserta
persentase penyerapannya.
51
BAB IV LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA STRUKTUR DAN BAHAN PERKERASAN
Contoh Perhitungan:
=
+
500
=
727,7 + 500 1024,9
= 2,416
=
+
489,9
=
727,7 + 500 1024,9
= 2,465
=
+
489,9
=
727,7 + 489,9 1024,9
= 2,542
52
BAB IV LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA STRUKTUR DAN BAHAN PERKERASAN
Penyerapan
= 100%
500 489,9
= 100%
489,9
= 2,062%
+
=
2
2,416 + 2,542
=
2
= 2,479
Dari hasil pengujian berat jenis agregat halus, didapat nilai apparent
specific gravity agregat halus adalah 2,542. Sedangkan, bulk specific gravity
dalam kondisi SSD didapatkan sebesar 2,465. Nilai ini lebih besar bila
dibandingkan dengan bulk specific gravity dalam kondisi kering, yaitu sebesar
2,416. Hal ini disebabkan oleh lebih besarnya massa agregat dalam kondisi SSD
akibat adanya massa air yang memenuhi pori-pori/rongga dalam agregat.
Persentase penyerapan air pada bahan uji agregat halus didapatkan sebesar
2,062%. Persentase absorpsi air menunjukkan kemampuan agregat halus untuk
menyerap air karena saat pemeriksaan agregat yang digunakan adalah saat kondisi
kering, sedangkan agregat halus yang dibutuhkan adalah kondisi SSD. Semakin
besar persentase absorpsi dari agregat, maka semakin banyak air yang dapat
mengisi pori-pori agregat atau dengan kata lain, agregat tersebut berongga besar
(porous).
53
BAB IV LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA STRUKTUR DAN BAHAN PERKERASAN
( )
=
( ) ( )
Keterangan :
Untuk menentukan berat jenis filler, data yang dibutuhkan adalah sebagai
berikut. Data ini diperoleh berdasarkan data pada tabel di atas.
54
BAB IV LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA STRUKTUR DAN BAHAN PERKERASAN
Contoh Perhitungan :
( )
=
( ) ( )
(56,472 29,972)
=
(78,844 29,972) (95,119 56,472)
= 2,592
( )
=
( ) ( )
Keterangan:
55
BAB IV LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA STRUKTUR DAN BAHAN PERKERASAN
Untuk menentukan berat jenis aspal, data yang dibutuhkan adalah sebagai
berikut. Data ini diperoleh berdasarkan data pada tabel di atas.
Contoh Perhitungan:
( )
=
( ) ( )
(95,647 49,028)
=
(147,64 49,028) (149,647 95,647)
= 1,041
100
=
% % %
( + + )
56
BAB IV LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA STRUKTUR DAN BAHAN PERKERASAN
100
=
32,5% 59,5% 8%
( 2,767 + 2,479 + )
2,592
= 2,575
100
=
% % %
( + + )
100
=
32,5% 59,5% 8%
( 2,432 + 2,416 + )
2,592
= 2,434
100
=
% % %
( + + )
100
=
32,5% 59,5% 8%
( 2,648 + + )
2,465 2,592
= 2,532
100
=
% % %
( + + )
100
=
32,5% 59,5% 8%
( 3,102 + + )
2,542 2,592
57
BAB IV LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA STRUKTUR DAN BAHAN PERKERASAN
= 2,705
Contoh perhitungan untuk Kode Briket A-1 dengan kadar aspal 5%:
58
BAB IV LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA STRUKTUR DAN BAHAN PERKERASAN
VIM (l)
= (1 ) 100
2,23
= (1 ) 100
2,4
= 6,84 %
VMA (m)
= 100
2,2395,00
= 100
2.434
= 12,8 %
VFA (n)
= 100
12,8 6.84
= 100
12,8
= 46,58 %
59
BAB IV LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA STRUKTUR DAN BAHAN PERKERASAN
60
BAB IV LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA STRUKTUR DAN BAHAN PERKERASAN
Nilai stabilitas di atas merupakan hasil pembacaan alat ukur stabilitas yang
belum dikoreksi. Koreksi stabilitas dilakukan terhadap nilai kalibrasi alat dan
koreksi ketebalan benda uji.
Berikut ini merupakan contoh perhitungan untuk kode briket A-1 kadar
aspal 5%.
61
BAB IV LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA STRUKTUR DAN BAHAN PERKERASAN
64.31 63.5
= ( (0.96 1)) + 1 = 0.9798 0.98
65.1 63.5
62
BAB IV LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA STRUKTUR DAN BAHAN PERKERASAN
12.00
10.00
8.00
y = 1.5576x2 - 19.263x + 69.986
6.00
R = 0.8349
4.00
2.00
0.00
4.50 5.00 5.50 6.00 6.50 7.00 7.50
Kadar Aspal (%)
63
BAB IV LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA STRUKTUR DAN BAHAN PERKERASAN
80.00
20.00
0.00
4.50 5.00 5.50 6.00 6.50 7.00 7.50
Kadar Aspal (%)
Pada grafik terlihat bahwa kurva menunjukan bahwa nilai VFA meningkat
terhadap pertambahan kadar aspal sehingga kesimpulan awal adalah kadar
minimum aspal berada pada VFA di angka 47% yaitu dimulai pada saat kadar
aspal berada di 5%.
Dari ketiga grafik marshall tentang kaitan rongga terhadap kadar aspal,
hanya grafik VMA vs kadar aspal saja yang tidak memenuhi spesifikasi yang
dikeluarkan oleh Bina Marga untuk jenis campuran HRA. Spesfikasi tersebut
menjelaskan bahwa untuk campuran HRA, kadar VMA memiliki batas minimal
sebesar 18%.
2500.00
Stabilitas (kg)
2000.00
1500.00
y = -479.77x2 + 5676.2x - 14538
1000.00 R = 0.5363
500.00
0.00
4.50 5.00 5.50 6.00 6.50 7.00 7.50
Kadar Aspal (%)
64
BAB IV LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA STRUKTUR DAN BAHAN PERKERASAN
aspal kemudian nilai stabilitas perlahan turun kembali. Hal ini menunjukkan
bahwa dengan bertambahnya aspal menyebabkan penguncian antar partikel
agregat dan daya ikat aspal terhadap agregat menjadi lebih kuat, juga daya adhesi
dan kohesi dari aspal menjadi lebih baik. Penambahan kadar aspal yang terus
menerus tidaklah menyebabkan nilai stabilitas semakin tinggi, karena sudah tidak
efektif lagi. Kadar aspal yang terlalu tinggi menyebabkan aspal tidak dapat
menyelimuti agregat dengan baik. Aspal yang berlebihan tidak mampu lagi
diserap oleh rongga dalam campuran, apabila ada beban lalu-lintas yang
menambah pemadatan lapisan, mengakibatkan aspal meleleh keluar, yang disebut
bleeding.
Nilai stabilitas pada setiap kadar aspal ini sudah memenuhi spesifikasi
minimum stabilitas campuran HRA menurut Bina Marga yaitu sebesar 800 kg.
Adapun nilai stabilitas maksimum sebesar 2247 kg dicapai saat kadar aspal
bernilai 6%. Penambahan kadar aspal yang melampaui 6% sudah menunjukkan
penurunan nilai stabilitas. Stabilitas yang terlalu tinggi menyebabkan perkerasan
mudah retak dan bila terlalu rendah mudah terjadi deformasi.
5.00
Kelelehan/Flow (mm)
4.00
3.00
y = 0.6503x2 - 7.4377x + 24.763
2.00 R = 0.6289
1.00
0.00
4.50 5.00 5.50 6.00 6.50 7.00 7.50
Kadar Aspal (%)
65
BAB IV LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA STRUKTUR DAN BAHAN PERKERASAN
bertambahnya aspal yang mengisi rongga sehingga volume rongga semakin kecil.
Rongga terisi aspal yang semakin membesar membuat rentang kelelehan aspal
makin besar, sehingga benda uji lebih mampu mengikuti perubahan bentuk
sampai benda uji tersebut hancur karena pembebanan.
Namun kelelehan pada setiap kadar aspal ini sudah memenuhi spesifikasi
minimum kelelehan campuran HRA menurut Bina Marga sebesar 3 mm serta
memenuhi spesifikasi maksimum menurut British Standard 594 : 1992 untuk
campuran HRA tipe C yaitu 7 mm untuk nilai stabilitas diatas 800 kg. Nilai
kelelehan minimum dibutuhkan agar perkerasan mempunyai daerah mulur akibat
pembebanan. Pada saat terjadi pembebanan campuran mulur/memanjang untuk
mengikuti pembebanan agar perkerasan tidak retak. Tetapi besarnya kelelehan
juga dibatasi untuk mencegah terjadi gelombang dan alur pada perkerasan,
sehingga perkerasan memberikan kenyamanan dan keamanan berlalu-lintas.
700.00
600.00
500.00
400.00
300.00 y = -217.81x2 + 2552.5x - 6832.2
200.00 R = 0.643
100.00
0.00
4.50 5.00 5.50 6.00 6.50 7.00 7.50
Kadar Aspal (%)
66
BAB IV LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA STRUKTUR DAN BAHAN PERKERASAN
Pada diagram di atas, kadar aspal yang diwarnai biru muda menunjukkan
bahwa kadar aspal tersebut telah memenuhi spesifikasi campuran HRA menurut
Bina Marga. Terlihat bahwa tidak terdapat kadar aspal yang beririsan memenuhi
semua spesifikasi, terutama untuk spesifikasi VMA tidak ada kadar aspal yang
memenuhi. Artinya, pada percobaan praktikum campuran HRA dengan rentang
kadar aspal 5% sampai dengan 7% tidak dapat ditemukan nilai KAO. Kadar aspal
yang paling mendekati optimum adalah kadar aspal 6% karena memenuhi semua
spesifikasi kecuali batas minimum VMA.
67
BAB V LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA STRUKTUR DAN BAHAN PERKERASAN
BAB V
5.1 Simpulan
Simpulan dari praktikum pengujian kadar aspal dari Hot Rolled Asphalt ini
adalah:
1) Gradasi dari campuran Hot Rolled Asphalt (HRA) Type C ini adalah
gradasi senjang
2) Dari hasil pengujian berat jenis agregat kasar, didapat:
Nilai apparent specific gravity agregat kasar adalah 3,102.
Nilai bulk specific gravity dalam kondisi SSD didapatkan sebesar 2,648,
Nilai bulk specific gravity dalam kondisi kering, yaitu sebesar 2,432.
Persentase penyerapan air pada bahan uji agregat kasar didapatkan sebesar
8,882%.
3) Dari hasil pengujian berat jenis agregat halus, didapat:
Nilai apparent specific gravity agregat kasar adalah 2,542.
Nilai bulk specific gravity dalam kondisi SSD didapatkan sebesar 2,465,
Nilai bulk specific gravity dalam kondisi kering, yaitu sebesar 2,416.
Persentase penyerapan air pada bahan uji agregat kasar didapatkan sebesar
2,062%.
68
BAB V LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA STRUKTUR DAN BAHAN PERKERASAN
5.2 Saran
Saran dari dari praktikum pengujian kadar aspal dari Hot Rolled Asphalt
ini adalah:
69
BAB V LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA STRUKTUR DAN BAHAN PERKERASAN
LAMPIRAN
70