Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diantara aturan yang mengatur hubungan sesama manusia yang
ditetapkan Allah adalah aturan tentang harta warisan, yaitu harta dan
pemilikan yang tinbul sebagai akibat dari suatu kematian. Harta yang
ditinggalkan oleh seorang yang meninggal dunia memerlukan pengaturan
tentang siapa yang berhak menerimanya, berapa jumlahnya, dan bagaimana
cara mendapatkannya.
Aturan tentang waris tesebut ditetapkan oleh Allah melalui
firmannya yang terdapat dalam Al-Quran, terutama surah an-nisa ayat
7,8,11,12, dan 176, pada dasarnya ketentuan Allah yang berkenaan dengan
warisan telah jelas maksud, arah dan tujuannya.
Hukum kewarisan islam atau yang juga dikenal the Islamic law of
inheritance mempunyai karakteristik tersendiri jika dibandingkan dengan
sistem hukum lainnya.
Ditinjau dari perspektif sejarah, implementasi hokum kewarisan
islam pada zaman penjajahan belanda ternyata tidak berkembang, bahkan
secara politis posisinya dikalahkan oleh sistem kewarisan hokum adat. Pada
masa itu diintrodusir teori persepsi yang bertujuan untuk mengangkat
hokum kewarisan adat dan menyisihkan penggunaan hokum kewarisan
islam.
Banyak para sarjana hukum barat menganggap hokum kewarisan
islam tidak mempunyai sistemdan hukum islam itu hanya bersandar pada
asas patrilineal. Sementara itu, diklalangan umat islam sendiri banyak pula
yang mengira tidak ada sistem tertentu dalam hukum kewarisan islam,
sehingga menimbulkan sebuah anggapan seolah-olah hukum kewarisan
islam merupakan hokum yang sangat rumit dan sulit. Kondisi yang
demikian itulah yang menyebabkan hukum kewarisan islam menurut fiqh
kebudayaan arab itu sangat sulit diterima masarakat islam di Indonesia.
B. Rumusan masalah
1. Apa itu pengertian mawaris?
2. Apakah hak masing-masing mawaris?
3. Apakah penyebab dan penghalang mendapatkan harta warisan?
4. Ketentuan hukum mawaris?
BAB II
PEMBAHASAN
MAWARIS DALAM ISLAM

A. Pengertian Ilmu Mawaris


Ilmu mawaris adalah ilmu yang mempelajari tentang cara pembagian harta
yang telah di tentukan dalam Alquran dan Hadits.cara pembagian menurut
ahli mawarits adalah yang terbaik, seadil-adilnya dengan tanpa melupakan hak
seorang ahli waris sekalipun terhadap anak-anak yang masih kecil.
Ilmu mawaris disebut juga dengan ilmu faraidh, ilmu faraidh merupakan
suatu cara yang sangat efektif untuk mendapat pembagian warisan-warisan
yang berprinsip dan nilai-nilai keadilan yang sesungguhnya .
Ilmu mawaris dan ilmu faraidh pada prinsipnya adalah sama yaitu ilmu
yang membicarakan tentang segala sesuatu yang berkenan dengan harta
peninggalan orang yang meninggal dunia.
Para waris dari golongan laki-laki yang di sepakati pewaris mereka ada 10
orang yang secara garis besar dan Ada 15 orang secara terperinci.
a. Golongan dari laki-laki
1. Anak laki-laki
2. Putra dari anak laki-laki dan seterusnya kebawah
3. Ayah
4. kakek yang shohih dan seterusnya ke atas.
5. saudara laki-laki seayah dan seibu
6. saudara laki-laki seayah
7. saudara laki-laki seibu
8. putra saudara laki-laki seayah dan seibu
9. putra saudara laki-laki seayah
10. saudara laki-laki ayah yang seayah seibu
11. saudara laki-laki seayah
12. putra saudara laki-laki yang seayah seibu
13. putra saudara laki-laki ayah yang seayah
14. suami
15. orang yang laki laki yang membebaskan budak.

a. Golongan dari perempuan


1. Anak perempuan
2. Ibu
3. putri dari anak laki-laki dan seterusnya ke bawah
4. nenek yang shohih dan seterusnya keatas ( ibu dari ibu )
5. nenek yang shohih dan seterusnya keatas ( ibu dari ayah )
6. saudara perempuan seayah dan seibu
7. saudara perempuan seayah
8. saudara perempuan seibu
9. Istri
10. orang perempuan yang membebaskan budak

Sumber hukum iLmu mawarits dan hukum mempelajarinya


Sumber hukum ilmu mawarits Ada Tiga, yaitu:
a. Al-Quran
Dalam Alquran telah di jelaskan mengenai ketentuan-ketentuan dan hukum-
hukum mawarits. Dalam surat An-nisa: 7-12, 176, dan pada surah lainnya.
b. Al-Hadits
c. Dalam Riwayat imam Muslim dan Abu dawud bahwasanya Nabi Muhammad
SAW, bersabda : Bagilah harta pustaka antara ahli-ahli warits menurut (
ketentuan ) kitab Allah.
d. Ijma dan Ijtihad
Para ulama berperandalam penyelesaian masalah-masalah yang berkaitan
dengan mawarits. Adapun hukum mempelajari ilmu mawarits adalah Wajib (
fardhu kifayah ), yaitu apabila di suatu tempat ada salah seorang di antara
mereka ada yang mempelajari, maka sudah di anggap terpenuhi kewajiban itu,
tetapi jika tidak ada satu pun dari mereka mempelajarinya maka semua orang
ikut berdosa.
Tujuan Ilmu Mawarits
a. Agar dapat melaksanakan pembagian harta warisan kepada ahli warits
yang berhak menerimanya sesuai dengan ketentuan syariat Islam
b. Agar dapat di ketahui secara jelas siapa orang yang berhak menerima
harta warisan dan berapa bagian masing.
c. Agar dapat menentukan bagian harta warisan secara adil dan benar
sehingga tidak terjadi perselisihan.
Syarat pewarisan
a. Kematian
Orang yang telah meninggal dunia dan mempunyai harta maka akan di
wariskan harta peninggalannya.karna sudah merupakan ketentuan
hukumnya.harta warisan tidak mungkin di bagikan sebelum orang yang
mempunyai harta peninggalan itu di nyatakan meninggal dunia secara
hakiki.
b. Ahli waris harus masih hidup
Ahli waris yang akan menerima harta warisan dari orang yang
meninggal dunia harus masih hidup. Artinya Apabila ada ahli waris
yang sudah meninggal itu tidak berhak mendapat harta peninggalan.
c. Ahli waris harus jelas posisinya
Masing-masing ahli waris harus dapat di ketahui posisinya secara pasti,
supaya bagian-bagian harta warisan itu dapat di peroleh sesuai dengan
ketentuan yang berlaku. Sebab ketentuan hukum pewrisan selalu
berubah-ubah sesuai dengan tingkatan ahli waris.
Rukun Pewarisan
a. Muwaris
Yaitu Orang yang meninggal dunia atau orang yang meninggalkan harta
kepada orang-orang yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat
Islam
b. Waris
Yaitu Orang yang berhak menerima harta peninggalan dari Muwarits
karena sebab-sebab tertentu. Waris di sebut juga dengan Ahli Waris.
c. Miras
Yaitu Harta yang di tinggalkan oleh muwaris yang akan di bagikan
kepada orang-orang yang berhak menerimanya ( ahli waris ). Miras itu
bermacam-macam harta, misalnya tanah, rumah, uang, kendaraan, dan
lain sebagainya.
B. Sebab-sebab Menerima harta warisan dan penghalang mendapatkan warisan.
Dalam Agama islam sebab-sebab menerima harta warisan, adalah sebagai
berikut:
Hubungan kekeluargaan
Dalam hubungan kekeluargaan tidak membedakan antara ahli waris laki-laki
dan perempuan, orang tua dan anak-anak, orang yang kuat dan Lemah. Sesuai
ketentuan yang berlaku semuanya harta warisan.
Hal ini berdasarkan firman Allah SWT, Dalam Alquran surah An-nisa ayat 7 :






Artinya; Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan
kerabatnya, dan bagi wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-
bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah
ditetapkan
Hubungan kekeluargaan ini bila di lihat dari penerimaannya ada tiga
kelompok:
1. Dzawil Furudh
Yaitu ahli waris yang memperoleh bagian tertentu seperti suami mendapat
seperdua bila orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan mendapat
seperempat bila orang yang meninggal mempunyai anak.
2. Dzawil arham
Yaitu keluarga yang hubungan kekeluargaan nya jauh, mereka tidak
termasuk ahli waris yang mendapat bagian tertentu, tetapi mereka mendapat
warisan jika ahli waris yang dekat tidak ada.
3. Ahlul Ashabah
Yaitu Ahli waris yang mendapat sisa harta atau menghabiskan sisa, setelah ahli
waris yang memperoleh bagian tertentu mengambil bagian masing-masing.
Hubungan perkawinan
Selama perkawinan masih utuh bisa menyebabkan adanya saling waris
mewarisi. Akan tetapi, jika perkawinan sudah putus maka gugurlah saling
waris mewarisi, kecuali istri dalam keadaan masa iddah pada talak raji.
Hubungan wala ( memerdekakan budak )
Seseorang yang telah memerdekakan budak bisa menyebabkan
memperoleh warisan. Jika budak yang di merdekakan itu meninggal dunia,
maka orang yang memerdekakan itu berhak menerima warisan. Akan tetapi,
jika orang yang memerdekakan itu meninggal dunia maka budak yang telah di
merdekakan itu tidak berhak mendapatkan apa-apa.
Hubungan Agama
Apabila ada orang yang meninggal dunia tidak mempunyai ahli waris, baik
dari hubungan kekeluargaan, perkawinan, wala, maka harta warisannya itu di
berikan kepada kaum muslimin, yaitu diserahkan ke baitul Mal untuk
kemashlahatan umat islam.
Sebab-sebab Tidak menerima / Hilangnya Hak menerima Harta Warisan:
Perbudakan
Seorang budak tidak dapat menerima warisan dan tidak dapat memberikan
warisan dari dan kepada semua keluarganya (yang mempunyai hubungan
nasab) yang meninggal dunia selama ia masih berstatus budak. Hal ini sesuai
dengan firman Allah Swt. Dalam surat an-Nahl ayat 75.
Pembunuhan
Para ahli hukum islam sepakat bahwa tindakan pembunuhan yang
dilakukan oleh ahli waris terhadap pewarisnya, pada prinsipnya menjadi
penghalang baginya untuk mewarisi harta warisan pewaris yang dibunuhnya.
Berlainan Agama
Berlainan agama adalah adanya perbedaan agama yang menjadi
kepercayaan antara orang yang mewarisi dengan orang yang mewariskan.
Dasar hukum berlainan agama sebagai mawaniul irsi adalah hadis rasulullah
saw yang artinya :
Orang islam tidak dapat mewarisi harta orang kafir dan orang kafir pun
tidak dapat mewarisi harta orang muslim.
Berlainan Negara
Ciri-ciri suatu negara adalah memiliki kepala negara sendiri, memiliki
angkatan bersenjata, dan memiliki kedaulatan sendiri. Maka yang dimaksud
berlainan negara adalah yang berlainan ketiga unsur tersebut. Berlainan negara
ada tiga kategori, yaitu berlainan menurut hukumnya, berlainan menurut
hakikatnya, dan berlainan menurut hakikat sekaligus hukumnya. Berlainan
negara antara sesama muslim, telah disepakati fuqaha bahwa hal ini tidak
menjadi penghalang untuk saling mewarisi, sebab semua negara islam
mempunyai kesatuan hukum, meskipun berlainan politik dan sistem
pemerintahannya. Yang diperselisihkan adalah berlainan negara antara orang-
orang yang non muslim.

C. Pengelompokkan ahli waris dan hak masing-masing.


Ahli Waris Yang masuk golongan ashabah ialah :
Anak Laki-laki
1. Cucu laki-laki dan seterusnya ke bawah
2. Ayah
3. Kakek Laki-laki dan seterusnya keatas
4. Saudara laki-laki seibu
5. Saudara seayah
6. Anak laki-laki dari saudara seibu seayah
7. Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah
8. Paman seibu seayah
9. Paman seayah
10. Anak laki-laki dari paman laki-laki seibu seayah
11. Anak laki-laki dari paman saudara seayah
12. Laki-laki yang memerdekakan.
13. Perempuan yang memerdekakan
Ahli waris ashabah ini menerima warisan berdasarkan peringatan di
mulai dari peringkat pertama Bila ada ashabah pada peringkat yang lebih dekat
tentu ashabah yang barada di peringkat berikutnya akan terhijab otomatis.
Mengenal kedudukan ayah dan kakek memang strategis, satu sisi mereka
adalah dzaul furudh tetapi disisi lain mereka juga jadi ashabah, tentu manakala
atau cucu laki-laki tidak ada, ayah dan kakek tetap menjadi dzaul furudh.
Bahagian Ahli Waris Dzaul Furudh
a. Yang menerima setengah (1/2)
1.Anak perempuan apabila hanya seorang
2.Anak perempuan dari anak laki-laki ( cucu perempuan ), Apabila hanya
seorang, selama tidak ada anak perempuan dan cucu perempuan dari anak
laki-laki
3.Saudara perempuan seayah, jika hanya seorang saja, dan tidak juga tsb pada
point 1 dan 2
4.Suami, jika tidak ada anak, dan tidak ada cucu laki-laki dan anak laki-laki
b. Yang menerima seperempat (1/4)
1.Suami, jika tidak ada anak atau cucu laki-laki dari anak laki-laki
2.Istria tau beberapa orang istri, jika tidak ada anak atau cucu laki-laki dari
anak laki-laki
c. Yang menerima seperdelapan (1/8)
1.Istri atau beberapa orang istri bila ada anak atau cucu dari anak laki-laki
d. Yang mendapat dua pertiga (2/3)
1. Dua orang anak perempuan atau lebih jika mereka tidak mempunyai
saudara laki-laki
2. Dua orang cucu perempuan atau lebih dari anak lak-laki, selama tidak ada
anak perempuan atau saudara laki-laki
3. Dua orang saudara perempuan sekandung atau lebih, jika tidak ada anak
perempuan atau anak perempuan dari anak laki-laki, atau saudara laki-laki
mereka.
4. Dua orang saudara perempuan seayah atau lebih, jika tidak ada yang tsb
dari point 1,2, 3
e. Yang mendapat (1/3)
1. Ibu, jika tidak terhalang, jika tidak meninggalkan anak atau cucu laki-laki.
Atau tidak pula meninggalkan dua orang saudara baik laki-laki maupun
perempuan , baik seibu seayah atau bukan.
2. Dua orang laki-laki atau lebih, juga saudara perempuan seibu, dua orang
atau lebih, jika tidak ada pokok dan cabang (ayah atau kakek dan anak atau
cucu).itulah yang di maksud dengan kalalah. Selain itu jumlah mereka
harus ada dua orang atau lebih baik mereka lelaki atau perempuan.
f. Yang menerima seperenam (1/6)
1. Ibu, jika ada anak, atau cucu laki-laki dari anak laki-laki, atau dua orang
atau lebih dari saudara laki-laki dan perempuan.
2. Ayah, jika tidak ada anak atau cucudari anak laki-laki
3. Nenek perempuan jika tidak ada ibu
4. Cucu perempuan dari anak laki-laki, jika bersama-sma dengan
seoranganak perempuan sekandung.
5. Saudara perempuan seayah, jika bersama-sama dengan seorang saudara
perempuan sekandung ayah.

Ahli waris zul arham


Ahli waris zul arham adalah orang-orang yang mempunyai hubungan
kerabat dengan pewaris, namun tidak dijelaskan bagiannya dalam Al-Quran dan
hadis Nabi sebagai zaul furudh dan tidak pula termasuk dalam kelompok
ashabahbila kerabat yang menjadi ashabah adalah laki-laki dalam garis keturunan
laki-laki, maka zaul arham itu adalah perempuan atau laki-laki melalui garis
keturunan perempuan.
Zul arham terdapat 4 kelompok garis keturunan yaitu:
Garis keturunan lurus ke bawah yaitu:
a. Anak laki-laki atau perempuan dan keturunannya.
Anak laki-laki atau perempuan dari cucu perempuan dan keturunannya.
b. Anak keturunan lurus ke atas
Ayah dari ibu dan seterusnya ke atas
Ayah dari ibunya ibu dan seterusnya ke atas
Ayah dari ibunya ayah dan seterusnya ke atas
c. Garis keturunan kesampig pertama, yaitu:
Anak perempuan dari saudara laki-laki kandung atau seayah dan anaknya
Anak laki-laki atau perempuan dari saudara seibu dan seterusnya ke bawah
d. Garis keturunan kesamping kedua yaitu:
Saudara perempuan ( kandung, seayah, atau ibu) dari ayah dan anaknya.
Saudara laki-laki atau perempuan seibu dari ayah dan seterusnya ke bawah.
Saudara laki-laki atau perempuan ( kandung, seayah, atau ibu) dari ibu dan
seterusnya ke bawah
Allah SWT berfirman dalam surah al anfal ayat 75 yaitu:









Artinya: Dan orang-orang yang beriman sesudah itu, kemudian berhijrah
dan berjihad bersamamu maka orang-orang itu termasuk golonganmu
(juga). Orang-orang yang mempunyai hubungan itu sebagiannya lebih
berhak terhadap sesamanya (daripada yang kerabat) di dalam kitab Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.

Cara membagi Waris


Sebagaimana di ketahui bahwa pembagian dalam harta warisan telah di
tetapkan bagian masing-masing ahli waris, yaitu ada ahli waris yang menerima
bagian tertentu yang berupa seberapa dari warisan, di sebut furudhul muqaddarah,
dan ahli waris menerima seluruh yang tersisa setelah di ambil oleh bagian ahli waris
yang termasuk alquran-furudhul muqaddarah disebut ashabah.
Ashal masalah ialah angka yang menjadi dasar pembagian harta warisan
dalam sesuatu masalah yakni di bagi menjadi berapa bagiankah keseluruhan harta
pusaka itu, sehingga bagian masing-masing ahli waris dapat di terimakan
sebagaimana mestinya.
Cara menentukan angka ashal masalah ialah dengan memperhatikan angka-
angka pemecahan yang terdapat pada bagian-bagian ahli waris dzauL furudh dalam
suatu kasus, yaitu dengan mencari kelipatan persekutuan terkecil dari pada angka-
angka pembagi atau angka-angka pemecahan yang ada pada bagian-bagian ahli
waris.
Dilihat dari segi angka-angka pembagian masing-masing bagian ada, maka
penentuan ashal masalah ada 4 macam, sebagai berikut:
1. Mudakhalah, Yaitu Apabila angka-angka pembagi pada bagian-bagian yang
ada pada suatu kasus itu saling memasuki, artinya angka pembagi yang kecil
dapat di masukkan kedalam angka pembagi yang besar, dengan kata lain angka
pembagi yang besar dapat habis dengan angka pembagi yang kecil.
2. Mumatsalah, Yaitu apabila angka-angka pembagian pada bagian-bagian yang
ada dalam satu kasus itu sama besarnya, maka cara menentukan ashal masalah
ia dengan mengambil salah satu di antara angka-angka pembagi yang ada.
3. Mubayanah, Yaitu Apabila angka-angka pembagian pada bagian yang ada
dalam suatu kasus itu berbeda yang satu dengan lain, maka pembagian yang
satu tidak habis di bagi dengan angka pembagi yang lain serta tidak mempunyai
pembagi yang sama antara angka-angka pembagian yang ada.
4. Muwafaqah, Yaitu apabila angka-angka pembagi pada bagian-bagian yang ada
dalam suatu kasus berbeda antara yang satu yang lain, tetapi angka-angka
pembagi tersebut mempunyai pembagian yang sama.

D. Gugurnya Ahli Waris


1. Bagian Untuk nenek perempuan menjadi gugur karena ada ibu, atau datuk
laki-laki terhalang karena ada ayahnya.
2. Bagian saudara ibu menjadi gugur karena ada salah seorang dari 4 Macam
ahli waris:
a. Anak
b. Cucu dariAnak laki-laki
c. Ayah
d. Datuk laki-laki
3. Bagian saudara Laki-laki sekandung menjadi gugur, karena ada salah
seorang dari tiga ahli waris yaitu :
a. Anak Laki-laki
b. cucu laki-laki dari anak laki-laki
c. Ayah
4. Bagian Anak Ayah( Saudara laki-laki atau perempuan seayah ) manjadi
gugur, karena adanya salah seorang tersebut di atas, yakni anak laki-laki,
cucu laki- laki dari anak laki-laki atau ayah.Dan jika ada saudara laki-laki
seayah seibu.
5. Empat orang yang dapat menjadi Ashobah kepada saudara-saudara
perempuan mereka Yakni:
a. Anak laki-laki
b. Cucu laki-laki dari anak laki-laki
c. Saudara laki-laki sekandung
d. Saudara laki-laki seAyah
E. AUL DAN RAD
1. Masalah Aul
Ialah keadaan yang berlebihnya saham saham para di pecah-pecah
sejumlah angka asal masalah pasti tidak cukup untuk memenuhi saham-saham
dzawil furudh.
Salah satu cara yang di lakukan untuk menyelesaikan Aul adalah :
Setelah di ketahui bagian-bagian ashbul furudh hendaknya di cari asal masalah,
kemudian di cari saham-saham dari masing-masing ashabul furudh itu di
jumlah, maka asal masalah yang semula di benarkan dengan menambahkan
angka tertentu sehingga besarnya sama denganjumlah saham-saham para ahli
waris, dengan kata lain asal masalah yang baru di pakai ialah jumlah saham-
saham yang harus di terima oleh para ahli waris.
2. Masalah Rad
Menurut fuqaha ialah pengambilan apa yang tersisa dari bagian dzawil
furudh nasabiyah kepada merekasesuai dengan besar kecilnya bagian mereka
bila tidak ada orang lain yang berhak untuk menerimanya.
Rad tidak akan terjadi kecuali bila ada tiga rukun:
a. Adanya pemilik Fard ( sahibul Fadh )
b. Adanya sisa peninggalan
c. Tidak adanya ahli waris ashabah
Untuk menyelesaikan secara tuntas pembagian harta warisan terdapat
sisa lebih dan di radkan, atau mengandung masalah rad, terlebih dahulu haruslah
di teliti apakah dalam kasus di maksud terdapat ahli waris yang ditolak
menerima rad ataukah tidak.
Jika dari Antara ahli waris ashabul furudh itu tidak terdapat seorang pun
yang ditolak menerima tambahan dari sisa lebih yang diradkan itu.
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Harta seseorang yang telah mati beralih kepada seseorang yang masih hidup
bila diantara keduanya terdapat suatu bentuk hubungan, hubungan kewarisan
menurut islam ada dalam beberapa bentuk :
a) Hubungan kekerabatan atau nasab atau disebut juga hubungan darah
b) Hubungan perkawinan
c) Hubungan pemerdekaan hamba
d) Hubungan sesama islam
Sumber hukum ilmu mawarits Ada Tiga, yaitu:
a. Al-Quran
Dalam Alquran telah di jelaskan mengenai ketentuan-ketentuan dan hukum-
hukum mawarits. Dalam surat An-nisa: 7-12, 176, dan pada surah lainnya.
b. Al-Hadits
Dalam Riwayat imam Muslim dan Abu dawud bahwasanya Nabi Muhammad
SAW, bersabda : Bagilah harta pustaka antara ahli-ahli warits menurut (
ketentuan ) kitab Allah.
c. Ijma dan Ijtihad
Para ulama berperandalam penyelesaian masalah-masalah yang berkaitan
dengan mawarits. Adapun hukum mempelajari ilmu mawarits adalah Wajib (
fardhu kifayah ), yaitu apabila di suatu tempat ada salah seorang di antara
mereka ada yang mempelajari, maka sudah di anggap terpenuhi kewajiban itu,
tetapi jika tidak ada satu pun dari mereka mempelajarinya maka semua orang
ikut berdosa.
DAFTAR PUSTAKA

Hafsah, Fiqih, ( Medan : Cita Pustaka Media Perintis, 2011 )


Imran Ali, Fikih, ( Medan : Cita Pustaka Media perintis, 2011 )
Drs. H. Moh. Muhibbin, hukum kewarisan islam, sinar grafika, 2009,
Jakarta.
Prof. Dr. Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqih, Prenada Media, 2003,
Jakarta.
Dep. Agama, Ilmu Fiqih, Jakarta, 1986.

Anda mungkin juga menyukai