Anda di halaman 1dari 16

Mungkin bagi sebagian orang jaman ini, kisah santo-santa hampir sama seperti kisah-kisah

dongeng pengantar tidur anak-anak. Kisah-kisah ini mungkin dianggap"too good to be true",
ideal, jauh dari realitas nyata, bahkan omong kosong. Ironisnya, di sisi lain, kita melihat pula
bahwa dewasa ini buku-buku self-help ataupun cerita-cerita inspiratif, baik itu dalam konteks
psikologi, manajemen, bisnis, sebagian besar merupakan sebuah "story-telling" dari kisah
sukses jatuh bangun seseorang yang berhasil, tokoh besar dalam bidangnya, ataupun juga
perusahaan-perusahaan terkemuka. Kita masih ingat beberapa tahun lalu orang begitu banyak
menggemari "chicken soup for the soul" dengan berbagai macam edisinya. Di tanah air
sendiri sampai detik ini semakin banyak buku-buku yang "bercerita" tentang pengalaman-
pengalaman dalam berbagai bidang hidup. Di bidang motivasional, bisnis dan manajemen,
kita bisa melihat pula begitu banyak buku misalnya tentang "Starbucks" begitu laris manis
dengan penulis yang berbeda-beda pula.

Dalam menghidupi penghayatan iman katolik kita, sebenarnya kita perlu bersyukur bahwa
kita bisa banyak belajar dari kisah santo-santa dalam Gereja Katolik. Kita bisa belajar
bagaimana para santo dan santa berjuang membangun relasi personalnya dengan Tuhan,
bagaimana mereka berjuang menghadapi kelemahan pribadi, kedosaan dan ambisi-ambisi
pribadi yang tidak selalu luhur. Dinamika hidup mereka dalam menemukan Tuhan dan setia
pada iman bisa menjadi inspirasi yang baik bagi setiap orang katolik.

Kisah hidup Santo Ignatius Loyola bagi saya pribadi merupakan salah satu kisah seorang
Santo yang sangat "manusiawi". Kalau kita membaca dari dekat apa yang menjadi dinamika
dan perjuangan hidup Ignatius Loyola, dalam banyak sisi kita bisa berkaca tentang apa yang
bergejolak dalam diri kita. Tegangan antara aktualisasi diri, ambisi pribadi, nama baik,
kemasyuran dengan pencarian diri, spiritualitas, serta makna dan tujuan hidup merupakan hal
yang sangat nyata dalam kisah Santo yang satu ini. Dari kisah hidupnya, kita bisa
merenungkan perspektif hidup kita sebagai orang beriman kristiani, sebagaimana Ignatius
sendiri belajar menemukan Tuhan dan berjuang untuk memberikan dan membaktikan diri
kepada Tuhan sendiri.

Sebagian orang lebih terkesan dengan Ignatius karena


dia adalah seorang bangsawan spanyol, atau lebih sering dikenal sebagai sosok "prajurit"
ataupun ksatria. Kisah hidupnya yang menjadi awal dimana Tuhan menyapa dirinya, yaitu
pertempuran di Pamplona, merupakan kisah Ignatius yang heroik sekaligus tragis, yang
akhirnya menjungkirbalikkan logika dan perspektif hidupnya. Lebih jauh, sebenarnya kata
"pendosa dan pendoa" itu sangatlah cocok diberikan kepada Ignatius ini. Dari kisahnya, kita
bisa melihat bahwa Ignatius sendiri dengan rendah hati mengakui bahwa dirinya adalah
pendosa, bukan sosok yang sempurna, penuh dengan ambisi, ketakutan dan egoisme, sosok
yang idealis. Namun dalam perjalanan hidupnya lebih jauh kita bisa melihat sosok Ignatius
yang adalah seorang mistikus, pendoa, pemimpin rohani dan juga teman yang baik serta
rendah hati. Transformasi diri Ignatius dari sosok pendosa menjadi seorang pendoa ulung
telah meninggalkan sebuah warisan yang berharga untuk Gereja Katolik. Lewat Ignatius-lah
sebuah spiritualitas untuk menemukan Tuhan di dalam segala sesuatu, dalam realitas kongkrit
hidup kita sehari-hari menjadi sebuah bentuk spiritualitas yang sangat pokok dalam
pertumbuhan Gereja dan umat beriman. Warisan Ignatius lainnya adalah "Pembedaan Roh"
yang tentunya menjadi alat bantu yang jitu dalam membangun dan menghayati iman katolik
dan hidup rohani kita.

Tanggal 31 Juli mendatang adalah Pesta Santo Ignatius Loyola. Saya mengajak anda selama
9 hari dari tanggal 22 Juli hingga 30 Juli merenungkan kisah hidup Santo Ignatius Loyola di
blog ini sekaligus berdoa Novena Santo Ignatius Loyola. Pada 9 hari tersebut akan disajikan
cuplikan kisah hidup Santo Ignatius dan juga renungan singkat yang bisa anda pakai
khususnya untuk membantu pelaksanaan novena anda secara pribadi. Teks novena sudah
dibuat, dan akan dimuat di blog ini. Bila anda punya intensi-intensi pribadi dan ingin anda
sampaikan lewat perantaraan doa Bapa Ignatius, maka saya kira novena ini bisa sangat
membantu anda.

Santo Ignatius Loyola

Inigo de Loyola dilahirkan pada tahun 1491 di Azpeitia di provinsi Guipuzcoa di


wilayah Basque di sebelah utara Spanyol. Dia adalah anak bungsu dari tigabelas
bersaudara. Pada usia enam belas tahun dia dikirim untuk bekerja sebagai pesuruh
bagi Juan Velazquez, bendaharawan kerajaan Castile. Sebagai anggota rumah
tangga Velazquez, dia seringkali tampil di balai sidang dan mengembangkan cita
rasa terhadap segala hal mengenainya, terutama urusan perempuan. Dia sangat
suka berjudi, suka bertengkar, dan terlibat dalam adu pedang. Bahkan dalam suatu
perselisihan antara keluarga Loyola dan keluarga lainnya, Ignatius dan saudara
lelakinya dengan disertai beberapa sanak famili pada suatu malam menyerang
beberapa kaum religius anggota keluarga lain tersebut. Ignatius harus melarikan diri
ke luar kota. Ketika akhirnya dibawa ke pengadilan, dia membela dirinya dengan
menyatakan "imunitas religius" karena telah "dicukur gundul" (seperti layaknya
rambut kaum biarawan pada waktu itu) sewaktu masih sebagai seorang anak laki-
laki, dan oleh karenanya bebas dari pengadilan sipil. Ini adalah pembelaan diri yang
semu karena selama bertahun-tahun dia telah berpakaian sebagai ksatria
berpedang, mengenakan baju besi, dan membawa-bawa pedang termasuk senjata-
senjata lainnya. Jelas ini bukan baju yang biasanya dikenakan oleh kaum religius.
Kasus ini berlarut-larut sampai beberapa minggu tetapi keluarga Loyola tampaknya
sangat berpengaruh. Mungkin melalui pengaruh kaum petinggi, kasus terhadap
Ignatius akhirnya ditutup.
Pada usianya yang ke-30 di bulan May 1521, Ignatius adalah salah seorang tentara
yang membela kubu-kubu kota Pamplona terhadap serangan Perancis, yang
menyatakan wilayah tersebut sebagai wilayah mereka dan berperang dengan
Spanyol. Orang-orang Spanyol kalah jauh dari segi jumlah dan komandan pasukan
Spanyol ingin menyerahkan diri, tetapi Ignatius meyakinkannya untuk bertempur
demi kehormatan Spanyol kalau bukan demi kemenangan. Pada waktu pertempuran
sebuah bom kanon mengenai Ignatius, melukai salah satu kakinya dan mematahkan
kaki yang satu lagi. Karena mereka mengagumi keberaniannya, tentara-tentara
Perancis tidak menjebloskannya ke penjara, melainkan mengusungnya kembali ke
rumahnya untuk berobat, di puri Loyola.
Kakinya sembuh tetapi tidak sempurna, sehingga perlu untuk mematahkannya
kembali dan meluruskannya, semua ini dilakukan tanpa pembiusan. Kondisi Ignatius
memburuk dan akhirnya para tabib memberitahukan supaya ia bersiap-siap untuk
mati.
Pada hari raya Santo Petrus dan Paulus tanggal 29 Juni, kondisinya secara tak
terduga membaik. Kakinya sembuh, tetapi meski demikian tulangnya menonjol
dibawah tempurung lututnya dan kakinya pendek sebelah. Ignatius tidak dapat
menerima hal ini dan menganggapnya sebagai nasib buruk yang lebih buruk
daripada kematian karena tidak bisa lagi memakai sepatu boot tinggi yang ketat dan
celana ketat yang biasa dipakai oleh kaum ksatria kerajaan. Oleh karenanya dia
menyuruh para tabib untuk memotong benjolan tulang yang menonjol dan
memanjangkan tulang kakinya dengan merenggangkan secara sistematis. Lagi-lagi
hal ini semua dilakukan tanpa anestesia. Sungguh malang, segala usaha ini tidak
berhasil. Sepanjang hidupnya dia berjalan pincang karena salah satu kaki lebih
pendek dari yang lainnya.
Pertobatan Ignatius
Selama minggu-minggu panjang pengobatannya, dia merasa sangat bosan dan
meminta disediakan cerita-cerita roman percintaan untuk menghabiskan waktunya.
Untungnya di kastil Loyola tidak ada buku demikian, tetapi ada buku tentang hidup
Kristus dan sebuah buku tentang para kudus. Karena terdesak, Ignatius mulai
membacanya. Semakin banyak dia membaca, semakin dia beranggapkan bahwa
kisah para kudus tersebut patut untuk ditiru. Akan tetapi, pada saat yang sama dia
juga masih memiliki mimpi-mimpi indah tentang ketenaran dan kemuliaan, termasuk
fantasi-fantasi memenangkan cinta gadis bangsawan tertentu. Identitas wanita ini
tidak pernah diketahui tetapi agaknya dia dari keturunan bangsawan. Akan tetapi dia
mendapatkan bahwa setelah membaca dan merenungkan kisah para kudus dan
Kristus dia berada dalam kedamaian dan merasa puas lahir-batin. Tetapi waktu dia
berfantasi tentang gadis bangsawan tersebut, hatinya merasa tidak tenang dan tak
terpuaskan. Pengalaman ini tidak hanya merupakan awal dari pertobatannya, tetapi
juga awal dari pertimbangan spiritual, atau pertimbangan roh, yang diasosiasikan
dengan Ignatius dan seperti dijelaskan dalam Latihan Rohani-nya.
Latihan tersebut menyatakan bahwa tidak hanya segi intelektual tapi juga emosi dan
perasaan bisa membantu kita untuk memahami kerja Roh dalam hidup kita.
Akhirnya, bertobat sepenuhnya dari segala keinginan-keinginan dan rencana
romans dan kemenangan duniawi, dan sembuh dari luka-lukanya sehingga dia bisa
bepergian, pada bulan Maret 1522 dia meninggalkan puri tempat tinggalnya.
Dia telah memutuskan untuk pergi ke Yerusalem untuk tinggal di tempat dimana
Tuhan kita menjalani hidup-Nya di dunia. Sebagai langkah pertama dia memulai
perjalanannya ke Barcelona, Spanyol. Meskipun dia telah bertobat dari cara-cara
hidup yang lama, dia masih sangat kurang memiliki semangat kerendah-hatian dan
penghayatan hidup Kristiani, seperti bisa digambarkan dari pengalamannya bertemu
dengan orang Moor (penganut Muslim) dalam perjalanannya. Orang Moor tersebut
bertemu dengannya di tengah jalan, mereka sama-sama menunggang keledai, dan
mereka mulai mendebatkan topik-topik religius. Orang Moor itu mengatakan bahwa
Santa Perawan Maria tidak lagi merupakan seorang perawan setelah melahirkan
Kristus. Ignatius menganggap hal ini sebagai suatu penghinaan besar dan dia
menimbang-nimbang tentang apa yang akan dilakukannya. Merekapun sampai ke
persimpangan jalan, dan Ignatius memutuskan bahwa dia akan melihat apa yang
akan terjadi untuk memutuskan tindakan yang akan dilakukannya. Orang Moor itu
meneruskan ke satu arah. Ignatius melepaskan tali kekang keledainya dan
membiarkan keledainya memilih arah di persimpangan tersebut. Kalau keledainya
mengikuti arah yang diambil oleh orang Moor tersebut, dia akan membunuh orang
itu. Kalau sang keledai mengambil arah yang satu lagi, dia tidak akan menyerang
orang Moor itu. Untungnya bagi si orang Moor, keledai Ignatius lebih bermurah hati
daripada penunggangnya dan mengambil jurusan yang berlawanan dengan orang
Moor tersebut.
Dia meneruskan ke tempat ziarah Bunda Maria dari Montserrat yang diasuh oleh
kaum Benediktin, menerimakan pengakuan dosa umum, dan berlutut sepanjang
malam di depan altar Bunda Maria, mengikuti tata-cara kebiasaan para ksatria. Dia
menanggalkan pedang dan pisaunya di altar, berjalan keluar dan memberikan
semua baju-bajunya yang indah kepada seorang miskin, dan mendandani dirinya
dengan pakaian kain kasar dengan sendal dan tongkat.
Pengalaman di Manresa
Dia meneruskan perjalanannya ke Barcelona tetapi berhenti sepanjang sungai
Cardoner di kota yang disebut Manresa. Dia tinggal di sebuah gua diluar kota dan
bermaksud untuk tinggal hanya beberapa hari, tetapi ternyata dia tinggal selama
sepuluh bulan. Dia menghabiskan berjam-jam setiap harinya dalam doa dan juga
bekerja di suatu balai perawatan. Disalanah ide-ide yang sekarang dikenal sebagai
Latihan Rohani mulai terbentuk. Juga di pinggiran lekuk sungai inilah dia
mendapatkan penglihatan yang dianggap sebagai yang paling menonjol selama
hidupnya. Penglihatan itu lebih merupakan suatu pencerahan, yang mana dia
nantinya mengatakan bahwa dia belajar lebih banyak dalam satu kesempatan itu
daripada seumur hidupnya. Ignatius tidak pernah menjelaskan apa tepatnya
penglihatan yang dialaminya tersebut, tetapi agaknya merupakan peristiwa
penglihatan Ilahi dengan kemuliaan-Nya sehingga semua ciptaan tampak dalam
sudut pandang yang baaru dan dia mendapat makna yang baru dan relevansi, suatu
pengalaman yang memungkinkan Ignatius untuk melihat kehadiran Allah dalam
segala hal. Karunia ini, yaitu menemukan Allah dalam segala hal, adalah satu satu
karakteristik utama dari spiritualitas Yesuit.
Ignatius sendiri tidak pernah menulis dalam aturan-aturan Yesuit bahwa mesti ada
jam-jam tertentu untuk berdoa. Sesungguhnya, dengan menemukan Allah dalam
segala hal, setiap waktu adalah waktu untuk berdoa. Tentunya, dia tidak
menghapuskan doa-doa formal, tetapi dia berbeda dengan berbagai pendiri tarekat
religius lainnya menyangkut penentuan saat-saat tertentu untuk berdoa maupun
lamanya waktu berdoa. Salah satu alasan mengapa sebagian kalangan menentang
pembentukan formasi Serikat Yesus adalah karena Ignatius mengusulkan untuk
menghapuskan nyanyian doa-doa Brevir dalam koor. Ini adalah perubahan yang
radikal dari kebiasaan pada waktu itu, karena sampai saat itu, setiap tarekat religius
diharuskan untuk mengucapkan doa-doa liturgi harian yang sama (doa Brevir). Bagi
Ignatius, pengucapan seperti itu berarti model aktivitas yang dibayangkan dalam
Serikat Yesus tidak dapat terlaksanakan. Beberapa saat setelah wafatnya Ignatius,
seorang Paus begitu jengkelnya mengenai hal ini sehingga dia mengharuskan
pengucapan doa Brevir kepada kaum Yesuit. Untungnya, Paus berikutnya lebih
pengertian dan membolehkan kaum Yesuit untuk kembali pada praktek spiritualisme
mereka.
Pada periode yang sama di Manresa, sewaktu dia masih kurang memahami
kebijakan yang sejati menyangkut kekudusan, dia melakukan banyak penitensi yang
ekstrim, karena keinginan untuk melebihi apa-apa yang dilakukan oleh para kudus
lewat buku yang dibacanya tentang mereka. Mungkin, beberapa dari penitensi ini,
terutama puasanya, melemahkan pencernaannya, yang terus menggangunya
sepanjang hidupnya. Dia masih belum belajar sikap tidak berlebihan dan
spiritualisme yang sejati. Mungkin ini juga sebabnya kongregasi yang nantinya
didirikan olehnya tidak memiliki aturan-aturan penitensi yang telah ditentukan,
seperti layaknya dimiliki oleh tarekat-tarekat religius lainnya.
Dia akhirnya tiba di Barcelona, berlayar ke Italia, dan tiba di Roma dimana dia
bertemu dengan Paus Adrianus VI dan meminta ijin untuk melakukan perjalanan
ziarah ke Tanah Suci, Yerusalem. Setibanya dia di Tanah Suci dia ingin tinggal,
tetapi diperintahkan oleh atasan Fransiskan yang memiliki otoritas terhadap seluruh
umat Katolik disana, bahwa situasinya terlalu berbahaya. Ingat bahwa orang Turki
adalah penguasa Tanah Suci. Atasan tersebut memerintahkan Ignatius untuk pergi
tetapi Ignatius menolak. Tetapi ketika diancam dengan eks-komunikasi (pengucilan)
Ignatius barulah menurut.
Kembali ke Sekolah
Pada saat ini dia telah berusia 33 tahun dan memutuskan untuk masuk seminari.
Akan tetapi, dia telah melalaikan belajar bahasa Latin, suatu syarat penting untuk
belajar di universitas pada masa itu. Sehingga dia harus kembali ke sekolah untuk
belajar tata-bahasa Latin bersama-sama dengan anak-anak kecil di suatu sekolah di
Barcelona. Disana dia meminta-minta untuk makan dan tempat berteduh. Setelah
dua tahun dia meneruskan ke Universitas Alcala. Disanalah semangatnya yang
menggebu-gebu membawanya pada kesulitan, masalah yang terus menghantuinya
sepanjang hidupnya. Dia mengumpulkan anak-anak sekolah maupun orang dewasa
dan mengajarkan Injil kepada mereka dan mengajarkan mereka cara berdoa. Kerja
kerasnya mengundang perhatian pihak Inkuisisi dan diapun dimasukkan ke penjara
selama 42 hari. Ketika dia dibebaskan dia diminta untuk tidak kembali mengajar.
Inkuisisi Spanyol agak sedikit paranoid dan siapapun yang belum ditahbiskan
sebagai imam bisa dicurigai (termasuk juga mereka yang sudah ditahbiskan.)
Karena dia tidak bisa menahan dorongan semangatnya untuk menolong, Ignatius
pindah ke Universitas Salamanca. Disana, dalam waktu dua minggu, kaum
Dominikan kembali menjebloskan dia ke penjara. Meskipun mereka tidak dapat
menemukan penyelewengan iman dari apa yang Ignatius ajarkan, dia hanya
dibolehkan untuk mengajar anak-anak kecil dan itupun hanya semata-mata
kebenaran iman yang sederhana. Sekali lagi dia melakukan perjalanan kali ini
menuju Paris.
Di Universitas Paris dia meneruskan pelajarannya, belajar tata-bahasa Latin dan
literatur, filosofi, dan teologi. Dia menghabiskan waktu beberapa bulan setiap musim
panas untuk meminta-minta di Flanders demi uang yang digunakannya untuk
menghidupi dirinya sendiri dan membiayai pelajarannya sepanjang tahun itu. Di
Paris dia bertemu dan tinggal bersama Franciscus Xaverius dan Peter Faber. Dia
juga sangat mempengaruhi beberapa orang lainnya sesama seminarian dan
memberi pengarahan kepada mereka semua dari waktu ke waktu selama tiga puluh
hari, yang mana hal ini nantinya dikenal sebagai Latihan Rohani. Franciscus
Xaverius adalah yang paling sulit menerima bimbingan karena pikirannya dipenuhi
oleh kesuksesan dan kemuliaan duniawi. Akhirnya Ignatius dan enam lainnya
memutuskan untuk mengambil kaul selibat dan kemiskinan dan pergi ke Tanah Suci.
Kalau tidak mungkin melakukan perjalanan ke Tanah Suci, mareka akan pergi ke
Roma dan menyerahkan tugas pelayanan mereka sesuai kehendak Sri Paus.
Mereka tidak melakukan semua hal ini sebagai suatu tarekat religius atau
kongregasi, tetapi sebagai imam-imam secara individual. Selama setahun mereka
menunggu, akan tetapi tidak ada satupun kapal yang bisa mengangkut mereka ke
Tanah Suci karena pertikaian antara umat Kristen dan Muslim. Sementara
menunggu mereka menghabiskan waktu dengan bekerja di rumah sakit dan
mengajarkan katekisme di berbagai kota di wilayah utara Italia. Selama masa inilah
Ignatius ditahbiskan menjadi imam, meskipun dia tidak memimpin Misa Kudus
sampai setahun berikutnya. Dipercaya bahwa dia ingin merayakan Misa pertamanya
di Yerusalem, di tempat dimana Yesus sendiri pernah hidup.
Perkumpulan Yesus
Ignatius bersama-sama dua pendampingnya, Peter Faber dan James Lainez,
memutuskan untuk pergi ke Roma dan menyerahkan misi mereka sesuai kehendak
Sri Paus. Beberapa kilometer diluar kota Ignatius kembali mendapat pengalaman
mistik. Di suatu kapel di La Storta dimana mereka pernah berhenti untuk berdoa,
Allah Bapa memberitahukan kepada Ignatius, "Aku menyukai engkau tinggal di
Roma" dan bahwa Dia akan menempatkan Ignatius bersama Putera-Nya. Ignatius
tidak mengerti makna dari pengalaman mistis tersebut, karena bisa saja berarti
penindasan maupun keberhasilan karena Yesus mengalami keduanya. Tetapi
hatinya merasa tenang karena seperti dikatakan oleh Santo Paulus, "berada
bersama Yesus meski dalam penindasan adalah suatu keberhasilan." Ketika mereka
bertemu dengan Sri Paus, dia dengan gembira menugaskan mereka untuk mengajar
Kitab Suci, teologi dan pewartaan. Disinilah pada pagi hari Natal 1538 Ignatius
merayakan Misanya yang pertama di gereja Santa Maria Mayor di Kapel Palungan.
Kapel ini dipercaya memiliki palungan yang asli dari Betlehem, jadi, jika Ignatius
tidak bisa merayakan Misanya yang pertama di tempat kelahiran Yesus di Tanah
Suci, maka ini adalah alternatif yang terbaik.
Selama masa pra-Paskah berikutnya, tahun 1539, Ignatius meminta semua kawan-
kawannya untuk datang ke Roma untuk mendiskusikan masa depan mereka.
Mereka tidak pernah berpikir untuk mendirikan tarekat religius sebelumnya, tetapi
sekarang melihat kenyataan bahwa mereka tidak mungkin pergi ke Yerusalem,
mereka harus memikirkan masa depan mereka. Apakah mereka akan
menghabiskan waktu mereka bersama-sama. Setelah berminggu-minggu dalam doa
dan diskusi, mereka memutuskan untuk membentuk suatu komunitas, dengan
persetujuan Sri Paus, dimana mereka akan mengucapkan kaul kepatuhan kepada
seorang pejabat superior yang menduduki jabatan itu seumur hidupnya. Mereka juga
menyerahkan diri mereka sesuai kehendak Bapa Suci untuk pergi kemanapun dia
menyuruh mereka dan untuk tugas apapun. Kaul ini ditambahkan atas kaul-kaul
lainnya yang umum seperti kaul kemiskinan, kaul selibat, dan kaul kepatuhan.
Persetujuan resmi atas tarekat terbaru ini diberikan oleh Paus Paulus III pada tahun
berikutnya, tanggal 27 September 1540. Karena mereka merujuk pada dirinya
sendiri sebagai Perkumpulan Yesus (dalam bahasa Latin disebut Societatis Jesu),
dalam bahasa Indonesia tarekat mereka dikenal sebagai Serikat Yesus. Ignatius
terpilih pada voting yang pertama sebagai superior jendral, tetapi dia memohon
dengan sangat agar mereka untuk mempertimbangkan kembali, berdoa dan memilih
ulang beberapa hari sesudahnya. Pada pemungutan suarata yang kedua kalinya,
kembali Ignatius terpilih dengan suara bulat, kecuali pilihan Ignatius sendiri tentunya.
Dia masih saja enggan untuk menerima jabatan ini, tetapi pembimbing spiritualnya,
seorang anggota tarekat Fransiskan mengatakan kepadanya bahwa ini adalah
kehendak Allah, oleh karena itu Ignatius menurut. Pada hari Jumat, minggu
perayaan Paskah, 22 April 1541, di Gereja Santo Paulus-diluar-Dinding, para
sahabat tersebut mengucapkan kaul-kaul mereka dalam tarekat yang baru saja
terbentuk.
Tahun-tahun Terakhir
Kecintaan Ignatius adalah untuk secara aktif terlibat mengajar katekisme kepada
kanak-kanak, mengarahkan orang dewasa dalam Latihan Rohani, dan bekerja
diantara orang-orang miskin di rumah sakit. Namun dia mengorbankan kecintaan ini
selama lima belas tahun berikutnya, yaitu sampai wafatnya, dengan bekerja dari dua
ruang kecil, kamar tidurnya dan disebelahnya adalah ruang kerjanya. Dari sinilah dia
memberi pengarahan kepada serikat yang baru ini di seluruh dunia. Dia
menghabiskan waktu bertahun-tahun menuliskan Konstitusi Serikat dan menuliskan
ribuan surat-surat ke segala penjuru dunia kepada sesama kaum Yesuit yang
menyangkut segala hal-hal yang berhubungan dengan Serikat Yesus dan juga
memberi pengarahan spiritual kepada kaum awam pria dan wanita. Dari tempat
tinggalnya yang kecil di Roma, dia akan melihat semasa hidupnya perkembangan
Serikat Yesus dari delapan anggota menjadi seribu anggota, dengan universitas dan
rumah-rumah spiritual yang tersebar di segala penjuru Eropa sampai Brazilia dan
Jepang. Beberapa dari sesama pendiri Serikat nantinya menjadi teolog-teolog
asisten Sri Paus di Konsili Trente, suatu peristiwa yang merupakan tonggak penting
dalam Gerakan Katolik Kontra-Reformasi.
Pada mulanya, Ignatius menulis sendiri surat-suratnya, tetapi setelah Serikat Yesus
berkembang menjadi besar dan tersebar ke seluruh dunia, nyaris tidak mungkin
baginya untuk berkomunikasi dengan setiap orang dan masih punya waktu untuk
mengurus Serikat yang baru ini. Oleh karenanya father Polanco diangkat menjadi
sekretaris pada tahun 1547 untuk membantu Ignatius dalam hal korespondensi
surat-surat. Ignatius menulis nyaris 7000 surat sepanjang hidupnya, dan sebagian
besar ditulis setelah dia diangkat menjadi pejabat superior jendral Yesuit. Ignatius
menganggap bahwa korespondensi antara para anggota Yesuit sebagai elemen
yang paling penting dalam membina persatuan. Perpisahan antara Yesuit di seluruh
dunia adalah salah satu bahaya terbesar bagi perkembangannya, kerasulan maupun
persatuan Serikat Yesus. Oleh karenanya dia tidak hanya menulis kepada semua
rumah-rumah spiritual tarekat tersebut, tetapi dia juga memerintahkan supaya setiap
superior lokal di seluruh dunia menulis surat secara teratur ke Roma, dan
menginformasikan kepadanya tentang hal-hal yang terjadi. Informasi ini lantas bisa
diteruskan ke pusat-pusat Yesuit dimanapun.
Dalam surat-suratnya kepada anggota-anggota Serikat, dia memperlakukan mereka
masing-masing secara individual. Dia sangat bermurah hati dan lembut terhadap
mereka yang paling memberinya kesulitan. Di lain pihak, terhadap mereka yang
paling saleh dan rendah hati, dia tampak kadangkala terlalu keras, tentunya karena
dia tahu bahwa mereka bisa menerima koreksinya tanpa protes, karena menyadari
bahwa Ignatius mengasihi mereka dan semata-mata ingin yang terbaik bagi
kehidupan spiritual mereka. Father James Lainez, salah satu pendamping Ignatius
sejak awalnya, adalah pejabat superior provinsi di Italia Utara. Dia telah melakukan
beberapa hal yang membuat Ignatius menjadi sorotan publik, termasuk membuat
beberapa komitmen yang tidak dapat dipenuhi oleh Ignatius. Ditambah lagi, Lainez
pernah menyatakan ketidak-setujuannya kepada yang lain-lainnya tentang suatu
pergantian personel yang dibuat oleh Ignatius.
Ignatius menulis kepada Lainez melalui sekretarisnya, father Polanco: Dia (Ignatius)
meminta saya untuk menulis kepadamu dan mengatakan kepadamu untuk
mengurus wilayahmu sendiri, yang mana jika engkau lakukan dengan baik, engkau
telah melakukan lebih daripada biasanya. Jangan engkau memusingkan diri dengan
memberikan pendapatmu terhadap urusan-urusannya, karena dia tidak
menghendaki pendapat darimu kecuali kalau dia memintanya, dan malah lebih tidak
lagi sekarang ini setelah engkau menduduki jabatanmu, karena administrasi
provinsimu belum berbuat banyak untuk menambah kredibilitasmu dimatanya.
Periksalah kesalahanmu di hadapan Allah Tuhan kita, dan selama tiga hari
sempatkan waktumu untuk berdoa bagi hal ini. Orang-orang kudus itu tidak hanya
semata-mata orang yang baik hati.
Lainez menerima kritikan tajam ini dengan kerendahan hati dan meminta untuk
diberikan beberapa tugas berat sebagai penitensi, seperti misalnya diturunkan dari
jabatannya dan diberikan tugas yang paling keras dalam Serikat Yesus. Ignatius
bahkan tidak pernah lagi menyinggung insiden tersebut, dan membiarkan Lainez
menjalankan tugasnya seperti sebelumnya. Lainez nantinya akan menggantikan
Ignatius sebagai Superior Jendral Yesuit yang kedua.
Meski penuh semangat untuk membawa orang-orang kepada Allah dan menolong
mereka secara spiritual, Ignatius tetap merupakan seorang yang praktis dan masuk
akal. Seorang anggota Yesuit pernah mengeluh karena mendapat kesulitan dari
sekelompok umat yang sangat taat yang memonopoli semua waktunya tanpa alasan
yang kuat. Melalui father Polanco, Ignatius memberi petunjuk kepadanya bagaimana
menangangi dengan secara rendah hati, orang-orang yang demikian, tanpa
membuat mereka merasa tersinggung. Ignatius juga pernah menyatakan bagaimana
untuk membebaskan diri kita dari orang yang sudah tidak bisa diharapan. Dia
menyarankan untuk berbicara kepada orang itu dengan tegas mengenai neraka,
penghakiman dan hal-hal demikian. Dengan demikian dia tidak akan kembali terus
mengganggu, dan jikapun dia kembali, ada kemungkinan dia bisa tersentuh oleh
Tuhan.
Ada seorang uskup yang punya rasa permusuhan yang besar terhadap Serikat
Yesus. Dia menolak untuk membolehkan tarekat ini di wilayah keuskupannya, dan
dia mengucilkan siapapun yang menjalakan Latihan Rohani. Dia dikenal sebagai
uskup "Cilicio" oleh para Yesuit. ("Cilicio" adalah pakaian dari kain kasar yang biasa
dipakai sebagai tanda penitensi.) Ignatius mengatakan kepada para Yesuit yang
cemas terhadap sikap uskup ini untuk relaks "uskup Cilicio adalah seorang yang
sudah tua. Serikat Yesus masih muda. Kita bisa menunggu."
Yesuit dan Dunia Pendidikan
Mungkin karya pelayanan Serikat Yesus yang dimulai oleh Ignatius yang paling
terkenal adalah dalam dunia pendidikan. Akan tetapi sungguh menarik kenyataan
bahwa dia tidak bermaksud untuk menyertakan pengajaran ditanara karya
pelayanan Yesuit pada mulanya. Seperti telah disebutkan sebelumnya, tujuan para
anggota-anggota yang pertama adalah menyerahkan diri kepada kehendak Sri Paus
untuk pergi kemanapun mereka dibutuhkan. Sebelum tahun 1548, Ignatius telah
membuka sekolah-sekolah di Italia, Portugis, Belanda, Spanyol, Jerman dan India,
tetapi sekolah-sekolah ini terutama dimaksudkan untuk mendidik calon-calon Yesuit
yang masih muda. Sepuluh akademi serupa didirikan dalam enam tahun yang
menunjukkan perkembangan yang pesat dari Yesuit. Tetapi di tahun 1548 atas
permintaan magistrat Messina di Sicilia, Ignatius mengirim lima orang untuk
membuka sekolah bagi kaum awam maupun murid-murid Yesuit. Segera
sesudahnya menjadi nyata atas permintaan berbagai penguasa, uskup, dan
berbagai kota bahwa karya pelayanan ini adalah cara yang paling efektif untuk
mengkoreksi korupsi dan penyelewengan diantara kaum religius dan awam, untuk
menghentikan kemunduran Gereja di tengah-tengah Reformasi, dan untuk
memenuhi moto Serikat Yesus, "Ad Maiorem Dei Gloriam," artinya, demi kemuliaan
yang lebih besar bagi Allah.
Ignatius menyebutkan hal ini dalam suratnya kepada father Araoz: "Kebaikan yang
lebih universal adalah kebaikan yang lebih Ilahi. Oleh karena itu sebaiknya berikan
preferensi kepada orang-orang dan tempat-tempat yang melalui pertumbuhannya,
menjadi sumber penyebaran kepada orang-orang lain yang mencari bimbingan
daripadanya. Atas alasan yang sama, preferensi sebaiknya diberikan kepada
universitas-universitas yang pada umumnya dihadiri oleh sejumlah besar orang yang
mendapat pertolongan daripadanya dan pada gilirannya bisa menjadi pekerja untuk
menolong yang lain-lainnya."
Ini sesuai dengan salah satu prinsip utama Ignatius dalam memilih kerasulan: segala
hal sifatnya setara, pilih diantara kerasulan tersebut yang akan mempengaruhi
mereka yang paling berpengaruh terhadap orang lain. Mungkin pernyataan yang
terbaik dari ide ini adalah surat yang ditulisnya tentang pendirian sebuah universitas
di bulan Desember 1551: Dari antara mereka yang sekarang ini cuma sebagai
murid, pada waktunya sebagian akan memegang berbagai peran, seseorang untuk
mewartakan iman dan membimbing jiwa-jiwa, yang lainnya kepada bidang
pemerintahan dan kehakiman, yang lain-lainnya kepada panggilan-panggilan
lainnya. Akhirnya, karena anak-anak muda akan menjadi pria dewasa, pendidikan
yang baik dalam doktrin iman dan kehidupan mereka, akan bermanfaat bagi banyak
orang lainnya, dengan buahnya terus tumbuh lebat setiap harinya. Sejak saat itu,
Ignatius membantu mendirikan sekolah-sekolah Yesuit dan universitas-universitas di
seluruh Eropa dan dunia.
Ignatius sebagai Seorang Manusia
Mungkin benar gambaran tentang Ignatius yang dimiliki orang-orang yaitu sebagai
seorang prajurit: kokoh, bersemangat baja, praktis, kurang menunjukkan emosi -
jelas bukan suatu karakter yang menarik dan hangat. Akan tetapi jika ini adalah
gambaran yang tepat, sulit untuk dicerna bahwa dia bisa memiliki pengaruh yang
sangat besar terhadap mereka yang mengenalnya. Luis Goncalves de Camara,
salah satu sahabatnya yang terdekat menulis: "Dia (Ignatius) selalu cenderung
kepada kasih; bahkan, dia seluruhnya adalah kasih, dan karena itu dia secara
universal dikasihi oleh semua orang. Tidak seorangpun dalam Serikat Yesus yang
tidak memiliki kasih yang besar terhadapnya dan tidak menganggap dirinya juga
sama dikasihi olehnya."
Kadangkala dia menangis keras pada waktu Misa Kudus sehingga dia tidak dapat
meneruskan, bahkan tidak dapat berbicara untuk beberapa waktu, dan dia khawatir
bahwa karunia airmatanya bisa membuatnya kehilangan penglihatannya. Goncalves
de Camara mengatakan, "Kalau dia tidak menangis tiga kali selama Misa Kudus, dia
menganggap dirinya kehilangan rasa penghiburan." Kita menganggap banyak orang
kudus sebagai mistik yang agung, tetapi tidak pernah berpikir bahwa Ignatius adalah
salah satu diantaranya. Kita telah menyebutkan sedikit dari banyak penglihatan dan
pengalaman mistik yang dialami selama hidupnya. Akan tetapi, kekudusannya tidak
didasarkan atas hal demikian, melainkan dalam kasih yang besar yang
mengarahkan jalan hidupnya untuk melakukan segala hal AMDG, untuk kemuliaan
yang lebih besar bagi Allah.
Saat-saat Ajal
Sejak masih sebagai pelajar di Paris, Ignatius telah menderita berbagai penyakit
pencernaan dan keadaan ini memburuk setelah ia pindah ke Roma. Pada musim
panas 1556 kesehatannya memburuk, tetapi dokter yang merawatnya berpendapat
dia bisa selamat seperti sebelum-sebelumnya. Akan tetapi Ignatius merasa ajalnya
sudah dekat. Pada sore hari tanggal 30 Juli, dia meminta father Polanco untuk pergi
menemui Sri Paus dan meminta berkat darinya bagi Ignatius, dan menyiratkan
kepada father Polanco bahwa ia menjelang ajal. Akan tetapi father Polanco lebih
percaya pada kata-kata dokter daripada Ignatius dan menjawab bahwa ia harus
menulis banyak surat dan mengirimkannya pada hari itu. Dia akan pergi meminta
berkat Sri Paus besok harinya. Meskipun Ignatius menyatakan bahwa dia lebih suka
kalau father Polanco pergi sore itu namun dia tidak memaksakan. Segera setelah
lewat tengah malam, keadaan Ignatius memburuk. Father Polanco bergegas ke
Vatikan untuk meminta berkat Sri Paus, tetapi sayang sudah terlambat. Mantan
ksatria duniawi yang telah terlibat dalam medan peperangan yang berbeda itu, telah
menyerahkan nyawanya ke tangan Tuhan. Ignatius dibeatifikasi pada tanggal 27 Juli
1609 dan dikanonisasi oleh Paus Gregorius XV pada tanggal 12 Maret 1622,
bersama-sama dengan Santo Franciscus Xaverius. Pesta peringatan Santo Ignatius
dirayakan oleh Gereja secara universal pada tanggal 31 Juli, yaitu pada hari
wafatnya

1491
Lahir
Loyola, Guipzcoa, Spanyol
July 31, 1556 (berusia 6465)
Wafat
Rome, Papal States
Gereja Katolik Roma
Dihormati di
Komuni Anglikan

Dibeatifikasikan 27 Juli 1609 oleh Paus Paulus V


Dikanonisasikan 12 Maret 1622 oleh Paus Gregorius XV
Hari peringatan July 31
Atribut Ekaristi, chasuble, buku, cross
Keuskupan San Sebastin dan Bilbao,
Biscay & Guipzcoa, negara Basque,
Pelindung
taruna militer Filipina, Serikat Yesus,
tentara, guru and pendidikan.

Ignatius Loyola (Bahasa Basque: Ignazio Loiolakoa, Bahasa Spanyol: Ignacio de Loyola)
(1491-31 Juli 1556) adalah seorang mantan ksatria Spanyol yang berasal dari sebuah keluarga
bangsawan Basque, biarawan, imam Katolik semenjak tahun 1537, dan teolog, yang
mendirikan Serikat Yesus dan menjadi Superior Jendral pertamanya. [1] Ignatius muncul
sebagai seorang pemimpin agama selama masa Kontra-Reformasi. Bakti Ignatius pada Gereja
Katolik Roma memiliki ciri khas sikap taat total pada kekuasaan dan hierarki Gereja
Katolik.[2]

Setelah terluka serius dalam Perang Pamplona pada tahun 1521, Ignatius melewati proses
perubahan spiritual saat ia menjalani perawatan. Buku De Vita Christi karya Ludolph Saxony
memberikan inspirasi padanya untuk meninggalkan semua kehidupan militer pada masa
lalunya dan membaktikan seluruh dirinya untuk berkarya demi Tuhan, megikuti contoh-
contoh para pemimpin rohani seperti Fransiskus dari Assisi. Ia memperoleh penampakan dari
Bunda Maria dan bayi Yesus saat ia berada di tempat suci Ratu Montserrat di bulan Maret
1522. Setelah itu ia pergi ke Manresa di mana ia mulai berdoa tujuh jam sehari, seringkali di
dalam sebuah gua yang berada dekat di sana, sembari membentuk dasar-dasar Latihan
Rohani. Di bulan September 1523, Loyola tiba di Tanah Suci untuk tinggal di sana, namun
tak lama kemudian ia dikirim kembali ke Eropa oleh para imam Fransiskan.

Antara tahun 1524-1537, Ignatius belajar teologi dan Bahasa Latin di Spanyol dan Paris,
Perancis. Pada tahun 1534, ia tiba di kota Paris selama bergejolaknya sikap anti-Protestan
yang memaksa John Calvin untuk meninggalkan Perancis. Igantius dan beberapa pengikutnya
mengikat diri mereka pada sumpah kemiskinan, kesucian dan ketaatan demi Tuhan dan
Gereja Katolik. Pada tahun 1539, mereka mendirikan Serikat Yesus, yang disetujui oleh Paus
Paulus III pada tahun 1540. Latihan Rohani juga disetujui oleh paus yang sama pada tahun
1548. Loyola juga merancang Konstitusi Serikat Yesus. Ignatius meninggal di bulan Juli
1556. Ia kemudian dibeatifikasi oleh Paus Paulus V pada tahun 1609, dikanonisasi oleh Paus
Gregorius XV pada tahun 1622, dan diangkat sebagai pelindung semua retret rohani oleh
Paus Pius XI pada tahun 1922. Hari peringatan Ignatius Loyola dirayakan pada tanggal 31
Juli. Ignatius adalah santo pelindung para tentara, Serikat Yesus, wilayah Basque, dan
provinsi-provinsi Guipuzcoa dan Biscay.[3]

Masa Muda
Tempat Suci Loyola, di kota Azpeitia, dibangun di atas rumah tempat kelahiran Ignatius.

Ignacio Lpez de Loyola (bukan igo Lpez de Recalde yang terkadang dipakai) [4]
dilahirkan di wilayah Azpeitia di Kastil Loyola yang saat ini termasuk di dalam wilayah
Gipuzkoa, di Basque, Spanyol. [5] Ia dibaptis denga nama igo, dari nama Santo Innicus,
biarawan dari Oa --- [4] sebuah nama Basque abad pertengahan yang kemungkinan besar
bermakna Si Kecilku. [6] Tidak jelas kapan ia menggunakan nama Ignatius dan bukan
igo lagi(bahasa Latin: Enecus; bahasa Basque: Eneko; bahasa Spanyol: igo).[7] Ignatius
tidak berniat untuk mengganti namanya, namun kelihatannya ia melakukannya itu dengan
menggunakan variasi sederhana dari nama aslinya supaya lebih bisa diterima di antara orang-
orang berbagai bangsa di Perancis dan Italia.[8]

Anak bungsu dari 13 bersaudara, igo baru berusia tujuh tahun ketika ibundanya meninggal
dunia. Pada tahun 1506 igo mengambil nama belakang de Loyola sebagai referensi pada
kota Basque bernama Loyola tempat dia dilahirkan dan menjadi pegawai kerabat
keluarganya, Juan Velzquez de Cullar, yang menjadi bendahara (contador mayor) Kerajaan
Castile.

Pada tahun 1509 igo mengangkat senjata membela Antonio Manrique de Lara, adipati
Najera dan penguasa Navarre. Menurut Thomas Rochford, S.J., kualitas diplomasi dan
kepemimpinannya menjadikannya seorang gentilhombre (prajurit terkemuka) yang sangat
berguna bagi sang adipati. [9][10] Di bawah kepemimpinan sang adipati, igo terlibat dalam
banyak pertempuran tanpa menyebabkan luka pada dirinya. Namun ketika tentara Perancis
yang mendukung Monarki Navarra yang digulingkan pada tahun 1512 menyerbu benteng
Pamplona pada tanggal 20 Mei 1521, sebuah peluru meriam melukai salah satu kakinya, dan
mematahkan kaki lainnya. [10] Dalam kondisi terluka parah, igo dibawa kembali ke
kastilnya. Ia sangat cemas akan luka-luka pada kakinya dan menjalani beberapa operasi
bedah pada luka-lukanya tersebut, yang sangatlah menyakitkan pada masa-masa itu karena
belum tersedianya anestesi.
Ignatius berpakaian perang.

Selama masa penyembuhan luka ini, igo membaca buku De Vita Christi karya Ludolph
Saxony edisi Catalan. Buku ini benar-benar mempengaruhi seluruh hidupnya. De Vita Christi
merupakan hasil kerja Ludolph selama 40 tahun. Buku ini berisikan komentar-komentar
mengenai kehidupan Yesus Kristus dan mengenai Injil-Injil dengan mengambil kutipan-
kutipan dari karya-karya para Bapa Gereja. Ludolph terutama mengutip Santo Gregorius
Agung, Santo Basilius, Santo Agustinus dan Bede Yang Terhormat. Dalam karyanya ini,
Ludolph memberi-tahu para pembacanya bahwa ia menempatkan dirinya di tempat di mana
cerita-cerita Injil itu terjadi; bahwa ia memvisualisasikan palungan di tempat kelahiran
Kristus, dan yang lainnya. Hal ini dikenal sebagai sebuah metode doa dengan julukan
Kontemplasi Sederhana dan adalah dasar dari metode doa yang Ignatius jabarkan di dalam
Latihan Rohani-nya.[11]

Tempat-tempat Aspirasi Kerohanian

Selama masa penyembuhannya pada tahun 1521, Ignatius membaca banyak tulisan-tulisan
religious mengenai kehidupan Yesus [12][13] dan kehidupan para orang-orang suci
(santo/santa). Hatinya membara dengan ambisi untuk hidup berkarya tanpa memikirkan diri
sendiri dan mengikuti jejak tindakan-tindakan kepahlawanan Fransiskus dari Assisi dan para
biarawan lainnya. Ia memutuskan untuk mengabdikan dirinya pada usaha penyebaran Injil
pada kaum non-Kristiani di tanah suci. Setelah sembuh, ia mengunjungi sebuah biara
Benediktin, Santa Maria de Montserrat (25 Maret 1522) di mana ia menanggalkan jubah
militernya dan mempersembahkannya pada lukisan Sang Perawan Maria. Ia kemudian pergi
ke kota Manresa, Catalunya, dan selama beberapa bulan tinggal di sebuah gua di dekat kota
itu di mana ia bertapa dengan keras. Ignatius juga mengalami beberapa penampakan di
tengah-tengah hari selama di rumah sakit. Penampakan-penampakan yang terjadi berulang
kali ini tampil sebagai suatu wujud yang mengambang di udara yang berada di dekatnya dan
wujud ini memberinya rasa ketenangan yang amat mendalam karena wujud itu sangatlah
indah wujud itu entah bagaimana terlihat memiliki bentuk mengular dan memiliki banyak
benda yang bersinar seperti mata, tapi bukanlah mata. Ia menjadi bahagia dan mengalami
ketenangan hanya dengan menatap wujud ini namun ketika wujud ini hilang ia menjadi
sedih. [14] Pada tahun 1523, ia melakukan perjalanan ibadah ke Tanah Suci dengan
melakukan penolakan diri sendiri dan pengorbanan. Ia tinggal di sana secara singkat dari
tanggal 3 hingga 23 September tapi tidak diperkenankan untuk menetap. Dua belas tahun
kemudian, berdiri di hadapan Sri Paus bersama rekan-rekannya, ia kembali mengajukan diri
untuk mengirimkan para rekannya itu sebagai utusan Sri Paus di Yerusalem.[15]

Penampakan pada Ignatius.

Sekembalinya ke Spanyol, Ignatius dan rekan-rekannya sibuk dengan tugas untuk mengubah
para perempuan yang berstatus sebagai saksi oleh Pihak Inkuisisi di bawah perintah Hakim
Alonso Mejias menjadi murid-murid Tuhan. Walaupuan kaum alumbrados (Illuminati, Yang
Telah Dicerahi) Spanyol secara semangat dan spiritualitas memiliki keterkaitan dengan
gerakan reformasi Fransiskan di mana Cardinal de Cisneros adalah penggeraknya, para
pejabat Inkuisisi memiliki kecurigaan yang besar. Murid-murid wanita ini, Dona Leo, Dona
Maria, dan Dona Beatriz bertindak-tanduk terlalu fanatik sampai-sampai salah satunya jatuh
terbanting, seorang lainnya terkadang berguling-guling di tanah, sementara yang lainnya
pernah terlihat sedang kejang-kejang atau gemetaran dan berkeringat berlebihan. Kegiatan
mencurigakan ini saat Ignatius dan rekan-rekannya sedang secara teratur berkhotbah di depan
publik. Oleh karena pidato pojok jalannya dianggap sama dengan aktivitas kaum
alumbrados, Ignatius otomatis diperiksa atas tuduhan sebagai salah satu nabi kaum
tersebut, walau kemudian ia dibebaskan. [16] Setelah melewati berbagai kegiatan yang penuh
petualangan ini, ia kemudian masuk ke Kolese Montaigu di Universitas Paris untuk menjalani
kehidupan sebagai biarawan selama lebih dari tujuh tahun. Pada masa tuanya, ia seringkali
dipanggil Master Ignatius. Gelar ini diperolehnya karena ia memperoleh gelar Master dari
universitas tersebut di atas pada usia empat puluh tiga tahun.[17]

Pada tahun 1534 ia telah mengumpulkan enam rekanan pentingnya, di mana semuanya ia
temui saat menjadi teman kuliah di Universitas Paris Fransiskus Xaverius, Alfonso
Salmeron, Diego Laynez dan Nicolas Bobadilla (semuanya orang Spanyol); Peter Faber,
orang Perancis; dan Simo Rodrigues dari Portugal. Nantinya Ignatius dan rekan-rekannya ini
akan diikuti oleh Fransisco de Borja, seorang anggota dari klan Borgia yang menjadi
pembantu utama Kaisar Charles V serta bangsawan-bangsawan lainnya. Pada pagi hari
tanggal 15 Agustus 1534, di ruang bawah tanah Gereja Bunda Para Martir di kota
Montmartre, Ignatius beserta keenam rekannya yang hanya satu di antara mereka pada saat
itu yang telah ditahbiskan menjadi imam bertemu dan mengambil sumpah suci atas karya
hidup mereka. [17] Ignatius Loyola adalah pendiri dan pemegang pertama jabatan Superior
Jendral Serikat Yesus, sebuah organisasi religius Gereja Katolik yang anggota-anggotanya,
dikenal sebagai Kaum Yesuit, melayani Sri Paus sebagai misi utama mereka. Ignatius diingat
sebagai seorang pengarah spiritual yang sangat berbakat. Ia menjadi salah satu tokoh
terkemuka yang menentang gerakan Reformasi Protestan dan memajukan gerakan Kontra
Reformasi. Ia dibeatifikasi dan kemudian dikanonikasi serta menerima gelar Santo pada
tanggal 12 Maret 1622. Ia adalah santo pelindung provinsi Guipuscoa dan Biscay bersamaan
dengan organisasi Serikat Yesus. Ignatius Loyola menulis Latihan Rohani, sebuah kumpulan
sederhana dari 200 halaman mengenai meditasi, doa, dan berbagai latihan rohani lainnya, dari
tahun 1522 hingga tahun 1524. Latihan-latihan di dalam buku ini dirancang untuk dilakukan
selama 28-30 hari.

Pater Jendral Kaum Yesuit

Ignatius terpilih sebagai Superior Jendral pertama dari ordonya, dianugerahi dengan gelar
Pater Jendral oleh kaum Yesuit. Ia mengirimkan rekan-rekannya sebagai misionaris ke
seluruh Eropa untuk mendirikan sekolah, perguruan tinggi dan seminari. Juan de Vega, duta
besar Kaisar Charles V di Roma pernah bertemu dengan Ignatius di kota tersebut. Atas rasa
hormatnya yang tinggi terhadap Ignatius dan Kaum Yesuit, ketika Vega diangkat sebagai
wakil kuasa Sisilia ia membawa orang-orang Yesuit bersamanya. Sebuah perguruan tinggi
Yesuit dibuka di Messina; kesuksesan institusi ini memperoleh perhatian besar sehingga
aturan dan metodenya kemudian ditiru oleh perguruan-perguruan tinggi lainnya. [18] Pada
tahun 1548 buku Latihan Spiritual akhirnya dicetak. Ia sempat diajukan ke depan Inkuisisi
Romawi, namun kemudian dibebaskan.

Ignatius sebagai Superior Jendral.

Ignatius menulis Konstitusi Yesuit, yang diadopsi pada tahun 1540 oleh Serikat Yesuit, yang
menciptakan organisasi yang bergaya monarki dan menekankan pada penyerahan diri dan
ketaatan pada Sri Paus dan para pemimpin ordo secara mutlak (perinde ac cadaver,
berdisiplin tinggi seperti sesosok mayat sebagaimana digambarkan oleh Ignatius). Prinsip
utamanya menjadi motto kaum Yesuit: Ad maiorem Dei gloriam (demi keagungan Allah
yang lebih besar). Kaum Yesuit merupakan pemeran utama dalam gerakan Kontra
Reformasi. Antara tahun 1553-1555, Ignatius mendikte cerita hidupnya kepada sekretarisnya,
Romo Gonalves da Cmara. Otobiografi ini merupakan kunci yang sangat berharga untuk
memahami karya tulisan Latihan Rohani-nya. Otobiografi ini disimpan di dalam arsip selama
kurang-lebih 150 tahun sebelum kaum Bollandis menerbitkannya di Acta Sanctorum. Sebuah
edisi penting hadir di volume pertama Fontes Narrativi (1943) yang merupakan bagian dari
serial tulisan Monumenta Historica Societatis Iesu. Ignatius wafat di Kiev-Oblast pada
tanggal 31 Juli 1556 sebagai akibat dari demam Asia Tengah, semacam penyakit malaria
yang berulang-ulang terjadi di Rusia, Ukraina, dan negara-negara Asia Tengah, di beberapa
periode dalam sejarah.

Kutipan Terkenal dari Ignatius Loyola:

Bahwa semoga kita selalu sama pemikirannya dan selaras dengan Gereja, bila Gereja
menetapkan sesuatu itu berwarna hitam yang walaupun di mata kita berwarna putih,
kita harus menyatakannya berwarna hitam sepenuh hati. Karena kita harus percaya
sepenuhnya bahwa Roh Tuhan Kita Yesus Kristus dan Roh Mempelainya Sang Gereja
Yang Tradisional, yaitu Roh yang membimbing dan mengarahkan kita ke Keselamatan,
adalah sama;..."[19]

Kanonisasi dan Warisan
Ignatius dibeatifikasi oleh Paus Paulus V pada tanggal 27 Juli 1609 dan dikanonisasi oleh
Paus Gregorius XV pada tanggal 13 Maret 1622. Hari rayanya dirayakan tiap tahun pada
tanggal 31 Juli, tanggal wafatnya. Santo Ignatius dihormati sebagai santo pelindung prajurit
Katolik, Taruna militer Filipina, negara Basque and berbagai kota di kawasan tempat
lahirnya.

Dari semua institusi yang didedikasikan pada Santo Ignatius, salah satu yang terkenal adalah
Basilika Santo Ignatius Loyola yang dibangun di samping rumah kelahirannya di kota
Azpeitia, negara Basque. Rumah keluarganya itu sekarang telah dimasukkan ke dalam
kompleks Basilika sebagai museum.

Warisan Ignatius di antaranya adalah sekolah-sekolah dan berbagai institusi pendidikan


Yesuit di seluruh penjuru dunia. Di Amerika Serikat saja terdapat 28 perguruan tinggi dan
universitas serta lebih dari 50 sekolah menengah yang dikelola oleh kaum Yesuit. Di
Indonesia, belasan institusi pendidikan Yesuit telah berdiri dan melayani bangsa Indonesia
selama berpuluh-puluh tahun, seperti Universitas Sanata Dharma dan Kolese De Britto di
Yogyakarta serta Kolese Kanisius dan Kolese Gonzaga di Jakarta.

Lambang Keluarga Oaz-Loyola


Lambang Keluarga Oaz-Loyola adalah simbol garis keturunan Oaz dalam keluarga
Ignatius, dan dipergunakan oleh banyak insitusi Yesuit di berbagai penjuru dunia.

Lambang Keluarga Oaz-Loyola

Anda mungkin juga menyukai