Anda di halaman 1dari 11

MENGGUNAKAN PEDANG ROHANI MELAWAN

RADIKALISME

Doa Pembuka
Tuhan Allah Bapa kami,
Kami bersyukur hidup di tanah air Indonesia yang merdeka,
yang memberi kami kebebasan untuk menghayati iman kami
dalam suasana yang aman.
Terima kasih karena Indonesia yang damai adalah anugerahMu
yang nyata yang boleh kami nikmati sampai saat ini.

Tetapi kami mulai merasa menghadapi tantangan di mana kedamaian itu mulai
dikoyakkan,
pelayanan-pelayanan di berbagai bidang
mulai dicemari kepentingan-kepentingan yang merusak.
Kami mau tetap menjadi pejuang-pejuang KerajaanMu.
Semoga Engkau membantu kami,
dan bersama Rosario, pedang rohani yang Engkau anugerahkan kepada kami,
semoga kami dapat melawan kejahatan-kejahatan
yang mengancam bangsa kami,
yang mengancam masa depan anak-anak kami’
yang mengancam kehidupan GerejaMu.
Izinkan kami meminjam Hati Tak Bernoda Bunda Maria untuk menyembahMu.
Dan semoga melalui Bunda Maria kami dihantar kepada Yesus junjungan kami,
dan Tuhan Yesus mempersembahkan kami kepadaMu.

Salam Maria….

Bacaan Kitab Suci: Wahyu 12:1-10

Catatan Awal
Saya diminta memberikan renungan untuk rekoleksi bulanan dengan tema
Militansi Kekatolikan melawan Radikalisme. Ini tema yang berat, tapi karena tugas
saya adalah memberi renungan, saya memfokuskan diri pada hal-hal yang sifatnya
kerohanian. Saya percaya Gereja Katolik mempunyai sarana rohani yang luar
biasa kaya, dan dalam sejarah sudah terbukti keampuhannya dalam melawan apa
yang sekarang kita sebut radikalisme. Pertanyaannya, apakah kita benar-benar
percaya juga dan memanfaatkannya?
Apa yang disebut radikalisme Islam itu sebetulnya musuh purba, atau alat
yang sudah lama dipakai ular (Kitab Kejadian), atau naga berkepala tujuh (Kitab
Wahyu), yakni setan, iblis, untuk menghancurkan Gereja.
Di Indonesia radikalisme itu tidak hanya merupakan musuh Gereja, tetapi
musuh NKRI. Dan radikalisme itu sekarang bangkit dengan muka tebal, licik dan
berani mati. Muka tebal karena yang benar disalahkan, dan kejahatan
dipertontonkan, diarak dan dibela. Kalau sampai ada yang mengatakan: “Islam itu
biar korupsi pasti masuk surga. Sedangkan kafir biar baik tetap masuk neraka”,
pernyataan ini memalukan bahkan orang-orang Islam sendiri. Buya Safii Maarif,
misalnya jijik benar dengan putar balik seperti ini. Dia sendiri dicaci maki oleh
kelompok ini, sampai dia pernah katakan: “Di Indonesia, satu kata kebenaran lebih
berat dari dunia”. Itu muka tebal.
Radikalisme juga licik. Baru-baru ini Pak Wendie Razief Sutikno, yang
beberapa kali membantu pelatihan Kurikulum Digital di seminari berkisah tentang
bagaimana liciknya mereka, dalam mempengaruhi keputusan politik, sehingga dua
sayap pelayanan Gereja yang kuat di Indonesia itu, yang sangat dirasakan
manfaatnya oleh masyarakat, berjuang mereka patahkan. Pertama sayap
pelayanan medis. Rumah sakit – rumah sakit dan unit-unit pelayanan medis
sekarang tidak bisa bergerak, dilumpuhkan oleh berbagai aturan (Kepala Rumah
Sakit harus dokter, misalnya). Sayap pelayanan kedua adalah pendidikan.
Pendidikan Katolik yang dahulu efektif mencerdaskan bangsa, makin lama makin
terjepit. Etatisme, yakni kontrol pemerintah yang bersifat tunggal dan terpusat,
misalnya melalui dapodik, dan lain sebagainya, makin terasa menancapkan
cakarnya, dan kita semua seperti mati kutu, tidak bisa tidak lagi, mau tidak mau
ikut.
Radikalisme itu juga berani mati, karena mereka memang menebarkan apa
yang oleh Paus Yohanes Paulus II disebut “budaya kematian”. Terasa sekali
sekarang the joy of killing (sukacita pembunuhan), melalui aroma darah: terorisme,
bom bunuh diri, teriakan pembunuhan yang divideokan, latihan perang, bahkan
oleh anak kecil, sambil berteriak-teriak nama Tuhan. Buas dan mengerikan!
Bukankah ini gambaran naga berkepala tujuh?
Iman tanpa perbuatan adalah mati. Itu kata St. Yakobus dalam suratnya. Dan
itu benar. Kita tidak hanya melawan dengan iman, dengan doa. Tapi dengan duduk
bersama, dengan buat rencana bersama, dengan aksi. Dan yang ini, mudah-
mudahan menjadi bagian dari pergumulan kita bersama, di sini dan nanti bersama
umat kita. Pergumulan di sini itu bagaimana?
Paus Fransiskus baru-baru ini meminta agar imam, seorang gembala harus
“berbau” domba – merasakan apa yang dirasakan umat. Menanggapi seruang
Paus ini, pemimpin Yesuit mengatakan seorang gembala zaman sekarang harus
memiliki tiga “bau”: bau domba, “bau” perpustakaan, dan “bau” masa depan –
punya visi. Bergumul/aksi melawan radikalisme berarti punya rasa solider yang
kuat dengan umat, tapi punya karakter intelektual yang kokoh, dan punya visi
tentang masa depan. Itu perbuatan / aksi yang harus kita buat.
Sementara itu, kita harus mengakui juga, perbuatan tanpa iman itu
kehilangan roh, kehilangan api, kehilangan jiwa. Padahal Yesus berkata: “Aku
datang untuk melemparkan api!” Dan tugas kita adalah berusaha agar api itu tetap
bernyala. Kalau tidak, perbuatan kita menjadi semata humanisme, tindakan
kemanusiaan.
Ada anekdot mengenai seorang beriman yang mengayuh perahu untuk
mengantar seorang turis yang ateis menyeberangi danau. Dia memakai dua
dayung. Pada dayung yang satu dia tulis “bekerja”, pada dayung yang lain, dia tulis
“berdoa”. Saat turis yang ateis itu melihat dua dayung itu dia protes, “mengapa
harus berdoa? Sekarang kan kau kerja”. Lalu orang itu membuang dayung yang
ada tulisan “berdoa”, dan hanya menggunakan dayung yang ada tulisan “bekerja”.
Hasilnya, sampan itu memang jalan, tapi berputar di tempat, tidak sampai pada
tujuan.
Iman tanpa perbuatan adalah mati, tetapi perbuatan tanpa iman kehilangan
roh, kehilangan api, kehilangan jiwa, kehilangan arah, kehilangan tujuan. Melalui
renungan ini, saya coba masuk ke iman tadi. Saya coba fokus pada kekuatan iman
kita, yang adalah api, yang adalah jiwa itu. Apalagi tema renungannya adalah
militansi kekatolikan melawan radikalisme. Yang saya pahami tentang militansi
adalah keteguhan kita dalam beriman. Dalam situasi apapun kita tidak goyah.
Beriman itu tidak mungkin diungkapkan tanpa doa. Jadi militansi, dalam hal ini
berarti, dalam situasi apapun, kita tetap teguh, percaya pada kekuatan doa.

Pedang Melawan Kejahatan


Saya mulai dengan sesuatu yang mungkin nampaknya kuno atau naif. Naif
itu berasal dari Bahasa Inggris, yang berarti percaya polos, percaya bodoh-bodoh.
Saya mulai dengan sarana ini: Rosario. Saya ingin berbicara khusus tentang
Rosario ini, karena pada tahun ini kita sebetulnya mengenang dan merayakan 100
tahun penampakan Bunda Maria di Fatima kepada tiga anak yang sedang
menggembalakan domba: Lusia, Yacinta dan Fransisco. Penampakan itu terjadi
setiap tanggal 13, mulai dari 13 Mei 1917 sampai, yang terakhir, tanggal 13
Oktober 1917. Pada tanggal 13 Oktober 1917, pada penampakan yang terakhir
kepada ke-3 anak itu, Bunda Maria menyatakan siapa dirinya. Dia adalah Bunda
Rosario, atau Ratu Rosario. Saat itu terjadi Mukjizat Matahari, yang disaksikan oleh
70-an ribu orang.
Kita kembali ke Rosario. Yang kita lihat itu sejumlah manik-manik ringan,
murah, tidak berbahaya apa-apa. Tapi yang tidak kita lihat – dan itulah yang dilihat
Tuhan, dilihat para malaekat, dilihat setan, adalah bahwa Rosario ini pedang,
pedang rohani, senjata rohani, yang dianugerahkan Tuhan kepada kita untuk
memenggal kepala ular (Kejadian), atau naga berkepala tujuh (Wahyu). Naga itu
tidak mungkin bisa dipenggal kepalanya tanpa pedang.
Mungkin kita tidak percaya. Tapi sepanjang sejarah Gereja, Rosario terbukti
menjadi pedang yang ampuh, yang dipakai untuk meremukkan kepala ular atau
memenggal naga berkepala tujuh, yang antara lain muncul dalam gerakan Islam
radikal.
Pengalaman paling mutakhir, modern, di mana Rosario benar-benar menjadi
pedang yang melumpuhkan Islam radikal, terjadi pada akhir tahun 2014, lalu
sepanjang tahun 2015-2016, tahun lalu di Nigeria, Afrika. Ini pengalaman seorang
uskup dari keuskupan Maiduguri, Borno, Nigeria pada bulan Desember 2014,
ketika Gereja di tempat itu benar-benar dicabik-cabik oleh sekelompok Islam
radikal bernama Boko Haram.
Kelompok Boko Haram ini benar-benar buas. Mereka menyebarkan teror
yang sangat mengerikan. Ribuan orang dibunuh secara biadab. Anak-anak
ditangkap, dimasukkan di dalam kandang, lalu dibakar hidup-hidup. Demikian juga
ibu-ibu. Para gadis ditarik ke hutan, diperkosa lalu dibakar. Gambaran Kitab Suci
yang mengatakan bahwa muncul naga berwarna merah padam besar berkepala
tujuh, seperti nyata sekali. Ada ± 350 gereja dibakar. Banyak imam, biarawan/i
dibunuh, dianiaya. Banyak terpaksa melarikan diri. Jutaan umat kelaparan.
Uskup Oliver Doeme menderita sekali. Tapi dia putuskan tetap berada di
keuskupannya bersama sebagian imam dan umat yang menderita. Suatu waktu,
dalam keadaan kalut, depresi, putus asa, dia masuk Gereja, dan berdoa Rosario di
depan Tabernakel. Tiba-tiba Tuhan Yesus menampakan diri kepadanya sambil
membawa sebuah pedang baja yang tajam. Tuhan Yesus menyerahkan pedang itu
kepada Bpk. Uskup. Begitu Bpk. Uskup bangun dan menerima pedang itu, pedang
itu secara mistis berubah jadi Rosario. Lalu tiga kali Tuhan Yesus katakan ini:
“Boko Haram akan lenyap, Boko Haram akan lenyap, Boko Haram akan lenyap”.
Ini kejadian pada bulan Desember 2014. Selama satu bulan Bapak Uskup
diamkan saja, sambil terus merenung dan berdoa dan mencoba memahami apa
maksud yang terkandung dalam pengalaman rohani itu. Akhirnya pada bulan
Januari 2015, saat pertemuan dengan para imam, Bapak Uskup menceritakan apa
yang dia alami. Dan dia meminta para imam seluruhnya untuk berdoa Rosario
setiap hari. Dia meminta agar semua umat di paroki-paroki berdoa Rosario. Jadilah
sebuah gerakan doa Rosario bersama-sama, satu keuskupan. Juga dibuat
perarakan patung Maria dari tempat ke tempat.
Pada tahun 2016, dalam sebuah stasiun radio di London, ketika
berkesempatan ke Inggris, bapak Uskup menyampaikan bahwa Boko Haram
hampir seluruhnya lenyap dari keuskupannya. Tidak ada lagi umat yang dibunuh.
Tidak ada lagi imam yang dikejar dan dibunuh. Dia sendiri tidak pernah mengalami
kesulitan kalau dia pakai jubah uskupnya di depan umum. Bahkan keuskupan
sendiri mendapatkan sebidang tanah yang cukup luas untuk mendirikan tempat
ziarah Bunda Maria.
Melalui pengalaman dan peristiwa ini, surga berbicara kepada Uskup Oliver
Doeme. Tuhan berbicara juga kepada kita. Kalau kita memegang Rosario di tangan
kita, nampaknya tidak ada apa-apanya. Namun Tuhan, para malaekat kudus,
maupun malaekat yang telah jatuh, yakni iblis, tahu bahwa di balik Rosario ini ada
kekuatan yang luar biasa, yang sulit dipercaya. Itu sebabnya setan-setan sangat
takut, dan sangat membencinya.

Anjing Tuhan
Rosario itu, dalam sejarah Gereja, begitu dahsyatnya, sehingga bahkan
menyelamatkan bangsa, menyelamatkan kebudayaan. Eropa itu, kalau bukan
karena Rosario, sudah lama sekali penuh dengan Al Quran. Ada banyak sekali
kisah pertempuran memperebutkan Eropa yang gagal karena daya kuasa Rosario.
Sebagian kecil kisah-kisah itu disinggung dalam buku ini. Ada pertempuran di kota
Kotor, Montenegro. Ada pertempuran di pulau Malta. Ada Pertempuran di Lepanto,
semuanya melawan Islam radikal, yang akhirnya dimenangkan, hanya karena
Rosario.
Mengapa Rosario itu sungguh merupakan kekuatan yang dahsyat? Pater
Donald Calloway MIC menulis sebuah buku berjudul Champions of the Rosary,
yang ringkasannya saya terjemahkan dalam buku kecil ini. Buku itu merupakan
hasil risetnya yang panjang, ditulis selama kurang-lebih 3 tahun. Dalam buku itu dia
mengungkapkan banyak hal tentang Bunda Maria, termasuk berbagai fakta dalam
sejarah Gereja yang mengungkapkan kedahsyatan dari doa yang sederhana ini,
untuk melawan berbagai kekuatan jahat.
Dia sendiri sebetulnya seorang penjahat. Masa kecilnya sendiri sangat gelap.
Dia tidak kenal Tuhan. Sejak umur 14/15 tahun dia sudah mengenal dan memakai
berbagai jenis narkoba. Waktu dia pindah ke Jepang, karena ayahnya yang adalah
perwira Angkatan Laut Amerika bertugas di Jepang, dia masuk kelompok gang
Yakuzza, sebuah kelompok gang sangat terkenal di Jepang, yang hidup dengan
menjual kejahatan. Mereka ini menguasai dunia narkoba, pelacuran, dan sangat
terlatih untuk membunuh. Donald Calloway ini, saking begitu masuknya dalam
kelompk Yakuzza, lalu menjadi penjahat internasional. Pada umur 18 tahun
pemerintah Jepang mendeportasi Donald Calloway kembali ke Amerika. Ceritanya
panjang sekali sampai dia bertobat. Singkatnya, pada umur 21 tahun dia masuk
seminari, lalu ditahbiskan menjadi imam. Dia bergabung dalam ordo MIC – Maria
dikandung tanpa noda. Dia bertobat karena ini: Rosario.
Ketika dia mempelajari sejarah terbentuknya Rosario sejak awal sampai
bentuk jadinya yang kita miliki saat ini, dia mengambil kesimpulan dengan
menggunakan kata-kata Paus Leo ke-XIII, seorang Paus pendekar Rosario yang
luar biasa. Paus itu katakan, Rosario itu lebih merupakan senjata Allah daripada
senjata buatan manusia. Senjata itu ditempa Tuhan sendiri melalui bengkelNya,
yaitu Gereja, dan dalam terang SabdaNya yang hidup. Tuhan sendiri sebenarnya
bisa menciptakan senjata ini dari awal mula. Tapi Dia memilih untuk bekerja sama
dengan manusia, yang mau mengimaniNya dan mau hidup dari terang SabdaNya.
Tuhan sendiri adalah penempa senjata itu. Pada waktu yang telah Tuhan tentukan
sendiri, Dia menghunus pedang itu, dan menyerahkannya kepada Bunda Maria,
dan Bunda Maria menyerahkan pedang itu pada orang-orang pilihannya, dari waktu
ke waktu, untuk disebarkan pada seluruh umat beriman. Rosario itu sendiri adalah
Injil yang didoakan, Kitab Suci dalam bentuk manik-manik! Dalam Perjanjian Lama,
Kitab Suci didoakan, didaraskan melalui Mazmur. Dalam Perjanjian Baru, Injil
didoakan, Injil didaraskan melalui Rosario.
Kapan Rosario itu mendapat bentuknya seperti sekarang, menjadi Senjata,
Pedang Rohani bagi kita kaum beriman? Menarik sebetulnya menelusuri sejarah
dari awal, yang Pater Donald Calloway sebut sebagai anteseden Rosario. Tapi
baiklah kita langsung mulai pada abad ke-13. Banyak sekali peristiwa terjadi pada
abad itu.
Antara lain, seorang wanita kudus mengandung, dan dalam suatu
penglihatan, dikatakan, dia mengandung dan akan melahirkan seekor anjing. Di
mulut anjing itu ada obor yang menyalakan terang ke seluruh dunia. Anak yang dia
lahirkan itu bernama Dominikus. Dia terkenal sangat cerdas. Pada umur 24 tahun
dia sudah menjadi seorang imam diosesan, yang bekerja di wilayah Prancis bagian
selatan.
Pada waktu itu muncul kelompok bidaah, kelompok yang menentang ajaran
iman yang benar, yang disebut kaum Albigensian. Kaum Albigensian membagi
dunia atas dua: yang rohani dan yang materi. Yang rohani itu baik, sedangkan
yang materi itu jahat. Tuhan, yang rohani, yang baik itu tidak mungkin masuk ke
dalam yang materi. Karena itu mereka menyangkal inkarnasi, penjelmaan Allah
menjadi manusia. Mereka menyangkal peristiwa sengsara, salib dan wafat Tuhan
Yesus Kristus. Mereka menyangkal keperawanan Maria. Ringkasnya, pokok-pokok
ajaran iman yang benar ditolak.
Dominikus berkotbah melawan bidaah ini. Dia mengira, karena pintar, dia
gampang menaklukkan bidaah ini. Ternyata tidak bisa. Karena itu dia menyepi ke
hutan, mengadakan retreat dan mohon pertolongan Bunda Maria. Dalam suatu
penglihatan Bunda Maria muncul ke hadapan Dominikus, dan mengatakan bahwa
kaum bidaah Albigensian telah membuat dunia menjadi padang gurun yang tandus.
Gurun yang tandus itu tidak bisa dihadapi dengan kekuatan manusia. Gurun yang
tandus itu hanya bisa ditaklukkan dengan tetesan embun surgawi. Tetesan embun
itu pertama-tama dicurahkan melalui Salam Malaekat. Bunda Maria meminta
Dominikus berdoa 150 Mazmur Maria, ditambah 15 kali Bapa Kami, sambil
merenungkan misteri-misteri suci yang berkenaan dengan kehidupan Yesus. Doa
ini oleh Bunda Maria disebut Battering ram – PALU GODAM, PEMUKUL, senjata
yang akan meremukkan kaum bidaah Albigensian. Maka mulailah Dominikus
mengambil manik-manik dari biara dan berdoa seperti yang diajarkan Bunda Maria.
Ke mana-mana dia berkotbah tentang doa ini yang adalah senjata. Benar sekali.
Ada banyak kisah di mana Bunda Maria sungguh-sungguh membantu
melenyapkan bidaah ini (Bidaah ini banyak sekali melakukan penganiayaan dan
pembunuhan – sebentuk radikalisme dalam Gereja Katolik).
Dominikus lalu mendirikan Ordo Pengkotbah agar banyak orang bergabung
bersama melawan kaum bidaah, dan agar banyak orang menyebarkan senjata ini
ke seluruh dunia. Kaum pengikut Dominikus ini disebut Dominikanis. Dalam bahasa
Latin, Dominikanis berarti anjing Tuhan. Itu sebenarnya arti penglihatan yang
dialami mamanya ketika mengandung anaknya: bahwa anaknya akan menjadi
anjing Tuhan, yang tugasnya adalah menggonggong para serigala yang datang
untuk merongrong iman yang benar di dalam Gereja.
Sejak saat itu Rosario menjadi doa yang dipakai sebagai senjata untuk
mengalahkan kekuatan jahat. Karena itu banyak imam, biarawan/ti, yang
menggantungkan Rosario di pinggang sebelah kiri, karena Rosario itu seperti
pedang yang siap ditarik dan dihunus!

Guadalupe
Tapi ada yang sama sekali tidak bergembira dengan Senjata ini. Siapa lagi
kalau bukan si iblis. Banyak sekali aksi dendam yang dilakukan si jahat dan
membuat Gereja menderita karena si jahat ingin sekali melenyapkan senjata ini.
Ada rupa-rupa cara: ada wabah, ada pembakaran dan pembumi-hangusan
dokumen-dokumen, ada kekerasan, ada pertumpahan darah di mana banyak
orang menjadi martir-martir Rosario.
Salah satu aksi dendam yang dilakukan si jahat adalah perpecahan di tubuh
Gereja pada abad ke-16, yang dimotori oleh seorang imam, yang tidak puas
dengan Gereja, lalu melarikan seorang suster dari jendela biara dan menikahinya.
Imam itu adalah Martin Luther. Salah satu yang dia benci adalah Rosario. Dia
katakan Rosario itu dongeng penuh kedunguan. Banyak sekali kisah di seputar ini.
Pokoknya, Gereja tercabik-cabik. Banyak yang dibunuh, banyak yang dianiaya, dan
berjuta-juta murtad.
Tapi Tuhan tidak tinggal diam. Muncul beberapa pembela Rosario yang
terkenal, misalnya Santo Karolus Boromeus, dan Santo Philipus Neri. Abad ini juga
dikenal sebagai abad para misionaris. Mereka menyebar ke mana-mana tanpa
bawa apa-apa, kecuali Kitab Suci dan Rosario. Dengan senjata ini mereka
menyebarkan Injil ke seluruh dunia dan berhasil luar biasa.
Tahun 1525, kaum Dominikan bertolak ke Meksiko, mewartakan Injil di sana.
Ada banyak sekali kisah di mana Bunda Maria menolong. Enam tahun setelah
mereka mewartakan Injil di Meksiko, terjadilah penampakan yang terkenal di
Guadalupe, Meksiko, pada tahun 1531. Bunda Maria menampakkan diri kepada
seorang petani bernama Juan Diego. Untuk meyakinkan Uskup akan penampakan
itu, muncullah gambar Bunda Maria berselubungkan matahari yang terkenal dalam
tilma milik Juan Diego.
Penampakan ini berdampak besar sekali. Delapan juta orang meninggalkan
agama Aztek yang penuh dengan korban manusia dan menjadi Katolik. Lihatlah! Di
Eropa Gereja tercabik, jutaan orang meninggalkan Gereja. Ada jurang yang
menganga. Di belahan dunia yang lain, Bunda Maria mengisi kembali jurang itu
dengan berjuta-juta orang yang bertobat.

Bunda Maria dari Las Lajas, Kolumbia


Setan, seperti biasa, sangat membenci perkembangan ini. Serangan setan
tidak hanya terjadi dari luar Gereja, melalui kaum bidaah, melalui gerakan-gerakan
radikal, perpecahan, dll. Serangan juga terjadi dari dalam tubuh Gereja.
Ada sekelompok imam Yesuit, yang disebut kaum Bollender, yang
menyerang Rosario. Kerja mereka sebetulnya bagus sekali. Mereka menyelidiki
riwayat hidup Santo Santa dan membuat publikasi. Tapi mereka terkena rasa iri
hati. Mereka iri hati, mengapa Bunda Maria menyerahkan Senjata Rosario ini
kepada santo Dominikus dan bukan kepada santo-santo yang lain. Mereka lalu
melancarkan propaganda bahwa Rosario sebagai senjata itu dongeng belaka,
omong kosong, tidak terbukti, tidak ada dokumen historis yang membenarkannya.
Saat itu, Paus Benediktus XIII (tiga belas) naik tahta. Dia melawan kritikan
kelompok Bollender itu. Dia mengatakan bahwa kritikan itu tidak berdasar, tidak
benar. Untuk membuktikannya dia minta para ahli terbaik di dalam Gereja untuk
melakukan studi kepustakaan dan dokumen di Perpustakaan Vatikan. Setelah
bertahun-tahun membuat penyelidikan, para ahli tiba pada kesimpulan bahwa
Rosario itu sama sekali bukan legenda, bukan dongeng kosong. Rosario itu
kebenaran..
Ketika kelompok Bollender ini menimbulkan keresahan dan kebingungan,
Tuhan menganugerahkan rahmat yang luar biasa kepada dunia, melalui
penampakan Bunda Maria di Las Lajas, Kolumbia, tahun 1754. Dalam
penampakan kepada seorang ibu dan anak yang bisu dan tuli, muncullah begitu
saja sebuah gambar di batu, yang sampai sekarang tak terpecahkan.
Gambar itu melukiskan Bunda Maria sebagai Ratu yang sedang
menggendong bayi Yesus, dan Bunda Maria memberikan senjata Rosario kepada
Santo Dominikus. Kisahnya amat menarik!
Sampai saat ini ilmu pengetahuan tak mampu menjelaskan bagaimana
gambar itu bisa tercetak begitu saja. Tuhan dengan caraNya meneguhkan
kebenaran iman yang terpelihara dalam devosi dan kesalehan yang sering kali
dicurigai atau dianggap naïf oleh kaum akademik.
Pejuang-Pejuang Rosario
Dendam si jahat dilancarkan bertubi-tubi. Setelah peristiwa Guadalupe,
muncul gelombang serangan Islam. Setelah peristiwa penampakan di Las Lajas,
muncullah gelombang serangan melalui rasionalisme, revolusi Prancis, melalui
modernisme, yang kita rasakan sampai sekarang. Pada masa revolusi Prancis
misalnya, para pemimpinnya mengolok-olok Bunda Maria dengan membawa
seorang pelacur, dan membaringkannya hampir sepenuhnya telanjang di atas altar,
di Gereja Notre Dame (Bunda Kita), Gereja yang dipersembahkan kepada Bunda
Maria. Mereka lalu berlutut dan berteriak: “Salam ya dewi, penuh akal budi”.
Sebuah olokan untuk menyingkirkan Rosario dan memuja akal budi.
Tapi sementara itu, Tuhan terus menganugerahkan kepada kita pejuang-
pejuang Rosario. Kita sebut beberapa: tahun 1858, muncul seorang gadis bernama
Ernadette Soubirous. Bunda Maria menampakkan diri kepadanya, dan berdoa
Rosario bersama-sama. Penampakan itu membangkitkan revolusi Rosario. Lalu
muncul seorang Paus pencinta Rosario luar biasa, Paus Leo ke XIII. Dia
menerbitkan 11 ensklik khusus tentang Bunda Maria. Dia itu yang menggubah doa
kepada Malaekat Agung Santo Mikhael, setelah dia mendapat penampakan bahwa
Tuhan mengizinkan setan untuk memporakporandakan Gereja selama 100 tahun.
Muncul pejuang Rosario bernama Beato Bartolo Longo, bekas imam setan, yang
kemudian menjadi pencinta Rosario. Muncul Santo Maximilianus Kolbe dengan
gerakan Ksatria Imakulata yang sampai sekarang terus berkembang. Pada tahun
1917, kita tahu, ada penampakan yang terkenal itu, di mana Bunda Maria
menamakan dirinya Bunda Rosario. Tahun 1921 muncul Frank Duff yang
mendirikan Legio Maria. Legio Maria ini begitu dibenci oleh setan, sampai Mao-
Tse-Tung mengumumkan bahwa Legio Maria adalah musuh Negara nomor satu!
Setelah itu muncul berbagai macam penampakkan, yang pada akhirnya meminta
umat berdoa Rosario.
Banyak sekali mukjizat menyertai para pejuang Rosario itu. Salah satu
mukjizat yang barangkali baik dikisahkan adalah yang berkenaan dengan seorang
penjahat bernama Ted Bundy.

Cahaya dari Timur


Pada zaman kita ini, kita dianugerahkan cahaya dari timur, dari Polandia,
yakni Bapa Suci Yohanes Paulus II, seorang pencinta Rosario yang istimewa. Baru
dua minggu menduduki tahta suci, dia sudah umumkan bahwa Rosario adalah doa
kecintaannya.
Dan melalui Surat Apostoliknya yang berjudul Rosarium Virginis Mariae,
dia mengasah pedang Rosario secara baru, dengan menambahkan Peristiwa
Cahaya.
Banyak bisa diceritakan mengenai Peristiwa Cahaya. Namun yang penting
untuk kita adalah bahwa Peristiwa Cahaya ini datang pada waktunya, untuk
menangkal banyak tantangan modern yang kita alami.
Saat Senjata Rosario diberikan kepada Santo Dominikus, kaum Albigensian
menyangkal semua kebenaran hakiki dari iman kita yang kita renungkan dalam
Peristiwa Gembira, Peristiwa Sedih dan Peristiwa Mulia.
Sekarang ini, Misteri Cahaya ditambahkan kepada kita, Rosario diasah
secara baru, karena kebenaran-kebenaran hakiki di dalam misteri ini sedang
disangkal secara terang-terangan di zaman kita ini.
Misalnya, kita sedang mengalami semacam ketidakpedulian terhadap rahmat
permandian. Di berbagai belahan dunia, banyak orang tidak ingin dipermandikan,
atau permandian anak-anak ditunda. Atau mungkin di tempat kita, kewajiban-
kewajiban iman sebagai buah dari rahmat permandian itu disangkal, paling-paling
hanya diritualkan pada saat ada pembaharuan janji babtis pada malam paskah.
Keluarga-keluarga mengalami tantangan yang luar biasa dahsyat.
Perselingkuhan membabi-buta. Perceraian meningkat. Muncul jenis-jenis
perkawinan aneh, antar sesama jenis, dengan binatang dan lain-lain. Aborsi pada
zaman kita, mencapai tahap yang amat menggila! Peristiwa kedua, yakni Yesus
menyatakan diri dalam perkawinan di Kana, sangat kita butuhkan untuk
memenggal kepala naga yang menggeranyangi kehidupan keluarga.
Demikian pun dengan peristiwa ketiga: Yesus memaklumkan Kerajaan Allah
dan menyerukan pertobatan. Kerajaan apakah yang sedang diwartakan di dunia
saat ini? Dengan sekali click, pornografi, misalnya, meracuni sudut-sudut
kehidupan. Okultisme (jimat, guna-guna, dukun) merebak ke mana-mana.
Kekerasan, bahkan pembunuhan dianggap kebajikan dan ungkapan iman akan
Allah. Itulah yang disebut Paus Yohanes Paulus II sebagai “budaya kematian”.
Hoax, berita bohong memecah-belah masyakat. Di televisi bahkan sudah
diberitakan adanya Gereja Lusifer. Ada juga banyak film tentang setan dan kita
senang menikmatinya, seakan-akan kita terhibur oleh si jahat. Masyarakat kita
sungguh sedang sakit. Karena itu, sangat dibutuhkan suatu pertobatan yang
sungguh di zaman ini.
Begitu pula dengan peristiwa keempat: Yesus dimuliakan di Gunung Tabor.
Ada upaya-upaya luar biasa keras untuk menolak keallahan Yesus, untuk
menyamakan saja Yesus dengan pewarta-pewarta agama lain, padahal Yesus
adalah Tuhan, Dia adalah satu-satunya pintu kepada Bapa. Berapa banyak orang
yang tidak memercayai Yesus sebagai Tuhan, dan karena itu tidak percaya akan
Transfigurasi?
Peristiwa terakhir berbicara tentang Ekaristi. Berapa banyak orang, bahkan
di kalangan Katolik, yang tidak percaya akan kehadiran riil Tuhan Yesus dalam
Ekaristi, tidak menghormati Ekaristi dan tidak menghayati Ekaristi di dalam hidup?
Itulah sebabnya Misteri Cahaya yang dianugerahkan kepada kita melalui St.
Yohanes Paulus II adalah senjata yang sangat dibutuhkan untuk melawan naga
yang menyerang kehidupan kita di zaman ini.
Kita diminta untuk mengembangkan militansi, tidak dengan omong, tidak
dengan diskusi macam, tetapi dengan berbuat sesuatu, menggalakkan doa Rosario
dengan jiwa yang membara karena itulah senjata kita yang sangat ampuh untuk
melawan naga berkepala tujuh yang bergentayangan di mana-mana di tengah
kehidupan kita. Senjata itu sanggup memenggal dan meremukkan kepala naga, si
iblis, yang merusakkan kepribadian kita, keluarga kita, masyarakat kita, bangsa kita
dan dunia.
Kita semua dapat menjadi pejuang-pejuang dan pemenang-pemenang
Rosario karena kita semua adalah orang Katolik. Mari kita memiliki Rosario. Mari
kita mendaraskannya lebih sering daripada yang belum pernah kita lakukan, lebih
sering daripada kegemaran kita meng-gunakan HP kita.
Mari kita melakukannya secara pribadi. Namun juga mari kita melakukannya
secara bersama-sama. Karena ketika kita mendaraskan Rosario bersama-sama,
Rosario menjadi seperti halilintar dan guntur, yang menghentak dan membuat si
jahat bertekuk lutut. Bayangkan kalau sekolah-sekolah kita menjadi semacam
‘Benteng Rosario”, dari anak-anak kecil, sampai guru-guru, kita berdoa Rosario,
kita pasti akan sama-sama mengambil bagian dalam nyanyian kemenangan,
seperti yang ditulis dalam Kitab Wahyu:
“sekarang telah tiba keselamatan dan kuasa
dan pemerintahan Allah kita
dan kekuasaan Dia yang diurapiNya”.

Mataloko, 30 Sept. 2017


Rekoleksi untuk siswa SMA Seminari
Rm. Nani Songkares, Pr

Anda mungkin juga menyukai