Anda di halaman 1dari 7

INTUBASI ENDOTRAKEAL TUBE :

INDIKASI, CARA MELAKUKAN,


KOMPLIKASI DAN MASALAH
servasius epi | 02.49 | anasthesi|kesehatan|respirasi

INTUBASI ENDOTRAKEAL

Apa itu intubasi endotrakeal??


Intubasi endotrakeal adalah suatu tindakan memasukkan pipa khusus kedalam trakea, sehingga
jalan nafas menjadi bebas dan nafas menjadi mudah dibantu atau dikendalikan. Intubasi endotrakeal
dapat dilakukan dengan memasukkan pipa dari hidung, mulut atau trakeal stoma.
Apa indikasi di lakukannya pemasangan Intubasi endotrakeal???
Indikasi intubasi endotrakeal.
1. Pasien dengan gangguan/obstruksi jalan nafas yang tidak dapat ditangani dengan
sederhana.
2. Prosedur pembedahan dengan posisi pasien yang tidak biasa (misalnya duduk atau
tengkurap) diperlukan non-kinking tube dalam pelaksanaannya.
3. Operasi pada daerah kepala dan leher. Mungkin diperlukan intubasi nasotrakeal.
4. Proteksi saluran nafas terhadap aspirasi (darah, makanan). Misalnya pada pasien bedah
mulut atau pasien dengan lambung penuh yang dilakukan tindakan pembedahan dan
memerlukan anastesi umum. Disini ET dengan cuff melindungi saluran nafas bawah terhadap
aspirasi.
5. Pada tindakan bedah yang memerlukan kontrol pernafasan atau menggunakan
pelumpuh otot.
6. Untuk melakukan penghisapan pada saluran pernafasan.
7. Posisi dimana pasien dengan posisi miring atau telungkup. Pada posisi ini biasanya
untuk menyalurkan udara kedalam saluran nafas secara normal adalh tidak munkin. Karena itu
sangat diperlukan pemasangan ET.
8. Operasi bedah toraks atau operasi intra thoraks. Pneumotoraks merupaka masalah yang
memerlukan banyak pemikiran, akan tetapi sangat mudah ditanggulangi pernafasannya melalui
pemasangan ET.
9. Operasi intraabdomen, Operasi intra peritoneum. Penggunaan pelumpuh otot dan
pernafasan buatan sangat diperlukan.
10. Operasi pada anak-anak.
11. Operasi yang diduga akan terjadi suatu mayor hemorraghe.
12. Suatu prosedur anestesi dimana pasiennya jauh dari anestesiolog. Anestesia
endotrakeal dapat dilakukan dengan memasukan anestesi kedalam trakea dengan cara
memasukan tube melalui laring (trakeotomi) ke dalam trakea.
13. Beberapa keadaan non bedah tertentu, misalnya Grave asphyxia neonatorum,
Resuscitating patient, Grave laryngeal obstruction, Pasien dengan atelektasis dan tanda eksudat
pada paru ataupun pada pasien yang sakit parah.
14. Apabila terjadi suatu komplikasi dalam tehnik anestesi seperti hipotermia atau hipotensi.
15. Keadaan dimana intermitten possitive presure breathing akan digunakan.
Indikasi Utama Intubasi di Unit Terapi Intensif

Menjamin atau mempertahankan jalan nafas agar bebas.


Mencegah aspirasi isi saluran cerna
Memungkinkan penghisapan trakeal secara adekuat
Memberikan oksigen konsentrasi tinggi
Pemberian tekanan positif pada jalan nafas
Bagaimana Cara melakukan intubasi endotrakeal???
1. Posisikan pasien dalam kondisi normal. Pada pasien dewasa berikan bantal setebal 10
cm dibawah kepala (air sniffing position).
2. Posisi kepala pasien netral, pandangan tegak lurus keatas.
3. Buka mulut pasien, masukkan laringoskop yang sudah siap dengan cara pegang gagang
dengan tangan kiri, masukkan bilah kedalam mulut secara miring dan serong kearah mukosa pipi
kanan.
4. Masukkan hati-hati hingga ujung bilah mendekati pangkal lidah, geser pelan-pelan
arahkan bilah kebagian tengah lidah, sehingga lidah bagian depan dan tengah berada diatas
bilah. Dorong pelan-pelan dan hati-hati lebih kedalam hingga ujung bilah tepat dipangkal lidah.
Keseluruhan lidah sudah diatas bilah. Angkat gagang dan bilah kearah depan (jangan diungkit)
sehingga seluruh lidah epiglotis terangkat dan daerah rima glotidis terlihat jelas, serta terihat pita
suara.
5. Ambil pipa ET (arah lengkungan ke depan), arahkan ujung pipa ET menuju rima glotidis.
Pada saat pita suara terbuka, masukkan pipa hingga seluruh cuff masuk tepat dibawah pita
suara.
6. Hubungkan dengan mesin nafas atau mesin anestesi. Berikan oksigen dan lakukan
penilaian apakah pipa ET sudah tepat kedudukannya. Amati pengembangan dada, apakah
simetris dan mengembang besar, serta dengarkan suara nafas apakah sama antara paru kanan
dan paru kiri. Bila terlalu dalam, tarik pelan-pelan.
7. Setelah semuanya tepat, pasang pipa orofaring, lakukan fiksasi pipa ET dengan plester
dengan kuat.

Gambar Posisi air sniffing


Apa saja keuntungan dan kerugian dari pemasangan intubasi pipa Endotrakeal tube??

Keuntungan pemasangan ET
1. Intubasi ET akan membantu saluran nafas yang bagus selama salurannya masih
terbuka.
2. Akan menurunkan normal anatomic dead space (75 ml) menjadi 25 ml.
3. Ventilasi dapat diukur dan dikontrol tanpa mempengaruhi lambung dan usus.
4. Akan mengurangi kemungkinan aspirasi sekresi, darah, jaringan dan muntah secara
drastis.
5. Ventilasi dapat diukur dan dikontrol walau pada posisi lateral telungkup atau lainnya.
6. Respirasi dapat dikontrol selama pemberian obat pelumpuh otot.
7. Mempermudah dilakukan suction pada paru
8. Anestesiolog dan alat-alat anestesi dapat diletakan jauh dari daerah operasi jika
dilakukan operasi kepala atau leher.
Kerugian pemasangan intubasi ET
1. Intubasi ET akan menambah resistensi terhadap pernafasan. Untuk menjaga resistensi
sekecil mungkin dapat digunakan ET dengan diameter yang sesuai.
2. Trauma terhadap bibir, lidah, hidung, tenggorokan dan laring dapat saja terjadi,
mengakibatkan suara serak, sakit dan disfagia. Aberasi nukosa dapat diakibatkan oleh suatu
operasi empisema yang luas. Bila terjadi perforasi dari membran padadecussatio dari otot
krikofaringeal akan dapat mengakibatkan mediastinitis.
Apa saja masalah dalam melakukan intubasi Endotrakeal tube???

Masalah dalam intubasi

Intubasi endobronkial
Keadaan ini akan mengakibatkan ventilasi satu paru, shunting intrapulmoner,
hipoksemia, menurunnya ambilan agent anestesi inhalasi dan dapat menyebabkan kolaps salah satu
paru. Intubasi endobronkial paru kanan lebih sering terjadi karena bronkus kanan relatif lebih lurus.
Sangat penting melakukan pengecekan setelah melakukan intubasi agar posisi ET terletak tepat pada
trakea, dan juga setelah mengubah posisi pasien di meja operasi.
Intubasi esofageal
Intubasi esofageal dapat terjadi, dan hal ini akan dapat mengakibatkan keadaan yang
berbahaya (kesakitan atau kematian). Penting sekali untuk melakukan auskultasi suara nafas dan
mengamati pergerakan dari dada dan abdomen untuk mengetahui tepat atau tidaknya letak ET.
Sangat dianjurkan untuk menggunakan pemantauan dengan kapnografi dan oksimeter
denyut. Pada kapnografi bila terjadi intubasi esofageal, maka tidak akan ada gambaran karbondioksida
yang keluar.
Apa saja penyebab kesulitan dalam melakukan intubasi??
Penatalaksaan yang tidak baik pada kesulitan intubasi akan meningkatkan angka kesakitan dan
dapat mengakibatkan kematian. Keadaan yang dapat terjadi antara lain trauma jalan nafas dan gigi,
aspirasi pulmoner dan hipoksemia
Kesulitan intubasi dapat terjadi oleh karena faktor pelaksana, alat dan faktor penderita. Kesulitan
intubasi oleh karena pelaksana dapat terjadi karena persiapan preoperasi yang buruk, persiapan alat
yang buruk, pengalaman yang kurang atau teknik yang tidak benar. Sedangkan faktor alat dapat oleh
karena malfungsi alat atau alat yang tidak tersedia. Faktor penderita yang dapat mengakibatkan kesulitan
intubasi dapat oleh karena kongenital atau didapat. Kesulitan tersebut diantaranya dapat diakibatkan oleh
karena penderita yang sangat gemuk dan kehamilan
Pada kehamilan, dapat terjadi kesulitan intubasi. Hal ini oleh karena glandula mammae yang
besar, badan yang gemuk, sembab mukosa saluran nafas bagian atas, penekanan kartilago krikoid yang
berlebihan, posisi pasien agak miring serta pasien sudah tertutup oleh kain operasi.
Tabel 1. Penyebab kesulitan intubasi.

Untuk menghindari kesulitan intubasi, maka penatalaksanaan dan persiapan preoperasi harus
tepat. Identifikasi pasien yang potensial diduga akan terjadi kesulitan dalam melakukan intubasi harus
dilakukan, untuk menentukan tindakan atau teknik anestesi yang tepat harus dilakukan.
Pada penatalaksanaan preoperasi, salah satu penilaian klinik yang dapat dilakukan untuk menilai
kemungkinan terjadinya kesulitan intubasi adalah tes Mallampati. Pasien membuka mulut semaksimal
mungkin yang dapat dilakukan disertai dengan lidah yang dijulurkan, dan pada saat itu kita melihat
daerah faring bagian posterior. Apabila saat tes Mallampati ditemukan bagian posterior faring tidak dapat
terlihat, maka kemungkinan nantinya akan terjadi kesulitan intubasi
Persiapan preoperasi yang dapat dilakukan adalah pemberian obat antisialogogue untuk
mengurangi sekresi jalan nafas dan pemberian obat-obat ansiolitik (tidak pada pasien dengan obstruksi
jalan nafas). Selain itu perlengkapan intubasi harus selalu lengkap, termasuk jarum krikotiroidomi jika
sewaktu-waktu diperlukan
Pengunaan regional anestesi juga merupakan teknik yang digunakan apabila diperkirakan akan
terjadi kesulitan intubasi. Akan tetapi tindakan untuk anestesia umum harus selalu disiapkan apabila
sewaktu-waktu terjadi komplikasi akibat tindakan regional anestesi
Selain menggunakan teknik intubasi endotrakeal, dapat pula dipertimbangkan penggunaan alat
lain yaitu sungkup laring atau LMA. Hal ini terutama apabila diperkirakan akan terjadi kesulitan intubasi.
Penggunaan pelumpuh otot durasi panjang untuk intubasi tidak diperbolehkan atau sangat tidak
dianjurkan, sehingga kita dapat mengantisipasi kesulitan yang mungkin timbul. Posisi kepala dan leher
yang tepat, preoksigenasi yang cukup, pemasangan jalur intravena yang baik serta pemantauan tanda
vital sangat diperlukan.
Pada pasien dengan resiko peningkatan regurgitasi dan aspirasi (misalnya pasien dengan
lambung penuh, kelainan intra abdomen, kehamilan) sebaiknya tidak menggunakan teknik inhalasi. Pada
kehamilan jika memungkinkan lebih baik menggunakan teknik regional anestesi. Preoksigenasi dan
rapid-sequence induction dengan menggunakan suksinilkolin dapat dilakukan pada pasien yang
diperkirakan tingkat kesulitan intubasinya kecil. Apabila intubasi gagal dilakukan, tidak diperbolehkan
menambahkan pelumpuh otot, pasien dibangunkan dan berusaha memanggil petugas yang lebih ahli.
Pada pasien dengan kesulitan intubasinya tinggi dan harus dilakukan anestesi umum, maka sangat
direkomendasikan menggunakan teknik awake intubation
Kegagalan intubasi

Angka kegagalan intubasi menurut laporan adalah 1 tiap 2000 tindakan dan pada pasien obstetri
adalah 1 tiap 300 pasien. Akibat yang dapat terjadi adalah meningkatnya angka kesakitan dan kematian.
Bila terjadi kegagalan intubasi, maka tindakan yang diambil harus tepat untuk tetap mempertahankan
oksigenasi dan mencegah terjadinya aspirasi isi lambung.
Hal yang perlu dilakukan apabila terjadi keadaan gagal intubasi adalah menggunakan alat-alat
anestesi lain yang kemungkinan dapat berguna. Salah satu yang dapat dan sangat sering digunakan
serta menunjukkan angka keberhasilan cukup tinggi adalah laryngeal mask airway (LMA) atau sungkup
laring. Selain itu pada keadaan yang sangat gawat, tindakan krikotiroidotomi dengan menggunakan jarum
yang besar dapat dilakukan
Apa Komplikasi yang timbul dari intubasi endotrakeal??
Komplikasi segera
Trauma pada bibir dan gigi, dislokasi rahang dan aritenoid, kerusakan pada laring dan
pita suara. Pada intubasi nasal dapat terjadinya epistaksis, trauma dinding faring. Trauma laring dapat
mengakibatkan postoperative croup, bronkospasme, laringospasme terutama pada anak-anak.
Komplikasi lambat
Biasanya terjadi pada intubasi jangka lama. Stenosis trakeal jarang terjadi, yang sering
adalah kerusakan mokosa trakea. Trauma pita suara akan berakibat terjadinya ulserasi atau
granulomata. Kejadian akan makin sering apabila ada infeksi saluran nafas atas.
Komplikasi selama laringoskopi
Bruises, abrasi dan laserasi mulut, faring, laring dan terkadang pada esofagus:
Bagian adantulos, tidak dijumpai komplikasi seperti pada daerah lain.
Bibir dapat mengalami trauma oleh karena kompresi yang terjadi, antara blade
laringoskop dengan gigi. Hal ini jelas akan memberi gangguan setelah operasi.
Kerusakan pada gigi, gusi ataupun gigi palsu dapat terjadi:
- Gigi dapat lepas atau patah bila dipakai sebagai tumpuan bilah laringoskop
- Pada anak-anak atau orang tua dimana giginya mudah goyang sering terjadi
pergeseran.
- Tanggal, sompal atau patah gigi harus segera diperbaiki.
INTUBASI LAMA
Pada umumnya intubasi endotrakeal dibatasi, tidak lebih dari tiga minggu. Trakeostomi dihindari,
kecuali bila bantuan jalan nafas masih diperlukan untuk jangka waktu tertentu.
Kerugian Intubasi Lama

1. Membutuhkan sedativa agar pipa dapat ditoleransi keberadaannya.


2. Ada kemungkinan pipa tercabut atau masuk kesalah satu bronkus utama.
3. Kerusakan laring yang dapat berakibat serius. Hal ini jarang terjadi bila, digunakan pipa yang
aman, intubasi tidak lebih dari 2 minggu. Udem laring dapat menjadi masalah setelah ekstubasi.
4. Stenosis trakea. Dengan menggunakan kaf bertekanan rendah, masalah tersebut jarang
timbul.
KAF (CUFF)

Tekanan tinggi yang diakibatkan kaf pipa karet merah dan pipa plastik yang lama, menyebabkan
kerusakan dinding trakea berupa ulserasi, dilatasi dan stenosis. Teoritis tekanan kaf pada dinding trakea
harus lebih rendah dari tekanan perfusi kapiler (32 mmHg), sehingga mikrosirkulasi trakea tidak terhenti.
Harus diingat bahwa distribusi tekanan kaf pada trakea juga penting.
Beberapa cara untuk mengurangin tekanan kaf pada dinding trakea, antara lain:
1. Mengempeskan kaf secara berkala.
2. Kaf ganda
3. Kaf busa (Kamen-Wilkinson)
Kaf yang mendapat rekomendasi di unit terapi intensif adalah yang berdinding tipis, bervolume
banyak, dan bertekanan rendah.
Bagaimana perawatan pasien yang di Itubasi???
Sambungan antara pipa, konektor/adaptor dan alat/mesin bantu nafas harus cukup kuat dan
tidak mudah lepas. Plester untuk pipa harus cukup kuat tetapi tidak menyebabkan cedera kulit atau oklusi
vena servikal, terutama bila terdapat hipertensi intrakranial.
Pipa harus diberi tanda, agar bila posisinya berubah dapat segera diketahui. Perawatan mulut
penting baik untuk intubasi melalui oral atau nasal. Kaf harus selalu mengembang, karena pengempesan
berkala tidak berguna.
Bila pipa diganti atau direposisi, jangan lupa memeriksa tekanan intrakaf dengan manometer
aneroid untuk menghindari tekanan yang berlebihan (jangan lebih dari 30 cm H2O).
Kenapa sampai terjadi hipoksia pada pemasangan intubasi Endotrakeal tube??
Hipoksia adalah defisiensi oksigen pada tingkat jaringan. Istilah ini lebih tepat digunakan
daripada anoksia, oleh karena jarang benar-benar tidak ada oksigen yang tertinggal dalam jaringan.
Secara tradisional, hipoksia diklasifikasikan menjadi empat jenis yaitu :
a. Hipoksia hipoksik yaitu Suatu keadaan dimana tekanan partial oksigen dalam arteri
(PaO2) berkurang oleh karena jumlah oksigen yang masuk ke jaringan kurang.
b. Hipoksia anemik yaitu Suatu keadaan dimana tekanan partial oksigen dalam arteri
(PaO2) tetap, tetapi jumlah hemoglobin yang tersedia untuk mengangkut oksigen kurang.
c. Hipoksia stagnan atau iskemik yaitu Suatu keadaan dimana aliran darah ke jaringan
sangat kurang, sehingga oksigen tidak dapat terangkut ke jaringan meskipun tekanan partial oksigen
dalam arteri (PaO2) dan jumlah hemoglobin normal.
d. Hipoksia histotoksik yaitu Jumlah oksigen yang diangkut ke jaringan adekuat, tetapi
jaringan tidak dapat menggunakan oksigen tersebut sebagaimana mestinya.
Resiko hipoksia pada pasien obstetri lebih besar terjadi oleh karena kapasitas fungsional residual
paru yang menurun atau lebih rendah hingga 20% dan peningkatan konsumsi oksigen meningkat hingga
20%. Resiko hipoksia lebih sering terjadi pada intubasi yang sukar dan lama atau pada pemberian obat
narkotika.
Hipoksia terjadi karena respiratory insufficiency yang dapat disebabkan karena obstruksi akut
jalan nafas berupa faktor intrinsik yaitu sekresi yang berlebihan. Hipersekresi merupakan efek samping
dari pemasangan ET, apalagi bila berlangsung lama. Respiratory failure juga dapat diakibatkan karena
faktor sentral pada daerah medulla dan pons akibat produk metabolik seperti retensi CO2. Hipoksia
semakin berat akibat pengelolaan yang tidak tepat yaitu penghisapan lendir yang kurang adekuat,
pemberian antibiotika yang terlambat yang dapat mengakibatkan infeksi jalan napas yang berakibat
hipersekresi dan febris. Pemberian Natrium bikarbonat saat ventilasi tidak adekuat menambah beratnya
retensi CO2 yang merupakan produk metabolitnya. Kemungkinan udem paru sebagai penyebab
kematian belum dapat disingkirkan, oleh karena pemeriksaan yang kurang lengkap. didukung kondisi
pasien sebelumnya berupa hipertensi kronis dan OMI.

Komplikasi Intubasi Endotrakheal.


A. Komplikasi tindakan laringoskop dan intubasi (Anonim, 1989)
a. Malposisi berupa intubasi esofagus, intubasi endobronkial serta malposisi laringeal cuff.
b. Trauma jalan nafas berupa kerusakan gigi, laserasi bibir, lidah atau mukosa mulut, cedera tenggorok,
dislokasi mandibula dan diseksi retrofaringeal.
c. Gangguan refleks berupa hipertensi, takikardi, tekanan intracranial meningkat, tekanan intraocular
meningkat dan spasme laring.
d. Malfungsi tuba berupa perforasi cuff.

B. Komplikasi pemasukan pipa endotracheal.


a. Malposisi berupa ekstubasi yang terjadi sendiri, intubasi ke endobronkial
dan malposisi laringeal cuff.
b. Trauma jalan nafas berupa inflamasi dan ulserasi mukosa, serta
ekskoriasi kulit hidung
c. Malfungsi tuba berupa obstruksi.

C. Komplikasi setelah ekstubasi.


a. Trauma jalan nafas berupa edema dan stenosis (glotis, subglotis atau
trachea), suara sesak atau parau (granuloma atau paralisis pita suara),
malfungsi dan aspirasi laring.
b. Gangguan refleks berupa spasme laring.
Anonim, (1986), Kesimpulan Kuliah Anestesiologi, edisi pertama, Aksara
Medisina, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai