Makalah Teknologi Pengalengan Iqbal
Makalah Teknologi Pengalengan Iqbal
METODE PENGALENGAN
D
I
S
U
S
U
N
Oleh :
Kelas : 4 KB
Pemblanchingan merupakan cara lain yang dapat digunakan untuk membunuh mikroba
patogen. Blanching adalah suatu cara perlakuan panas pada bahan dengan cara pencelupan ke
dalam air panas atau pemberian uap panas pada suhu sekitar 82-93 derajat Celsius. Waktu blansir
bervariasi antara 1-11 menit tergantung dari macam bahan, ukuran, dan derajat kematangan.
Blansir merupakan pemanasan pendahuluan bahan pangan yang biasanya dilakukan untuk
makanan sebelum dikalengkan, dibekukan, atau dikeringkan.
Proses blanching ini berguna untuk :
1. membersihkan jaringan dan mengurangi jumlah mikroba awal
2. meningkatkan suhu produksi produk atau jaringan
3. membuang udara yang masih ada di dalam jaringan
4. menginaktivasi enzim
5. menghilangkan rasa mentah
6. mempermudah proses pemotongan (cutting, slicing, dan lain-lain)
7. mempermudah pengupasan
8. memberikan warna yang dikehendaki
9. mempermudah pengaturan produk dalam kaleng.
Enzim dan mikroorganisme sering menimbulkan perubahan-perubahan yang tidak
dikehendaki pada bahan pangan, seperti pencokelatan enzimatis, perubahan flavor, dan
terjadinya pembusukan. Blanching akan menginaktifkan enzim, baik oksidasi maupun hidrolisis,
serta menurunkan jumlah mikroba pada bahan. Di dalam proses blanching buah dan sayuran,
terdapat dua jenis enzim yang tahan panas yaitu enzim katalase dan peroksidase, kedua enzim ini
memerlukan pemanasan yang lebih tinggi untuk menginaktifkannya dibandingkan enzim-enzim
lain. Apabila tidak ada lagi aktivitas enzim katalase atau peroksidase pada buah dan sayuran
yang telah diblansir, maka enzim-enzim lain yang tidak diinginkan pun telah terinaktivasi
dengan baik. Lamanya proses blanching dipengaruhi beberapa faktor, seperti ukuran bahan,
suhu, serta medium blanching.
Pencegahan kontaminasi mikroba juga dapat dilakukan dengan penyimpanan bahan
pangan dengan baik. Bahan baku segar seperti sayuran, daging, susu sebaiknya disimpan dalam
lemari pendingin. Proses pemasakan juga dapat membunuh mikroba yang bersifat patogen.
Proses blansing dapat dilakukan dengan cara mencelup potongan-potongan buah dalam
air mendidih selama 510 menit. Lama pencelupan tergantung jenis dan banyak sedikitnya buah
yang akan diolah. Secara umum, proses blansing perlu memperhatikan hal-hal berikut :
1. Proses blansing harus dilakukan sesuai dengan suhu dan waktu blansing yang telah ditetapkan
2. Air yang digunakan untuk proses blansir harus diganti secara rutin
3. Suhu akhir produk setelah blansir harus sudah mencapai suhu yang telah ditetapkan; dan
4. Produk yang telah diblansir tidak boleh dibiarkan melebihi waktu maksimum yang diijinkan.
d. Proses pengisian
1. Pembuatan medium
Medium yang dipergunakan untuk pengalengan ini ada 2 macam, yaitu medium larutan
gula yang dipergunakan untuk pengalengan buah dan cincau. Medium yang dipergunakan untuk
untuk sop sayur adalah kuah sop yang telah dimasak dengan rempah-rempah.
Medium digunakan dapat berupa sirop, larutan garam, kaldu atau saus tergantung produk
yang akan dikalengkan. Penambahan medium ini dilakukan untuk mempercepat penetrasi panas
dan mengurangi terjadinya korosi kaleng dengan berkurangnya akumulasi udara.
2. Proses memasukkan potongan buah ke dalam kaleng
Potongan buah yang telah diblansing kemudian dimasukkan ke dalam kaleng. Penyusunan
buah dalam wadah diatur serapi mungkin dan tidak terlalu penuh. Pada saat pengisian perlu
disisakan suatu ruangan yang disebut dengan head space.
3. Proses pengisian medium
Kemudian dituangkan larutan sirup, larutan garam, kaldu atau saus. Sama halnya dengan
pada saat pengisian buah, pengisian sirop juga tidak dilakukan sampai penuh, melainkan hanya
diisikan hingga setinggi sekitar 1-2 cm dari permukaan kaleng. Perlu diusahakan bahwa pada
saat pengisian larutan tersebut, semua buah dalam kondisi terendam.
e. Proses exhausting
Kaleng yang telah diisi dengan buah (dan sirop) kemudian dilakukan proses exhausting.
Tujuan exhausting adalah untuk menghilangkan sebagian besar udara dan gas-gas lain dari dalam
kaleng sesaat sebelum dilakukan penutupan kaleng. Exhausting penting dilakukan untuk
memberikan kondisi vakum pada kaleng setelah penutupan, sehingga
1. Mengurangi kemungkinan terjadinya kebocoran kaleng karena tekanan dalam kaleng yang
terlalu tinggi (terutama pada saat pemanasan dalam retort), sebagai akibat pengembangan
produk, dan
2. Mengurangi kemungkinan terjadinya proses pengkaratan kaleng dan reaksi-reaksi oksidasi
lainnya yang akan menurunkan mutu.
Tingkat kevakuman kaleng setelah ditutup juga dipengaruhi oleh perlakuan blansir,
karena blansir membantu mengeluarkan udara/gas dari dalam jaringan. Exhausting dapat
dilakukan dengan berbagai cara, antara lain dengan cara:
1. Melakukan pengisian produk ke dalam kaleng pada saat produk masih dalam kondisi panas,
2. Memanaskan kaleng beserta isinya dengan tutup kaleng masih terbuka, atau
3. Secara mekanik dilakukan penyedotan udara dengan sistem vakum.
o
Suhu dalam ruang exhausting adalah 80 90 C dan proses berlangsung selama 8-10
menit. Suhu produk ketika keluar dari exhauster adalah sekitar 60 - 70C. Pada setiap selang
waktu tertentu dilakukan pengecekan suhu produk yang keluar dari exhauster, apakah suhu
produk yang diinginkan tercapai atau tidak.
f. Proses penutupan kaleng
Setelah proses exhausting kaleng segera ditutup dengan rapat dan her-metis pada suhu
yang relatif masih tinggi. Semakin tinggi suhu penutupan kaleng, maka semakin tinggi pula
tingkat kevakumannya (semakin rendah tekanannya). Proses penutupan kaleng juga merupakan
hal yang sangat penting karena daya awet produk dalam kaleng sangat tergantung pada
kemampuan kaleng (terutama bagian-bagian sambungan dan penutupan) untuk mengisolasikan
produk di dalamnya dengan udara luar. Penutupan yang baik akan mencegah terjadinya
kebocoran yang dapat mengakibatkan kebusukan. Penutupan kaleng yang dilakukan sedemikian
rupa, diharapkan baik udara, air maupun mikroba dari luar tidak dapat masuk (menembus) ke
dalam, sehingga keawetannya dapat dipertahankan.
g. Proses sterilisasi
Setelah proses penutupan kaleng selesai, maka kaleng dimasukkan ke dalam keranjang
yang dipersiapkan untuk proses sterilisasi. Proses sterilisasi dilakukan dalam autoclave, untuk
koktail buah dan cincau digunakan suhu 100C dengan tekanan 0,8 bar selama 30 menit
sedangkan untuk sayuran digunakan suhu 115-121C dengan tekanan 1,05 bar selama 45-60
menit.
Sterilisasi merupakan proses untuk mematikan mikroba. Pada perinsipnya ada dua jenis
sterilisasi yaitu sterilisasi total dan sterilisasi komersial. Sterilisasi komersial yang ditetapkan di
industri pangan merupakan proses thermal. Karena digunakan uap air panas atau air digunakan
sebagai media pengantar panas, sterilisasi ini termasuk kedalam sterilisasi basah.sterilisasi
komersial harus disertai dengan kondisi tertentu yang mungkin mikroba masih hidup dan dapat
berkembang didalamnya.
Sterilisasi total adalah sterilisasi yang bertujuan untuk membunuh mikroorganisme
sehingga mikroba tidak lagi dapat berkembangbiak didalam suatu wadah/bahan pangan. Pada
sterilisasi total ini jika dilaksanakan maka tidak akan terdapat lagi mikroba-mikroba yang
berbahaya terutama pada Clostidium botilinum (Winarno, 1994). Selain bertujuan untuk
mematikan semua mikroba penyebab kerusakan, proses sterilisasi ini juga bertujuan untuk
memasakkan bahan sehingga bahan mempunyai tekstur, rasa dan kenampakan yang diinginkan.
Bahan dengan keasaman tinggi (acid food) tidak memerlukan suhu sterilisasi yang terlalu tinggi,
untuk itulah pada pengalengan koktail buah dan cincau suhu sterilisasi yang dipergunakan adalah
100oC dengan tekanan 0,8 bar, pada kondisi asam tersebut, mikroorganisme pembusuk dapat
dimatikan. Berbeda halnya dengan sayuran yang mempunyai pH > 4,5 atau bahan makanan
dengan keasaman rendah (low acid food) yang dimana sterilisasi pada suhu 100C tidak akan
efektif mematikan semua mikroba. Oleh karena itu digunakan suhu 121C dengan tekanan 1,05
bar. Pada suhu dan tekanan tersebut maka semua mikroorganisme patogen dan pembusuk akan
mati. Kondisi proses sterilisasi sangat tergantung pada berbagai faktor, antara lain :
1. Kondisi produk pangan yang disterilisasikan (nilai pH, jumlah mikroorganisme awal,dll )
2. Jenis dan ketahanan panas mikroorganisme yang ada dalam bahan pangan.
3. Karakteristik pindah panas pada bahan pangan dan wadah (kaleng).
4. Medium pemanas.
5. Kondisi penyimpanan setelah sterilisasi
h. Proses pendinginan
Setelah proses sterilisasi, kaleng kemudian didinginkan dengan air dingin. Pendinginan
pasca sterilisasi menjadi penting karena timbul perbedaan tekanan yang cukup besar yang dapat
menyebabkan rekontaminasi dari air pendingin ke dalam produk. Untuk itu perlu dipastikan
bahwa air pendingin yang digunakan memenuhi persyaratan mikrobiologis. Untuk industri besar,
proses pendinginan biasanya dilakukan secara otomatis di dalam retort, yaitu sesaat setelah katup
uap dimatikan maka segera dibuka katup air dingin. Untuk ukuran kaleng yang besar, maka
tekanan udara dalam retort perlu dikendalikan sehingga tidak menyebabkan terjadinya kaleng-
kaleng yang menggelembung dan rusak. Pendinginan dilakukan secepatnya setelah proses
sterilisasi selesai untuk mencegah pertumbuhan kembali bakteri, terutama bakteri termofilik.
Pendinginan dimulai dengan membuka saluran air pendingin dan menutup keran - keran lainnya.
Air pendingin dapat dialirkan melalui dua saluran, yaitu bagian bawah dan bagian atas
retort. Pemasukan air mula-mula dilakukan secara perlahanlahan agar tidak terjadi peningkatan
tekanan secara drastis. Peningkatan tekanan secara drastis tersebut harus dicegah karena dapat
menyebabkan kaleng menjadi penyok atau rusak pada bagian pinggirnya disebabkan kaleng
tidak mampu menahan kenaikan tekanan tersebut. Air dialirkan dari bagian bawah dahulu agar
secara bertahap dapat meng-kondensasikan sisa uap yang ada dan baru bagian atas dibuka. Pada
saat retort telah penuh dengan air, aliran dapat lebih deras dialirkan. Selama proses pendinginan
berlangsung, perlu dilakukan pengontrolan tekanan secara terus menerus untuk mencegah
terjadinya koleps pada kaleng, yaitu terjadinya penyok pada kaleng disebabkan tekanan yang
terlalu tinggi. Proses pendinginan dinyatakan selesai bila suhu air dalam retort telah men-capai
38-42C. Aliran air pendingin kemudian dihentikan dan air dikeluarkan. Tutup retort dibuka dan
keranjang diangkat dari retort.
i. Pengeringan
Setelah kaleng dikeluarkan dari retort, maka kaleng dikeringkan dan dibersihkan, untuk
mencegah korosi atau pengkaratan pada sambungan kaleng. Pengeringan dan pembersihan
kaleng ini perlu dilakukan untuk mencegah rekontaminasi (debu atau mikroba) yang lebih mudah
menempel pada kaleng yang basah.
j. Penyimpanan
Setelah itu disimpan dalam suhu ruang untuk mengetahui daya simpan dan efektifitas
sterilisasi. Pengamatan dilakukan selama 1 minggu dan kaleng disimpan pada suhu 40-50oC.
Jika dalam 1 minggu tersebut ada kaleng yang menggembung, maka proses sterilisasi tidak
berjalan dengan baik dan hal ini ditandai dengan masih adanya aktivitas mikroorganisme.
Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui bahwa sebagian besar produk masih dalam
keadaan baik setelah disimpan selama 1 minggu. Meskipun keseluruhan proses pengalengan bisa
dikatakan aseptis, namun tidak menutup kemungkinan untuk terjadinya kerusakan, baik karena
berlalunya masa simpan (kadaluwarsa) ataupun karena kurang sempurnanya proses pengalengan.
Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan kerusakan tersebut, yaitu antara lain:
1. Pengkaratan tinplate, terutama pada bahan pangan bersifat asam, karena pelepasan hidrogen.
2. Reaksi kiamia, misalnya reaksi kecoklatan nonezimatis atau pembebasan timah oleh nitrat dan
sebagainya.
3. Penggelembungan karena adanya CO2.
4. Operasi autoklaf yang salah terutama setelah pendinginan.
5. Exhausting yang kurang dan pengisian berlebih akan membawa akibat berlebihnya tekanan
selama pemanasan.
6. Pertumbuhan mikroba sebagai akibat tidak adanya pemanasan atau pemanasan yang kurang
sempurna, pembusukan bahan sebelum diolah, pencemaran sesudah diolah sebagai hasil lipatan
kaleng yang cacat atau pendinginan yang kurang.
7. Fluktuasi tekanan atmosfer.
8. Suhu dan waktu pemanasan yang tidak memadai selama sterilisasi dapat mengakibatkan
tumbuhnya Clostridium botulinum. Clostridium botulinum merupakan bakteri termofilik (tahan
panas) yang dapat hidup dalam kondisi anaerobik (tidak ada oksigen).
k. Pengujian Mutu Makanan Kaleng
Pengawasan pada produksi makanan yang dikalengkan harus dilakukan selama
persiapan bahan mentah dan pemanasan, untuk itu perlu dilakukan pengujian secara fisik dan
kimiawi serta pengujian secar mirobiologis. Jika prosedur pengalengan dilakukan dengan benar
dan sanitasinya diperhatikan, maka kerusakan makanan kaleng jarang terjadi. Tetapi jika terjadi
juga, maka identifikasi jenis mikroba penyebabnya akan sangat membantu usaha yang harus
dikerjakan untuk mencegah akan terulang lagi.
1. Pengujian Secara Fisik Dan Kimia
Pengujian secara fisik dan kimia harus dapat memberikan penjelasan mengenai suara
wadah bila dipukul secara mekanis, kenampakan wadah, terdapat atau tidaknya garam metal
berbahaya dalam produk. Pemeriksaan yang teliti harus dilakukan terhadap keadaan badan atau
tutup kaleng. Adanya lekukan pada badan kaleng atau keretakan pada gelas jars harus dicatat
untuk pemeriksaan selanjutnya.
Pengujian harus dilakukan untuk melihat ada atau tidaknya kebocoran. Mutu penutupan
sebaiknya dilakukan selama proses pengalengan terjadi, untuk menghindari banyaknya produk
yang terbuang. Demikian juga mutu penutupan, baik kaleng maupun gelas jars harus diuji setelah
wadah dibuka. Produk makanan kaleng harus diperiksa warna, kenampakan, dan baunya.
Adanya penyimpangan bau merupakan tanda adanya kebusukan, perubahan mungkin karena
adanya reaksi antara produk dengan kaleng.
Pada pabrik pengalengan yang besar dilakukan pula pengujian secara organoleptik oleh
panelis yang sudah terlatih. Untuk menguji mutu dan cita rasa produk, panel tes itu juga berguna
untuk menguji penerimaan produk-produk baru oleh konsumen.
2. Pengujian mikrobiologis
Pengujian mikrobiologis dilakukan untuk mengecek efektivitas sterilisasi, mutu produk,
jenis, dan jumlah mikroba yang masih hidup dalam wadah dan penyebab kebusukan. Umumnya,
pemeriksaan mikrobiologis memerlukan teknik dan peralatan yang lebih khusus dibandingkan
dengan pemeriksaan fisik dan harus dilaksanakan oleh laboratorium yang berkompoten. Sebelum
produk makanan kaleng didistribusikan harus dilakukan penyimpanan terlebih dahulu selama 10
hari untuk pemeriksaan. Selama waktu tersebut dilakukan pengamatan ada tidaknya kebusukan,
misalnya terjadi penggembungan kaleng atau terjadi kebocoran akibat penutupan kurang baik.
Apabila dengan pemeriksaan mikrobiologis ditemukan produk makanan kaleng yang mengalami
pembusukan maka dianggap mengandung racun Clostridium botulinum.
Makanan kaleng yang mempunyai pH lebih besar dari 4,0 kebocoran wadah biasanya
ditunjukkan dengan adanya campuran flora mikroba. Adanya mikrokolus atau khamir umumnya
membuktikan adanya kebocoran.
2.6 Keuntungan dan Kelemahan Pengalengan
Keuntungan utama penggunaan kaleng sebagai wadah bahan pangan adalah :
a. Kaleng dapat menjaga bahan pangan yang ada di dalamnya.
b. Kemasannya yang hermetis dapat menjaga produk dari kontaminasi oleh mikroba, serangga,
atau bahan asing lain penyebab pembusukan
c. Memperpanjang lama penyimpanan
d. Mempertahankan penampakan dan cita rasanya.
e. Menjaga bahan pangan terhadap perubahan kadar air
f. Kaleng dapat menjaga bahan pangan terhadap penyerapan oksigen, gas-gas lain dan bau
g. Menjaga produk dari cahaya
Keuntungan utama penggunaan kaleng sebagai wadah bahan pangan adalah:
a. Kaleng dapat menjaga bahan pangan yang ada di dalamnya. Makanan yang ada di dalam wadah
yang tertutup secara hermetis dapat dijaga terhadap kontaminasi oleh mikroba, serangga, atau
bahan asing lain yang mungkin dapat menyebabkan kebusukan atau penyimpangan penampakan
dan cita rasanya.
b. Kaleng dapat juga menjaga bahan pangan terhadap perubahan kadar air yang tidak diinginkan.
c. Kaleng dapat menjaga bahan pangan terhadap penyerapan oksigen, gas-gas lain, bau-bauan, dan
partikel-partikel radioaktif yang terdapat di atmosfer.
d. Kaleng dapat menjaga terhadap cahaya, khususnya untuk bahan pangan berwarna yang peka
terhadap reaksi fotokimia.
Kelemahan produk kaleng, adalah :
a. Karena diolah dengan suhu tinggi, produk pengalengan aseptik umumnya kehilangan cita rasa
segarnya.
b. Pemanasan suhu tinggi juga menurunkan nilai gizi produk. Khususnya komponen yang mudah
rusak oleh panas. Misalnya, vitamin dan lemak tak jenuh. Fortifikasi (penambahan) vitamin
dapat dilakukan untuk mengganti kehilangan selama proses.
c. Produk kaleng juga umumnya kehilangan sifat segar. Lihat saja teksturnya. Umumnya lebih
lunak dari bahan segarnya. Satu lagi yang tidak menguntungkan ialah timbulnya
rasa taint kaleng (rasa seperti besi) yang terkadang cukup mengganggu. Rasa ini timbul
terutama bila coating kaleng tidak sempurna.
2.7 Mikroba Penyebab Kebusukan Makanan Kaleng
Kebusukan makanan kaleng dapat disebabkan oleh kapang, khamir dan bakteri. Tanda-
tanda kebusukan makanan kaleng oleh mikroorganisme dapat dilihat dari (a) penampakan
abnormal dari kaleng (kembung, basah atau label yang luntur), (b) penampakan produk yang
tidak normal serta bau yang menyimpang; (c) produk hancur dan pucat; dan (d) keruh atau tanda-
tanda abnormal lain pada produk cair. Dari ketiga jenis mikroba tersebut, bakteri merupakan
penyebab kerusakan yang utama.
a. Kerusakan oleh kapang
Kapang mempunyai kisaran pH pertumbuhan yang luas, yaitu 1.5-11.0. Kebanyakan
kapang dapat hidup pada aw> 0.70. Kebusukan makanan kaleng yang disebabkan oleh kapang
sangat jarang terjadi, tetapi mungkin saja terjadi. Kebanyakan kapang tidak tahan panas sehingga
adanya kapang pada makanan kaleng disebabkan oleh kurangnya pemanasan (under process)
atau karena terjadi kontaminasi setelah proses. Kapang memerlukan oksigen untuk tumbuh
sehingga pertumbuhan pada kaleng hanya mungkin terjadi apabila kaleng bocor.
Kapang lebih tahan asam, sehingga kapang terutama membusukkan makanan asam,
seperti buah-buahan asam dan minuman asam. Kapang seperti Bysochamys fulva, Talaromyces
flavus, Neosartorya fischeri dan lain-lain telah diketahui sebagai penyebab kebusukan minuman
sari buah kaleng dan produk-produk yang mengan-dung buah. Spora kapang-kapang ini ternyata
mampu bertahan pada pemanasan yang digunakan untuk mengawetkan produk tersebut. Spora
kapang ini tahan terha-dap pemanasan selama 1 menit pada 92oC dalam kondisi asam atau pada
makanan yang diasamkan. Akan tetapi untuk mencapai konsistensi yang seperti ini, kapang
tersebut memerlukan waktu untuk membentuk spora, sehingga sanitasi sehari-hari terhadap
peralatan sangat penting untuk mencegah pertumbuhan kapang ini dan pembentukan sporanya.
Pada umumnya kapang yang tumbuh pada makanan yang diolah dengan panas tidak
menyebabkan penyakit pada manusia.
b. Kerusakan oleh khamir
Khamir mempunyai kisaran pH pertumbuhan 1.5-8.5. Namun kebanyakan khamir lebih
cocok tumbuh pada kondisi asam, yaitu pada pH 4-4.5, sehingga kerusakan oleh khamir lebih
mungkin terjadi pada produk-produk asam. Kebanyakan khamir dapat hidup pada aw>0.80. Suhu
lingkungan yang optimum untuk pertum-buhan khamir adalah 25-30oC dan suhu maksimum 35-
47oC. Beberapa khamir dapat tumbuh pada suhu 0oC atau lebih rendah. Khamir tumbuh baik
pada kondisi aerobik, tetapi khamir fermentatif dapat tumbuh secara anaerobik meskipun lambat.
Khamir hanya sedikit resisten terhadap pemanasan, dimana kebanyakan khamir dapat
terbunuh pada suhu 77oC. Oleh karena itu, khamir dapat dengan mudah dibunuh dengan suhu
pasteurisasi. Jika makanan kaleng busuk karena pertumbuhan khamir, maka dapat diduga
pemanasan makanan tersebut tidak cukup atau kaleng telah bocor. Pada umumnya kebusukan
karena khamir disertai dengan pembentukan alkohol dan gas CO2 yang menyebabkan kaleng
menjadi kembung. Khamir dapat membusukkan buah kaleng, jam dan jelly serta dapat
menggembungkan kaleng karena produksi CO2. Seperti halnya kapang, khamir yang tumbuh
pada makanan yang diolah dengan pemanasan tidak menyebabkan penyakit pada manusia.
c. Kerusakan oleh bakteri
Kebanyakan bakteri dapat hidup pada aw >0.90, sehingga kerusakan oleh bakteri
terutama terjadi pada produk-produk yang berkadar air tinggi. Beberapa bakteri memerlukan
oksigen untuk pertumbuhannya, yang disebut bakteri aerobik. Untuk beberapa bakteri lainnya,
oksigen bersifat racun. Bakteri ini dinamakan anaerob. Contoh bakteri yang bersifat anaerobik
adalah Clostridium. Ada juga bakteri yang dapat tumbuh pada kondisi tanpa dan dengan adanya
oksigen. Kelompok ini disebut fakultatif anaerobik, contohnya Bacillus. Tabel 1 memperlihatkan
beberapa jenis bakteri pembentuk spora yang dapat menyebabkan kerusakan makanan berda-
sarkan suhu pertumbuhan dan tingkat keasaman bahan pangan.
Tabel 1. Bakteri pembentuk spora yang berperan dalam kerusakan makanan
Kelompok Bakteri Tingkat Keasamanan Pangan
Asam (3.7<ph</ph Asam Rendah (pH4.5
Termofilik (35-55oC) B. coagulans C. thermosaccharolyticum
S thermophilus C. nigrificans
B. stearothermophilus
Mesofilik (10-40oC) L. bulgaricus C. botulinum (A dan B)
C. butyricum C. sporogenes
C. pasteurianum C. licheniformis
B. mascerans B. subtilis
Psikrofilik (<5>oC) B. polymixa C. botulinum E
Pseudomonas S. aureus
Micrococcus
Pada pengawetan pangan, secara teknis ada beberapa cara yang menggunakan prinsip
mikrobiologis yaitu mengurangi jumlah seminimal mungkin mikroorganisme pembusuk,
menguramgi kontaminasi mikroorganisme, menciptakan suasana lingkungan yang tidak disukai
oleh mikroorganisme pembusuk, serta mematikan mikroorganisme dengan cara pemanasan atau
radiasi.
Pemusnahan mikroorgnaisme dengan pemanasan dalam pengalengan ikan pada
prinsipnya menyebabkan terjadinya denaturasi protein, serta menonaktifkan enzim yang
membantu dalam metabolisme. Penerapan panas dapat bermacam-macam tergantung dari jenis
mikroorganismenya, fase mikroorganisme dan kondisi lingkungan spora bakteri. Semakin rendah
suhu yang diberikan maka semakin banyak waktu yang diperlukan selama pemanasan. Panas
yang diberikan dapat memusnahkan sebagian sel vegetatif, sebagian besar atau seluruh sel.
Sebagian besar atau seluruh untuk sterilisasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 2 dan Tabel 3
semakin banyak jumlah spora akan semakin lama waktu sterilisais. Pada pengalengan, yang
perlu diwaspadai adalah bakteri anaerob seperti Clostridium botullinum yang tahan terhadap
suhu tinggi. Bakteri menyukai suhu di atas 55oC.
Tabel 2. Efek suhu pemanasan terhadap kebutuhan waktu untuk memastikan spora
Suhu (oC) Waktu (Menit)
100 1200
105 600
110 190
115 70
120 19
125 7
130 3
135 1
3.1 Kesimpulan
1. Nicholas Appert. Orang yang pertama kali menemukan cara mengawetkan makanan di dalam
kaleng atau istilahnya dengan pengalengan.
2. Pengalengan yaitu metode pengawetan makanan dengan memanaskannya dalam suhu yang akan
membunuh mikroorganisme, dan kemudian menutupinya dalam stoples maupun kaleng.
3. Pengalengan makanan merupakan suatu cara pengawetan bahan pangan yang dikemas secara
hermetis dan kemudian disterilkan.
4. Mekanisme pengalengan makanan di mulai dari penanganan bahan kemasan, penanganan kaleng
kosong, penganganan selama penutupan kaleng, penanganan selama proses termal, penanganan
selama pendinginan, sampai penanganan kaleng setelah didinginkan.
5. Pada dasarnya, proses pengalengan bahan pangan nabati meliputi tahapan-tahapan sebagai
berikut : sortasi, pencucian, pengupasan, pemotongan, blanching, pengisian, exhausting,
penutupan, processing (sterilisasi), pendinginan, penyimpanan, dan pengujian mutu makanan
kaleng.
6. Keuntungan utama penggunaan kaleng sebagai wadah bahan pangan adalah kaleng dapat
menjaga bahan pangan yang ada di dalamnya, kemasannya yang hermetis dapat menjaga produk
dari kontaminasi oleh mikroba, serangga, atau bahan asing lain penyebab pembusukan,
memperpanjang lama penyimpanan , mempertahankan penampakan dan cita rasanya, menjaga
bahan pangan terhadap perubahan kadar air, kaleng dapat menjaga bahan pangan terhadap
penyerapan oksigen, gas-gas lain dan bau, menjaga produk dari cahaya. Kelemahan produk
kaleng, adalah karena diolah dengan suhu tinggi, produk pengalengan aseptik
umumnya kehilangan cita rasa segarnya, pemanasan suhu tinggi juga menurunkan nilai gizi
produk, produk kaleng juga umumnya kehilangan sifat segar.
7. Kebusukan makanan kaleng dapat disebabkan oleh kapang, khamir dan bakteri. Tanda-tanda
kebusukan makanan kaleng oleh mikroorganisme dapat dilihat dari (a) penampakan abnormal
dari kaleng (kembung, basah atau label yang luntur), (b) penampakan produk yang tidak normal
serta bau yang menyimpang; (c) produk hancur dan pucat; dan (d) keruh atau tanda-tanda
abnormal lain pada produk cair.
8. Sangat banyak pengaruh pengolahan panas terhadap komponen zat gizi dalam bahan pangan,
mulai dari saat pemanenan, persiapan, pengolahan, distribusi dan penyimpanan, diantaranya
adalah : pengolahan bahan pangan berprotein yang tidak dikontrol dengan baik dapat
menyebabkan terjadinya penurunan nilai gizinya, pemasakan karbohidrat diperlukan untuk
mendapatkan daya cerna pati yang tepat, karena karbohidrat merupakan sumber kalori, pada
umumnya setelah proses pengolahan bahan pangan, akan terjadi kerusakan lemak yang
terkandung di dalamnya. Pengaruh pengolahan terhadap nilai gizi Vitamin dan Vitamin tersebut
akan rusak seluruhnya apabila dioksidasi dan dihedrogenasi.
9. Menurut Anggraini et al., (2013), kerusakan-kerusakan yang terjadi pada pengalengan sebagai
berikut : flipper, kembung sebelah atau springer, kembung lunak, dan kembung keras.
DAFTAR PUSTAKA