Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH PENYEHATAN MAKANAN DAN MINUMAN

“ PENGAWETAN MAKANAN MELALUI PERUBAHAN SUHU, GARAM, ASAM,


DEHIDRASI ”

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 3
A. Syauqi 211110001
Bebi Afrizal 211110005
Carolin e Agustine Rianti 211110006
Fuji Dwi Putri 211110009
Lutffi Harry Anggoro J 211110013
Putri 211110019
Rahmat Hidayat 211110023
Ria Amelia Putri 211110028
Yashica Euginie Beatrice 211110038
Zacky Fajar Maulana 211110040

DOSEN PEMBIMBING:
Awalia Gusti, S. Pd. M, Si
Erdi Nur, SKM, M.Kes
Lindawati, SKM, M.Kes

PROGRAM STUDI D3 SANITASI


JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
POLTEKKES KEMENKES PADANG
TAHUN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Kami ucapkan atas kehadiran Allah yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya. Karena berkat rahmat dan hidayah-Nya Kami bisa menyelesaikan makalah
Penyehatan Makanan dan Minuman. Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas mata kuliah Penyehatan Makanan dan Minuman dan juga untuk menambah wawasan
tentang Pengawetan Makanan Melalui Perubahan Suhu, Garam, Asam, Dehidrasi

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu Kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
bersifatmembangun guna sempurnanya makalah ini. Kami berharap semoga makalah ini
bisa bermanfaat bagi kami khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Padang, 6 November 2022

Kelompok 3

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1
A. Latar Belakang................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................2
C. Tujuan.............................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................3
A. Pengawetan Makanan Melalui Perubahan Suhu.............................................................3
B. Pengawetan Makanan Melalui Penggaraman.................................................................7
C. Pengawetan Makanan Melalui Pengasinan.....................................................................8
BAB III PENUTUP................................................................................................................10
A. Kesimpulan...................................................................................................................10
B. Saran..............................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................11

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bahan pangan merupakan kebutuhan pokok bagi manusia di samping pendidikan,
kesehatan dan sandang lainnya. Kebutuhan bahan pangan ini akan terus meningkat sesuai
dengan laju pertumbuhan penduduk. Secara garis besar masalah pangan dan sistem pangan
umumnya dibagi atas sub sistem produksi. Pengadaan dan konsumsi. Bahan pangan tersebut
akan mengalami perubahan yang tidak diinginkan antara lain pembusukan dan ketengikan.
Proses pembusukan dan ketengikan disebabkan oleh adanya reaksi kimia yang bersumber
dari dalam dan dari luar bahan pangan tersebut (Avisditya, 2012).

Pangan secara umum bersifat mudah rusak (perishable foods), karena kadar air yang
terkandung di dalamnya sebagai faktor utama penyebab kerusakan pangan itu sendiri.
Semakin tinggi kadar air suatu pangan, akan semakin besar kemungkinan kerusakannya baik
sebagai akibat aktivitas biologis internal (metabolisme) maupun masuknya mikroba perusak.

Pengawetan makanan adalah cara yang digunakan untuk membuat makanan memiliki
daya simpan yang lama dan mempertahankan sifat-sifat fisik dan kimia makanan. Dalam
mengawetkan makanan harus diperhatikan jenis bahan makanan yang diawetkan, keadaan
bahan makanan, cara pengawetan, dan daya tarik produk pengawetan makanan. Teknologi
pengawetan makanan yang dikembangkan dalam skala industri masa kini berbasis pada cara-
cara tradisional yang dikembangkan untuk memperpanjang masa konsumsi bahan makanan.

Pengolahan pangan dengan tujuan pengawetan dilakukan untuk memperpanjang umur


simpan (lamanya suatu produk dapat disimpan tanpa mengalami kerusakan) produk Pangan.
Proses pengolahan apa yang akan dilakukan, tergantung pada berapa lama umur simpan
produk yang diinginkan, dan berapa banyak perubahan mutu produk yang dapat diterima.
Berdasarkan target waktu pengawetan, maka pengawetan dapat bersifat jangka pendek atau
bersifat jangka panjang. Pengawetan jangka pendek dapat dilakukan dengan beberapa cara
misalnya penanganan aseptis, penggunaan suhu rendah (<20°C), pengeluaran sebagian air
bahan, perlakuan panas ‘ringan’, mengurangi keberadaan udara, penggunaan Pengawet dalam
konsentrasi rendah, fermentasi, radiasi dan kombinasinya.

Tujuan pengawetan pangan adalah:

1. Mencegah terjadinya kerusakan bahan makanan.


2. Mempertahankan mutu.

1
3. Memperpanjang umur simpan.
4. Menghindari terjadinya keracunan.
5. Mempermudah penanganan, penyimpanan dan pengangkutan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja Pengawetan Makanan melalui perubahan suhu?
2. Apa saja Pengawetan Makanan melalui penggaraman?
3. Apa saja Pengawetan Makanan melalui pengasaman?
4. Apa saja Pengawetan Makanan melalui dehidrasi?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Pengawetan Makanan melalui perubahan suhu
2. Untuk mengetahui Pengawetan Makanan melalui penggaraman
3. Untuk mengetahui Pengawetan Makanan melalui pengasaman
4. Untuk mengetahui Pengawetan Makanan melalui dehidrasi

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengawetan Makanan Melalui Perubahan Suhu


Jenis-Jenis Pengawetan Makanan
1. Alamiah
a) Pendinginan
Pendiginan adalah penyimpanan bahan pangan di atas suhu pembekuan bahan
yaitu -2 sampai +10 0 C. Cara pengawetan dengan suhu rendah lainya yaitu
pembekuan. Pembekuan adalah penyimpanan bahan pangan dalam keadaan beku
yaitu pada suhu 12 sampai -24 0 C. Pembekuan cepat (quick freezing) di lakukan
pada suhu -24 sampai -40 0 C.
Pendinginan biasanya dapat mengawetkan bahan pangan selama beberapa hari
atau minggu tergantung pada macam bahan panganya, sedangkan pembekuan
dapat mengawetkan bahan pangan untuk beberapa bulan atau kadang beberapa
tahun. Perbedaan pendinginan lain dan antara pembekuanadalah dalam hal
pengaruhnya terhadap keaktifan mikroorganisme di dalam bahan pangan.
Penggunaan suhu rendah dalam pengawetan pangan tidak dapat membunuh
bakteri, sehingga jika bahan pangan beku misalnya di keluarkan dari penyimpanan
dan di biarkan mencair kembali (thawing), pertumbuhan bakteri pembusuk
kemudian berjalan cepat kembali. Pendinginan dan pembekuan pengaruhnya
terhadap rasa, tekstur, nilai gizi, dan sifat-sifat lainya. Beberapa bahan pangan
menjadi rusak pada suhu penyimpangan yang terlalu rendah
Penyimpanan buah-buahan dan sayur-sayuran memerlukan temperatur yang
optimum guna mempertahankan mutu dan kesegaran, salah satunya adalah dengan
pengendalian suhu. Umumnya buah-buahan dapat disimpan pada suhu OC sampai
5C, tetapi ada beberapa jenis tertentu yang memerlukan suhu yang tinggi. Namun,
jika suhu yang akan digunakan tidak sesuai dengan buah yang akan disimpan,
maka dapat menyebabkan kerusakan pada buah itu sendiri. Kerusakan (chilling
injury) ditandai dengan munculnya bercak-bercak coklat/hitam, keropos, dan pada
beberapa jenis buah tertentu terjadi perubahan warna (Afrianti, 2008).
Penyimpanan pendinginan pada buah dan sayur dapat dikombinasikan dengan
beberapa metode yang telah lama dikenal, seperti pengendalian suhu. Contoh dari
pengendalian suhu terbagi menjadi pengendalian atmosfer (controlled atmosphere
storage atau CAS), penyimpanan dengan modifikasi atmosfer (modified

3
atmosphere storage atau MAS), dan penyimpanan hipobarik (hypobaric storage
atau HS). Komposisi atmosfer ruang penyimpanan berpengaruh terhadap respirasi.
Bila jaringan tumbuhan disimpan dalam ruangan yang tertutup rapat, maka proses
respirasi akan menurun, sedangkan kadar CO2 akan meningkat (Afrianti, 2008).

b) Pemanasan
■ Pemanasan dengan suhu rendah
1. Blansir (Blanching)
Blansir adalah proses pemanasan yang dilakukan pada suhu kurang
dari 100°C selama beberapa menit dengan menggunakan air panas atau
uap air panas. Contoh blansir misalnya mencelupkan sayuran atau buah di
dalam air mendidih selama 3 sampai 5 menit atau mengukusnya selama 3
sampai 5 menit.
Tujuan blansir terutama adalah untuk menginaktifkan enzim yang
terdapat secara alami di dalam bahan pangan, misalnya enzim polifenolase
yang menimbulkan pencoklatan.
Blansir umumnya dilakukan jika bahan pangan akan dibekukan atau
dikeringkan. Sayuran hijau yang diberi perlakuan blansir sebelum
dibekukan atau dikeringkan mutu warna hijaunya lebih baik dibandingkan
dengan sayuran yang tidak diblansir terlebih dahulu. Dalam pengalengan
sayuran dan buah-buahan blansir juga bertujuan untuk menghilangkan gas
dari dalam jaringan tanaman, melayukan jaringan tanaman agar dapat
masuk dalam jumlah lebih banyak dalam kaleng, menghilangkan lendir
dan memperbaiki warna produk.
2. Pasteurisasi
Pasteurisasi adalah proses pemanasan yang dilakukan dengan tujuan
untuk membunuh mikroba patogen atau penyebab penyakit seperti bakteri
penyebab penyakit TBC, disentri, diare dan penyakit perut lain. Panas
yang diberikan pada pasteurisasi harus cukup untuk membunuh bakteri-
bakteri patogen tersebut, misalnya pasteurisasi susu harus dilakukan pada
suhu 60°C selama 30 menit. Pada suhu 60°C selama 30 menit setara
dengan pemanasan pada suhu 72°C selama 15 detik.

4
Pasteurisasi yang terakhir ini sering disebut dengan proses HTST
(High Temperature Short Time) atau pasteurisasi dengan suhu tinggi
dalam waktu singkat. Disamping pada produk susu, pasteurisasi juga
umumnya dilakukan pada produk sari buah-buahan asam.
Satu hal yang penting adalah pasteurisasi hanya bakteri patogen saja
yang dibunuh, sedangkan bakteri lain yang lebih tahan panas bisa saja
masih terdapat hidup dalam bahan pangan yang dipasteurisasi. Dengan
demikian, meskipun bakteri ini tidak menimbulkan penyakit tetapi jika
tumbuh di dalam produk pangan dapat menyebabkan
kerusakan/kebusukan. Oleh karena itu, produk produk yang sudah
dipasteurisasi harus disimpan di lemari es sebelum digunakan dan tidak
boleh berada pada suhu kamar karena sebagian mikroba yang masih hidup
dapat melangsungkan pertumbuhannya. Di dalam lemari es masa simpan
produk pasteurisasi seperti keju yang terbuat dari susu atau sari buah
umumnya hanya 2 minggu.

■ Pemanasan dengan suhu tinggi

3. Sterilisasi
Pemanasan dengan sterilisasi komersial umumnya dilakukan pada
bahan pangan yang sifatnya tidak asam atau lebih dikenal dengan bahan
pangan berasam rendah. Yang tergolong bahan pangan berasam rendah
adalah bahan pangan yang memiliki pH lebih besar dari 4,5, misalnya
seluruh bahan pangan hewani seperti daging, susu, telur dan ikan,
beberapa jenis sayuran seperti buncis dan jagung.
Bahan pangan berasam rendah memiliki resiko untuk mengandung
spora bakteri Clostridium botulinum yang dapat menghasilkan toksin
mematikan jika tumbuh di dalam makanan kaleng. Oleh karena itu, spora
ini harus dimusnahkan dengan pemanasan yang cukup tinggi. Sterilisasi
komersial adalah pemanasan pada suhu di atas 100°C, umumnya sekitar
121,1ºC dengan menggunakan uap air selama waktu tertentu dengan
tujuan untuk memusnahkan spora bakteri patogen termasuk spora bakteri
Clostridium botulinum. Dengan demikian, sterilisasi komersial ini hanya
digunakan untuk mengolah bahan pangan berasam rendah di dalam kaleng,

5
seperti kornet, sosis dan sayuran dalam kaleng. Susu steril dalam kotak
adalah contoh produk lain yang diproses dengan sterilisasi komersial.
Tetapi prosesnya berbeda dengan pengalengan. Susu steril dalam kotak
diproses dengan pengemasan aseptik yaitu suatu proses sterilisasi kontinyu
dimana produk susu yang sudah disterilkan dimasukkan ke dalam kotak
yang sudah disterilkan dalam lingkungan yang juga aseptik. Proses
pengemasan aseptik umumnya digunakan untuk sterilisasi komersial
produk-produk yang bentuknya cair.
Pemanasan pada suhu tinggi contohnya adalah pengalengan pangan.
Dalam proses ini, suhu dan waktu proses ditetapkan sedemikian rupa
sehingga kombinasinya dapat membunuh spora bakteri yang paling tahan
panas. Tidak semua bahan pangan membutuhkan panas yang sama untuk
sterilisasi, tergantung pada jenis pangannya, wadah yang digunakan dan isi
kalengnya apakah mengandung banyak cairan atau tidak. Pemanasan pada
suhu tinggi yang dilakukan bersama-sama dengan pengemasan yang bisa
mencegah rekontaminasi, dapat menghambat/merusak mikroorganisme
dan enzim.
4. Pendinginan
Teknik ini adalah teknik yang paling terkenal karena sering digunakan
oleh masyarakat umum di desa dan di kota. Konsep dan teori dari sistem
pendinginan adalah memasukkan makanan pada tempat atau ruangan yang
bersuhu sangat rendah. Untuk mendinginkan makanan atau minuman bisa
dengan memasukkannya ke dalam kulkas atau lemari es atau bisa juga
dengan menaruh di wadah yang berisi es.
Biasanya para nelayan menggunakan wadah yang berisi es untuk
mengawetkan ikan hasil tangkapannya. Di rumah-rumah biasanya
menggunakan lemari es untuk mengawetkan sayur, buah, daging, sosis,
telur, dan lain sebagainya. Suhu untuk mendinginkan makanan biasanya
bersuhu 15°C. Sedangkan agar tahan lama biasanya disimpan pada tempat
yang bersuhu 0 sampai -4 derajat celsius.

6
B. Pengawetan Makanan Melalui Penggaraman
Pengawetan pangan memiliki dua maksud yaitu menghambat pembusukandan
menjamin mutu awal pangan agar tetap terjaga selama mungkin. Penggunaan pengawet
dalam produk pangan dalam prakteknya berperansebagai anti mikroba atau anti oksidan
atau keduanya. Jamur, bakteri dan enzim sebagai penyebab pembusukan pangan perlu
dihambat pertumbuhan maupun aktivitasnya. Untuk menghambat pembusukan dan
menjamin mutu awal pangan agar tetap terjaga selama mungkin, maka makanan perlu
diawetkan dengan menggunakan:
a. Garam
Penggaraman merupakan salah satu cara pengawetan yang sudah
lamadilakukan orang.
Garam dapat bertindak sebagi pengawet karena garamakan menarik air dari
bahan sehingga mikroorganisme pembusuk tidak dapat berkembang biak karena
menurunnya aktivitas air. Garam digunakan untuk mengendalikan pertumbuhan
mikroorganisme dan sebagai penghambat selektif pada mikroorganisme pencemar
seperti mikroorganisme proteolitik dan spora.
Sifat - sifat antimikroorganisme dari Garam : Garam memberi sejumlah
pengaruh bila ditambahkan pada jaringan tumbuh-tumbuhan yang segar. Garam akan
berperan sebagai penghambat selektif pada mikroorganisme pencemar tertentu.
Mikroorganisme pembusuk atau proteolitik dan pembentuk spora adalah yang paling
mudah terpengaruh walau dengan kadar garamyang rendah sekalipun (yaitu sampai
6%). Mikroorganisme patogen termasuk Clostridium botulinum kecuali
Streptococcusaureus dapat dihambat oleh konsentrasi garam sampai 10- 12%.
Beberapa mikroorganisme terutama jenis Leuconostoc dan Lactobacillus dapat
tumbuh dengancepat dengan adanya garam.
Garam juga mempengaruhi aktivitas air (aw) dari bahan sehingga dapat
mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme. Beberapa mikroorganisme seperti
bakteri halofilik (bakteri yang tahan hidup padakonsentrasi garam yang tinggi) dapat
tumbuh dalam larutan garam yang hampir jenuh, tetapi membutuhkan waktu
penyimpanan yang lama untuk tumbuh dan selanjutnya terjadi pembusukan.

7
b. Penggaraman
Penggaraman merupakan metode pengawetan yang banyak dilakukan di
berbagai negara, termasuk Indonesia. Proses tersebut menggunakan garam sebagai
media pengawet, baik yang berbentuk kristal maupun larutan. Selama prose
penggaraman berangsung terjadi penetrasi garam ke dalam tubuh ikan dan keluarnya
cairan dari tubuh ikan karena adanya perbedaan konsentrasi. Bersamaan denga
keluarnya cairan dari dalam tubuh ikan, partikel garam masuk ke dalam tubuh ikan.
Garam pada dasarnya tidak bersifat membunuh mikroorganisme (germisida).
Konsentrasi garam rendah (1-3%), justru membantu pertumbuhan bakteri halofilik.
Beberapa jenis bakteri dapat tumbuh pada larutan garam konsentrasi tinggi misalnya
red halophilic bacteria yang menyebabkan warna merah pada ikan. Penggaraman
biasanya diikuti dengan proses pengeringan untuk menurunkan kadar air dalam
daging ikan, sehingga pertumbuhan bakteri semakin terhambat.
Garam berfungsi sebagai pengawet, dan pemberi rasa di dalam pengolahan
ikan asin.Secara umum garam terdiri atas 39,9% Na dan 60,69%Cl, berbentuk kristal
seperti kubus dan berwarna putih. Garam yang baik adalah garam yang mengandung
NaCl cukup tinggi (95%) dan sedikit mengandung elemen Magnesium (Mg) atau pun
Calsium (Ca) karena elemen tersebut dapat mempengaruhi mutu ikan asin yang
dihasilkan.
Produk yang dihasilkan dari proses penggaraman terdiri dari bermacam-
macam tergantung proses selanjutnya. Penggaraman yang dilanjutkan dengan
pengeringan menghasilkan ikan asin kering. Penggaraman yang dilanjutkan dengan
perebusan maka dihasilkan ikan pindang atau cue. Penggaraman yang dilanjutkan
dengan fermentasi maka akadn dihasilkan produk fermentasi seperti peda, terasi,
kecap, bekasan dll.

C. Pengawetan Makanan Melalui Pengasinan


Penggaraman atau pengasinan merupakan proses pengawetan yang banyak
dilakukan di berbagai negara, termasuk Indonesia. Proses tersebut menggunakan
garam sebagai media pengawet, baik yang berbentuk kristal maupun larutan. Ikan
yang telah mengalami proses penggaraman, sesuai dengan prinsip yang berlaku, akan
mempunyai daya simpan tinggi karena garam dapat berfungsi menghambat atau

8
menghentikan reaksi autolisis dan membunuh bakteri yang terdapat di dalam tubuh
ikan. Cara kerja garam di dalam menjalankan fungsi pengawetan yaitu dengan
menyerap cairan tubuh ikan, juga menyerap cairan tubuh bakteri sehingga proses
metabolisme bakteri terganggu karena kekurangan cairan, akibatnya bakteri akan
mengalami kekeringan dan mati.
Metode penggaraman atau pengasinan ikan pada dasarnya dapat
dikelompokkan menjadi 3 (tiga), yaitu penggaraman kering, penggaraman basah, dan
penggaraman campuran.
1. Penggaraman Kering (Dry Salting)
Metode penggaraman kering menggunakan kristal garam yang dicampurkan
dengan ikan. Pada umumnya ikan-ikan yang besar dibuang isi perutnya terlebih
dahulu dan bila perlu dibelah agar dagingnya menjadi tipis sehingga lebih mudah
untuk ditembus oleh garam. Pada proses penggaraman, ikan ditempatkan di dalam
wadah yang kedap air, misalnya bak dari kayu atau dari bata yang disemen. Ikan
disusun selapis demi selapis di dalam wadah, diselingi dengan lapisan garam. Jumlah
garam yang dipakai umumnya 10 35% dari berat ikan.
2. Penggaraman Basah (Wet Salting)
Penggaraman basah menggunakan larutan garam 30-50% (setiap 100 liter
larutan garam berisi 30-50 kg garam). Ikan dimasukkan ke dalam larutan itu dan
diberi pemberat agar semua ikan terendam, tidak ada yang terapung.
3. Penggaraman Campuran (Kench Salting)
Penggaraman kench pada dasarnya adalah penggaraman kering, tetapi tidak
menggunakan bak. Ikan dicampur dengan kristal garam seperti pada penggalaman
keing di atas lantai atau di atas geladak kapal. Larutan garam yang terbentuk
dibiarkan mengalir dan terbuang. Cara tersebut tidak memerlukan bak, tetapi
memerlukan lebih banyak garam untuk mengimbangi larutan garam yang mengalir
dan terbuang. Proses penggaraman kench lebih lambat. Oleh karena itu, pada udara
yang panas seperti penggaraman kench kurang cocok karena pembusukan dapat
terjadi selama penggaraman.
Proses penggaraman berlangsung lebih cepat pada suhu yang lebih tinggi,
tetapi proses proses lain termasuk pembusukan juga berjalan lebih cepat. Di negara
dingin, penggaraman dilakukan pada suhu rendah, dan ternyata hasil keseluruhannya
lebih baik daripada yang dilakukan pada suhu tinggi. Indonesia merupakan negara

9
tropis yang memiliki suhu panas, sebaiknya penggaraman dilakukan di tempat yang
teduh.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Asam asetat, asam etanoat atau asam cuka adalah senyawa kimia asam organik yang
dikenal sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan.
2. Selain sebagai pengawet, penambahan cuka juga melezatkan masakan,misalnya: baso,
rujak cuka, pempek, acar.
3. Pengasaman adalah suatu proses pengolahan yang dilakukan dengan caradiberi asam
dengan tujuan untuk mengawetan melalui penurunan derajat pH (mengasamkan)
produk makanan sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk.
4. Contoh produk yang dihasilkan melalui pengasaman acar/khimchi.
5. Keuntungan dari proses pengasaman, diantaranya: terbentuknya tekstur dan cita rasa
khas dan disukai, Terbunuhnya mikroorganisme sehingga meningkatkan keamanan
dan keawetan makanan, Menyebabkan inaktifnya enzim-enzim perusak sehingga
mutu produk lebih stabil selama penyimpanan, dan lain-lain.

B. Saran
1. Untuk para produsen gunakanlah bahan pengawet kimia sintetis seminimal mungkin.
2. Untuk para konsumen jelilah dalam memilih makanan yang akan dikonsumsi, karena
tidak semua produsen mampu memenuhi persyaratan MenKes dalam penggunaan
bahan tambahan pangan.

10
DAFTAR PUSTAKA
Reo, Albert R.2013.Mutu Ikan Kakap Merah yang Diolah dengan Perbedaan Kosentrasi
Larutan Garam dan Lama Pengeringan.Jurnal Perikanan dan Kelautan Tropis.9(1):35-
44.

Susanto, A.B., Khoirono., K.P Angin., N. Maharani., D. Ariana., A. Saefusin.2004.Teknik


Penggaraman dan Pengeringan.Departemen Pendidikan Nasional.

Desroirer Norman W. 2008. Pengawetan dan Pengolahan Bahan Pangan Uip: Jakarta

11

Anda mungkin juga menyukai