Jadi adanya kehadiran globalisasi tentunya membawa pengaruh bagi kehidupan suatu
negara termasuk Indonesia. Pengaruh tersebut meliputi dua sisi yaitu pengaruh positif dan
pengaruh negatif. Dampak-dampak pengaruh globalisasi tersebut kita kembalikan kepada diri
kita sendiri sebagai generasi muda Indonesia agar tetap menjaga etika dan budaya, agar kita
tidak terkena dampak negatif dari globalisasi.
A. 3.2 Hambatan Dalam Melakukan Aktualisasi Pancasila
Kencangnya hembusan angin globalisasi dengan segala macam dampak yang ditimbulkan
telah menerjang bangsa ini dengan intensitas begitu tinggi, sedikit banyak telah
mempengaruhi perilaku masyarakat negeri ini ke arah tumbuhnya masyarakat kapitalis.
Dampak dari itu semua menyebabkan melencengnya perilaku dari masyarakat
terhadap ideologi bangsa Pancasila yang seharusnya sebagai pandangan dan pegangan
hidup bangsa Indonesia itu. Eksisnya budaya impor yang mengusung beragam faham-
faham ideologi dari luar itu, sedikit banyak telah mencuci otak penghuni bangsa ini,
hingga membuat lunturnya semangat kebangsaan dan pemahaman ideologi bangsanya
sendiri dan tanpa sadar telah merubah pola pikir dan gaya hidup kearah kebarat-baratan
yang notabene sebagai bagian dari masyarakat lebih modern. Bangsa ini sebenarnya tidak
menutup mata atas datangnya kebudayaan luar hadir dan tumbuh di tengah-tengah
masyarakat, namun dalam implementasinya itu perlu adanya pengkajian secara mendalam
tentang baik dan buruknya, hal tersebut bertujuan sebagai filter terhadap budaya yang
datang tidak mematikan budaya lokal, hal tersebut dikarenakan penerapan ideologi negara
yang membedakannya. Hadirnya Budaya Populer yang telah menguasai perilaku insan
bangsa ini merupakan jilmaan atas berkuasanya budaya luar mempengaruhi dan
menguasai serta mempermainkan jiwa-jiwa republik ini yang tak dibentengi dengan
kuatnya penanaman ideologi Pancasila di dalam dirinya, membuat terciptanya perilaku
masyarakat yang meleceng dari seharusnya seperti yang telah digariskan oleh ideologi
Pancasila. Berbagai macam ketimpangan yang berkembang di tengah masyarakat hingga
menimbulkan lunturnya jatidiri bangsa itu berdampak pada keterpurukan bangsa ini ke
dalam krisis multi dimensi, bahkan sudah mengarah ke krisis ideologi bangsa. Kenyataan
ini disebabkan apa yang namanya ideologi Pancasila selama ini hanya diperlakukan
sebagai tema, slogan dalam setiap kesempatan bahkan tak luput dari hiasan semata tanpa
memperdulikan lagi pengimplementasian pengamalannya. Keberadaan ideologi Pancasila
pada kenyataannya telah kalah pamornya dengan ideologi-ideologi lain yang telah terserap
oleh warganya, bersamaan dengan arus globalisasi yang berkembang, dan ini akan terus
bergolak menggerogoti Pancasila lebih dalam lagi hingga akhirnya tumbang dan lenyap
ditelan derasnya modernisasi. Jika hal ini tidak diantisipasi secara serius oleh seluruh
komponen negeri ini, bukan tidak mungkin Negara Kesatuan Republik Indonesia akan
rontok Ideologinya oleh masyarakatnya sendiri.
Penyelenggaraan suatu kegiatan semacam Penataran P4 yang dilakukan kepada berjuta-
juta masyarakat negeri ini dengan berbagai macam pola pendukung itu, ternyata tidak
mampu menghasilkan manusia Indonesia seutuhnya seperti yang diharapkan sebagai mana
mestinya. Dampak dari kegiatan ini berimbas pada munculnya persepsi masyarakat bahwa
kegiatan penataran P4 adalah pekerjaan yang sia-sia dan tidak ada gunanya, hanya
membuang waktu dan tenaga saja, sehingga lontaran pendapat yang ada ditengah
masyarakat menganggapnya kegiatan penataran P4 itu gagal total dan akibatnya kefatalan
persepsi yang dilahirkan dalam pikiran masyarakat terhadap Ideologi Pancasila selalu
dengan sikap yang sinis dan mala menjadi bahan tertawaan oleh masyarakat terhadap
segala sesuatu yang berhubungan dengan Pancasila. Padahal tujuan awal diadakannya
penataran P4 adalah sangat baik, karena hasilnya nanti diharapkan terlahir insan-insan
negeri ini sejiwa dengan isi yang ada di dalam ke lima sila dari Pancasila itu sendiri.
Dikarena dalam pengelolaan penyelengaraan Penataran P4 tidak benar dan terarah serta
penerimaannya dengan suatu hal keterpaksaan dari para pesertanya itu, maka hasilnya
tidak dapat diharapkan sebagaimana mestinya. Dampak dari hal ini maka lahirlah sikap-
sikap yang melenceng dari garis besar yang ada dalam kelima sila dari Pancasila itu
sendiri, hingga negeri ini memunculkan manusia-manusia yang berjiwa korup, beringas,
individualistik, materialis, kapitalis, hedonis serta faham-faham melenceng dari makna-
makna Pancasila hingga menimbulkan suatu krisis budaya. Dari keadaan yang demikian
itu, maka secara tidak langsung akan tercipta suatu pembudayaan sikap yang
memperburuk keadaan peradaban bangsa ini pada taraf yang sangat memprihatinkan
hingga melahirkan pembiadaban budaya. Ketika terjadi krisis tentang jatidiri bangsa,
maka masyarakat tidak peduli lagi tentang ideologi bangsanya, karena dianggap tidak
berpihak kepadanya dan mencoba mencari-cari ideologi lain termasuk memuja-muja
bangsa lain dari berbagai aspek yang mereka pahami dan dengan serta merta caranya
sendiri, mereka terapkan dalam kehidupan sehari-hari (Naya Sujana, 2008). Dalam
situasi semacam ini masyarakat rawan denga tindakan-tindakan ke arah negatif, hal
tersebut disebabkan tidak adanya pegang hidup yang kuat dalam dirinya, dan bukan tidak
mungkin dapat kehilangan kendali diri hingga berdampak pada lunturnya jatidiri bangsa.
Seiring dengan kencangnya arus globalisasi yang mengusung beragam ideologi dari dunia
barat dengan intensitas tingginya penyebaran dalam situs virtual digital, dimana
keberadaannya sulit dibendung lagi pergerakannya, secara berkala sedikit banyak
mempengaruhi perilaku masyarakat negeri ini lebih banyak ke arah negatifnya daripda ke
arah positifnya. Dampak dari itu semua telah terekam dalam realitas kehidupan di tengah
masyarakat, atas melencengnya perilaku dari masyarakat akibat pengaruh eksisnya budaya
impor yang telah mencuci otak penghuni bangsa ini hingga membuat lunturnya semangat
kebangsaan dan pemahaman ideologi bangsanya sendiri. Masyarakat negeri ini telah
termakan oleh beragam ideologi yang terbawa oleh kencangnya arus globalisasi melanda
negeri ini, dan tanpa sadar telah merubah pola pikir dan gaya hidup kearah kebarat-baratan
yang notabene sebagai bagian dari masyarakat lebih modern. Berapa banyak negeri ini
yang perilakunya jelas-jelas mengingkari dari nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila, dalam pikirannya seolah-olah Pancasila sebagai penghambat modernisasi
sehingga kalau diajak ngomong tentang Pancasila kupingnya menjadi panas, matanya
merah melotot menndakan sikap berontak dan pikirannya bercampur baur penuh dengan
ketidak jelasan hingga melahirkan sikap sinis terhadapnya. Pancasila dihadapannya
seolah-olah merupakan barang bekas, produk gagal dan aliran rezim orde baru, sehingga
masyarakat tak mau menanggapinya bahkan timbul suatu kecenderungan untuk
menjauhinya gilaorang-orang yang sudah termakan oleh provokasi atas eksisnya
budaya impor!. Keadaan ini disebabkan oleh kenyataan tidak dimaknainya secara
benar tentang sistem nilai, wawasan hidup dan sikap yang berlaku di masyarakat selama
ini dan tidak dibatinkannya pilar-pilar kebudayaan itu dalam diri setiap anggota
masyarakat negeri ini (Kunjana Rahardi, 2000).