Anda di halaman 1dari 17

Jurnal Ekonmi Pembangunan

Volume 11, Nomor 1, Juni 2010, hlm.13-29

MODEL PENGUATAN KAPASITAS KELEMBAGAAN PENYULUH


PERTANIAN DALAM MENINGKATKAN KINERJA USAHATANI
MELALUI TRANSACTION COST
Studi Empiris di Provinsi Jawa Tengah

Sucihatiningsih DWP 1 dan Waridin 2


Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang
1

Kampus Sekaran Gunung Pati Semarang 50229 Jawa Tengah Telepon 024-7499757
2 Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang

Jalan Erlangga Tengah Nomor 17 Semarang Telepon 024-8453657


E-mail: dianwisika@yahoo.com; waridin_dr@yahoo.co.id

Diterima 20 Desember 2009 / Disetujui 25 April 2010

Abstract: This research aims to evaluation performance of agriculture extension agent and
estimates expense of transaction needed to design revitalization scenario of counseling
institute. This research applies primary data collected through interviews with respondent and
key-persons. 200 farmers and 30 Agriculture extension agents taken as a sample with
multistage sampling. The descriptive Statistics applied to depict responder profile, extension
agent performance, and condition of the institution of counseling. A transaction cost will be
applied to estimate the value of the expense of the transaction needed to design revitalization
scenarios of the institution of counseling. The result of the research indicates that the behavior
of farming in the research area has not been efficient, so that there is an opportunity to
optimize farm production through counseling.
Keywords: extension agent performance, transaction cost, counselling institute, farming
performance

Abstrak: Penelitian ini bertujuan mengevaluasi kinerja petuga penyuluh pertanian dan
mengestimasi biaya transaksi yang dibutuhkan untuk mendisain skenario lembaga konseling.
Penelitian ini menggunakan data primer yang dikumpulkan melalui wawancara dengan para
responden dan tokoh masyarakat. Sejumlah 200 orang petani dan 30 orang petugas penyuluh
pertanian diambil sebagai sampel dengan metode multistages sampling. Statistik deskriptif
digunakan untuk menggambarkan profil responden, kinerja penyuluh pertanian, dan kondisi
lembaga konseling. Biaya transaksi diterapkan untuk memperkirakan nilai biaya operasi yang
diperlukan merancang skenario revitalisasi lembaga konseling. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa kinerja pertanian di daerah penelitian tidak efisien dan ada kesempatan mengoptimal-
kan produksi usaha tani melalui konseling.
Kata kunci: kinerja petugas penyuluhan, biaya transaksi, lembaga konseling, kinerja usaha
tani

PENDAHULUAN 820 juta; di negara-negara maju 9 juta; dan di


negara-negara transisi 25 juta (laporan Food and
Agriculture Organisation, 2007). Kekurangan pa-
Penyediaan pangan dan gizi, menjadi perhatian
ngan dapat dilihat pada ketersediaan stok pa-
bagi kelangsungan hidup sekitar 854 juta pen-
ngan dunia dalam dasawarsa terakhir. Keterse-
duduk dunia yang tersebar di negara-negara
diaan stok pangan mengalami penurunan.
berkembang (termasuk Indonesia) sebanyak
Persediaan pangan tahun 1999 dapat meme- memiliki peta sebagai berikut. Pertama, mem-
nuhi 116 hari kebutuhan dunia, namun dalam bantu petani menganalisis situasi yang sedang
tahun 2006 terhitung hanya cukup untuk 57 dihadapi dan melakukan perkiraan ke depan.
hari. Jenis kebutuhan pokok beras misalnya, Kedua, membantu petani menyadarkan terha-
situasinya lebih mengkhawatirkan, di mana dap kemungkinan timbulnya masalah dari
kebutuhan beras secara global pada tahun 2025, analisis tersebut. Ketiga, meningkatkan penge-
diperkirakan mencapai 800 juta ton, tetapi tahuan dan mengembangkan wawasan terha-
kemampuan produksinya, kurang dari 600 juta dap suatu masalah, serta membantu menyusun
ton per tahun. Kebutuhan pangan dunia lebih kerangka berdasarkan pengetahuan yang di-
besar dibanding kemampuan produksi pangan, miliki petani. Keempat, membantu petani mem-
menjadikan harga-harga ragam bahan pangan peroleh pengetahuan yang khusus berkaitan
makin sulit dijangkau masyarakat. Indonesia dengan cara pemecahan masalah yang dihadapi
sebagai negara berkembang, patut mencermati serta akibat yang ditimbulkannya sehingga
keadaan pangan di tingkat global, terlebih ma- mereka mempunyai berbagai alternatif tindak-
salah ketahanan pangan nasional yang kini an. Kelima, membantu petani memutuskan
diambang posisi rawan. pilihan tepat yang menurut pendapat mereka
Era tahun 1980-an, penyuluh dianggap sudah optimal. Keenam, meningkatkan motiva-
berhasil menghantarkan bangsa Indonesia dari si petani untuk dapat menerapkan pilihannya,
Negara pengimpor beras terbesar menjadi ne- dan ketujuh, membantu petani untuk meng-
gara swasembada beras. Namun demikian, evaluasi dan meningkatkan keterampilan mere-
sejak diberlakukannya UU No. 22 Tahun 1999 ka dalam membentuk pendapat dan mengam-
tentang otonomi daerah, kondisi penyuluhan bil keputusan.
pertanian terus mengalami keterpurukan. Un- Sistem penyuluhan pertanian di dalam oto-
tuk membangkitkan kembali penyuluhan per- nomi daerah adalah sistem penyuluhan perta-
tanian, Departemen Pertanian telah menca- nian yang digerakkan oleh petani. Dengan
nangkan program Revitalisasi Penyuluhan per- demikian petani harus dimampukan, diber-
tanian pada tanggal 3 Desember 2005 di dayakan, sehingga petani memiliki keahlian-
Banyuasin Sumatera Selatan. keahlian yang dapat menyumbangkan kegiat-
Beberapa pandangan mengemukakan annya ke arah usahatani yang moderen dan
mendukung program revitalisasi penyuluh mampu bersaing, mampu menjalin jaringan
pertanian, dikarenakan program pengembang- kerja sama di antara sesama petani maupun
an penyuluh pertanian era sebelumnya relatif dengan kelembagaan sumber ilmu/teknologi,
memiliki ragam permasalahan. Permasalahan serta mata rantai agribisnis yang peluangnya
tersebut adalah permasalahan kelembagaan tersedia. Jadi pada akhirnya petani akan
yang timbul karena fungsi penyuluhan perta- menyelenggarakan sendiri kegiatan penyuluh-
nian di provinsi belum berjalan optimal. Man- an pertanian, dari petani, oleh petani dan untuk
dat untuk melaksanakan penyuluhan pertanian petani (konsep penyuluh swakarsa) (Iqbal,
tidak jelas, bentuk tupoksi dan eselonering 2008:32-35)
kelembagaan penyuluhan pertanian kabupaten Ada kecenderungan bahwa petani tidak
kota beragam, belum semua kabupaten memi- mempunyai kapasitas pengetahuan dan semes-
liki BPP, dan BPP yang ada belum berfungsi ta wawasan yang memadai untuk dapat mema-
secara optimal. BPP banyak dialihfungsikan hami permasalahan mereka, memikirkan per-
dan masih ada yang tidak memiliki sarana dan masalahannya, atau memilih pemecahan masa-
prasarana untuk kegiatan penyuluhan. Belum lah yang paling tepat untuk mencapai tujuan
semua kelembagaan tani berfungsi secara mereka. Kemungkinan yang terjadi selanjutnya
optimal dalam meningkatkan kemandirian per- adalah pengetahuan mereka berdasarkan kepa-
tanian. da informasi yang keliru karena kurangnya
Menurut Van den Ban (2003), penyuluhan pengalaman, pendidikan, atau faktor nilai
secara sistematis merupakan suatu proses yang budaya yang ada. Terbatasnya pengetahuan,

14 Jurnal Ekonomi Pembangunan Volume 11, Nomor 1, Juni 2010: 13-29


sikap dan keterampilan petani, akan sangat an pangan dan agribisnis sebagai sektor ung-
berpengaruh terhadap kemampuan untuk ber- gulan dalam rangka ketahanan pangan
usahatani yang lebih baik. Sehingga kualitas, daerah perlu dilakukan.
kuantitas produksi pertanian berkurang yang Peranan penyuluh pertanian sebagai fasi-
tidak berorientasi agribisnis. Hal tersebut ditan- litator, motivator dan pendukung gerak usaha
dai dengan rendahnya produktifitas komoditas petani merupakan titik sentral dalam membe-
pertanian yang belum mencukupi ketersediaan rikan penyuluhan kepada petani, berkaitan
dan keamanan pangan. dengan pengelolaan usahatani yang berke-
Pembangunan sistem ketahanan pangan sinambungan dan ramah lingkungan. Kesalah-
pada hakekatnya merupakan pembangunan an dalam memberikan penyuluhan kepada
yang menitikberatkan pada harmonisasi dari petani nantinya akan menimbulkan dampak
beberapa subsistem yang meliputi subsistem negatif yang dapat membahayakan lingkungan.
sarana sumberdaya, ketersediaan pangan, dis- Pada prinsipnya proses penyelenggaraan
tribusi, konsumsi pangan, kewaspadaan dan penyuluhan pertanian dapat berjalan dengan
penganeka-ragaman pangan, serta subsistem baik dan benar apabila didukung dengan
agribisnis pangan (Susilowati et al., 2005; 2006). tenaga penyuluh yang profesional, kelembaga-
Pembangunan subsistem sarana sumberdaya an penyuluhan yang handal, materi penyu-
mencakup perencanaan dan pengaturan pem- luhan yang berkelanjutan, sistem penyeleng-
binaan teknologi, sarana produksi dan per- garaan penyuluhan yang benar serta metode
modalan serta pengembangan dalam kelemba- penyuluhan yang tepat dan manajemen pe-
gaan tani. Pembangunan dalam subsistem nyuluhan yang sinergi. Dengan demikian maka
ketersediaan pangan mencakup penyelenggara- penyuluhan pertanian sangat penting artinya
an produksi cadangan pangan serta menanggu- dalam memberikan modal bagi petani dan
langi gejolak harga pangan. Pembangunan sub- keluarganya. Sehingga pada saat itulah akan
sistem distribusi mencakup penyiapan bahan, terbentuk kapasitas kemampuan untuk dalam
koordinasi, pemantauan, pengendalian, distri- menolong dirinya sendiri dalam mencapai
busi pangan serta mengembangkan sarana pra- tujuan, memperbaiki kesejahteraan hidup
sarana distribusi, memantau dan mengevaluasi petani dan keluarganya, tanpa harus merusak
pengadaan dan cadangan pangan lingkungan sekitarnya.
Salah satu penyebab kerawanan pangan Kinerja penyuluh pertanian, yang diper-
terutama adalah dari aspek produksinya yang sepsikan oleh petani kedelai di Grobogan
relatif berfluktuatif. Memang banyak faktor adalah sedang pada aspek responsivitas, tinggi
yang akan dapat menyebabkan produksi ta- pada aspek responsibilitas namun masih
naman pangan (di Jawa Tengah) tidak aman kurang pada aspek layanan. Kurangnya kuali-
seperti adanya kelangkaan dan ketidaktepatan tas layanan penyuluh pertanian disebabkan
penggunaan input dan teknik produksi usaha- adanya perubahan ruang lingkup kegiatan
tani. Hal ini diduga karena kurangnya kegiatan penyuluhan pertanian. Kegiatan penyuluhan
penyuluhan pada sektor pertanian sejak satu yang dilaksanakan hanya berfokus pada penye-
dekade lalu. Dengan demikian maka ketahanan diaan dan penyebaran informasi yang berkaitan
pangan menjadi isu penting yang harus dita- dengan teknologi budidaya. Padahal mengacu
ngani dan dicarikan solusi pemecahannya. Ini pada definisi penyuluhan yang digunakan
penting mengingat pangan merupakan kebu- P4BPSDM Deptan (2008) cakupan kegiatan
tuhan pokok yang harus tersedia secara berke- penyuluhan tidak hanya berfokus pada transfer
sinambungan, terdistribusi secara merata, teknologi tetapi mencakup keseluruhan proses
terjangkau masyarakat dengan mutu yang pembelajaran bagi pelaku utama agar mereka
baik dan sekaligus produk pangan dengan mau dan mampu menolong dan mengorgani-
nilai tambah yang dapat meningkatkan sasikan dirinya dalam mengakses informasi
pendapatan petani produsen pangan. Untuk itu pasar, teknologi, permodalan, dan sumberdaya
kajian tentang pengembangan kapasitas tanam- lainnya sebagai upaya meningkatkan produk-

Model Penguatan Kapasitas Kelembagaan (Suci dan Waridin) 15


tivitas, efisiensi usaha, pendapatan dan kese- selain biaya transaksi, yang menjadi karakteris-
jahteraannya serta meningkatkan kesadaran tik inheren dari suatu kelembagaan adalah
dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup. organisasi. Studi ini bertujuan untuk: (1) Meng-
(Wardani dan Waridin, 2005: 2-3) evaluasi kinerja penyuluh pertanian menurut
Keterbatasan kemampuan penyuluh dalam karakteristiknya (daerah, hubungan dengan
menyediakan dan menyebarkan informasi petani, pelaku usaha, dan lain lain) di daerah
mengenai pasar, permodalan dan sumberdaya Grobogan dan Klaten, dan (2) Mengestimasi
lain menyebabkan kualitas layanan penyuluh biaya transaksi (transaction cost) yang diper-
dalam penguatan kinerja agribisnis kedelai lukan untuk merancang skenario revitalisasi
dirasakan petani belum optimal. Padahal kelembagaan penyuluhan guna mencapai pe-
seharusnya penyuluh secara normatif dapat nguatan kapasitas penyuluh untuk meningkat-
menjalankan fungsi sebagai jembatan penghu- kan kinerja usaha tani di daerah Grobogan,
bung antara pelaku usaha, instansi dan lem- Magelang, dan Klaten.
baga terkait dengan pelaku utama agar ke-
mitraan dapat tumbuh dan berkembang. Keti-
METODE PENELITIAN
daktuntasan layanan ini dikhawatirkan akan
menimbulkan efek yang cukup serius dimana
petani akan bersikap acuh tak acuh terhadap Penelitian ini menggunakan metode gabung-
penyuluh dan tidak menghargai informasi yang an/mixed method yaitu penggabungan metode
disampaikannya (Susilowati et al., 2008). kuantitatif dan kualitatif dalam satu penelitian.
Tugas seorang Penyuluh Pertanian Lapa- Campbell dan Fisk (1959) menggunakan meto-
ngan (PPL) adalah meniadakan hambatan yang de gabungan untuk mengukur sifat psikologis.
dihadapi seorang petani dengan cara me- Selanjutnya, Denzin (1978) menggunakan isti-
nyediakan informasi dan memberikan panda- lah triangulasi untuk mengkonsepkan peng-
ngan mengenai masalah yang dihadapi. Infor- gunaan metode gabungan dalam satu peneli-
masi tentang pengelolaan sumber daya alam tian.
dengan teknologi yang baik dan benar sesuai Pengumpulan data penelitian dilakukan
dengan kondisi lahan sangat bermanfaat bagi dengan menggunakan metode: wawancara,
petani untuk meningkatkan hasil produksinya observasi, dokumentasi dan focus group discus-
tanpa harus merusak lingkungan usahataninya sion (FGD). Responden dalam penelitian ini
sehingga dapat meminimalisir degradasi lahan meliputi petani, penyuluh dan key person yang
dan kerusakan lingkungan pada umumnya. dianggap kompeten dengan masalah penelitian.
Dengan begitu maka strategi penyuluhan per- Untuk mempermudah dalam penerapan model
tanian ke depan, dalam rangka mendukung penelitian maka perlu dijelasakan secara rinci
revitalisasi pertanian, dapat ditekankan, diin- variabel yang dipergunakan dalam penelitian
tensifkan dan difokuskan pada kualitas ko- ini seperti disajikan pada Tabel 1.
moditas unggulan daerah, baik pada penerapan Untuk mengestimasi nilai biaya transaksi
teknologi produksi, teknologi pasca panen, dalam membangun model revitalisasi penyu-
efisiensi biaya produksi dan pemasaran. luhan (PPL) pada penelitian ini maka diadopsi
Dengan demikian biaya transaksi (transaction teknik transaction costs dari www.worldfish.org
cost) yang dikeluarkan pada penyuluh perta- dan/atau www.eepsea.org. Biaya transaksi dari
nian lapangan dapat dihitung. suatu pertukaran merupakan karakteristik yang
Biaya transaksi dari suatu pertukaran melekat pada suatu kelembagaan. Menurut
merupakan karakteristik yang melekat pada Grover (2002), biaya transaksi antara pemasok
suatu kelembagaan. Petani sebagai salah satu dan pembeli dibagi menjadi 4 dimensi
unsur di dalam kelembagaan tataniaga tidak pengukuran yaitu cost dalam membangun hu-
memiliki akses dan kontrol secara penuh bungan, cost dalam memonitor kinerja pema-
terhadap penentuan nilai dan biaya transaksi. sok, cost dalam mengatasi masalah yang mun-
Studi Hobbs (1997) memperlihatkan bahwa cul dalam hubungan dengan pemasok dan cost
yang ditimbulkan dari kecenderungan pemasok

16 Jurnal Ekonomi Pembangunan Volume 11, Nomor 1, Juni 2010: 13-29


Tabel 1. Definisi Operasional Variabel

Variabel Konstruks Dimensi Konstruk Skala Pengukuran


Kinerja Penyuluh adalah
Kinerja - Responsivitas Metric
kesucsesan seseorang di dalam
Penyuluh - Responsibilitas
melaksanakan sesuatu pekerjaan
- Kualitas Pelayanan
(Asad, 1991), tingkat pencapaian
hasil seorang penyuluh di dalam
menjalankan tugas dan
kewajibannya.
Transaction Cost (biaya transaksi) - Biaya informasi
Transaction Metric
adalah jumlah biaya yang - Biaya set up
cost
digunakan untuk mengestimasi institusional
nilai biaya transaksi dalam - Biaya operasional
membangun model Revitalisasi
Penyuluhan (PPL) pada penelitian
ini maka akan diadopsi dari teknik
transaction cost dari
www.worldfish.org dan
www.eepsea.org.
Sumberdaya Sumber Daya Manusia adalah - Jumlah Tenaga Metric
manusia merupakan salah satu fungsi penyuluh
penyuluhan, dimana fokus fungsi - Tingkat Pendidikan
ini adalah membangun - Frekuensi Pelatihan
pemberdayaan dan potensi klien - Kemampuan
untuk perspektif kognitif mengaplikasikan
(pengetahuan dan cara gaya teknologi
berfikir)untuk membuat
keputusan dan menyelesaikan
masalah sendiri,mengambil
peranan memimpin institusi sosial
ekonomi untuk meningkatkan
produktivitas dan kualitas hidup
(Rahim M.Sail, 2008)

Tugas Penugasan yang diberikan kepada - Kunjungan lapangan Metric


Penyuluh penyuluh lapangan pertanian - Kelompok

mengambil keuntungan dari hubungan terse- Negara (APBN) dan Anggaran Penerimaan dan
but. Secara rinci kategorisasi biaya transaksi Belanja Daerah (APBD) sebagaimana yang
dapat dilihat pada Gambar 1. dilakukan oleh Jahan, et al. (1998).
Estimasi biaya transaksi untuk memban-
dingkan kedua model kelembagaan penyuluh-
HASIL DAN PEMBAHASAN
an dilakukan dengan menghitung waktu yang
dicurahkan penyuluh dalam melakukan kegiat-
an penyuluhan pertanian dan biaya yang Kelembagaan Penyuluhan
dikeluarkan pemerintah untuk membiayai ke- Secara umum kelembagaan penyuluhan di
giatan penyuluhan pertanian yang dipublikasi- Indonesia sejak Pelita I sampai sekarang telah
kan dalam Anggaran Penerimaan dan Belanja mengalami beberapa perubahan. Pertama,

Model Penguatan Kapasitas Kelembagaan (Suci dan Waridin) 17


Biaya Transaksi
dalam Penyuluhan

Biaya informasi Biaya pembuatan Biaya operasional


keputusan

x informasi produksi x biaya pembuatan


komoditas pertanian kesepakatan program
x informasi pasar penyuluhan
x informasi teknologi x biaya partisipasi
baru dalam pertemuan
x informasi mitra petani x biaya komunikasi
keputusan
x biaya koordinasi lokal
dan pusat.

Biaya pelaksanaan Biaya monev Biaya operasional


penyuluhan kelembagaan

Gambar 1. Biaya Transaksi Penyuluhan

pada tahun 1970-1990, dimana secara kelem- da pemerintah daerah. Era ini menjadi awal
bagaan penyuluh merupakan bagian dari dilaksanakannya desentralisasi program-pro-
program Bimbingan Massal (BIMAS) yang gram penyuluhan. Namun banyak daerah yang
bertanggung jawab pada peningkatan komodi- tidak siap sehingga penyuluhan menjadi mati
tas pokok untuk memenuhi sasaran produksi suri. Kelima, pada tahun 2006-sekarang di-
maksimal. Kedua, pada tahun 1991 kelemba- lakukan revitalisasi penyuluhan pertanian di-
gaan penyuluh di set up ulang, sehingga penge- mana kelembagaan penyuluh di tingkat kabu-
lolaan kelembagaan penyuluh pertanian yang paten dan kecamatan dihidupkan kembali yang
semula di Bimas diserahkan ke dinas-dinas dituangkan dalam UU No.16 Tahun 2006 ten-
teknis lingkup pertanian. Masa ini ditandai tang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan,
dengan munculnya BPP dan PPL Tanaman dan Kelautan (SP3K), kelembagaan di Kabu-
Pangan, BPP Perkebunan, BPP Perikanan, BPP paten Badan Pelaksana Penyuluhan (BAPELLUH)
Peternakan. PPL bersifat monovalen. Ketiga, dan di kecamatan BPP. Hal ini dipertegas
pada tahun 1996-2000, kelembagaan penyuluh- dengan Surat Menteri Pertanian No.157 yang
an di tingkat Kabupaten/Kota disatukan dalam isinya menyatakan bahwa dana dekonsentrasi
wadah baru dengan Nomenklatur Balai Infor- dari Pusat hanya akan diberikan kepada kabu-
masi Penyuluhan Pertanian (BIPP) dan di paten/kota yang sudah membentuk Kelemba-
tingkat kecamatan BPP difungsikan kembali gaan Penyuluhan Pertanian.
sebagai home base semua Penyuluh Pertanian Tahun 2007-2008 menjadi masa transisi
yang bertugas di kecamatan. Pada model ke- bagi kelembagaan penyuluhan di provinsi Jawa
lembagaan pertama sampai ketiga, penentuan Tengah. Januari-November 2007, kelembagaan
dan pengelolaan penyuluhan dilakukan dengan penyuluhan tingkat provinsi berada di dalam
sistem sentralisasi. Keempat, pada tahun 2001- Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Badan
2005, kelembagaan penyuluh diserahkan kepa- Bimbingan Massal dan Ketahanan Pangan

18 Jurnal Ekonomi Pembangunan Volume 11, Nomor 1, Juni 2010: 13-29


(BBMKP) sebagai Kelompok Jabatan Fungsional Magelang maupun Grobogan menyebabkan
Penyuluh Provinsi Jawa Tengah. Kemudian, penyelenggaraan penyuluhan dan pembinaan
pada 14 November 2007, melalui Peraturan SDM pertanian berjalan kurang optimal. Hal
Gubernur No.58 Tahun 2007 dibentuk Sekreta- tersebut sejalan dengan hasil penelitian Puspi-
riat Badan Koordinasi Penyuluhan Pertanian tasari (2008) bahwa belum terbentuknya Bape-
(Bakorluh) provinsi Jawa Tengah yang bertugas luh menjadi salah satu permasalahan pokok
melaksanakan kegiatan administratif dan fasili- dalam pengembangan agribisnis kedelai seba-
tatif kegiatan penyuluhan. Lembaga ini dipim- gai salah satu tanaman pangan ungggulan di
pin oleh Asisten Ekonomi dan Pembangunan Kabupaten Grobogan.
Biro Perekonomian Daerah. Padahal sesuai
amanat UU No.16 Tahun 2006 tentang Sistem Kinerja Penyuluh Pertanian Lapangan
Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutan- Pelaksanaan kegiatan penyuluhan dilakukan
an (SP3K), Bakorluh harus merupakan satuan secara bersama antara penyuluh pertanian PNS,
kerja yang mandiri sehingga pada tanggal 7 Tenaga Harian LepasTenaga Bantu Penyuluh-
Juni Tahun 2008, berdasarkan Peraturan Daerah an Pertanian (THL-TB PP), penyuluh pertanian
(Perda) provinsi Jawa Tengah No.10 Tahun swasta dan penyuluh pertanian swadaya.
2008, Sekretariat Bakorluh ditetapkan menjadi Untuk memperlancar pelaksanaan kegiatan
salah satu lembaga daerah lain yang dipimpin penyuluhan, Departemen Pertanian (Deptan)
oleh Kepala Sekretariat Bakorluh. Pejabat fung- mentargetkan adanya satu orang penyuluh di
sional penyuluh(penyuluh pertanian, penyuluh setiap desa. Namun, sampai saaat ini masih
perikanan dan penyuluh kehutanan), dengan sulit bagi Deptan untuk memenuhi target
terbentuknya kelembagaan baru ini, berada tersebut mengingat beberapa kendala yang ada.
pada kelompok jabatan fungsional (KJF) yang Ketimpangan jumlah tenaga penyuluh dengan
berada langsung di bawah Kepala Sekretariat jumlah desa binaan juga ditemukan di lokasi
Bakorluh. penelitian.
Pelaksanaan otonomi daerah membawa
implikasi pada perubahan kewenangan penye- Persepsi Petani terhadap Kinerja Penyuluh
lenggaraan penyuluhan. Penyelenggaraan pe- dalam Faktor Pemberdayaan Sumber Daya
nyuluhan yang sebelumnya terpusat, diserah- Manusia di Kabupaten Grobogan, Klaten,
kan kepada Pemerintah Daerah Kota/Kabu- dan Magelang
paten. Berdasarkan data sekretariat Bakorluh
Jawa Tengah (2009), baru 10 dari 34 Kabupa- Kinerja penyuluh pertanian di Kabupaten
ten/Kota di Jawa Tengah yang membentuk Grobogan Klaten dan Magelang berdasarkan
Badan Pelaksana Penyuluhan (bapeluh) dengan persepsi responden tentang faktor pember-
Perda. Adapun kelembagaan penyuluhan di dayaan sumber daya manusia pada Tabel 2
lokasi penelitian, yaitu di Kabupaten Klaten, secara umum adalah sedang. Faktor pember-
Magelang dan Grobogan belum dikelola secara dayaan sumberdaya manusia penyuluh perta-
terpisah sebagaimana yang diamanatkan dalam nian memiliki kinerja yang tinggi pada pelibat-
UU No 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyu- an petani dalam menyusun rencana kerja. Hal
luhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan ini menunjukkan bahwa penyuluh pertanian di
(SP3K). Kelembagaan penyuluhan tingkat ketiga Kabupaten sering melakukan diskusi
kabupaten masih menyatu di dalam kelemba- dengan petani dalam menentukan kegiatan apa
gaan Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan yang diperlukan dalam upaya meningkatkan
Hortikultura setempat. Adapun koordinasi kesejahteraan petani. Pengetahuan petani ten-
kegiatan penyuluhan tingkat kecamatan dilak- tang cara bercocok tanam diperoleh secara
sanakan melalui Unit Pelaksana Teknis Daerah otodidak, turun temurun dari orang tua. Namun
(UPTD) Dinas Pertanian kecamatan. ada perbedaan tentang usaha bercocok tanam
Belum dibentuknya kelembagaan penyu- kedelai dari dulu hingga sekarang. Perbedaan
luhan yang integral, baik di Kabupaten Klaten, itu sangat terkait dengan tingkat penggunaan
teknologi. Penerapan teknologi sangat merubah

Model Penguatan Kapasitas Kelembagaan (Suci dan Waridin) 19


Tabel 2. Kinerja Penyuluh dalam Bidang Pemberdayaan Sumber Daya Manusia menurut Persepsi
Petani di Kabupaten Grobogan(n=60), Klaten(n=60) dan Magelang (n=80)
Indikator Kategori Grobogan Klaten Magelang
kinerja
penyuluh Jumlah Persen Jumlah Persen Jumlah Persen

Penglibatan petani Rendah 0 0 14 23,3 45 56,2


dalam menyusun Sedang 42 40 23 38,3 16 20
dan merealisasikan Tinggi 36 60 23 38,3 16 23,8
rencana kerja

Menumbuhkem- Rendah 6 10 20 33,3 44 55


bangkan kemitraan Sedang 33 55 26 40 18 22,5
antara petani dan Tinggi 21 35 16 26,7 18 22,5
pelaku usaha
Menumbuhkem- Rendah 4 6,7 19 31,7 44 55
bangkan Sedang 33 55 32 53,3 23 28,8
kewirausahaan Tinggi 23 38,3 9 15 13 16,2

Berperan dalam Rendah 1 1,7 21 35 45 56,3


kegiatan sosial Sedang 42 70 30 50 22 27,5
Tinggi 17 28,3 9 15 13 16,2

Kreatifitas dan Rendah 2 3,3 16 26,7 47 58,8


inisiatif Sedang 41 68,3 37 61,7 22 27,5
Tinggi 17 28,3 7 11,7 11 16,2
Sumber: data primer diolah, 2009

pola usaha petani dari yang semula tradisional yang dihasilkan. Sehingga dengan peningkatan
hingga menjadi modern. Dalam mengatasi kualitas pengusaha akan dengan mudah
permasalahan kesulitan modal yang dialami membeli karena kualitas yang baik. Sehingga
petani maka penyuluh memberikan bantuan keberadaan penyuluh di sini sangat dibutuhkan
modal dengan system pembayaran saat panen. untuk memberikan solusi harga tawar panen
Menurut petani peran penyuluh cukup besar kedelai dan memberikan informasi teknologi
dalam membantu petani, karena memberikan dan harga pasar. Di daerah Grobogan sebagian
serangkaian program pendampingan kepada sudah dibantu penyuluh tapi sebagian besar
petani. belum, sehingga kinerja penyuluh masih
Permasalahan yang masih dihadapi petani sedang.
dalam pemasaran hasil panen, menurutnya Dari sisi kreatifitas dan inisiatif kinerja
selama ini harga sering dipermainkan oleh penyuluh di ketiga Kabupaten tergolong se-
tengkulak. Tengkulak membeli hasil panen dari dang menurut persepsi responden. Hal ini
petani dengan harga yang sangat rendah. menunjukkan bahwa penyuluh selalu berusaha
Masyarakat petani berharap kepada pemerin- memahami permasalahan petani dan menye-
tah agar dapat membantu permasalahan yang lesaikan dengan memberikan beberapa alterna-
hadapi termasuk masalah tengkulak yang tive penyelesaian masalah. Hal ini bisa dilihat
sangat merugikan petani. saat penyuluh mengadakan pertemuan pada
Kelompok tani pada dasarnya mampu selapan hari sekali (35 hari), saat petani
memiliki posisi tawar yang cukup baik apabila mengadakan pertemuan warga, sehingga per-
mereka mampu meningkatkan kualitas output masalahan yang ada dapat dibicarakan, namun

20 Jurnal Ekonomi Pembangunan Volume 11, Nomor 1, Juni 2010: 13-29


belum dapat menjangkau seluruh daerah, Estimasi Biaya Transaksi Kegiatan Penyu-
khususnya pada daerah penelitian. Hal ini luhan Pertanian Berdasarkan Curahan
disebabkan jumlah penyuluh yang kurang Waktu Penyuluh
sehingga seluruh informasi kurang tersampai-
Biaya transaksi kegiatan penyuluhan pada
kan.
kedua model kelembagaan dihitung berdasar-
kan waktu yang dicurahkan penyuluh, yang
Biaya Transaksi Kegiatan Penyuluhan
meliputi waktu yang dicurahkan penyuluh
Pertanian
untuk mengumpulkan informasi (biaya infor-
Biaya transaksi penyuluhan adalah biaya yang masi), waktu yang dicurahkan penyuluh dalam
dibutuhkan untuk perencanaan, pelaksanaan pembuatan kesepakatan antara stakeholders
dan pengembangan kelembagaan penyuluhan. penyuluhan (biaya pembuatan keputusan) dan
Untuk mengevaluasi potensi setiap model waktu yang dicurahkan penyuluh untuk me-
kelembagaan penyuluhan biaya transaksi pe- laksanakan dan memonitor program-program
nyuluhan dilakukan perbandingan antara biaya penyuluhan (biaya operasional).
transaksi penyuluhan kelembagaan sentralisasi Biaya Informasi. Biaya informasi adalah
(periode tahun 1995-1998) dengan kelembagaan biaya pengumpulan informasi yang diperlukan
desentralisasi (periode tahun 2006-2009). Biaya dalam mengelola suatu sistem agar dihasilkan
transaksi penyuluhan meliputi biaya informasi, keputusan yang efisien (Abdullah, et al., 1998).
biaya penetapan keputusan dan biaya operasio- Keberhasilan program penyuluhan sangat
nal. bergantung pada jumlah dan jenis informasi
Estimasi biaya transaksi untuk memban- yang tersedia bagi para pengambil kebijakan,
dingkan kedua model kelembagaan penyu- penyuluh dan sasaran penyuluhan. Waktu
luhan dilakukan dengan menghitung waktu yang dicurahkan penyuluh untuk mengumpul-
yang dicurahkan penyuluh dalam melakukan kan informasi pada model kelembagan penyu-
kegiatan penyuluhan pertanian dan biaya yang luh sentralisasi (1995-1998) dan desentralisasi
dikeluarkan pemerintah untuk membiayai ke- (2006-2009) sebagaimana tersaji pada Tabel 3.
giatan penyuluhan pertanian yang dipublika- Waktu yang dicurahkan penyuluh untuk
sikan dalam Anggaran Penerimaan dan Belanja mengumpulkan informasi produksi dan infor-
Negara (APBN) dan Anggaran Penerimaan dan masi pasar pada model kelembagaan sentrali-
Belanja Daerah (APBD). sasi lebih tinggi dibandingkan pada era
desentralisasi. Hal ini disebabkan oleh kema-

Tabel 3. Biaya Informasi Penyuluhan pada Model Sentralisasi dan Desentralisasi

Klaten Grobogan Magelang


Biaya Informasi
S D S D S D
a. informasi produksi
(jumlah, kualitas,
lokasi) 5,22 4,44 5,78 4,89 15,78 11,67
b. informasi pasar (harga,
jumlah, lokasi) 7,89 6,33 6,00 5,89 14,22 12,22
c. informasi teknologi
baru 3,56 11,67 6,22 8,67 12,89 25,78
d. informasi mitra petani
0,22 4,56 0,00 5,33 2,67 9,33
Jumlah 16,89 27,00 18,00 24,78 45,56 59,00
Sumber: Data Primer (2009)
Ket: S: sentralisasi, D: desentralisasi

Model Penguatan Kapasitas Kelembagaan (Suci dan Waridin) 21


juan teknologi telepon genggam yang sudah dicari penyuluh sendiri sesuai dengan kebu-
merambah sampai ke pelosok desa. Tahun tuhan informasi kelompok tani binaannya.
19951998 akses informasi dari petani sebagai Artinya penyuluh mencari informasi teknologi
produsen komoditas pertanian kepada penyu- baru spesifik lokasi.
luh masih terbatas. Perkembangan informasi Curahan waktu penyuluh mengumpulkan
produksi baik yang berkaitan dengan kuantitas, informasi mitra petani dalam pengembangan
kualitas maupun lokasi diperoleh penyuluh agribisnis petani binaannya pada model kelem-
dengan mendatangi kelompok tani. Adapun bagaan sentraliasi sangat rendah. Pengumpulan
tahun 2006-2009, teknologi telpon genggam informasi mitra petani baru menjadi tugas
sudah bukan menjadi hal asing lagi bagi petani pokok penyuluh pada era desentralisasi dimana
sehingga penyuluh dapat mengakses perkem- kebutuhan informasi mitra telah menjadi kebu-
bangan informasi produksi melalui telepon. tuhan yang pokok dan mendesak bagi petani
Akses informasi produksi pun menjadi lebih dalam mengembangkan agribisnisnya.
mudah dan lancar. Demikian pula halnya, keti- Biaya Pembuatan Keputusan. Biaya pem-
ka penyuluh mengumpulkan informasi pasar. buatan keputusan adalah biaya yang ditimbul-
Informasi pasar pada tahun 1995-1998 dapat kan dalam pembuatan kesepakatan antara
diperoleh ketika penyuluh bertatap muka lang- stakeholders dan penyuluh. Biaya tersebut meli-
sung dengan pembeli sebaliknya pada tahun puti biaya pembuatan kesepakatan tentang pro-
20062009 informasi pasar sudah dapat diper- gram penyuluhan yang akan dilaksanakan,
oleh tanpa atau dengan tatap muka langsung. biaya partisipasi dalam pertemuan, biaya
Curahan waktu penyuluh dalam mengum- komunikasi keputusan pada kelompok, dan
pulkan informasi teknologi baru pada model biaya koordinasi antara pemerintah lokal dan
kelembagaan desentralisasi meningkat diban- pusat. Waktu yang dicurahkan penyuluh untuk
dingkan dengan model kelembagaan sentrali- pembuatan keputusan pada model kelembagan
sasi. Hal ini disebabkan oleh perubahan tugas penyuluh sentralisasi (19951998) dan desen-
pokok penyuluh pada kedua model kelemba- tralisasi (2006-2009) sebagaimana tersaji pada
gaan tersebut. Penyuluh di daerah (tigkat kabu- Tabel 4.
paten maupun kecamatan), pada model kelem- Berdasarkan SKB Menteri Dalam Negeri
bagaan sentralisasi, mendapat asupan informasi dengan Menteri Pertanian No. 54 Tahun 1996/
teknologi baru yang sifatnya relatif seragam 301/Kpts/LP.120/4/96, program penyuluhan
dari pusat. Adapun pada model kelembagaan pada model kelembagaan sentralisasi disusun
desentralisasi, informasi teknologi baru harus berdasarkan program penyelenggaraan penyu-

Tabel 4. Biaya Pembuatan Keputusan pada Model Sentralisasi dan Desentralisasi


(Jam/Bulan)

Aktivitas Pembuatan Keputusan Klaten Grobogan Magelang


S D S D S D
a. penyusunan program
penyuluhan 2,22 5,78 3,67 6,56 7,78 14,00

b. partisipasi dalam pertemuan


kelompok 10,67 14,33 19,56 29,33 17,33 26,00

c. komunikasi keputusan pada


anggota kelompok 2,89 25,33 7,33 20,89 7,67 8,89

d. koordinasi pusat & local 9,33 2,22 8,44 7,56 9,78 7,00
Jumlah 25,11 47,67 39,00 64,33 42,56 55,89
Sumber: Data Primer (2009)
Ket: S: sentralisasi, D: desentralisasi

22 Jurnal Ekonomi Pembangunan Volume 11, Nomor 1, Juni 2010: 13-29


luhan pertanian tingkat nasional dengan mem- nya bukti fisik (tertulis) programa penyuluhan
perhatikan program-program pembangunan disetiap BPP. Berdasarkan hasil penelitian
pada Direktorat Jenderal/Badan/Pusat lingkup BPLPP tahun 1987, 81 persen BPP sampel tidak
pertanian yang memerlukan dukungan pro- dapat menyampaikan bukti bahwa mereka
gram penyuluhan pertanian atau dengan kata memiliki program penyuluhan pertanian.
lain bersifat top down. Hal ini berimplikasi Biaya Operasional. Biaya operasional
curahan waktu penyuluh pada aktivitas penyu- adalah biaya yang digunakan untuk melaksana-
sunan program penyuluhan, pertemuan kelom- kan dan memonitor kegiatan-kegiatan penyu-
pok dan komunikasi keputusan pada anggota luhan. Biaya operasional penyuluhan meliputi
kelompok pada model kelembagaan sentralisasi biaya pelaksanaan kegiatan penyuluhan (pem-
lebih rendah dibandingan pada model kelem- buatan alat peraga, demplot, demfarm, dsb),
bagaan desentralisasi. Sebaliknya pada era biaya evaluasi dan monitoring kegiatan penyu-
desentralisasi, program penyuluhan disusun luhan serta biaya operasional kelembagaan.
secara bottom up. Penyuluh membutuhkan Waktu yang dicurahkan penyuluh untuk
curahan waktu lebih banyak dalam proses operasional kolektif pada model kelembagan
penggalian aspirasi tersebut. Aspirasi pihak- penyuluh sentralisasi (19951998) dan desentra-
pihak berkepentingan, potensi wilayah dan lisasi (20062009) sebagaimana tersaji pada
permasalahan yang berkaitan dengan pengem- Tabel 5.
bangan pertanian secara luas digunakan menja- Curahan waktu penyuluh dalam melaksa-
di dasar penyusunan program penyuluhan. nakan kegiatan penyuluhan dan operasional
Pihak-pihak berkepentingan dianggap lebih kelembagaan pada model kelembagaan sen-
mengetahui situasi dan kondisi yang saat ini tralisasi secara umum lebih rendah diban-
terjadi di lingkungannya. Di sisi lain pengeta- dingkan pada model kelembagaan desentral-
huan penyuluh terhadap perubahan situasi di isasi. Sebaliknya pada aktivitas monitoring dan
masa datang dianggap lebih baik sehingga evaluasi kegiatan penyuluhan, curahan waktu
perlu di cari kesepakatan mengenai program penyuluh lebih tinggi.
apa yang perlu dilakukan dalam kegiatan Curahan waktu penyuluh yang lebih tinggi
penyuluhan. Selain perbedaan mekanisme pada model kelembagaan desentralisasi diduga
penyusunan program, pada model kelembaga- disebabkan oleh beberapa faktor antara lain:
an desentralisasi pemerintah melalui program (1) Model kelembagaan desentralisasi menuntut
revitalisasi penyuluhan pertanian mewajibkan keahlian penyuluh yang bersifat polivalen.
setiap daerah menyediakan stimulasi dana bagi Artinya penyuluh harus menguasai beberapa
peyusunan programa penyuluhan. Hal ini juga bidang penyuluhan yang meliputi bidang
menjadi salah satu faktor pendorong tersusun- tanaman pangan dan hortikultura, perikanan,

Tabel 5. Biaya Operasional Kolektif pada Model Sentralisasi dan Desentralisasi


(Jam/Bulan)

Aktivitas Operasional Klaten Grobogan Magelang


kolektif S D S D S D

a, Pelaksanaan kegiatan 42,22 38,33 55,56 60,00 24,67 53,56

b, Evaluasi dan
23,89 20,56 26,11 13,22 24,89 13,89
monitoring
c, Operasional
9,78 15,11 2,00 11,56 9,78 12,00
kelembagaan
Jumlah 75,89 74,00 83,67 84,78 59,33 79,44
Sumber: Data Primer (2009)
Ket: S: sentralisasi, D: desentralisasi

Model Penguatan Kapasitas Kelembagaan (Suci dan Waridin) 23


kehutanan dan peternakan. Tuntutan keahlian program RPP melalui dana dekonsentrasi
yang bersifat polivalen mau tidak mau memak- diimplementasikan dengan ketentuan sebagai
sa penyuluh untuk mencurahkan waktu lebih berikut:
banyak dalam menyiapkan kegiatan penyuluh- (1) Kabupaten/kota yang telah membentuk
an, kelembagaan penyuluhan sesuai dengan ama-
(2) Untuk meningkatkan motivasi kerja penyu- nah UU No. 16 Tahun 2006 mendapat insentif
luh pertanian dalam melaksanakan kegiatan berupa dukungan dana dekonsentrasi untuk
penyuluhan dan memobilisasi penyuluh dalam kegiatan-kegiatan: (a) penyebaran informasi
melaksanakan tugas dan fungsinya yang pada penyuluhan pertanian untuk penyuluh; (b)
periode sebelumnya mulai menurun pada Biaya Operasional Penyuluh Pertanian PNS
tahun 2008, pemerintah memberikan biaya ope- (BOP); (c) pengembangan Balai Penyuluhan
rasional penyuluh (BOP) senilai Rp250.000/ Kecamatan Model; (d) penyebaran perangkat
orang/bulan. media informasi di Balai Penyuluhan Kecamat-
an; (e) pengawalan dan pendampingan Tenaga
Estimasi Biaya Transaksi Kegiatan Harian Lepas-Tenaga Bantu (THL-TB PP)
Penyuluhan Pertanian Berdasarkan Biaya Penyuluh Pertanian; (f) penunjang perencanaan
yang Dikeluarkan Pemerintah (administrasi, koordinasi, konsultasi); serta (g)
pengawalan dan pendampingan (monitoring
Biaya transaksi kegiatan penyuluhan dalam
dan evaluasi);
penelitian ini juga dihitung berdasarkan biaya
(2) Kabupaten/kota yang belum membentuk
yang dikeluarkan pemerintah untuk membiayai
kelembagaan penyuluhan sesuai dengan aman-
kegiatan penyuluhan. Sumber pembiayaan ke-
ah UU No. 16 Tahun 2006 tidak mendapat biaya
giatan penyuluhan berasal dari dana APBN,
pengembangan Balai Penyuluhan Kecamatan
APBD provinsi, APBD kabupaten/kota, mau-
Model dan penyebaran perangkat media infor-
pun sumber-sumber lain yang sah dan tidak
masi di BPP;
mengikat. Dana APBN disalurkan melalui dana
(3) Kabupaten/kota yang menjadi lokasi
dekonsentrasi sebagai insentif bagi percepatan
P3TIP/FEATI memperoleh dukungan dana
implementasi UU No. 16 Tahun 2006 tentang
dekonsentrasi sebagai berikut: (a) BOP bagi
SP3K di tingkat provinsi maupun kabupaten.
penyuluh pertanian PNS; (b) penyebaran infor-
Pengalokasian dana dekonsentrasi ini berhu-
masi penyuluhan pertanian untuk penyuluh; (c)
bungan dengan bagaimana kelembagaan pe-
penunjang perencanaan (administrasi, koordi-
nyuluhan di daerah tersebut (P4BPSDM Dep-
nasi, konsultasi); (d) pengawalan dan pendam-
tan, 2008).
pingan (monitoring dan evaluasi); serta (e)
Kelembagaan penyuluhan di tingkat pro-
pengawalan dan pendampingan Tenaga Harian
vinsi telah berbentuk Bakorluh berdasarkan
Lepas-Tenaga Bantu (THL-TB) Penyuluh Perta-
Perda Provinsi Jawa Tengah No 10 Tahun 2008
nian;
tanggal 8 Juni 2008. Adapun kelembagaan
(4) Pengalokasian dana tersebut berprinsip
penyuluhan di tingkat kabupaten/kota masih
pada sinergitas antara Pemerintah Pusat, Pro-
beragam. Berdasarkan data Bakorluh Jateng,
vinsi dan Kabupaten/Kota dan antara berbagai
per Januari 2009, kabupaten yang telah mem-
sumber pembiayaan yang tersedia, baik APBN,
bentuk Bappeluh dengan Perda jumlahnya
APBD provinsi dan kabupaten/kota, maupun
mencapai 10 kabupaten, yaitu Magelang,
sumber-sumber lain yang sah dan tidak mengi-
Karanganyar, Rembang, Sragen, Purworejo,
kat;
Banyumas, Cilacap, Purbalingga, Batang dan
Selain pembiayaan dana dekonsentrasi pe-
Temanggung. Kelembagaan penyuluhan di dua
nyuluhan pertanian yang bersumber dari
puluh empat kabupaten/kota lainnya berben-
APBN Departemen Pertanian c.q. Badan Pe-
tuk Raperda/Peraturan Bupati/Walikota mau-
ngembangan SDM Pertanian serta pembiayaan
pun kesanggupan dan khusus Kota Surakarta
untuk P3TIP/FEATI (pinjaman Bank Dunia,
tidak memiliki penyuluh PNS.
APBN, APBD), sejak tahun 2006 sampai dengan
Sejak tahun 2008, kebijakan pembiayaan

24 Jurnal Ekonomi Pembangunan Volume 11, Nomor 1, Juni 2010: 13-29


tahun 2009 ini tersedia pula dana APBN dalam dan terkini di setiap wilayah kerja penyuluh.
rangka membantu kabupaten/kota membiayai Berdasarkan hasil kajian diketahui bahwa biaya
kebutuhan fisik sarana dan prasarana penyu- informasi kegiatan penyuluhan Provinsi Jawa
luhan pertanian dalam bentuk Dana Alokasi Tengah Tahun 2009 belum menyediakan ang-
Khusus (DAK) Bidang Pertanian. Alokasi peng- garan khusus untuk membiayai kegiatan
gunaan DAK secara lebih rinci mengacu pengumpulan data tentang keadaan yang nyata
kepada Petunjuk Teknis Penggunaan DAK ada. Ketiadaan mata anggaran khusus yang
Bidang Pertanian Tahun 2009 yang dikeluarkan digunakan untuk membiayai kegiatan pengum-
oleh Sekretariat Jenderal, Departemen Pertani- pulan informasi selama ini disiasati dengan
an. mengumpulkan data secara acak dari perwa-
Biaya transaksi kegiatan penyuluhan per- kilan kelompok tani/gapoktan yang terlibat
tanian Bakorluh Jawa Tengah tahun anggaran dalam kegiatan penyusunan program penyu-
2009 adalah sebagaimana tersaji pada Tabel 15. luhan sehingga ketersediaan data yang riil dan
Biaya tersebut dialokasikan untuk biaya in- up to date hingga saat ini masih belum dapat
formasi, biaya pembuatan keputusan dan biaya terwujud;
operasional kolektif. (2) Informasi perkembangan teknologi khusus-
Biaya Informasi. Biaya informasi yang nya hasil-hasil penelitian yang dilakukan per-
bersumber dari APBN sebesar Rp755.712.000 guruan tinggi, badan litbang, dan swasta;
(Tujuh Ratus Lima Puluh Lima Juta Tujuh (3) Informasi kondisi cuaca dan iklim. Kondisi
Ratus Dua Belas Ribu Rupiah) dialokasikan cuaca dan iklim pada saat ini relatif banyak
untuk biaya langganan tabloid mingguan Sinar berubah dibandingkan masa-masa sebelumnya
Tani bagi 2624 orang penyuluh di tingkat sehingga penentuan awal masa tanam menjadi
Provinsi maupun Kabupaten selama satu tahun lebih sulit. Penyuluh maupun petani memerlu-
anggaran (12 bulan=48 eksemplar). Adapun kan informasi tersebut untuk mengantisipasi
biaya informasi yang bersumber dari APBD I kegagalan panen usahatani;
Jawa Tengah, sebesar Rp10.000.0000 (sepuluh (4) Informasi serangan hama penyakit;
juta rupiah) dialokasikan untuk pembelian (5) Informasi harga dan pasar;
bahan bacaan dan perundangan bagi penyuluh (6) Informasi permodalan; dan
provinsi, lihat Tabel 6. (7) Informasi kebijakan pembangunan pertani-
Fakta tersebut menunjukkan bahwa ba- an, perikanan dan kehutanan di wilayah kerja-
nyak kegiatan pengumpulan informasi yang nya.
belum terakomodir dalam mata anggaran Biaya Pembuatan Keputusan. Biaya pem-
APBN maupun APBD I. Berdasarkan hasil FGD buatan keputusan kegiatan penyuluhan perta-
pihak berkepentingan dalam kegiatan penyu- nian Jawa Tengah bersumber dari APBN sebe-
luhan dan penguatan kinerja agribisnis di sar Rp610.262.000 (Enam Ratus Sepuluh Juta
lokasi penelitian dapat disimpulkan informasi Dua Ratus Dua Ribu Rupiah) dan APBD I Jawa
yang diperlukan untuk meningkatkan kinerja Tengah sebesar Rp825.000.000 (Delapan Ratus
agribisnis tanaman pangan, antara lain: Dua Puluh Lima Juta Rupiah). Biaya yang
(1) Informasi-informasi (data) tentang keadaan bersumber dari APBN dialokasikan untuk:
nyata dan terkini di wilayah kerja penyuluh (1) biaya pembuatan keputusan tentang pro-
untuk mendukung penyusunan programa gram penyuluhan, mencakup biaya koordinasi
penyuluhan. Data tersebut antara lain meliputi bagi penyuluh provinsi maupun keseluruhan
data monografi daerah, data pelaku utama kabupaten/kota dalam menyusun program pe-
kegiatan pertanian, data luas, jenis tanaman nyuluhan dan biaya penyusunan rencana kerja
dan produksi tanaman pangan, data pelaku teknis, serta
usaha dan data kegiatan usahatani petani. UU (2) biaya koordinasi pusat dan lokal, mencakup
No.16 Tahun 2006 mengamanatkan adanya biaya konsultasi dari penyuluh provinsi dan
penyusunan program penyuluhan yang dilaku- kabupaten/kota ke pusat (Jakarta).
kan secara partisipatif berdasarkan situasi nyata Biaya yang bersumber dari APBD I Jawa

Model Penguatan Kapasitas Kelembagaan (Suci dan Waridin) 25


Tabel 6. Biaya Transaksi Kegiatan Penyuluhan Pertanian di Jawa Tengah Berdasarkan Biaya
yang Dikeluarkan Pemerintah

Aktivitas APBN APBD I


Pengumpulan Informasi 755.712.000 10.000.000
Pembuatan Keputusan
a. pembuatan keputusan tentang program 358.262.000 425.000.000
penyuluhan
b. koordinasi pusat & lokal 252.000.000 400.000.000
Operasional kolektif
a. pelaksanaan kegiatan penyuluhan 314.961.000 2.860.000.000
b. evaluasi dan monitoring 496.043.000 150.000.000
c. operasional kelembagaan
c1. BOP 7.872.000.000
c2. honor 188.800.000
c3. administrasi 199.045.000 183.020.000
c4. peningkatan sarana prasarana 180.000.000 806.445.000
d. pendidikan dan latihan 419.730.000 20.000.000
Jumlah 11.036.553.000 4.854.465.000
Sumber: Sekretariat Bakorluh Jawa Tengah (2009)

Tengah dialokasikan untuk biaya penyusunan pembinaan penyuluhan pertanian di wilayah


programa dan metode penyuluhan serta biaya kerjanya, (4) Telah diangkat kembali sebagai
rapat koordinasi dengan luar daerah. pejabat fungsional penyuluh pertanian (bagi
Biaya Operasional. Biaya operasional lebih penyuluh pertanian dengan keahlian perikan-
banyak bersumber dari pembiayaan APBN an), dan (5) Tidak ditugaskan dalam jabatan
dibandingkan APBD I Jawa Tengah. Biaya struktural
operasional yang bersumber dari APBN sebesar Adapun biaya operasional yang bersumber
Rp9.670.579.000 (Sembilan Miliar Enam Ratus dari APBD I Jawa Tengah sebesar Rp4.019.
Tujuh Puluh Juta Lima Ratus Tujuh Puluh 465.000 (Empat Miliar Sembilan Belas Juta
Sembilan Ribu Rupiah). Sebagian besar biaya Empat Ratus Enam Puluh Lima Ribu Rupiah).
tersebut (81,40 persen atau setara dengan 71,33 Biaya tersebut sebagian besar (71,15 persen atau
persen dari total biaya transaksi APBN) setara 58,91 persen dari total biaya transaksi
dialokasikan untuk membiayai biaya operasio- APBD I) dialokasikan untuk membiayai opera-
nal penyuluh (BOP). BOP diberikan kepada sional kegiatan penyuluhan.
2624 penyuluh tingkat provinsi maupun kabu- Model Biaya Transaksi untuk Merevitali-
paten sebesar Rp250.000 selama 12 bulan. BOP sasi Kegiatan Penyuluhan Pertanian. Model
adalah dana yang dapat digunakan langsung biaya transaksi untuk merevitalisasi kegiatan
oleh para penyuluh untuk melaksanakan penyuluhan pertanian disusun berdasarkan
kegiatan penyuluhan. Penyuluh yang berhak skenario bahwa keseluruhan kelembagaan
menerima BOP harus memenuhi beberapa per- penyuluhan di tingkat provinsi maupun kabu-
syaratan sebagai berikut (P4BPSDM DEPTAN, paten/kota telah dibentuk berdasarkan amanat
2008): (1) Penyuluh PNS yang telah diangkat UU No. 16 Tahun 2006. Selain itu kebutuhan
menjadi pejabat fungsional penyuluh pertanian jumlah penyuluh dihitung berdasarkan rumus-
dan atau yang telah disesuaikan dengan an target jumlah penyuluh yang ditetapkan
jabatannya sesuai SK MENKOWASBANGPAN Deptan melalui konsep one village one extension.
No. 19 Tahun 1999, (2) Tidak sedang melaksa- Model biaya transaksi ini dapat dilihat pada
nakan tugas belajar, (3) Bertugas melakukan Gambar 2.

26 Jurnal Ekonomi Pembangunan Volume 11, Nomor 1, Juni 2010: 13-29


Model Biaya Transaksi untuk
Eksisting Model Biaya Revitalisasi Kegiatan
Merevitalisasi Penyuluhan
Transaksi Penyuluhan Pertanian
Pertanian

a. Kondisi kelembagaan : a. Kelembagaan sesuai a. Kondiisi kelembagaan :


x 1 perda propinsi amanat UU No.16 Tahun x 1 perda propinsi
x 6 perda kabupaten 2006 x 35 perda kabupaten
b. Target jumlah penyuluh b. Jumlah penyuluh :
x 19 perbup/walikota
dengan konsep one village 8573 org
x 8 draft/rekomnendasi
one extention c. Informasi up to date
x 2 non kelembagaan
c. Penyediaan informasi d. Terlaksananya kegiatan
b. Jumlah penyuluh:
yang up to date penyuluhan
2624 org
d. Pelaksanaan kegiatan
penyuluhan

Gambar 2. Model Biaya Transaksi untuk Merevitalisasi Kegiatan Penyuluhan Pertanian

SIMPULAN curahan waktu penyuluh lebih tinggi. Model


kelembagaan desentralisasi menuntut keahlian
penyuluh yang bersifat polivalen. Jumlah pe-
Dari hasil telaah kinerja penyuluhan disimpul-
nyuluh ideal menurut Deptan (2008) adalah one
kan bahwa presepsi responden terhadap
village one extension, artinya: jumlah penyuluh
kinerja penyuluh pertanian untuk komoditas
harus seimbang dengan jumlah desa yang ada.
kedelai (Grobogan) dan Padi (Klaten) tergolong
Dengan demikian, biaya transaksi untuk biaya
sedang. Hal ini terjadi karena penyuluh sudah
operasional di provinsi Jawa Tengah menurut
terbiasa memberikan penyuluhan untuk komo-
skenario peneliti adalah:
ditas tanaman pangan pada saat orde baru,
Rp2.143.250.000,-/bulan. Angka tersebut diper-
sedangkan di Kabupaten Magelang kinerja
oleh dari BOP (Rp250.000) dikalikan dengan
penyuluh pertanian rendah karena penyuluhan
jumlah desa (8573).
pada komoditas hortikultura, khususnya sayur-
Saran. Perlu dikaji lebih lanjut hasil-hasil
an tergolong baru;
komoditi unggulan daerah lain guna memberi-
Biaya transaksi penyuluhan adalah biaya
kan rekomendasi bagi daerah lain; Melakukan
yang dibutuhkan untuk perencanaan, pelaksa-
studi komparasi/perbandingan di daerah lain
naan dan pengembangan kelembagaan penyu-
yang memiliki karakteristik beda; Perlu dilaku-
luhan. Untuk mengevaluasi potensi setiap
kan studi dokumentatif kajian peraturan-
model kelembagaan penyuluhan, maka dilaku-
peraturan atau perundang-undangan tentang
kan perbandingan antara biaya transaksi pe-
penyuluh pertanian, karena terdapat perbedaan
nyuluhan kelembagaan sentralisasi (periode
antara biaya transaksi yang dibelanjakan untuk
tahun 19951998) dengan kelembagaan desen-
kinerja penyuluh pertanian dengan harapan
tralisasi (periode tahun 20062009). Biaya
penyuluh pertanian.
transaksi penyuluhan meliputi biaya informasi,
biaya penetapan keputusan dan biaya operasio-
nal. Biaya transaksi dihitung berdasarkan wak- DAFTAR PUSTAKA
tu yang dicurahkan penyuluh.Curahan waktu
penyuluh dalam melaksanakan kegiatan pe-
AARD. 1987. Five Years of Agricultural Research
nyuluhan dan operasional kelembagaan pada
(1981-1986), Its Contribution to Agricultural
model kelembagaan sentralisasi secara umum
lebih rendah dibandingkan pada model kelem- Development in Indonesia. Jakarta: Ministry
bagaan desentralisasi. Sebaliknya pada aktivitas of Agriculture, Republik of Indonesia.
monitoring dan evaluasi kegiatan penyuluhan Amang, B., dan M.H. Sawit, 1996. Ekonomi

Model Penguatan Kapasitas Kelembagaan (Suci dan Waridin) 27


Kedelai di Indonesia. Bogor: IPB Press Chambers, R. 1988. Farmer First. A Paradigm for
Ariani, M. 2007. Penguatan Ketahanan Pangan the Third Agriculture. Mimeo. Institute of
Daerah untuk Mendukung Ketahanan Pa- Development Studies, University of Sus-
ngan Nasional. Monograph No. 26. Jakarta: sex, Brighton, UK.
Balitbang Pertanian, Departemen Perta- Cheung, Steven NS. 1998. The Transaction Cost
nian. Paradigm, Western Economic Association
Arnin Widjaja Tunggal. 2001. Memahami Konsep International. Vol XXXVI, Oktober: 514-
Balanced Scorecard. Jakarta: Havarindo. 521. Journal of Economics.
Asopa, V.N. dan G. Beye. 1997. Management of Creswell, John W., Clark, Vicki L. Plano. 2007.
Agricultural Research: A Training Manual. Designing and Conducting Mixed Methos
Modul 3: Organizational Principles and Research. America. University of Ne-
Design. Rome: FAO. Download dari: braska-Lincoln.
http://www.fao.org./docrep/w7503E/w Dewi Sahara dan Endang S. Gunawati. 2004.
7503e03.htm., pada 10 Desember 2003. Analisis Permintaan Kedelai di Kabupaten
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Banyumas Jawa Tengah. Purwokerto: Fa-
2004. Rencana Strategis Badan Penelitian dan kultas Ekonomi Universitas Jend. Soedir-
Pengembangan Pertanian 2005-2009, Jakar- man Purwokerto.
ta: BPPP. Grover, Varun and Manoj K. Malhotra. 2002.
Basuki, dkk. 2000. Evaluasi Peran Penyuluh dan Transaction Cost Framework In Opera-
Transfer Teknologi di Subsektor Tanaman tions and Supply Chain Management
Pangan di NTB. Jakarta: Badan Penelitian Research: Theory And Measurement.
dan Pengembangan Pertanian. Depar- Journal of Operations Management. Volume
temen Pertanian. 21, Issue 4, July 2003, Pages 457-473.
BBKP Jawa Tengah. 2007. Statistik Pangan Jawa Hendrayana, Rachmat, dan Sjahrul Bustaman.
Tengah. Dalam www.jateng.go.id. BPS. 2007. Fenomena Lembaga Keuangan Mikro
1999. Neraca Bahan Makanan. Jakarta: dalam Perspektif Pembangunan Ekonomi
Badan Pusat Statistik. Pedesaan. Bogor: Balai Besar Pengkajian
dan Pengembangan Teknologi Pertanian.
Bimas. 1989. Pengembangan dan Pembinaan Ke-
lompok Tani dalam Intensifikasi Tanaman Hobbs, J.E. (1997), Measuring the Importance of
Pangan. Jakarta: Satuan Pengendali Bimas Transaction Costs in Cattle Maketing.
Jakarta Kapita Selekta. American Journal of Agriculture Economics.
Vol 79, November: 1083-1095.
BPS. 2002. Survei Sosial Ekonomi Nasional. Badan
Pusat Statistik. Jakarta: Badan Pusat Iqbal, Muhammad. 2008. Konstelasi Institusi
Statistik. Pemerintah dan Lembaga Swadaya Ma-
syarakat dalam Program PIDRA. Jurnal
BPS. 2006. Survei Sosial Ekonomi Nasional. Jakar-
Ekonomi Pembangunan FE UMS, Vol. 9,
ta: Badan Pusat Statistik.
No.1, Juni. Hlm.32-35. Surakarta: BPPE
BPS. 2006. Survei Sosial Ekonomi Nasional. Fakultas Ekonomi Universitas Muham-
Jakarta: Badan Pusat Statistik. madiyah Surakarta.
BPTP. 2007. Daftar Tanaman Pangan Unggulan Istanto, Freddy H. 2008 Potensi dan Kaidah
Jawa Tengah. Semarang: BPTPs. Perancangan Situs-Web Sebagai Media
Brannen, Julia. 1992. Mixing Methods: Qualitative Komunikasi Visual. Surabaya: Universitas
and Quantitative Research. Brookfield, Kristen Petra.
USA: Avebury, Aldershot Publisher Jahan KM, et. al. 1998. Transaction Cost in Fish-

28 Jurnal Ekonomi Pembangunan Volume 11, Nomor 1, Juni 2010: 13-29


eries co-Management at Oxbow Lake Baor in Kantor Menneg Ristek dan LIPI.
Bangladesh. Universiti Putra Malaysia. Susilowati, Indah. 2003. Analisis Ekonomi Alat
Janssen, Willem. 2002. Institutional Innovations Tangkap Trawl-mini (Jaring Cothok) studi
in Publics Agricultural Research in Five kasus di Kabupaten Pemalang, Jawa Te-
Developed Countries. Briefing Paper no. ngah. Media Ekonomi dan Bisnis vol. XV
52. Juli 2002. ISNAR, The Hague, Nether- No. I hal. 76-89.
land. Thohir, Mudjahirin. 2008. Community Develop-
Saragih, Bungaran. 2001. Penyuluhan Pertanian. ment. Jurnal Dewan Riset Daerah Jawa
Jakarta: Yayasan Pengembangan Sinar Tengah Vol. IV, Nomor 1, September 2008
Tani. Thohir, Mudjahirin. 2008. Memahami Kemis-
Soekanto, Soerjono. 1985. Sosiologi Sistematis. kinan. Jurnal Dewan Riset Daerah Jawa
Seri Pengenalan Sosiologi 3: Karl Mannheim. Tengah Vol. IV, Nomor 1, September 2008
Jakarta: CV Radjawali. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 pada
Soekanto, Soerjono. 1999. Sosiologi: Suatu Pe- tanggal 14 Nopember 2007 telah ditetap-
ngantar. Edisi Baru, Cet. 28. Jakarta: PT kan Peraturan Gubernur Jawa Tengah
Raja Grafindo Persada. Nomor 58 Tahun 2007 tentang Badan
Sulaiman, Fawzia, dkk. 2006. Keragaan Faktor- Koordinasi Penyuluhan Pertanian, Peri-
Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Penyu- kanan dan Kehutanan Bakorluh.
luh Pertanian di Balai Pengkajian Teknologi Van Den Ban, A.W. 2003. Funding and Deliv-
Pertanian. Jurnal. Jakarta: Balai Pengkajian ering Agricultural Extension, Journal of In-
Teknologi Pertanian DKI Jakarta. ternational Agricultural and Extension Edu-
Surat Gubernur Jawa Tengah kepada Kepala cation, Vol. 10, No. 1, Spring 2003, pp. 21-
Badan Pengembangan SDM Pertanian 29.
tanggal 22 Nopember 2007 Nomor: 520/ Wardani, Dewi Kusuma dan Waridin. 2005.
21,22, 23 tentang Satuan Kerja Perangkat Efisiensi Ekonomi Relatif Usahatani Tem-
Daerah Sebagai Pelaksana Kegiatan bakau Menurut Sistem Penguasaan Lahan
Dekonsentrasi TA. 2008). Sawah di Kabupaten Temanggung. Jurnal
Susilowati, Indah, dan B. Suprihono. 2004. Ekonomi Pembangunan FE UMS. Vol. 6.
Analisis Efisiensi Usahatani Padi pada No. 1. Juni. Hlm. 2-3. Surakarta: BPPE
Lahan Sempit (<0,5 Ha) demgan Irigrasi Fakultas Ekonomi Universitas Muham-
Tadah Hujan di Kecamatan Karanganyar, madiyah Surakarta.
Kabupaten Demak". Jurnal EKOBIS Vol.6; Waridin. 1999. Effectiveness of Implementation of
No.1 Semarang: Fakultas Ekonomi Decentralisation Policy in Agricultural Ex-
UNISSULA. tension: a Comparative Perseption of Exten-
Susilowati, Indah, et al. 2005. Pengembangan sion Officer in Java, Indonesia. Universiti
Model Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil, Putra Malaysia.
Menengah dan Koperasi dalam Mendu- Widodo, Sri. 1989. Production Efficiency of Rice
kung Ketahanan Pangan di Kabupaten Farmers in Java Indonesia. Yogyakarta:
dan Kota Pekalongan. Jakarta: RUKK Gadjah Mada University Press.

Model Penguatan Kapasitas Kelembagaan (Suci dan Waridin) 29

Anda mungkin juga menyukai