DISUSUN OLEH :
Hj. RABASIAH
2016MM10336
PROGRAM PASCASARJANA
MAKASSAR
2017
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang masih memberikan
kita kesehatan, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah ini dengan
judul Human Capital Management.
Kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang
telah membantu kami dalam menyusun makalah ini. Penulis juga berharap semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Dengan segala kerendahan hati, kritik dan saran yang konstruktif sangat kami harapkan
dari para pembaca guna untuk meningkatkan dan memperbaiki pembuatan makalah pada
tugas yang lain dan pada waktu mendatang.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Organisasi adalah sebuah kumpulan dari sumber daya, yang dapat dikelompokkan menjadi
beberapa kategori yakni financial resources, physical resources, human resources, organizational
knowledge and learning, serta general organization resources. Organisasi yang sukses adalah
organisasi yang dalam jangka panjang secara efektif mampu menyediakan, mengembangkan, dan
mengatur sumber daya serta kemampuannya sebagai keuntungan yang kompetitif. Sebuah
organisasi dengan output yang hebat membutuhkan input yang hebat pula.
Dalam beberapa decade terakhir, manajemen dalam sebuah organisasi telah menemukan
bahwa sumber daya manusia mempunyai peran yang sangat penting dalam memperoleh
keuntungan secara efisien, kompetitif dan berkesinambungan. Di dunia di mana pengetahuan dan
komunikasi dengan pelanggan semakin penting, sumber daya manusia, harus menunjukkan tingkat
pengetahuan, keahlian teknis, minat, dan pengalaman organisasi, sangat penting, sehingga
angkatan kerja dianggap sebagai aset produktif yang tidak memiliki biaya (Hendricks, 2002)
Mungkin meneliti penilaian dan pengendalian sumber daya manusia lebih sulit daripada
sumber daya lain dalam ekonomi berbasis pengetahuan adalah sumber daya manusia. Sebagian
besar manajer memusatkan perhatian mereka pada faktor-faktor tak berwujud dan nyata dari
organisasi seperti teknologi dan menggunakan sumber keuangan dan fisik. Karena karakteristik
ekonomi global saat ini, munculnya fenomena seperti globalisasi dan peningkatan pertumbuhan
teknologi, dan menggunakan teknologi modern dalam memproduksi produk baru dan beragam,
fakta ini tidak dapat menciptakan keunggulan kompetitif bagi organisasi sendiri (Garavan, Morley,
Gunnigle & Collins, 2001). Oleh karena itu, organisasi harus berkonsentrasi pada faktor lain
seperti modal manusia dan kemampuan untuk mendapatkan keunggulan kompetitif dan
meningkatkan kelangsungan hidup mereka (Nordhaug, 1993). Mc Kinsey menerbitkan sebuah
buku dengan judul "War For Talent" pada tahun 1990 dan menyatakan bahwa manajer puncak
organisasi telah meningkatkan penekanan pada kebutuhan organisasinya untuk melakukan
tindakan yang efektif, mengembangkan dan mempertahankan talenta. Menurut kalimat di atas,
saat ini modal manusia semakin penting dari pada sumber berwujud lain bagi organisasi. Dalam
tulisan ini telah dicoba untuk menjelaskan konsep modal manusia tentang pentingnya dan
karakteristik modal manusia dan menyebutkan indeks pengukuran modal manusia.
Menurut Holbeche (2005), saat ini sedang berkembang knowledge economy, yakni bahwa
faktor kunci dalam produksi adalah manusia, dan manusia adalah satu-satunya faktor kesuksesan
organisasi yang tidak diperdagangkan sebagai komoditas dagang organisasi. Di Inggris, hubungan
antara praktek manajemen manusia yang baik dengan kesuksesan organisasi telah diperhitungkan
dalam siklus manajemen. Selama ini, pengukuran kinerja organisasi hanya diukur melalui
pencapaian finansial padahal pengukuran tersebut tidak merefleksikan daya saing yang sebenarnya
dari organisasi dan belum mampu meramal kinerja organisasi di masa depan.
Human capital theory lahir empat dekade yang lalu oleh Theodore Schultz, Gary Becker dan
Jacob Mincer. Teori ini mendapat perhatian besar dalam penelitian, dan telah mengalami
berbagai perkembangan. Saat ini human capital telah menjadi konsep yang familiar, digunakan
di berbagai debat publik, dan menjadi frase favorit para politikus yang memiliki perhatian
terhadap relevansi perkembangan dan diseminasi pengetahuan yang berdampak pada
peningkatan kesejahteraan hidup. Nalbantian et al (2004) dalam Armstrong (2006)
mendefinisikan human capital sebagai Persediaan dari kumpulan pengetahuan, keterampilan,
pengalaman, kreativitas dan atribut pekerja lainnya dan berpendapat bahwa human capital juga
mencakup memberi nilai pada setiap atribut ini serta menggunakan pengetahuan secara efektif
untuk mengelola organisasi.
Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Schultz (1971), human capital theory didasarkan
asumsi bahwa pendidikan formal sangat terkait dan dibutuhkan untuk meningkatkan kapasitas
produksi organisasi. Atau dalam kata lain, populasi yang berpendidikan merupakan populasi
yang produktif. Babalola (2003) menjelaskan bahwa alasan yang mendasari investasi pada
human capital didasarkan pada tiga argumen, yaitu (1) Bahwa generasi baru harus diberikan
pengetahuan (yang relevan) yang terakumulasi dari generasi sebelumnya. (2) Bahwa generasi
baru harus diajarkan bagaimana pengetahuan seharusnya digunakan untuk mengembangkan
produk baru, menawarkan proses dan metode produksi yang baru dan memberikan pelayanan.
(3) Bahwa seseorang harus terus dipacu untuk mengembangkan seluruh ide, produk, proses dan
metode melalui pendekatan yang kreatif
Bagi karyawan, investasi dalam pelatihan dan pengembangan karyawan berarti menarik dan
mempertahankan human capital sebagai bentuk return dari investasi organisasi. Return ini
berupa peningkatan kinerja, produktivitas, fleksibilitas, serta kemampuan berinovasi. Menurut
Schuller (2000), inti dari human capital ini adalah keterampilan, pengetahuan dan kompetensi
yang merupakan faktor kunci yang menentukan kesejahteraan organisasi.
Berbeda dengan Schuller, Davenport (1999) memiliki pandangan berbeda tentang inti dari
human capital. Karyawan seharusnya tidak diperlakukan sebagai aset pasif yang bisa dibeli, dijual
dan diganti oleh pemilik organisasi, namun perlu diperhatikan bahwa karyawan juga secara aktif
memiliki kontrol terhadap kehidupan kerjanya. Karyawan, khususnya karyawan yang
berpendidikan, dapat menentukan sendiri bahwa dirinya adalah seorang agen yang bebas yang
dapat menentukan bagaimana dan di mana mereka dapat menginvestasikan talenta, waktu dan
energinya. Sehingga pemikiran penting tentang human capital theory, tidak dapat dipisahkan dari
tiga aspek (Armstrong, 2006), yakni (1) Intellectual Capital. Konsep human capital berhubungan
dengan konsep intellectual capital, yang didefinisikan sebagai persediaan dan aliran pengetahuan
yang tersedia bagi organisasi. Modal ini merupakan sumber daya yang intangible yang terkait
dengan karyawan, yang bersama sumber daya tangible (uang dan aset fisik), memberikan nilai
bisnis bagi organisasi. Menurut Bontis (1998) dalam Armstrong (2006), sumber daya yang
intangible adalah factor lain selain aset finansial dan fisik yang berkontribusi bagi organisasi. (2)
Social Capital Social capital adalah unsur lain dari intellectual capital, yakni bahwa pengetahuan
berasal dari hubungan di dalam dan di luar organisasi. Putnam (1996) mendefinisikan social
capital berupa jaringan, norma dan kepercayaan (trust) yang membuat seseorang dapat berusaha
secara efektif meraih tujuan organisasi. (3) Organizational Capital. Organizational capital adalah
pengetahuan yang telah dimiliki oleh organisasi, yang diimplementasikan dalam sebuah basis data,
manual, dll.
Human capital management (HCM) adalah perkembangan total dari potensi manusia yang
memperlihatkan nilai organisasi. HCM membahas tentang bagaimana menciptakan nilai
organisasi melalui anggotanya. Berikut ini merupakan perbedaan dasar dari human capital
management dengan human resource management Nilai tambah karyawan yang dapat
berkontribusi terhadap organisasi dijelaskan melalui human capital theory. Teori ini menganggap
karyawan sebagai aset dan menekankan investasi organisasi pada karyawannya sehingga akan
menghasilkan return bagi organisasi. Teori ini menekankan pada human capital management serta
human resource management. Human capital akan menghasilkan keunggulan kompetitif karena
merupakan sumber daya yang dimiliki oleh organisasi tidak dapat ditiru atau diambil alih oleh
pesaing. Boxall (1996) menyebutnya sebagai human capital advantage, yakni superioritas
sumber daya manusia suatu organisasi dibanding organisasi lain yang merupakan hasil dari human
capital organisasi dan human process advantage.
Strategi human capital dapat dikembangkan dari pengukuran dan pelaporan human capital.
Strategi ini dapat digunakan sebagai pelengkap bagi strategi-strategi human resource. Berikut ini
merupakan strategi human capital (Armstrong, 2006).
1) People siapa yang ada dalam organisasi, keterampilan dan kemampuan yang dibayar,
keterampilan apa yang hendak dikembangkan, tingkat kualifikasinya, dan area apa yang
mereka kuasai.
2) Work processes bagaimana pekerjaan tersebut terselesaikan, tingkat kerjasama dan
ketergantungan antar unit dalam organisasi, dan peran teknologi.
3) Managerial structure tingkat kematangan karyawan, kontrol dan pengarahan dari manajer,
rentang kendali, manajemen kinerja dan prosedur kerja.
4) Information and knowledge bagaimana pertukaran informasi antar karyawan dan dengan
konsumen.
5) Decision-making seberapa penting sebuah keputusan itu dibuat dan apa dasarnya
desentralisasi, partisipasi dan tenggat waktu keputusan.
(6) Rewards bagaimana penghargaan moneter dan non moneter digunakan, seberapa banyak
yang harus dibayar sebagai risiko, penghargaan individu atau penghargaan kelompok, jangka
panjang atau jangka pendek termasuk jaminan karir.
2. Modal manusia
Modal manusia dalam istilah sederhana, tidak lain adalah modal berwujud fisik seperti
properti, peralatan dan modal. Pada abad sebelumnya, pasar modal fisik dalam produk domestik
bruto dalam perekonomian telah menurun secara tajam, sementara pangsa modal manusia telah
meningkat. Kenaikan modal manusia dalam produk domestik bruto ini telah menciptakan konsep
ekonomi pengetahuan. Berbagai jenis modal telah dianggap sebagai masukan, yang memasuki
proses memproduksi barang dan jasa, namun, sumber daya manusia tidak dianggap sebagai
masukan sederhana, karena ia memainkan peran yang lebih rumit dalam proses memproduksi
barang atau menyediakan layanan. modal manusia menampilkan bakat instrinsik yang bisa
mengubah atau mengubahnya sendiri dan masukan lainnya. Karakteristik ini menyebabkan
dinamisme ekonomi abadi (Menzies, 2003). Modal manusia mengacu pada pengetahuan,
pendidikan, kompetensi kerja, dan evaluasi psikometrik (Namasivayam & Denizci, 2006)
Konsep modal manusia berakar pada Sastra Ekonomi (Becker, 1996). Modal manusia
bukanlah modal fisik atau modal finansial. Sebenarnya modal ini telah didefinisikan sebagai
pengetahuan, keterampilan, kreativitas, dan kemampuan individu (Becker, 2002)
Becker percaya bahwa modal manusia, modal fisik, dan modal finansial berbeda aspek
modal. Namun perbedaan mereka berasal dari kenyataan bahwa individu tidak dapat dipisahkan
dari keterampilan, kesehatan dan nilai mereka sementara mereka dapat dipisahkan dari aset dan
properti mereka. Oleh karena itu, kapita paling sustineble dan biodegradable; adalah modal
manusia. Schultz (1961) telah mendefinisikan teori modal manusia sebagai pengetahuan dan
keterampilan yang diperoleh oleh orang-orang sebagai modal dalam pendidikan keterampilan
maupun teknis.
Dalam defenisi modal manusia yang baru, ini dianggap sebagai kumpulan fitur,
perdagangan hidup, pengetahuan, kreativitas, inovasi dan energi, yang diinvestasikan orang dalam
pekerjaan mereka (weatherly, 2003).
Modal manusia adalah investasi pada sumber daya manusia agar meningkatkan efisiensi
mereka. Sebenarnya biaya investmen ini disediakan untuk penggunaan masa depan. Oleh karena
itu, organisasi belajar memilih investasi pada individu karena peole adalah kapita manusia yang
berharga dengan kualitas yang berbeda (Burund & Tumolo, 2004) Umumnya modal organisasi
adalah kumpulan fitur kualitatif yang komprehensif, termasuk pendidikan, keterampilan dan
budaya, yang menciptakan nilai tambah bagi organisasi (Namasivayam & Denizci, 2006)
Menurut Totanan (2004) sebuah perusahaan akan menghasilkan kinerja yang berbeda jika
dikelola oleh orang yang berbeda, artinya SDM yang berbeda dalam mengelola aset perusahaan
yang sama akan menghasilkan nilai tambah yang berbeda. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
tangible aset yang dimiliki perusahaan bersifat pasif tanpa sumber daya manusia yang dapat
mengelola dan menciptakan nilai bagi suatu pe-rusahaan. Beberapa penelitian terakhir telah
membuktikan keterkaitan antara kinerja perusahaan dengan proses pengelolaan SDM di
perusahaan.
Studi-studi empiris tahun 1980-an memberikan hasil yang mixed terhadap hubungan antara
human capital dengan kinerja perusahaan. Nkomo (1986, 1987) menguji hubungan antara
perencanaan SDM dengan kinerja bisnis, dan menemukan tidak ada korelasi diantaranya. Hasil
ini juga didukung oleh studi yang didasarkan atas survei (Delaney, Lewin and Ichniowski 1988,
1989) yang menyimpulkan tidak ada hubungan antara praktek SDM dengan kinerja keuangan
perusahaan. Sementara studi-studi empiris tahun 1990-an sekarang lebih banyak membuktikan
hubungan yang positif dan signifikan antara human capital dengan kinerja perusahaan Studi
Guest et al (2003), melakukan penelitian terhadapa hubungan antara hu-man capital dan kinerja
perusahaan di 366 perusahaan di Inggris. Hasil penelitian menunjukkan penggunaan SDM yang
lebih banyak dikaitkan dengan tingkat turnover tenaga kerja yang rendah mampu menghasilkan
profit per tenaga kerja yang lebih tinggi tapi produktivitasnya rendah. Dengan melakukan
estimasi terhadap kinerja, terdapat hubungan yang sangat kuat antara SDM dan kinerja
produktivitas dan ke-uangan. Li dan Wu. (2004) juga membuktikan hubungan positif dan
signifikan antara intellectual capital dengan kinerja perusahaan.
Martina et al (2008) melakukan penelitian pada kantor akuntan publik untuk menguji apakah
individual capability dan the organizational climate yang meru-pakan komponen dari human
capital memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja perusahaan kantor akuntan publik
baik secara individual (parsial) maupun secara simultan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pertama, individual capability berpengaruh signifikan terhadap kinerja kantor akuntan publik.
Kedua, the organiza-tional climate berpengaruh signifikan terhadap kinerja kantor akuntan
publik. Ketiga, individual capability dan the organizational climate berpengaruh signifikan
secara bersamasama terhadap kinerja kantor akuntan publik. Pengujian juga membuktikan
bahwa individual capability adalah variabel yang mempunyai pengaruh paling besar terhadap
kinerja kantor akuntan publik.
Pendekatan riset yang menfokuskan pada SDM secara individual dan kaitkan dengan kinerja
perusahaan telah dirintis sejak awal tahun 1990-an. Bartel (1994) menguji hubungan antara
program pelatihan yang diadopsi dan pertumbuhan produk-tivitas, sementara hubungan antara
program pelatihan dan kinerja keuangan didukung oleh Gerhart dan Milkovich (1992).
Weitzman dan Kruse (1990) mengidentifikasi hu-bungan antara skema kompensasi insentif dan
produktivitas, dan Terpstra dan Rozell (1993) menguji proses rekrutmen, seleksi uji validasi dan
penggunaan prosedur se-leksi formal dan menemukan hubungan dengan profit perusahaan. Pada
umumnya, penyeleksian dalam penyusunan staf mempunyai hubungan positif dengan kinerja
perusahaan (Becker dan Huselid 1992, Schmidt, Hunter, McKenzie dan Muldrow 1979).
Evaluasi kinerja dan keterkaitan dengan skema kompensasi telah diidentifikasi sebagai
penyumbang kenaikan dalam profitabilitas perusahaan (Borman 1991).
Studi empiris yang terkait dengan hubungan intellectual capital dalam bentuk sumber daya
pengetahuan (knowledge) dengan kinerja perusahaan antara lain dila-kukan oleh: Nonaka dan
Takeuchi (1995), dan Zahra dan George (2002). Nonaka dan Takeuchi (1995) menyatakan
bahwa hanya perusahaan yang dapat mempro-duksi pengetahuan baru secara berkelanjutan saja
yang mampu mencapai posisi lebih baik untuk memiliki competitive advantage. Zahra dan
George (2002) mengutarakan model rekonseptualisasi yang menghubungkan antara sumber
pengetahuan, absorp-tive capacity dan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keunggulan
bersaing.
Keunggulan kompetitif hanya akan bisa dicapai apabila sumber pengetahuan individu yang
menjadi dasar kekuatan dikelola dan dipelihara. Sebagaimana dike-mukakan juga oleh Morling
dan Yakhlef (1999) bahwa yang akan menentukan kesuk-sesan perusahaan adalah kemampuan
perusahaan untuk mengelola aset pengetahuan. Perusahaan tidak dapat menciptakan
pengetahuan tanpa tindakan dan interaksi para karyawannya. Di sinilah pentingnya perilaku para
karyawan melakukan knowledge sharing. Bollinger dan Smith (2001) berpendapat bahwa
perilaku manusia meru-pakan kunci kesuksesan atau kegagalan sebuah strategi manajemen
pengetahuan Bagaimanapun pengetahuan terletak pada individu dan diciptakan oleh individu
(Nonaka dan Takeuchi, 1995). Pengetahuan akan memberi peran terhadap absorp-tive capacity
apabila terjadi aktivitas saling bertukar pengetahuan di antara para karyawannya.
Hubungan antara pelatihan dan pengembangan SDM dengan kinerja perusahaan antara lain
dilakukan oleh: Black dan Lynch, 1996; Garcia, 2005; dan Khatri, 2000. Pengetahuan dan skill
karyawan melalui aktivitas pelatihan telah menjadi penting da-lam meningkatkan kinerja
perusahaan. Preffer (1994) dan Upton (1995) menyatakan bahwa kesuksesan suatu perusahaan
dalam menghadapi persaingan pasar ditentukan terutama oleh human capital, bukan physical
capital dan makanya perusahaan dian-jurkan untuk investasi dalam berbagai pelatihan untuk
meningkatkan sumber daya pengetahuan, keahliaan dan kemampuan karyawan yang lebih baik
dibandingkan de-ngan pesaing. Oleh karena itu, pengeluaran perusahaan untuk aktivitas
pelatihan dan pengembangan SDM sangat penting dilakukan untuk mempertahankan dan
mening-katkan keahliaan dan pengetahuan pekerja agar mampu menciptakan keuunggulan
bersaing yang berkelanjutan (Barney, 1991) dan memperbaiki kinerja perusahaan (Kozlowski et
al., 2000; Salas dan Cannon-Bowers, 2001).
Kesuksesan organisasi yang berkelanjutan membutuhkan manusia. Pada abad ke-19 yang
visioner, kesuksesan organisasi tidak lagi tergantung pada laba maksimal atau nilai uang sebagai
prioritas manajerial. Namun organisasi juga harus mampu untuk menjamin social capital dari
karyawan. Sunderland (2003) dalam Armstrong (2006) berpendapat bahwa
An organizations success is the product of its peoples competence. That link between
people and performance should be made visible and available to all stakeholders.
Agar organisasi dapat sukses, karyawan harus mampu untuk meningkatkan kompetensinya
sesuai dengan tuntutan perubahan. Menurut Abrahamson (2000), organisasi membutuhkan
keadaan yang stabil namun selalu mengalami perubahan. Ironisnya, proses perubahan tersebut
dapat mendestabilisasi fondasi yang dibangun untuk kesuksesan organisasi di masa depan dengan
merusak dasar motivasi karyawan yang berupa kepercayaan trust. Hal ini dapat menjadi ancaman
serius terhadap kesuksesan organisasi karena trust merupakan ikatan psikologis organisasi dan
anggotanya. Tingkat kepercayaan yang rendah antar keduanya adalah penghalang terbesar dalam
menciptakan perubahan dalam organisasi. Trust menyempurnakan mekanisme dari sebuah inovasi
dan tanggung jawab yang lebih besar. Hal ini bersifat resriprokal. Saat sebuah trust hadir,
karyawan merasa bahwa mereka dihormati dan diberi kekuasaan untuk membuat keputusan.
Mereka akan dapat bekerja dengan integritas dan menunjukkan kemampuan mereka secara
optimal. Untuk membentuk sebuah trust, karyawan harus dibuat untuk dapat merasakan bahwa
mereka telah diperlakukan secara adil, bahwa manajer mereka berlaku jujur dan organisasi
memiliki tujuan yang patut diperjuangkan. Selanjutnya, karyawan harus disiapkan untuk
mempelajari keterampilan baru dan berkomitmen terhadap organisasi.
Berapapun umur seseorang, kebanyakan orang ingin untuk tetap belajar dan berkembang.
Investasi perusahaan dalam melaksanakan pelatihan dan pengembangan merupakan sebuah cara
kunci untuk menunjukkan tidak hanya tentang komitmen organisasi terhadap karyawan tetapi juga
komitmen dalam menumbuhkan human capital yang dimiliki organisasi. Senge (1990) percaya
bahwa di masa depan hanya ada dua macam organisasi yakni organisasi gagal, merupakan
organisasi yang mati perlahan atau tiba-tiba, dan organisasi pembelajar (learning organization),
organisasi yang memiliki kemampuan untuk belajar dan bereaksi lebih cepat terhadap pasar
daripada pesaingnya. Vecchio and Appelbaum (1995) berpendapat bahwa organisasi yang dapat
mempertahankan kesuksesannya meningkatkan kinerjanya melalui pencapaian konsensus dengan
pekerja, di mana manajer dan karyawannya bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama, dan
trust merupakan komponen kunci dalam meningkatkan kinerja organisasi. Oleh karena itu, peran
manajer bukan hanya mengatur komponen hard human resources. Manajer harus mampu untuk
mengelola kemampuan yang dimiliki oleh karyawan melalui komponen soft human resource.
Karyawan dengan kemampuan dan komitmen yang baik akan menunjukkan kinerja yang tinggi
bagi organisasi.
Pengembangan human capital tidak sama dengan pengembangan intellectual capital. Dalam
mengembangkan human capital tidak hanya menyangkut pemberian pengetahuan dan
keterampilan bagi karyawan. Selain peningkatan kemampuan kognitif karyawan, manajer juga
harus mengembangkan komitmen karyawan terhadap organisasi. Hal ini penting karena manusia
sebagai human capital organisasi merupakan objek yang aktif, artinya mereka memiliki keinginan
dan kemampuan untuk menentukan di mana mereka akan bekerja. Investasi pengembangan
karyawan yang tidak dibarengi dengan penanaman komitmen organisasi justru akan menjadi
kerugian tersendiri bagi organisasi. Human capital merupakan pembeda dari organisasi. Sumber
daya manusia merupakan sumber daya yang tidak mungkin sama dengan sumber daya yang
dimiliki organisasi lain. Nilai-nilai organisasi harus tertanam pada anggotanya. Sehingga manajer
dalam mengembangkan human capital juga harus memperhatikan social capital. Social capital ini
berupa jaringan, norma dan kepercayaan (trust) yang membuat seseorang dapat berusaha secara
efektif meraih tujuan organisasi.
Dari uraian di atas, human capital yang berdaya guna bagi organisasi adalah modal manusia
yang memiliki kemampuan teknis yang dibutuhkan dalam melaksanakan pekerjaannya serta yang
memiliki komitmen tinggi terhadap organisasi. Karyawan yang berkomitmen tinggi terhadap
organisasi akan mencurahkan semua energi dan kemampuannya untuk organisasi. Hal ini akan
berdampak pada efektivitas dan efisiensi organisasi. Organisasi juga akan semakin produktif
karena human capital mampu untuk menjadi daya ungkit bagi inovasi organisasi.
Human capital merupakan salah satu aset organisasi dapat berkembang dan merupakan aset
organisasi yang secara dinamis dapat dikembangkan sesuai dengan tujuan. Melalui human capital,
organisasi dapat menunjukkan nilai yang dianut sehingga nilai (value) yang dimiliki oleh
organisasi dapat tersampaikan kepada customer. Human capital merupakan pengelola dalam
penggunaan modal-modal organisasi yang lain. Melalui human capital, modal-modal organisasi
yang lain dapat diupayakan untuk mencapai tujuan organisasi dengan efektif dan efisien. Hal ini
akan mendukung kesuksesan organisasi
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Human Capital Management (HCM) mengelola dan mengembangkan kemampuan
manusia untuk mencapai tingkat signifikan yang lebih tinggi secara kinerjanya. Individu
menghasilkan, menggunakan pengetahuan dan keterampilan (human capital) serta menciptakan
modal intelektual (intelektual capital). Pengetahuan ditingkatkan melalui interaksi dengan
individu lain (social capital) sehingga dapat menghasilkan pengetahuan untuk mendukung
pengembangan organisasi (organizational capital)
Istilah manusia sebagai modal adalah menekankan bahwa sumber daya manusia
sebenarnya adalah sebuah asset (modal) bagi sebuah organisasi bisnis, yang justru menentukan
keberhasilan atau kegagalan organisasi tersebut merealisasikan visi dan strateginya. Banyak
perusahaan saat ini juga mencoba istilah ini untuk mengangkat atau memaksimalkan
pengetahuan,keterampilan dan kemampuan para karyawannya, sehingga para pengelola
perusahaan harus mampu merekrut dan mengembangkan potensi-potensinya didapat dari
karyawannya yang merupakan Human Capital bagi perusahaan.