Anda di halaman 1dari 46

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Aborsi merupakan masalah kesehatan masyarakat karena

memberikan dampak kesakitan dan kematian ibu. sebagaimana

diketahui penyebab kematian ibu hamil dan melahirkan adalah

perdarahan, infeksi, dan eklamsia. Namun sebenarnya aborsi juga

merupakan penyebab kematian ibu, hanya saja muncul dalam

bentuk komplikasi perdarahan dan sepsis. Akan tetapi, kematian

ibu yang disebabkan komplikasi aborsi sering tidak muncul dalam

laporan kematian, tetapi dilaporkan karena perdarahan atau

sepsis. Hal ini terjadi karena hingga saat ini aborsi masih

merupakan masalah kontroversial dimasyarakat. Di satu pihak

aborsi dianggap ilegal dan dilarang menurut agama sehingga

masyarakat cenderung menyembunyikan aborsi, dilain pihak

aborsi terjadi di masyarakat.ini terbukti dari berita yang ditulis di

surat kabar tentang terjadinya aborsi dimasyarakat, selain dengan

mudahnya didapatkan jamu dan obat obatan peluntur dan dukun

pijat untuk mereka yang telat datang bulan.

1.2 Rumusan Masalah

1
1.2.1. Apakah yang dimaksud dengan Abortus?

1.2.2. Bagaimana etiologi dari Abortus?

1.2.3. Apa saja klasifikasi dari Abortus?

1.2.4. Bagaimana patofisiologi dari Abortus?

1.2.5. Ada saja manifestasi klinis dari Abortus?

1.2.6. Apa saja pemeriksaan penunjang dari Abortus?

1.2.7. Bagaimana penatalaksanaan dari Abortus?

1.2.8. Apa saja komplikasi dari Abortus?

1.2.9. Bagaimana Asuhan Keperawatan dari Abortus?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Mahasiswa memahami tentang Abortus serta

permasalahannya, sehingga dapat memberikan asuhan

keperawatan secara mandiri dan professional.

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1. Mengetahui pengertian Abortus

1.3.2.2. Mengetahui etiologi dari Abortus

1.3.2.3. Mengetahui klasifikasi dari Abortus

1.3.2.4. Mengetahui patofisiologi dari Abortus

1.3.2.5. Mengetahui manifestasi klinis dari Abortus

1.3.2.6. Mengetahui pemeriksaan penunjang dari Abortus

2
1.3.2.7. Mengetahui bagaimana penatalaksanaan dari

Abortus

1.3.2.8. Mengetahui komplikasi dari Abortus

1.3.2.9. Mengetahui Asuhan Keperawatan Abortus

1.4 Manfaat

Dapat mengetahui tentang Asuhan keperawatan klien dengan

masalah Abortus

yang meliputi pengertian, penyebab, patofisiologi, tanda & gejala ,

komplikasi, dan asuhan keperawatan Abortus.

3
BAB II

KONSEP MEDIS ABORTUS

2.1 Pengertian

Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi pada


usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari
500gram.(Arif Mansjoer, 2000: 260)

2.2 Klasifikasi

2.5.1 Abortus spontan

2.2.3.1 Pengertian

Abortus spontan didefinisikan sebagai pengeluaran produk konsepsi


secara spontan sebelum minggu ke 24 kehamilan. Hal ini paling sering

4
terjadi antara minggu ke 8 sampai 12, lebih jarangn pada trimester II
karena etiologinya mungkin berbeda; diperkirakan bahwa paling tidak
satu dari lima kehamilan berakhir dengan abortus spontan. (Hakimi, 1993,
hal: 19)

2.2.3.2 Klasifikasi klinik

Tabel 2.1 kategori abortus spontan (Hakimi, 1993, hal: 19)


Kategori abortus Definisi

Mengancam Perdarahan sedikit tapi os


menutup
Tidak dapat dihindarkan
Os internal terbuka
Komplet
Seluruh produk konsepsi keluar
Inkomplet
Produk konsepsi keluar sebagai
Septik
Produk konsepsi terinfeksi
missed
Fetus mati tapi semua produk
konsep tertahan
carneus Mole
Produk konsepsi tertahan dan
sebagian diabsorbsi

Rekuren dan habitual Lebih dari 3 kali abortus yang


berturut-turut

2.2.3.3 Etiologi

5
1) Konsepsi abnormal

Terdapat bukti bahwa abortus spontan tertentu merupakan akibat


malformasi yang jelas dan abnormalitas kromosom. Mola hidatidosa
merupakan bentuk kelainan kromosom yang khusus (pola 46 XX, tapi
bahkan kromosom semuanya dari sperma).

2) Implantasi abnormal

Implantasi abnormal dapat bertanggung jawab terhadap beberapa


abortus spontan. Penyebab yang mendasarinya meliputi adanya IUD,
abnormalitas uterus seperti adanya septum atau fibroid uterus.

3) Faktor faktor maternal

Defisiensi hormon

Insufisiensi korpus luteum yang menyebabkan defisiensi


progesteron bisa mengakibatkan ketidakcukupan hormon untuk
perkembangan embrio. Tidak terdapat bukti jelas mengenai hal ini
sebagai problem yang bermakna walaupun pada masa lalu suplemen
hormon diberikan untuk mendorong perkembangan plasenta. Terdapat
bukti bahwa penggunaan esterogen meningkatkan resiko adenosis
vagina dan clear sel cancer pada serviks dan vagina. Terdapat bukti
bahwa penggunaan progesteron meningkatkan maskulinisasi pada fetus
wanita.

4) Abnormalitas traktus genitalis

Septa uterus atau inkompeten serviks terjadi pada keadaan yang


jarang.

5) Infeksi berat

6
Contoh demikian meliputi siphilis, tuberkulosis, listeriosis, infeksi
klamidia, dan cytomegalovirus.

6) Gangguan metabolisme

Contoh gangguan metabolisme paling jelas menyebabkan abortus


spontan adalah diabetes melitus. Keadaan ini dapat juga menyebabkan
banyak ganguuan metabolik selama kehamilan.

7) Trauma

Kecelakaan lalu lintas dan jatuh merupakan penyebab kerusakan


traumatik pada kehamilan yang mengakibatkan abortus.

8) Faktor imunologik

Reaksi hos graft mungkin penting, tapi mekanisme tidak diketahui.

9) Obat obatan

Ergot, quinin, obat sitotoksis dan radiasi semuanya dapat


mempermudah terjadinya abortus.

10) Etiologi yang tidak dapat diterangkan

Hal ini tetap bertanggung jawab atas kebanyakan abortus spontan.

(Hakimi, 1993, hal: 19-20)

2.2.3.4 Tanda dan Gejala

1) Perdarahan

Jika perdarahan dengan kemungkinan besar kehamilan masih hidup.


Tapi prdarahan yang hebat terutama jika berkaitan dengan rasa sakit
mungkin menandakan abortus yang tidak dapat dihindarkan. Harus

7
diingat bahwa beberapa wanita tetap mengalami perdarahan implantasi
yang ringan pada awal kehamilan. Hal ini biasanya terjadi pada waktu
yang diharapkan dan mungkin menimbulkan kesulitan dalam
memperkirakan adanya kehamilan.

Luasnya perdarahan mungkin tidak jelas karena vagina memiliki


kapasitas untuk menampung jendalan dan darah dalam volume yang
banyak. Serviks dan vagina harus diamati dengan spekulum dengan
penyinaran yang cukup. Kadang kadang polip serviks atau karsinoma
akan terlihat. Penting untuk melakukan pemeriksaan dengan tenik
aseptik. Pada syok septik, keluarnya darah lewat vagina mungkin sangat
sedikit bila hal ini dikaitkan dengan kondisi pasien.

2) Rasa sakit

Tingkat rasa sakit sangat bervariasi mungkin sangat ringan pada abortus
awal dan tidak lebih berat dari kram pada menstruasi. Rasa sakit
cenderung bersifat kolik (seperti kram) dan menyebar kedepan, tengah,
atau ke punggung.

Pada miss abortion mungkin tidak terdapat gejala kecuali bahwa pasien
tidak lagi merasa hamil atau uterus tidak meningkat ukurannya.

Pasien dengan abortus septik akan merasa tidak enak badan, berkeringat,
rigor, dan nausea terutama jika terjadi septik shock.

3) Syok

Beberapa pasien menunjukkan keadaan syok akibat hipovolemia


atau septikemia. Septikemia bukan tidak umum terjadi setelah abortus
kriminalis, tetapi sekarangan tampaknya lebih jarang. Jika pasien
mengalami rasa sakit ia sering tampak pucat, berkeringat dan mungkin

8
takikardi. Servikal syok adalah syok yang terjadi akibat tindakannya
produk kehamilan di dalam sehingga menimbulkan rasa sakit yang hebat
dan keaadaan ini dapat diredakan secara cepat dengan pengambilan
jaringan.

4) Dilatasi serviks

Serviks melebar ketika produk konsepsi dikeluarkan. Tingkat dilatasi


memiliki makna prognostik. Jika serviks patulous dan satu jari dapat
dimasukkan, maka abortus tidak dapat dihindarkan.

5) Pireksia

Pada kasus abortus septik temperatur dapat meningkat walaupun


pada septikemia gram negatif temperatur dapat menurun. Keadaan ini
dapat merupakan komplikasi abortus spontan jika produk konsepsi
tertahan. Pireksia biasa terdapat setelah abortus kriminal tetapi sekarang
hal ini jarang terjadi.

6) Ukuran uterus

Uterus sering menjadi kecil dan tidak sebanding dengan umur


kehamilan, tapi hal ini merupakan tanda yang tidak meyakinkan.

(Hakimi, 1993, hal: 20-23)

2.2.3.5 Pemeriksaan

Biasanya diagnosa dibuat berdasarkan pemeriksaan klinik.


Dilakukan pemeriksaan darah (HR, CT, BT, AC) dan darah dikirim
kelaboratorium untuk pengelolahan serta serum dipertahankan bila
diperlukan pemeriksaan crossmatching darah. Urinalisis juga harus
dilakukan. Uji kehamilan dan ultrason mungkin perlu dilakukan jika

9
osterium serviks uteri tertutup ketika perdarahan sudah mereda. Kadang
kadang terjadi bahwa satu dari kehamilan kembar hilang sedangkan
yang lain hidup dan berlanjut sampai akhir kehamilan. Pada kasus- kasus
yang terinfeksi harus dilakukan kultur darah dan usapan endoserviks.

Pada missed abortion abnormalitas penjendalan darah (DIC) dapat


berkembang, penyaringan pemeriksaan penjendalan oleh karenanya
harus dilakukan pada setiap kasus. (Hakimi, 1993, hal: 23)

2.2.3.6 Pengobatan

Pasien dalam keadaan syok

Keadaan ini disebabkan oleh hipovolemia dan atau sepsis. Cairan


intravena harus diberikan jika perlu transfusi darah dan pada kasus yang
terinfeksi diberikan antibiotik spektrum luas (broad spectrum) intravena.
Vagina harus diperiksa, serviks dinilai dan produk konsepsi diambil
secepat mungkin setelah kondisi pasien stabil.

Lain-lain

Kebanyakan pasien tidak dalam keadaan syok dan pada kasus-


kasus tersebut protokol berikut ini harus diikuti

1) vagina dan serviks diperiksa dan produk konsepsi yang keluar


diambil

2) banyaknya darah yang keluar dinilai jika perlu diberikan cairan


intravena dan transfusi darah jika hilangnya darah cukup banyak. Tapi
jiak pasien tidak mengalami syok transfusi bisa dihindarkan

3) analgetika mungkin perlu diberikan

(Hakimi, 1993, hal: 24)

10
2.5.2 Abortus imminesia (abortus yang mengancam)

Pasien dimonitor denyut jantung, tekanan darah dan hilangnya


darah melalui vagina dicatat. Disarankan istirahat walaupun manfaatnya
diragukan. pasien dapat diijinkan berjalan sampai toilet. Pemeriksaan
dengan ultrasonografi harus dipersiapkan ketika perdarahan telah
mereda. Tidak ada manfaat yang dapat ditunjukkan dengan terapi
progresteron tetapi pada pengobatan jangka panjang dapat terjadi
maskulinisasi pada vetus wanita. Sekarang terdapat bukti bahwa anti D
harus diberikan pada semua wanita dengan faktor resiko Rh- dengan
abortus yang mengancam seperti halnya abortus komplet dan inkomplet,
karna mungkin terdapat resiko sensitisasi pada ibu oleh sel darah merah
vetus yang masuk melintasi sirkulasi maternal.

Abortus inkompletus atau yang tidak dapat dihindarkan.

Jika pasien mengalami perdarahan banyak maka dapat diberikan


ergometrin 0,5 mg atau sintosinon 10U secara IV. Jika terdapat infeksi,
antibiotika spectrum luas harus diberikan dan uterus dievakuasi setelah
24 jam kemudian. Jika tidak terdapat infeksi uterus dapat dievakuasi
lebih awal tapi hal ini jarang dilakukan pada waktu tengah malam jika
perdarahan hanya ringan saja, lebih disukai prosedur yang terencana
dibawah kondisi yang optimal jika perlu sedadi maka diberikan.

2.2.2.1 Komplikasi

1) Perforasi uterus

Hal ini dapat terjadi pada waktu dilatasi. Biasanya yang diperlukan adalah
observasi, tapi bila dicurigai kerusakan maka laparatomy harus dilakukan
dan tiap kerusakan diatasi.

11
2) Infeksi

Hal ini seharusnya jarang terjadi jika memakai teknik asepsis dengan
cermat.

(Hakimi, 1993, hal: 24-25)

2.5.3 Missed abortion

Diagnosis missed abortion dibuat berdasarkan penemuan klinik dan


pemeriksaan ultrasonografi. Diagnosa banding meliputi mola hidatidosa
dan koriokarsinoma. Selama trimester 1 evakuasi dengan penyedotan
memiliki resiko perforasi yang lebih rendah daripada teknik yang
digunakan untuk abortus inkompletus. Meskipun demikian selama
trimester 2evakuasi prostaglandin merupakan cara yang lebih disukai,
biasanya dilakukan dengan prostaglandin ekstra amniotik walaupun
lintasan intraamniotik juga digunakan. Prostin oral atau vaginal jarang
mencukupi untuk menangani abortus dalam keadaan ini. (Hakimi, 1993,
hal: 26)

2.5.4 Abortus yang diinduksi

Abortus terapeutik yang dilakukan secara legal dikaitkan dengan


morbilitas yang rendah. Meskipun demikian abortus kriminalis kadang-
kadang masih terjadi. Sepsis merupakan akibat yang umum dan tingkat
perforasi uterus adalah tinggi. Pasien mungkin menunjukkan takikardi,
pireksia dan sakit suprapubik. Pada kasus yang berat mungkin terjadi
syok. Organisme akibat infeksi yang umum meliputi staphylococus,
bacteriodes, E.coli dan clostridium welchii.

Pengelolaannya

2.2.4.1 Prosedur yang dilakukan sebagai berikut:

12
1) Usapan harus diambil dari endoserviks

2) Harus diberikan antibiotika intravena

3) Laparotomy mungkin perlu bila terdapat sepsis pelvic yang luas,


tapi hal ini sangat berbahaya dengan adanya infeksi berat. Jika mungkin
evakuasi uterus sebaiknya ditunda selama 24 jam

4) Output urin harus dimonitor secara seksama, kateter indwelling


bermanfaat

5) Pada kasus dengan syok harus dilakukan pengukuran tekanan


vena central dan steroid mungkin bermanfaat. Pada kasus yang sangat
berat, penggunaan unit perawatan intensive mungkin dapat
menyelamatkan jiwa

(Hakimi, 1993, hal:26-27)

2.5.5 Mola hidatidosa

Pada keadaan ini terdapat dilatasi hidropik pada villi korionik.Hal ini
dapat berkisar dari villi hidrofik tanpa tanda pertumbuhan tropoblastik
sampai mola invasive non metastatic (chorio adenoma destruese)
dimana terdapat invasi melewati batas penetrasi biasa.Pada keadaan ini
metastase jinak yang jauh sangat jarang terjadi. Tiga criteria utama
untuk diagnose histologik mola hidati dosa adalah:

1) Pembengkakan villi hidropik

2) Tidak adanya pembuluh darah fetal

3) Proliferasi tropoblast

Membedakan keadaan ini dari perubahan hidropik pada Missed Abortion


mungkin sulit.

13
2.2.5.1 Etiologi

Kejadian mola hidati dosa berkisar 1 antara 100 kehamilan di timur


jauh sampai 1 antara 1200 di Negara-negara barat.Hal ini cenderung
terjadi pada pasien-pasien yang lebih tua (45 tahun) dan pada wanita
umur belasan tahun, tapi tidak terdapat hubungan dengan paritas.Sedikit
yang diketahui tentang etiologi penyakit ini.

2.2.5.2 Gejala-gejala

1) Amenorrhoe

Kebanyakan pasie-pasien merasa dirinya hamil

2) Perdarahan

Walaupun bervariasi dalam hal banyak dan frekuensinya tapi perdarahan


terjadi pada kebanyakan pasien

3) Nausea dan muntah

Hal ini memang biasa terjadi pada kehamilan, tapi hiperemesis


gravidarum lebih sering terjadi pada kehamilan mola seperti halnya pada
kehamilan kembar.

2.2.5.3 Tanda-tanda

1) Pre Eklamsia

Pre eklamsia yang terjadi selama kehamilan trimester 1 merupakan


gejala yang paling patognomonik kehamilan mola.

2) Hipertiroidisme

Hal ini terjadi akibat produksi tirotropin yang berlebihan oleh jaringan
mola.

14
3) Ukuran uterus

Biasanya ukuran uterus lebih besar dari ukuran kehamilan, tapi


kadang0kadang lebih kecil.

4) Kista ovarium

Kista ovarium lutein dapat timbul akibat stimulasi oleh human chorionic
gonadotropin (-HCG) yang dihasilkan oleh mola.

(Hakimi. 1993, hal:27-28)

2.2.5.4 Diagnose banding

1) Kehamilan normal

Perdarahan tidak teratur dan diskrepansi ukuran uterus harus


menimbulkan kecurigaan.

2) Missed Abortion

Perbedaan ini mungkin sulit dikenal biasanya kadar HCG jauh lebih
rendah pada missed abortion.

2.2.5.5 Pemeriksaan

Setelah pemeriksaan umum seperti yang dijelaskan untuk pasien


abortus inkomplet, setiap wanita yang dicurigai menderita penyakit
tropoblasti gestational juga harus mengalami serangkaian pemeriksaan
yang lain.

1) Pemeriksaan kadar HCG

Biasanya kadar HCG sangat tinggi tapi tidak mempunyai nilai diagnostic
bila diperiksa secara tersendiri

15
2) Ultrason Scan

Suatu gambaran badai salju pada ultrason scan adalah khas. Foto
rontgen thorax dilakukan untuk mengesampingkan penyakit metastatic

3) Penyaringan koagulasi

4) Keadaan tiroid

Penilaian keadaan tiroid harus dilakukan untuk mencari kemungkinan


tiroksikosis.

2.2.5.6 Pengobatan

1) Evakuasi cairan uteri

Evakuasi cairan evakuasi dengan penyedotan (bahkan untuk ukuran


sampai 20 minggu) merupakan cara pilihan untuk evakuasi mola
hidatidosa. Serviks dilebarkan sesuai dengan diameter kanula dan dipilih
kuret penyedot dengan ukuran yang sesuai.Ergometrin (sintosinon)
diberikan secara intravena.Pada uterus yang besar, evakuasi dapat
menyebabkan hilangnya darah yang banyak, oleh karenanya harus
dilakukan cross matching dalam persiapan prosedur.Persiapan harus
dilakukan untuk kemungkinan laparotomy jika perdarahan tidak dapat
dikendalikan (kejadian yang jarang).Jaringan yang diambil harus dikirim
ke laboratorium untuk pemeriksaan histology.

Kebanyakan penulis menyarankan kuretase antara 1 sampai 3


minggu setelah evakuasi pertama atau permulaan.Perdarahan uterus
yang menetap (kegagalan uterus mengalami involusi) harus memberikan
kecurigaan terhadap mola invasi (analogi dapat dibuat dengan plasenta
percreta dalam kehamilan normal).

16
2.2.5.7 Follow up

Semua penyakit tropoblastik gestasional di inggris harus dicatat


oleh pusat-pusat spesialisasi di RS Sheffield atau Charing Cross. Follow
up pasien dengan mola hidatidosa adalah sangat penting karena terdapat
resiko yang kecil untuk berkembangnya mola invasi atau korio
karsinoma. Resiko ini lebih tinggi di Negara negara timur jauh.HCG
merupakan penanda yang sangat sensitive adanya jaringan tropoblastik.

Radio immunoassay sangat penting untuk sensitivitas yang


memadai.Pemeriksaan HCG secara serial harus dilakukan dengan
interval 2 minggu sampai kadarnya normal dan setelah itu pemeriksaan
dilanjutkan selama 3 bulan.Kehamilan harus dihindari paking tidak 1
tahun.

Pemeriksaan pelvik dan foto thorax secara serial harus


dilakukan.Jika titer HCG meningkat/terdeteksi adanya metastase makan
harus diberikan kemoterapi.Resiko kambuh kehamilan mola kira-kira 1%.

2.2.6 Koriokarsinoma

Keganasan ini jarang terjadi di inggris, biasanya terjadi pada wanita masa
subur sebagai akibat kehamilan.Pada keadaan yang lebih jarang, tumor
ini dapat muncul sebagai neoplasma sel germ (koriokarsinoma non
gestasional).

(Hakimi, 1993, hal:29-31)

Macam-macan/ jenis dan derajat abortus menurut Maryunani (2009):

1) Abortus Imminiens,

17
Merupakan abortus tingkat permulaan, terjadi perdarahan pervaginam,
sedangkan jalan lahir masih tertutup dan hasil konsepsi masih baik di
dalam uterus.

2) Abortus Insipiens,

Merupakan abortus yang sedang mengancam ditandai dengan serviks


yang telah mendatar, sedangkan hasil konsepsi masih berada lengkap di
dalam uterus.

3) Abortus Inkomplit,

Dimana sebagian hasil konsepsi telah keluar rahim dan masih ada yang
tertinggal.

4) Abortus komplit,

Dimana seluruh hasil konsepsi telah keluar dari uterus pada kehamilan
kurang dari 20 minggu.

5) Missed abortus,

Abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus telah meninggal dalam
kandungan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi seluruhnya
masih dalam kandungan.

6) Abortus infeksius dan abortus septik,

Abortus infeksius, adanya abortus yang disertai dengan infeksi genitalia.

Abortus septik, keadaan yang lebih parah.

7) Abortus habitualis,

Abortus yang terjadi sebanyak tiga kali berturut-turut atau lebih.

18
(Maryunani, 2009: 18-19)

Tabel 2.1 Jenis dan derajat abortus (Maryunani, 2009: 19)


DERAJAT

Diagnosis Perdarahan Serviks Besar uterus Gejala lain

Abortus Sedikit Tertutup Sesuai umur Plano tes (+)


Imminiens hingga kehamilan
Kram uterus
sedang
lunak

Abortus Sedang Terbuka Sesuai atau Kram uterus


Insipiens hingga lebih kecil lunak
banyak

Abortus Sedikit Terbuka Lebih kecil Kram


inkomplit hingga dari umur
Keluar
banyak kehamilan
jaringan

Uterus lunak

Abortus Sedikit atau Lunak Lebih kecil Sedikit/


komplit tidak ada (terbuka dari umur kram (+)
atau kehamilan
Uterus
tertutup)
kenyal

Missed Agak kenyal Agak kenyal Lebih kecil Gejala


abortion dan tertutup dan tertutup dari umur kehamilan
kehamilan menghilang

19
Uterus tak
membesar

2.3 Patofisiologi

Pada awal abortus terjadilah perdarahan dalam desidua basalis


kemudian diikuti oleh nekrosis jaringan disekitarnya. Hal tersebut
menyebabkan hasil konsepsi terlepas sebagian atau seluruhnya,
sehingga merupakan benda asing dalam uterus. Keadaan ini
menyebabkan uterus berkontraksi untuk mengeluarkan isinya. Pada
kehamilan kurang dari 8 minggu hasil konsepsi itu biasanya dikeluarkan
seluruhnya karena villi koriales belum menembus desidua secara
mendalam. Pada kehamilan antara 8 sampai 14 minggu villi koriales
menembus desidua lebih dalam, sehingga umumnya plasenta tidak
dilepaskan sempurna yang dapat menyebabkan banyak perdarahan.
Pada kehamilan 14 minggu ke atas umumnya yang dikeluarkan setelah
ketuban pecah ialah janin, disusul beberapa waktu kemudian plasenta.
Perdarahan tidak banya jika plasenta segera terlepas dengan lengkap.
Peristiwa abortus ini menyerupai persalinan dalam bentuk miniature.

Hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai


bentuk. Ada kalanya kantong amnion kosong atau tampak didalamnya
benda kecil tanpa bentuk yang jelas (blighted ovum); mungkin pula janin
telah mati lama (missed abortion).

Apabila mudigah yang mati tidak dikeluarkan dalam waktu singkat,


maka ia dapat diliputi oleh lapisan bekuan darah. Isi uterus dinamakan
mola kruenta. Bentuk ini menjadi mola karnosa apabila pigmen darah
telah diserap dan dalam sisanya terjadi organisasi, sehingga semua

20
tampak seperti daging. Bentuk lain adalah mola tuberosa; dalam hal ini
amnion tampak berbenjol-benjol karena terjadi hematoma antara amnion
dan korion.

Pada janin yang telah meninggal dan tidak dikeluarkan dapat terjadi
proses mumifikasi: janin mongering dank arena cairan amnion menjadi
kurang oleh sebab diserap, ia menjadi agak gepeng (fetus kompressus).
Dalam tingkat lanjut ia menjadi tipis seperti kertas perkamen (fetus
papiraseus).

Kemungkinan lain pada janin-mati yang tidak lekas dikeluarkan ialah


terjadinya maserasi;kulit terkupas, tengkorak menjadi lembek, perut
membesar karena terisi cairan, dan seluruh janin berwrnna
kemerah-merahan. (Sarwono Prawirohardjo. 1991: 303)

2.4 Pemeriksaan penunjang

1) Tes kehamilan : Positif bila janin masih hidup, bahkan 2-3minggu


setelah abortus.
2) Pemeriksaan Doppler atau USG untuk menentukan apakah janin
masih hidup.
3) Pemeriksaan kadar fibrinogen darah pada missed abortion.
(Arief Mansjoer. 2000: 261)
4) USG
untukmenyatakanapakahjaninhidupatautidak.Menentukanmaturitasjanin
danusiagestasi.

2.5 Penatalaksanaan

2.5.1 Abortus Imminiens

21
1) Tirah baring

Istirahat baring (bed rest), bertujuan untuk menambah aliran darah


ke uterus dan mengurangi perangsangan mekanis. Ibu dianjurkan untuk
istirahat baring. Apabila ibu dapat istirahat di rumah, maka tidak perlu
dirawat. Ibu perlu dirawat apabila perdarahan sudah terjadi beberapa
hari, perdarahan berulang atau tidak dapat beristirahat di rumah dengan
baik misalnya tidak ada yang merawat ibu. Apabila akan terjadi abortus
inkomplitus, dirawat dimanapun tidak dapat mencegahnya.

2) Periksa tanda-tanda vital

3) Kolaborasi dalam pemberian sedativa (untuk mengurangi rasa


sakit dan rasa cemas), tokolisis dan progesteron, preparat hematimik
(seperti sulfas ferous/ tablet besi).

4) Hindarkan intercouse

5) Diet tinggi protein dan tambahan vitamin C

6) Bersihkan vulva minimal 2 kali sehari untuk mencegah infeksi


terutama saat masih mengeluarkan cairan coklat.

(Maryunani, 2009: 20-21)

2.5.2 Abortus Insipiens

1) Apabila ditemukan kasus abortus insipiens, segera konsultasikan


ke dokter agar mendapat penanganan yang tepat dan cepat.

2) Pada kehamilan lebih dari 12 minggu, bahaya perforasi pada


kerokan lebih besar, maka sebaiknya proses abortus dipercepat dengan
pemberian infus oksitosin.

3) Biasanya penatalaksanaan yang dilakukan kurang dari 12 minggu,

22
yang disertai perdarahan adalah pengeluaran janin atau pengosongan
uterus memakai kuret vakum atau cunam abortus, disusul dengan
kerokan memakai kuret tajam.

4) Bila janin sudah keluar, tetapi plasenta masih tertinggal, dilakukan


pengeluaran plasenta secara manual.

(Maryunani, 2009: 22-23)

2.5.3 Abortus Inkomplit

1) Bila disertai syok atau perdarahan, diberikan infus cairan fisiologis


NaCl atau Ringer Laktat dan transfusi darah selekas mungkin.

2) Setelah syok diatasi, dilakukan kerokan dengan kuret tajam dan


diberikan suntikan untuk mempertahankan kontraksi otot uterus.

3) Bila janin sudah keluar, tetapi plasenta masih tertinggal, dilakukan


pengeluaran plasenta secara manual.

4) Diberikan antibiotika untuk mencegah infeksi.

(Maryunani, 2009: 24)

2.5.4 Abortus Komplit

1) Untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang abortus komplit,


bidan dapat berkonsultasi dengan dokter sehingga tidak merugikan
pasien

2) Tidak memerlukan terapi khusus, tetapi dapat diberikan methergin


tablet

3) Bila pasien anemia dapat diberikan sulfas ferous (zat besi) atau
transfusi darah

23
4) Diberikan antibiotika untuk mencegah infeksi

5) Anjurkan ibu untuk mengkonsumsi vitamin dan mineral

(Maryunani, 2009: 25)

2.5.5 Missed Abortion

1) Perlu diperhatikan bahaya adanya hipofibrinogenemia, sehingga


sulit untuk mengatasi perdarahan yang terjadi bila belum dikoreksi
hipofibrinogenemianya (untuk itu kadar fibrinogen darah perlu diperiksa
sebelum dilakukan tindakan)

2) Pada prinsip penanganannya adalah pengosongan cavum uteri


setelah keadaan memungkinkan

3) Bila kadar fibrinogen normal, segera dilakukan pengeluaran


jaringan konsepsi dengan cunam ovum, lalu dengan kuret tajam.

4) Bila kadar fibrinogen rendah, dapat diberikan fibrinogen kering


atay segar sesaat sebelum atau ketika mengeluarkan konsepsi

5) Pada kehamilan kurang dari 12 minggu, dilakukan pembukaan


serviks uteri dengan laminaria selama kurang lebih 12 jam ke dalam
kavum uteri

6) Pada kehamilan lebih dari 12 minggu, maka pengeluaran janin


dilakukan dengan oemberian infus intravena oksitosin dosis tinggi.

7) Bila fundus uteri tinggungan sampai 2 jari di bawah pusat, maka


pengeluaran janin dapat dikerjakan dengan menyuntik larutan garam 20%
dalam kavum uteri melalui dinding perut

(Maryunani, 2009: 26-27)

24
2.5.6 Abortus Infeksius dan Abortus Septik

1) Pemberian terapi antibiotika (penisilin, metronidazol, ampsilin,


streptomycin, dan lain-lain) untuk menanggulangi infeksi

2) Peningkatan asupan cairan

3) Bila perdarahan banyak dilakukan pemberian transfusi darah

4) Dalam 24 jam sampai 48 jam setelah perlindungan antibiotika atau


lebih cepat lagi bila terjadi perdarahan, sisa konsepsi harus dikeluarkan
dari uterus.

5) Pemasangan CVP (Central Venous Pressure) untuk pengontrolan


cairan

6) Pemberian kortikosteroid dan heparin bila ada DIC (Disseminated


Intravascular Coagulation). (Maryunani, 2009: 28-29)

2.5.7 Abortus Habitualis/ recurent Abortion

1) Memperbaiki keadaan umum

2) Perbaikan gizi dan istirahat yang cukup

3) Terapi hormon progesteron, vitamin

4) Kolaborasi untuk mengetahui faktor penyebab

(Maryunani, 2009: 29)

25
WOC

Kelainan Kelainan traktus


pertumbuhan hasil genetalis
konsepsi :

1. Kelainan Faktor maternal


kromosom

2. Lingkungan
sekitar tempat

Perdarahan desidua

ABORTUS

26
Abortus Abortus Insipien Abortus Abortus Kompletus Abortus Servikalis Missed Abortion

Imminens Imkompletus

Peningkata Adanya Dilatasi Tindakan Kehilangan Ibu


n kontraksi bercak serviks kuretase janin mengetahui
uterus dengan janin telah
kondisi Trauma mati
Pendarahan DP :
Pelepasan jaringan
yang BERDUKA
mediator Cemas akan Gelisah
kimiawi kondisi
Pelepasan
Penurunan
mediator DP :
DP : NYERI Hb
kimiawi ANSIETAS
DP :
ANSIETAS
Penurunan suplai
oksigen ke DP : NYERI

DP : GANGGUAN
PERFUSI
JARINGAN

27
28
Abortus Habitus Abortus Septik

Kegagalan Pendarahan
reaksi thd yang
antigen TLX

Penurunan
Kehilangan Hb
janin

Penurunan suplai
DP : oksigen ke
BERDUKA

DP : GANGGUAN
PERFUSI
JARINGAN

29
30
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN ABORTUS

3.1 Pengkajian

3.1.1 Anamnesa

3.1.1.1 Biodata

Pada wanita hamil dengan usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari
35 tahun. Tingkat pendidikan ibu rendah sehingga tidak mengerti
perawatan pada masa kehamilan. Pekerjaan yang aktivitasnya
berat, misalnya ibu rumah tangga, pegawai pabrik
3.1.1.2 Keluhan Utama
1. Abortus Imminiens,

Terjadi perdarahan pervaginam, sedangkan jalan lahir masih


tertutup dan hasi konsepsi masih baik di dalam uterus.

2. Abortus Insipiens,

Serviks yang telah mendatar, sedangkan hasil konsepsi masih


berada lengkap di dalam uterus.

3. Abortus Inkomplit,

Dimana sebagian hasil konsepsi telah keluar rahim dan masih ada
yang tertinggal.

4. Abortus komplit,

Seluruh hasil konsepsi telah keluar dari uterus pada kehamilan


kurang dari 20 minggu.

5. Missed abortus,

31
Embrio atau fetus telah meninggal dalam kandungan sebelum
kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi seluruhnya masih dalam
kandungan.

6. Abortus infeksius dan abortus septik,

Abortus infeksius, adanya abortus yang disertai dengan infeksi


genitalia.

Abortus septik, keadaan yang lebih parah.

7. Abortus habitualis,

Abortus yang terjadi sebanyak tiga kali berturut-turut atau lebih.

(Maryunani, 2009: 18-19)

3.1.1.3 Riwayat Penyakit Sekarang

Keluhan saat klien pergi ke rumah sakit atau pada saat pengkajian
seperti perdarahan pervaginam yang banyak atau berupa flek
kecoklatan (abortus imminens), meskipun uterus belum terbuka
(abortus imminens), pembesaran uterus lebih besar dari usia
kehamilan.
3.1.1.4 Riwayat Penyakit Dahulu
Kaji adanya pembedahan yang pernah dialami oleh klien, jenis
pembedahan, kapan, oleh siapa dan dimana tindakan tersebut
berlangsung misalnya di tempat dukun beranak.
Kaji adanya penyakit yang pernah dialami oleh klien misalnya DM,
jantung, hipertensi, masalah ginekologi/urinary, penyakit endokrin.
3.1.1.5 Riwayat Penyakit Keluarga
Yang dapat dikaji melalui genogram dan dari genogram tersebut
dapat diidentifikasi mengenai penyakit turunan dan penyakit

32
menular yang terdapat dalam keluarga.
3.1.1.6 Riwayat Kesehatan Reproduksi
Kaji tentang mennorhoe, siklus menstruasi, lamanya, banyaknya,
sifat darah, bau, warna dan adanya dismenorhoe serta kaji kapan
menopause terjadi, gejala serta keluahan yang menyertainya.
3.1.1.7 Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Usia kehamilan sekarang dalam minggu, kaji bagaimana keadaan
anak klien mulai dari dalam kandungan hingga saat ini. Mungkin
pasien pernah mengalami abortus sebelumnya.
3.1.1.8 Data Psikososial dan Spiritual
Emosional ibu belum matang, ibu menganggap kahamilan sebagai
beban. Kaji tentang keyakinan klien terhadap Tuhan YME, pasien
melakukan kegiatan atau ibadah hanya di atas tempat tidur karena
anjuran untuk tirah baring (bedrest total).
3.1.1.9 Riwayat perdarahan
Sejak kapan, banyaknya, penjelasan tentang perdarahan (apakah
bercampur dengan cairan amnion, darah segar/ darah bekuy, merah tua,
apakah disertai jaringan) frekuensi perdarahan (spoting/ hanya terjadi
satu kali) gejala yang menyertai perdarahan (kram, kembung), tindakan
yang dilakukan untuk mengontrol perdarahan.

3.1.2 Activity Daily Life (ADL)


3.1.2.1. Nutrisi
Sebelum sakit : Pasien mengkonsumsi makanan yang
memicu terjadinya abortus (nanas, durian, anggur) dan
minuman yang mengandung alkohol.
Selama sakit : Pasien mengkonsumsi yang bebas alkohol,
tinggi kalori, tinggi protein.
3.1.2.2. Aktivitas dan Istirahat

33
Sebelum sakit : Pasien beraktivitas yang berat.
Selama sakit : Pasien harus istirahat total dan meningkatkan
kualitas dan kuantitas tidur.
3.1.2.3. Eliminasi
Sebelum sakit : Tidak terdapat gangguan.
Selama sakit : Jika aborsi septik warna urine menjadi keruh
dan jika terjadi pendarahan yang banyak akan
mempengaruhi penurunan volume urine.
3.1.2.4. Hygiene Personal
Sebelum sakit : Tidak terdapat gangguan.
Selama sakit : Segala kebutuhan hygiene personal harus di
tempat tidur dan dibantu oleh perawat atau keluarga.
Frekuensi pembersihan vulva hygiene harus ditingkatkan.

3.2 PemeriksaanFisik
3.2.1 Abortus Imminens
Genetalia: Terdapat pendarahan berupa bercak-bercak
berwarna kecoklatan dari vagina. OUE (Ostium Uterus
Eksterna) masih tertutup.
3.2.2 Abortus Insipien
Mata : Konjungtiva pucat.
Mulut : Mukosa bibir kering, lidah tidak kotor, gigi tidak
terdapat karies.
Leher : Terdapat pembesaran vena jugularis, terdapat otot
bantu nafas.
Dada : Simetris, ada retraksi dada.Payudara :

34
hyperpegmentasi pada aereola, puting menonjol,
colosrum +/+.
Abdomen : TFU 3 jari dibawah pusat, kontraksi uterus
menurun, DJJ (-).
Genetalia : perdarahan banyak
Ekstremitas : CRT > 2 detik, akral dingin, inspeksi edema,
reflek patela (-).
3.2.3 Abortus Inkompletus
Mata : Konjungtiva pucat
Mulut : Mukosa bibir kering, lidah tidak kotor, gigi tidak
terdapat karies.
Leher : Terdapat pembesaran vena jugularis, terdapat otot
bantu nfas.
Dada : Simetris, ada retraksi dada.Payudara :
hyperpegmentasi pada aereola, puting menonjol, colosrum
+/+.
Abdomen : TFU 3 jari dibawah pusat, kontraksi uterus
menurun, DJJ (-).
Genetalia : Perdarahan banyak karena ada sisa tertinggal di
dalam uterus. Pada pemeriksaan vaginal, kanalis servikalis
terbuka dan jaringan dapat diraba dalam kavum uteri atau
kadang-kadang sudah menonjol dari ostium uteri eksternum.
Ekstremitas : CRT> 2 detik, akral dingin, inspeksi edema,
reflek patela (-)
3.2.4 Abortus Kompletus
Kepala : Pada kepala tidak mengalami gangguan.
Mata: Anemisjikaterjadibanyakpendarahan, tidak icterus.
Mulutdangigi : Mukosabibirlembab, tidakadakariesgigi.

35
Leher : Pada leher tidak mengalami gangguan.
Thorak : Pola pernafasan terhadap kedalaman dan
kesimetrisan.
Abdomen :Tinggi dan besarnya sudah mengecil(abortus
tidak komplit, abortus komplit dan abortus
missed), fundus uteri tidak teraba di atas simfisis.
Vulva : Inspeksi : Adanya perdarahan pervagina.
Pemeriksaan dalam :Serviks uteri masih
tertutup(abortus mengancam, komplit dan
missed).
Ekstrimitas: Inspeksi : adanya edema pada
tungkai, kaji ketuk lutut dan amati ada tidaknya
reflek atau gerakan pada kaki bawah.
TTV : JikaterjadibanyakperdarahanTD <120/80 mmHg,
nadi : <60x/menit, akral dingin, CRT >2detik ,
sianosis.
3.2.5 Abortus Servikalis
Kepala : pada kepala tidak mengalami gangguan.
Mata : anemisjikaterjadibanyakpendarahan, tidak
icterus.
Mulutdangigi : mukosabibirlembab, tidakadakariesgigi.
Leher : pada leher tidak mengalami gangguan.
Thorak : pola pernafasan terhadap kedalaman dan
kesimetrisan.
Abdomen : fundus uteri teraba di atas simfisis.
Vulva : Inspeksi : adanya perdarahan pervagina.
Pemeriksaan dalam:Serviks uteri masih
tertutup(abortus mengancam, komplit dan

36
missed)
Ekstrimitas : Inspeksi : adanya edema pada tungkai,
kaji ketuk lutut dan amati ada tidaknya reflek
atau gerakan pada kaki bawah.TTV :
JikaterjadibanyakperdarahanTD <120/80
mmHg, nadi : <60x/menit, akral dingin, CRT
>2detik , sianosis.

3.2.6 Missed Abortus


Kepala : Rambut bersih, warna hitam, distribusi
rambut merata, tidak ada benjolan pada kulit
kepala.

Wajah : Pada area mata tidak terdapat udem pada


palpebra, jika nampak anemis, tidak terdapat
cloasma gravidarum karena kekurangan
hormon progesteron.

Hidung : Tidak terdapat polip pada hidung, cuping


hidung simetris, jika terjadi anemis terdapat
pernafasan cuping hidung.

Mulut dan gigi : Mukosa bibir lembab, karies gigi, lidah kotor.

Leher : Terdapat pembesaran vena jugularis,


pembesaran kelenjar thyroid.

Dada :Inspeksi: Pergerakan dada simetris, payudara


simetris, mengecil, tidak terdapat pigmentasi
pada areola dan papila dan puting tidak
menojol. Kolostrum -/-, mongomeri

37
-/-.Auskultasi: Bunyi napas vesikuler.
Abdomen: Inspeksi: Pembesaran perut tidak
sesuai dengan usia kehamilan, tidak ada strae
gravidarum linea, tes kehamilan negatif.
Palpasi: TFU tidak teraba. Auskultasi: DJJ
tidak terdengar (-). Genitalia: Tidak ada
pengeluaran pervagina, tidak ada varises pada
vagina. Ekstremitas: Inspeksi: Tidak ada udem,
tidak ada varises.Perkusi : Refleks patela +/+.
3.2.7 Abortus Habitualis
Kepala : Rambut bersih, warna hitam, distribusi
rambut merata, tidak ada benjolan pada kulit
kepala.
Wajah : Pada area mata tidak terdapat udem pada
palpebra, nampak anemis, adanya cloasma
gravidarum, hidungtidak terdapat polip pada
hidung, cuping hidung simetris, jika terjadi
anemis terdapat pernafasan cuping hidung.
Mulut dan gigi : Mukosa bibir lembab, karies gigi, lidah kotor.
Leher : Terdapat pembesaran vena jugularis.
Dada: Inspeksi : Pergerakan dada simetris.

Payudara :Inspeksi: Terdapat hiperpigmentasi pada


areola dan papila dan puting menojol,
kolostrum +/+, mongomeri +/+, strae
gravidarum +.

Abdomen : Inspeksi:Ada strae linea.Palpasi:TFU 3 jari di


atas pusat

38
Genitalia : Inspeksi: Keluaran pervagina yang banyak
bercampur amnion, jaringan. Palpasi: Ketuban
menonjol.

Ekstremitas : Inspeksi: Tidak terdapat udem. Perkusi:


Refleks patela +/+.

3.2.8 Abortus Septic


Kepala : Rambut bersih, warna hitam, distribusi
rambut merata, tidak ada benjolan pada kulit
kepala.
Wajah : Pada area mata tidak terdapat udem pada
palpebra, nampak anemis, adanya cloasma
gravidarum. Hidungtidak terdapat polip pada
hidung, cuping hidung simetris, jika terjadi
anemis terdapat pernafasan cuping hidung,
Mulut dan gigi: Mukosa bibir lembab, karies gigi, lidah kotor.
Leher : Terdapat pembesaran vena jugularis,
Dada : Inspeksi: Pergerakan dada simetris.
Payudara :Inspeksi: Terdapat hiperpigmentasi pada
areola dan papila dan puting menojol,
kolostrum +/+, mongomeri +/+, strae
gravidarum +.
Abdomen :Inspeksi: Ada strae linea.Palpasi:TFU tidak
sesuai dengan usia kehamilan (melebihi),
uetrus yang membesar dan lembek dan
adanya nyeri tekan, dinding perut tegang.

39
Genitalia : Perdarahan pervagina yang berbau.
Eksteremitas : Inspeksi: Tidak terdapat udem, tidak terdapat
varises.Perkusi: Jika infeksi disebabkan oleh
sisa-sisa plasenta atau jaringan pada
kehamilan sebelumnya refleks patela -/- .
3.3 Diagnosa Keperawatan
3.3.1 Abortus Imminens
3.3.1.1 Nyeri berhubungan dengan peningkatan kontraksi uterus.
3.3.1.2 Ansietas berhubungan dengan kecemasan kondisi akibat
dari adanya bercak-bercak kecoklatan pada masa kehamilan.
3.3.2 Abortus Insipien
3.3.2.1 Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai
oksigen ke jaringan menurun akibat dari pendarahan.
3.3.3 Abortus Inkompletus
3.3.3.1 Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai
oksigen ke jaringan menurun akibat dari pendarahan.
3.3.3.2 Nyeri berhubungan dengan tindakan kuretase.
3.3.3.3 Berduka berhubungan dengan kehilangan janin.
3.3.4 Abortus Kompletus
3.3.4.1 Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai
oksigen ke jaringan menurun akibat dari pendarahan.
3.3.4.2 Nyeri berhubungan dengan tindakan kuretase.
3.3.4.3 Berduka berhubungan dengan kehilangan janin.
3.3.5 Abortus Servikalis
3.3.5.1 Berduka berhubungan dengan kehilangan janin.
3.3.6 Missed Abortus
3.3.6.1 Berduka berhubungan dengan kehilangan janin.
3.3.6.2 Ansietas berhubungan dengan stress akibat ibu

40
mengetahui janin sudah meninggal di dalam rahim.
3.3.7 Abortus Habitualis
3.3.7.1 Berduka berhubungan dengan kehilangan janin
akibat dari kegagalan reaksi terhadap antigen TLX.
3.3.8 Abortus Septic
3.3.8.1 Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan
suplai oksigen ke jaringan menurun akibat dari pendarahan.

3.4 Intervensi dan Rasional Keperawatan


3.4.1 Berduka berhubungan dengan kehilangan janin.
Tujuan: Ibu dapat mengatasi duka cita setelah dilakukan tindakan
keperawatan dengan kriteria hasil :
1) Pulih dari perasaan kehilangan
2) Mengungkapkan secara verbal realitas kehilangan
3) Turut serta dalam acara pemahaman
4) Berbagi kehilangan dengan orang terdekat
5) Kemajuan dalam melewati tahap duka cita
6) Melaporkan penurunan fokus pikiran terhadap kehilangan
Intervensi:
1) Mempersiapkan pasien untuk menghadapi krisis
perkembangan dan atau situasional yang diantisipasi. R/
Konseling bagi klien sangat diperlukan bagi klien untuk
meningkatkan pengetahuan dan membangun support
system keluarga; untuk mengurangi rasa berduka klien dan
keluarga.
2) Membantu pasien untuk beradaptasi dengan persepsi
stresor, perubahan, atau ancaman yang mengganggu
pemenuhan tuntutan dan peran dalam kehidupan. R/

41
Kemampuan klien dan keluarga beradaptasi dapat
mengurangi rasa berduka sehingga tidak mengganggu
peran dalam kehidupan.
3) Memberikan penenangan, dan penerimaan, dan dorongan
dalam periode sters. R/ Memberikan motivasi kepada klien
dan keluarga sehingga, dapat keluar dari ancaman stres.
4) Meningkatkan ikatan dan kesatuan keluarga. R/ Partisipasi
keluarga dalam memberikan motivasi dapat mengurangi
rasa duka yang dialami oleh klien.
5) Pantau kemampuan klien dalam melewati masa duka cita.
R/ Menandai duka cita yang dialami oleh klien.
3.4.2 Ansietas berhubungan dengan dengan stress; kondisi diri dan
janin.
Tujuan: Ibu menunjukkan ansietas berkurang setelah dilakukan
tindakan keparawatan dengan kriteria hasil:
1) Tingkat ansietas ringan sampai sedang
2) Mampu mengendalikan diri terhadap ansietas
Intervensi :
1) Jelaskan prosedur dan arti gejala. R/ Pengetahuan dapat
membantu menurunkan rasa takut dan meningkatkan rasa
kontrol terhadap situasi.
2) Berikan informasi secra verbal dan tertulis serta beri
kesempatan klien untuk mengajukan pertanyaan. R/
Pengetahuan akan membatu ibu untuk mengatasi apa
yang sedang terjadi dengan lebih efektif. Informasi
sebaiknya tertulis, agar nantinya memungkinkan ibu untuk
mengulang informasi akibat tingkat stres, ibu mungkin
tidak mengasimilasi informasi. Jawaban yang jujur dapat

42
meningkatkan pemahaman dengan lebih baik serta
menurunkan rasa takut.
3) Dengarkan masalah ibu dengan saksama. R/
Meningkatkan rasa kontrol terhadap situasi dan
memberikan kesempatan pada ibu untuk mengembangkan
solusi sendiri.
4) Diskusikan tentang situasi dan pemahaman tentang
situasi dengan ibu dan pasangan. R/ Memberi informasi
tentang reaksi individu terhadap apa yang terjadi
5) Libatkan ibu dalam perencanaan dan berpartisipasi dalam
perawatan sebanyak mungkin. R/ Menjadikan mampu
melakukan sesuatu untuk membantu mengontrol situasi
sehingga dapat menurunkan rasa takut.
6) Pantau respons verbal dan nonverbal ibu dan pasangan.
R/ Menandai tingkat rasa takut yang sedang dialami
ibu/pasangan.
3.4.3 Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai
oksigen menurun akibat dari pendarahan.
Tujuan: Ibu menunjukkan perbaikan perfusi jaringan selama
tindakan keperawatan dengan kriteria hasil:
1) Tingkat kesadaran meningkat (komposmentis)
2) Pendarahan tidak terjadi (abortus imminens)
3) Tekanan darah normal (sistole: 110-120mmHg/diastole:
80-90mmHg)
4) Nadi normal (60-100x/menit)
5) Suhu normal (36,50C-37,50C)
6) Akral hangat
7) Tidak pucat

43
Intervensi :
1) Jelaskan terjadinya perdarahan. R/ akibat terjadinya
perdarahan karena adanya dilatasi serviks uteri yang
meningkat tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus,
sehingga menimbulkan rasa mules dan perdarahan
bertambah.

2) Posisikan pasien kearah kiri. R/ memposisikan janin


menjauhi vena kava interior dan meningkatkan sirkulasi.

3) Pertahankan tirah baring. R/ menurunkan kerja miokardium


dan konsumsi oksigen.

4) Berikan terapi cairan infuse RL 20 tetes/menit. R/


mempertahakan keseimbangan cairan dan mengganti
cairan yang hilang akibat perdarahan

5) Persiapan tindakan kuretase. R/ dengan tindakan kuretase


dapat mengehentikan perdarahan

6) Observasi TTV. R/untuk melihat keberhasilan terapi dan


untuk menentukan tindakan selanjutnya

3.4.4 Nyeri berhubungan dengan peningkatan kontraksi uterus;


tindakan kuretase.
Tujuan: Ibu mengungkapkan tidak ada nyeri setelah dilakukan
tindakan keperawatan dengan kriteria hasil:
1) Ekspresi tidak menyeringai
2) Skala nyeri 0-1
3) Tekanan darah normal (sistole: 110-120mmHg/diastole:
80-90mmHg)
4) Nadi normal (60-100x/menit)

44
5) RR 16-20x/menit
Intervensi :
1) Jelaskan penyebab nyeri. R/ nyeri disebabkan karena
adanya kontraksi pada uterus untuk meningkatakan koping
klien dalam mengatasi nyeri.

2) Anjurkan tirah baring dan istirahat cukup. R/ untuk


menigkatkan aliran darah ke uterus dan mengurangi
rangsangan mekanik

3) Ajarkan teknik relaksasi. R/ teknik relaksasi bertujuan untuk


mengalihkan perhatian pasien sehingga dapat mengurangi
rasa nyeri dengan cara napas dalam

4) Berikan suasana ruangan yang tenang. R/ ruangan yang


tenang dapat membuat perasaan yang nyaman pada pasien

5) Berikan vulva hygiene. R/ vulva hygiene untuk mencegah


infeksi terutama saat masih mengeluarkan cairan

6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat preabor


3x1 tab, vit C 3x1 tab per oral. R/ analgesic mengurangi rasa
nyeri dan membantu pasien merasa rileks prearbor untuk
mempertahankan kehamilan agar tidak insipiens dan
memperkuat rahim, vitamin C untuk meningkatkan daya
tahan tubuh ibu.

7) Observasi tingkat nyeri. R/ tingkat nyeri pasien dapat dikaji


menggunakan skala nyeri atau deskriptif

8) Observasi DJJ. R/ denyut jantung janin <100/>160 dapat


menunjukkan gawat janin kemungkinan terjadi gangguan

45
perfusi pada plasenta

9) Observasi keadaan umum dan TTV (TD, nadi, RR) tiap 3 jam.
R/ TD, nadi, RR terutama akan meningkat bila pasien
merasa nyeri dan untuk mengetahui aapakah nyeri
berkurang.

46

Anda mungkin juga menyukai