Anda di halaman 1dari 193

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf

Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta


Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

BAB I

PENDAHULUAN

II.1. Dasar Teori

A. Sifat Optik Mineral

Pengenalan mineral yang terdapat pada batuan umumnya di lakukan dengan

pertolongan mikroskop polarisasi. Mikroskop demikian berbeda dengan mikroskop

yang di pakai dalam pengeledikan biologi.

Cahaya yang di pakai di polarisasi,yaituh cahaya yang bergetar dalam sebuah

bidang saja. Jenis cahaya yang demikian didapat dengan memakai dua prisma

polarisasi atau polarisator. Benda-benda ini berguna untuk mengdapat cahaya

polarisasi yang lurus. Preparat yang akan di selidiki itu diatur di antara polarisasi

(bawah) dan analisator (atas)

Batuan yang akan di selediki itu sebelom diasam menjadi tipis, di retakan dengan

Balsam Kanada pada sebuah kaca tipis. Batuan yang telah di retak pada kaca ini

kemudian di tipiskan hingga mencapai ketebalan kurang lebih 0.03 mm. untuk

mencegah agar batuan yang telah di tipiskan tidak rusak maka di tutup dengan kaca

penutup.

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 1


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

B. Sifat-sifat fisik

Analisis sayatan tipis batuan dilakukan karena sifat-sifat fisik, seperti tekstur,

komposisi dan perilaku mineral-mineral penyusun batuan tersebut tidak dapat

dideskripsi secara megaskopis di lapangan.

Contoh batuan-batuan tersebut adalah:

1. Batuan beku yang bertekstur afanitik atau batuan asal gunungapi

2. Batuan sedimen klastika berukuran halus, seperti batugamping,

batupasir, napal, lanau, fragmen batuan dan lain-lain

3. Batuan metamorf: sekis, filit, gneis dan lain-lain

Jadi mineralogi optis adalah suatu metode yang sangat mendasar yang berfungsi

untuk mendukung analisis data geologi. Untuk dapat melakukan pengamatan secara

optis atau petrografi diperlukan alat yang disebut mikroskop polarisasi.

Beberapa sifat yang pentig yalah warna,kilap,bentuk,kekerasan,belahan,berat

jenis dan sebagainya. Tidak semua sifat ini diperlukan untuk mengenal mieral

tersebut,tetapi dua atau tiga dari sifat tersebut yang dikombinasikan telah cukup,

disamping determinasi masih secara optikal.

C. Pengenalan mineral

Yang di maksud dengan mineral adalah sebagian besar zat hablur (Kristal) yang

ada dalam kerak bumi yang bersifta homogeny,berupa fisik maupun kimiawi.mineral

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 2


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

itu merupakan persenyawaan anorganik asli serta mempunyai susunan kimia yang

tetap. Yang di maksud dengan persenyawaan kimia (anorganik) asli yaituh bawah

mineral itu hanya terbentuk di alam, karena banyak zat yang mempunyai sifat yang

sama dengan mineral dapat dibuat di laboratorium. Jadi mineral inilah yang

merupakan bagian-bagian pada batuan, denga kata lain,batuan adalah kumpulan

mineral atau mineral adalah bahan yang membentuk batuan.

Pengenalan atau determinasi mineral dapat didasarkankan atas berbagai sifat dari

mineral tersebut,antara lain sifat-sifat fisik,bentuk Kristal dan sifat-sifat optic.

II.2. Pengenalan alat

a. Alat dan Bahan Lapangan

1. Palu sampel

Palu Batuan Beku

Palu Batuan Sedimen

2. Kompas Geologi

3. GPS

4. Peta geologi

5. Plastik Sampel, dll

b. Peralatan yang digunakan di laboratorium

Analisis sayatan tipis batuan dilakukan karena sifat-sifat fisik, seperti tekstur,

komposisi dan perilaku mineral-mineral penyusun batuan tersebut tidak dapat

dideskripsi secara megaskopis di lapangan.

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 3


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Contoh batuan-batuan tersebut adalah:

Batuan beku yang bertekstur afanitik atau batuan asal gunungapi

Batuan sedimen klastika berukuran halus, seperti batugamping, batupasir,

napal, lanau, fragmen batuan dan lain-lain

Batuan metamorf: sekis, filit, gneis dan lain-lain

Jadi mineralogi optis adalah suatu metode yang sangat mendasar yang

berfungsi untuk mendukung analisis data geologi. Untuk dapat melakukan

pengamatan secara optis atau petrografi diperlukan alat yang disebut mikroskop

polarisasi. Hal itu berhubungan dengan teknik pembacaan data yang dilakukan

melalui lensa yang mempolarisasi obyek pengamatan. Hasil polarisasi obyek

selanjutnya dikirim melalui lensa obyektif dan lensa okuler ke mata (pengamat). Ada

beberapa jenis mikroskop polarisasi, yaitu mikroskop terpolarisasi binokuler (Gambar

I.1.a) dan trilokuler (Gambar I.1.b), baik non-digital maupun yang digital (Gambar

I.2-3).

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 4


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar 1.1. Kiri: Bagian-bagian dari mikroskop polarisasi binokuler secara garis
besar (sumber ZEISS, 1961). Kanan: Bagian-bagian dari mikroskop polarisasi
trilokuler secara garis besar (sumber ZEISS, 1961).

Lampu terpisah dari mikroskup. Sinar lampu dipantulkan melalui cermin

(mirror) lalu dilanjutkan ke lensa polarizer. Sinar menembus obyek yang diletakkan

di atas meja obyektif. Sinar membawa data dari obyek (sayatan tipis) dikirimkan ke

lensa obyektif, ditangkap oleh okuler dan diterima mata.

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 5


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar 1.2. Mikroskup digital dengan layar video; data pengamatan sayatan tipis
dikirim ke layar LCD dan dapat disimpan di dalam hard disk.

Gambar 1.3. Mikroskup polarisasi binokuler digital dengan layar video yang lain
(kiri) dan mikroskup polarisasi standar yang kini tersimpan di laboratorium Geologi
ISTA (kanan).

1. Bagian-Bagian dari Mikroskup Polarisasi

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 6


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

a) Lensa Ocular (eye piece; Gambar 1. 4)

Yaitu lensa dengan perbesaran yang biasanya mencapai 10x. Lensa ini

berhubungan langsung dengan mata saat mengamati sayatan tipis batuan di bawah

mikroskup. Dalam lansa ini terdapat benangsilang yang dapat membantu menentukan

posisi utara-selatan (U-S) dan timur-barat (T-B). Benang silang juga sering digunakan

untuk mengetahui sudut pemadaman suatu mineral, apakah miring atau tegak lurus.

Perbesaran dari obyek sayatan tipis di atas meja obyektif (gambar samping)

dihasilkan dari perbesaran okuler dan lensa obyektif (gambar bawah). Contoh: jika

sayatan tipis dilihat dengan menggunakan lensa obyektif dengan perbesaran tertulis

4X, dan okuler 10X, maka memiliki perbesaran total 40X.

Gambar 1. 4. Lensa okuler dan lensa obyektif yang terdapat dalam mikroskop
polarisasi.

b) Prisma Nikol (Gambar 1. 5)

Jika polarizer dipindahkan dari mikroskop dan sinar direfleksikan dari

permukaan ke bidang horizontal, maka bidang terpolarisasi menjadi gelap jika diputar

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 7


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

ke kanan. Biotit yang disayat memotong belahannya memiliki absorpsi terbaik jika

bidang belahan sejajar dengan bidang vibrasi terpolarisasi. Pada posisi ini mineral

menjadi gelap maksimum. Vibrasi gelapan juga dijumpai pada mineral Tourmaline

yang diputar ke kanan dari sumbu C. Kedudukan normal dari vibrasi sinar yang

melalui prisma (sinar ekstra-ordinary) dijumpai maksimum pada kanada balsam.

Prisma nikol digunakan untuk melakukan pengamatan pada posisi nikol silang

(Gambar 1.5)

Gambar 1. 5. Penggunaan Prisma Nikol untuk Pengamatan Nikol Silang

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 8


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar 1. 6. Prisma nikol, lensa obyektif dan lensa okuler pada mikroskup
polarisasi.

c) Lensa lampu konvergen

Mikroskop dioperasikan pada sinar lampu yang searah dengan tube dan

obyek

Lensa konvergen menangkap sinar tersebut secara maksimal dan

melanjutkannya melalui tube ke lensa polarizer

Sinar tersebut membawa data dari obyek yang selanjutnya dikirimkan ke

lensa obyektif dan ditangkap oleh lensa okuler

Yaitu dengan menaikkan nikol bagian bawah yang terletak di bawah meja

obyektif, sehingga:

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 9


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Permukaan polarizer dapat menyentuh gelas preparat

d) Meja obyektif (meja putar)

Meja obyektif berbentuk melingkar atau kotak- kebanyakan bulat

Meja ini terletak di atas polarizer dan di bawah lensa obyektif

Merupakan tempat meletakkan sayatan tipis untuk diamati

Pada meja dilengkapi dengan sekala besaran (mikrometer) yang melintang

meja dan koordinat sumbu hingga 360O

Bagian pusat meja harus satu garis dengan pusat optis dari tube.

Centering dilakukan dengan memutar scroll (screws), centring 90o berada

di bawah tube.

Setelah posisinya centering, sayatan tipis diletakkan di atas meja obyektif,

agar tidak bergeser-geser maka dapat dijepit dengan kedua penjepit.

Meja obyektif dapat dinaik-turunkan sesuai dengan kebutuhan dan posisi

sentringnya

Kini, mikroskop modern telah dilengkapi monitor LCD

e) Benang Silang (Cross Hair)

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 10


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Benang silang (Gambar I.7) berada pada lensa okular, satu benang

melintang ke kanan-kiri dan benang yang lain melintang ke atas dan ke

bawah.

Berfungsi untuk mengetahui kedudukan koordinat bidang sumbu mineral,

atau sudut interfacial kristall.

Meja obyektif harus berkedudukan centered dengan perpotongan benang

silang, jika tidak centered maka benang silang tidak akan terlihat.

Pembacaan akan dapat dilakukan jika salah satu sisi kristal sejajar dengan

benang silang kanan-kiri, selanjutnya meja obyektif diputar sampai benang silang

yang lain sejajar dengan arah lain dari meja obyektif tetapi berlawanan dengan

center-nya.

Benang
silang

Gambar 1. 7. Benang silang yang terdapat pada lensa okuler dalam mikroskup
polarisasi.
f) Cermin Pantul (The Mirror)

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 11


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Cermin pantul berfungsi untuk mengirimkan sinar dari lampu ke sumber

obyek

Berbentuk bidang datar pada sisi belakang dan cekung pada sisi depan

Pembentuk yang pertama digunakan untuk perbesaran rendah, sedangkan

yang terakhir untuk perbesaran yang lebih tinggi.

Cermin ini berfungsi mengumpulkan sinar lampu dengan aperture yang

menyudut pada sekitar 40o.

Untuk perbesaran yang lebih besar dan dengan menggunakan sinar

konvergen, maka menggunakan sinar konvergen

Penggunaan cermin terutama untuk efisinsi penggunaan mikroskop.

Ketika menggunakan sinar datang yang sejajar sebagai ordinary daylight,

maka sinar tersebut direfleksikan dari cermin dengan intensitas yang rendah,

yang datang bersamaan dengan focal point.

Jika sumber sinar dekat dengan instrument, focal-length-nya besar, dan

sebaliknya

g) Lensa Obyektif

Diklasifikaskan berdasarkan nilai perbesarannya.

Untuk obyektif yang memiliki power rendah, maka focal length-nya di atas 13

mm dan perbesarannya kurang dari 15 x; untuk power menengah focal length

antara 12- 5 mm dan perbesarannya 40 x; dan power tinggi focal length

kurang dari 4,5 mm dan perbesarannya mencapai 40 x.

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 12


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Lensa obyektif yang sering digunakan adalah yang berukuran 3 dan 7 mm

Dalam satu sayatan tipis sering terdiri atas suatu seri bidang yang saling

menumpang, dan hanya salah satunya saja yang dapat diamati.

Dalam lens obyektif low-power, dapat dilihat obyek yang menumpang bidang

yang berbeda lainnya, tetapi dengan lensa high-power hal itu tidak mungkin

dilakukan.

Tingkat kecerahan (brightness) dari image akan meningkat jika hitungan

aperturenya dapat diketahui dalam luasan pesegi.

h) Resolving Power

Bagian dari mikroskop yang berfungsi untuk pengaturan ketelitian alat.

Dengan meningkatkan resolving power untuk mempertajam obyek

pengamatan maka dapat mengurangi masa pemakaian alat.

Dalam praktik petrografis, dibutuhkan ketelitian maksimal sehingga sifat

terkecil pun terdeteksi.

Mata hanya mampu membedakan 250 garis dalam 1 inci

Ketika dua titik berpindah dari posisi 6.876x dari mata, maka yang terlihat

hanya satu titik.

Dengan bantuan resolving power dan okuler, mata mampu membedakan

pleurosigma angulatum sebanyak 50.000 garis .

i) Lensa Bertrand (Keping Gipsum)

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 13


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Berada pada center dari microscope di atas analyzer yang melintas

masuk / keluar tube

Digunakan sebagai mikroskop kecil bersama-sama dengan okuler untuk

memperbesar gambaran interference

Terutama digunakan untuk mengetahui warna birefringence, sehingga

dapat diketahui ketebalan sayatannya

Pada penggunaan alat ini, juga dilengkapi dengan tabel warna interference

(Gamba1. 1)

Tabel 1. 1. warna interference yang digunakan bersama-sama dengan keping gips


untuk mengetahui warna birefringence.
j) Lensa Ocular

Disebut juga dengan lensa okuler Huygens

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 14


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Terdiri dari dua lensa simple plane-convex

Terletak berhadapan langsung dengan mata.

Lensa bagian atas berupa lensa mata dan lensa bagian bawah berfungsi

untuk mengumpulkan data.

Focal length dari lensa mata adalah 1/3-nya dari lensa pengumpul (field

length).

Sinar sinar ini yang menyebabkan kelelahan pada mata saat pengamatan.

Pada okuler juga dijumpai benang silang, berbentuk jaring laba-laba dan

mengikatkan tali tersebut pada perutnya.

k) Mikrometer

1. Berfungsi untuk mengukur jarak dalam sekala yang sempit, contoh:

diameter mineral.

2. Terletak di atas meja obyektif.

3. Pada pembacaan langsung dalam meja obyektif, sekala dalam ratusan mm.

4. Jadi, dalam suatu pengamatan sayatan tipis dapat diketahui seberapa ratus

mm dalam suatu divisi kristal.

5. Agar familier dalam penggunaannya, siswa dapat membuat sendiri

mikrometer tersebut

l) Adjustment Screws

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 15


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Adjustment screw berfungsi untuk mengatur (bagian dalam 2) dan

menghaluskannya (bagian luar 1) kefokusan lensa okuler dan obyektif

Metodenya yaitu dengan memutar ke kanan untuk memperbesar dan

ke kiri untuk memperkecil.

Terletak pada gagang mikroskop (tube)

Akurasi kerja Adjustment screw mencapai 0,001 mm.

Gambar 1. 8. Adjustment screw, mikrometer dan prisma nikol

c. Penggunaan Mikroskup Polarisasi

Pencahayaan mikroskop sangat baik jika berasal dari arah utara; jika tidak mampu

dari timur. Jangan menggunakan sinar matahari langsung. Meja (bangku) harus kuat,

dan pengamat harus nyaman menggunakannya. Mikroskop harus terletak tepat di

depan pengamat, kedua tangan leluasa mengoperasikannya. Jangan menutup mata

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 16


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

sebelah, mata yang tidak dipakai untuk mengamati dibiarkan terbuka, agar tidak

jereng atau mudah lelah. Pencahayaan harus cukup mampu menerangi pengamatan

paralel nikol dan silang nikol.

Agar mata tidak sakit, praktikan disarankan memfokuskan pengamatan dengan

menaikkan power, dari pada menurunkannya --- agar dapat menghindari kalau-kalau

lensa menyentuh preparat dan memecahkannya. Tempatkan pandangan (mata)

setinggi dengan okuler, perlambatkan dalam memutar screw jika jarak obyektif dan

preparat sangat dekat. Lakukan pengamatan hanya jika obyek pengamatan benar-

benar telah fokus.

Tip Menggunakan Mikroskop Polarisasi

Pada mineral tak-berwarna (ct. kuarsa), sebaiknya mengurangi pencahayaannya,

dan memperhatikan adanya rongga atau inklusi.

Rongga / inklusi memiliki kenampakan yang hampir sama

Sebaiknya menjaga betul-betul agar lensa dan nikol dapat awet dan

meningkat efisiensinya.

Jangan membiarkan lensa mikroskop terkena sinar matahari langsung

dan / uap radiator.

Lensa harus dijaga agar terbebas dari debu. Lensa obyektif jangan sampai

bersinggungan dengan cover glass, karena akan tergores.

BAB II

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 17


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

MINERAL OPTIK

II.1. Sifat Optis Mmineral Pada Pengamatan Nikol Sejajar

Setiap mineral memiliki sistem kristalnya masing-masing: isometrik (sumbu a

= sumbu b = sumbu c; < = < = <); rhombik (sumbu a sumbu b sumbu c; <

< <); triklin; monoklin; tetragonal, heksagonal dan lain-lain. Setiap sistem kristal

memiliki sumbu kristal, walaupun sudut yang dibentuk oleh masing-masing sumbu

kristal antara sistem kristal yang satu terhadap yang lain berbeda. Untuk itulah setiap

mineral memiliki sifat optis tertentu, yang dapat diamati pada posisi sejajar atau

diagonal terhadap sumbu panjangnya (sumbu c). Pengamatan mikroskopis yang

dilakukan pada posisi sejajar sumbu panjang disebut pengamatan pada nikol sejajar.

a. Relief

Relief adalah sifat optis mineral atau batuan yang menunjukkan tingkat /

besarnya pantulan yang diterima oleh mata (pengamat). Semakin besar sinar yang

dipantulkan atau semakin kecil sinar yang dibiaskan oleh lensa polarisasi, maka

makin rendah reliefnya, begitu pula sebaliknya. Jadi, relief mineral berhubungan erat

dengan sifat indek biasnya; Ngelas < Nobyek. Relief kadang-kadang juga diimplikasikan

oleh tebal-tipisnya sayatan. Sayatan yang telah memenuhi standarisasi, tentunya

memiliki relief yang standar juga, sehingga besarnya tertentu.

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 18


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Relief mineral dapat digunakan untuk memisahkan antara batas tepi mineral

yang satu dengan yang lain. Suatu batuan yang tersusun atas berbagai macam mineral

yang berbeda, masing-masing mineral tersebut tentunya memiliki sifat optis yang

berbeda pula. Jadi, kesemua itu akan membentuk relief; ada yang tinggi, sedang atau

rendah (Gambar 1. 9 ). Pada prinsipnya; kaca / air / udara memiliki indeks bias

sempurna, sehingga memantulkan seluruh sinar yang menembusnya. Namun, suatu

mineral memiliki indeks bias yang lebih rendah dibandingkan kaca / air / udara,

sehingga reliefnya lebih tinggi.

Bandingkan indeks bias yang dipantulkan oleh mineral dengan indeks bias

yang dipantulkan oleh kanada balsam. Kanada balsam memantulkan seluruh sinar

yang menembusnya. Mineral menyerap sebagian sinar dan memantulkannya

sebagian. Makin tidak berwarna sinar yang dipantulkan makin besar, sehingga

reliefnya makin rendah.

Gambar 1. 9. Sifat optis relief tinggi pada mineral olivin (atas) dan relief rendah
(bawah) yang diamati pada posisi nikol sejajar

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 19


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

b. Pleokroisme

Yaitu sifat penyusupan mineral anisotropic dalam menyerap sinar mengikuti

sistem kristalografinya. Ditunjukkan oleh beberapa kali perubahan warna kristal

setelah diputar hingga 360O. Dapat diamati pada posisi terpolarisasi maupun nikol

sejajar.

Mineral uniaxial disebut dichroic: dua warna yang berbeda dari vibrasi sinar yang

parallel terhadap sumbu vertikal dan sumbu dasar. Mineral biaksial: trichroic, 3

perubahan warna berhubungan dengan 3 sumbu elastisitas utama. Ct: horenblende

pleokrois kuat dan piroksen tak-pleokrois

Gambar 1. 10. a: warna interferensi biotit sejajar sumbu C; Pleokroisme biotit


berwarna coklat kekuningan Orde 1. b. pleokroismenya pada sudut putaran 90O ;
Pleokroisme biotit berwarna coklat gelap Orde I

c. Bentuk Kristal

Bentuk kristal adalah bentuk suatu kristal mineral mengikuti pertumbuhan / tata

aturan pertumbuhan kristal. Bentuk kristal yang ideal pasti mengikuti susunan atom

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 20


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

dan pertumbuhan atom-atom tersebut, atau dapat pula mengikuti arah belahannya.

Sebagian besar mineral yang terbentuk oleh proses pembekuan magma di luar,

menunjukkan bentuk kristal yang tidak sempurna, karena pembekuannya /

pengkristalisasiannya sangat cepat sehingga bentuknya kurang sempurna, begitu pula

sebaliknya. Jadi, bentuk kristal dapat digunakan sebagai parameter untuk mengetahui

tingkat kristalisasi mineral secara umum. Namun, mineral yang berukuran besar

bukan berarti tingkat kristalisasinya sempurna. Sebagai contoh adalah mineral-

mineral penyusun batuan gunung api yang terkristalisasi dengan cepat dapat tumbuh

membentuk mineral dalam diameter yang besar, tetapi bentuk kristalnya anhedral

membentuk fenokris dalam batuan bertekstur porfiritik.

Dalam pendeskripsiannya, bentuk kristal ditentukan dari orientasi tepian

mineralnya. Bentuk kristal yang tidak beraturan pada seluruh sisinya disebut

anhedral; jika sebagian sisi kristal yang tidak beraturan disebut subhedral; dan jika

seluruh sisi kristal beraturan disebut euhedral (Gambar 2.1)

Gambar 2.1. Gambar atas: bentuk kristal subhedral pada piroksen dan anhedral
pada horenblenda dan gambar bawah: bentuk kristal euhedral, subhedral dan
anhedral pada mineral piroksen (HBL: horenblenda dan Px: piroksen).

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 21


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

d. Bentuk mineral

Bentuk mineral tidak harus sama dengan bentuk kristal. Bentuk mineral adalah

bentuk secara fisik, seperti takteratur (irregular), memanjang, prismatik, fibrous,

membulat dan lain-lain (Gambar II.4). bentuk-bentuk mineral tersebut tidak

berhubungan dengan tingkat kristalisasinya. Bentuk mineral secara sempurna dapat

mengikuti bentuk pertumbuhan kristalnya, namun tidak dapat digunakan sebagai

parameter tingkat kristalisasi.

Gambar 2.2. bentuk-bentuk mineral blocky, irregular; gambar bawah: bentuk


mineral euhedral

e. Belahan

Belahan adalah sifat mineral yang berhubungan dengan sistem kristalnya juga.

Pada umumnya, suatu mineral memiliki bentuk kristal dari suatu sistem kristal

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 22


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

tertentu, sesuai dengan pertumbuhan kristalnya. Pertumbuhan kristal sendiri

dibentuk / dibangun oleh susunan atom di dalamnya. Dengan demikian, sisi-sisi

susunan atom-atom tersebut menjadi lebih lemah dibandingkan dengan ikatannya.

Hal itu berpengaruh pada tingkat kerapuhannya. Saat mineral mengalami benturan /

terdeformasi, maka pecahannya akan lebih mudah mengikuti arah belahannya.

Belahan lebih mudah diamati pada posisi nikol sejajar tetapi beberapa mineral

juga dapat diamati pada posisi nikol silang. Tidak semua belahan mineral dapat

diamati di bawah mikroskup, contoh: kuarsa dan olivin (Gambar II.5). Tetapi,

sebenarnya keduanya memiliki pecahan yang jelas. Kuarsa, secara megaskopis

memiliki pecahan konkoidal (seperti kaca) akibat bentuk kristalnya yang bipiramidal,

namun di bawah mikroskup belahan konkoidal-bipiramidal sulit dapat diamati. Olivin

kadang-kadang menunjukkan belahan dua arah miring, namun karena bentuknya

yang membotol, jadi sulit diamati juga di bawah mikroskup.

Gambar 2. 3. a. Contoh mineral dengan susunan acak (belahan tidak jelas) atau
tanpa belahan: olivin; b. Contoh mineral kuarsa tanpa belahan

Belahan jelas 1 arah: kelompok mika

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 23


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Belahan jelas 2 arah: piroksen dan amfibol

Mineral dengan sudut belahan 2 arah membentuk perpotongan dengan sudut

60/120: amfibol / horenblende (Gambar 2. 3a) dan mineral dengan sudut

belahan dua arah membentuk sudut 90 piroksen (Gambar 2. 3b)

Gambar 2.4. a. Belahan jelas pada dua arah miring; b. Belahan kurang jelas pada
dua arah dengan sudut 90O

II.2. Sifat Optis Mineral Pada Pada Pengamatan Nikol Silang

Pengamatan nikol silang dilakukan jika sayatan berada pada diagonal sumbu

C, yaitu dengan memasang prisma polarisasi bagian atas. Sifat-sifat optis mineral

yang diamati pada posisi nikol silang adalah birefringence (interference ganda),

twinning (kembaran): tipe kembaran dan arah orientasinya dan sudut gelapan:

sejajar / miring pada sudut berapa.

a. Sifat Birefringence (BF)

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 24


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Standardisasi sayatan tipis memiliki ketebalan 0,03 mm. Dalam sayatan tipis,

interference mineral harus dapat diamati, yang hanya dapat dalam sayatan tipis 0,03

mm. Ct. warna interference kuarsa terrendah berada pada orde pertama putih (abu-

abu) atau mendekati warna kuning orde I. Warna interference dapat dilihat dari posisi

horizontal sayatan. Setelah warna interference diketahui, pengamatan dilanjutkan

melalui garis diagonalnya hingga didapatkan sifat birefringence (BF). Dari posisi

birefringence, dengan meluruskan ke bawah melalui garis diagonal ke

perpotongannya, akan diketahui ketebalan standarnya, apakah lebih tebal atau tidak

dari 0,03 mm. Orde warna interference dan birefringence menggunakan tabel warna

Michel-Levy (Gambar 2. 5).

Birefringence ditentukan dari refraksi ganda pada pantulan sinar maximum

(warna orde tertinggi). BF dapat dilihat jika posisi sayatan berada pada sudut

pemadaman 45O terhadap nikol. BF dapat digunakan (bertujuan) untuk menguji

ketebalan sayatan kristal. Sifat BF mineral dapat dilihat pada tabel sifat-sifat mineral

(Bloss, 1961; Kerr, 1959; Larsen and Berman, 1964; Rogers and Kerr, 1942) yang

disertai dengan perubahan antara indeks refraksi tertinggi dan terrendahnya.

Sifat difraksi maximum biasanya juga dapat diperikan dalam sifat ini. Jika obyek

memiliki belahan jelas atau bentuk kristalnya terorientasi pada keping gelas dasarnya,

beberapa partikel harus disusun ulang hingga berorientasi baru, yaitu dengan

membuka cover glass dan mineral didorong secara horizontal. Birefringence secara

relatif sama pada setiap kelompok (kelas) mineral yang sama, ct. piroksen, amfibol

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 25


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

dan plagioklas. Indeks refraksi dan warna mungkin berbeda di antara satu kelompok

mineral, namun warna BF-nya hampir sama.

BF dapat diamati di bawah mikroskup dengan memasang lensa Bertrand (keping

gipsum). Lensa Bertrand keberadaannya sering terpisah dari mikroskop. Lensa ini

dapat dilepaskan. Sifat BF dapat diamati pada posisi nikol silang, yaitu dengan

memasang lensa Bertrand pada posisinya (yaitu di atas analyzer). Perubahan warna

yang dihasilkan biasanya ditentukan oleh warna reliefnya dan ketebalan sayatannya.

Jika reliefnya rendah (tidak berwarna) maka memiliki sifat BF tinggi. Kanada

balsam memiliki sifat BF tertinggi hitam.

Gambar 2.5. Diagram Michel-Levy untuk mengetahui orde warna BF pada mineral;
yaitu warna interferene maksimum yang dapat dilihat setelah lensa Bertrand
(keping/prisma gips) dipasang

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 26


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar 2. 6. Warna interferene maksimum yang dapat dilihat setelah lensa Bertrand
(keping/prisma gips) dipasang

Sifat BF juga bertujuan untuk mengetahui sifat anisotropi mineral.

Latihan: Posisikan kristal anisotropi pada:

D = 100 nm (abu-abu orde 1); sudut pemadaman 45o

Jika indek bias keping gipsum sejajar indek bias kristal, maka terjadi

PENJUMLAHAN

Sinar yang sejajar terhadap indek bias keping gipsum tertanam dalam

keping gipsum pada 100 nm dan lebih jauh tertanam oleh keping gipsum

550 nm ---- tebal gips digambarkan pada grafik horizontal (bawah) dalam

diagram Michel-Levy (Gambar III.1)

100 + 550 = 650 nm

Tentukan warna mineral (pada tabel warna interference)

Yaitu Original 1o abu-abu menjadi 2o biru (Gambar III.3)

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 27


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar 2. 7. Contoh warna birefringence kuarsa pada sudut pemadaman diputar


45o setelah didapatkan warna BF 1, lalu putar meja obyektif dan kristal pada sudut
90o Ngyp || nxl (D masih = 100 nm)

Ngyp || nxl PENGURANGAN

Sinar kristal yang parallel terhadap Ngyp dimajukan oleh gips 100nm

dan dihambat oleh keping gypsum 550mm maka kristal berada pada

450nm di belakang

Warna BF menjadi 1o orange

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 28


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar 2.8. Contoh warna birefringence kuarsa pada posisi sudut pemadaman
mineral 90o

Gambar 2. 9. Warna birefringence plagioklas pada berbagai kedudukan sudut


pemadalam dalam suatu sayatan tipis

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 29


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

b. Sifat Kembaran (Twinning)

Yaitu sifat yang ditunjukkan oleh mineral akibat pertumbuhan bersama kristal

saat pengkristalannya. Berbentuk kisi-kisi yang dibentuk oleh orientasi pertumbuhan

kristalografi. Sifat ini dapat diamati pada posisi pengamatan nikol silang.

Berhubungan dengan sifat pemadamannya.

Bentuk Kembaran berhubungan dengan bentuk simetri dari dua atau lebih

bagian-bagian (bayangan kembar, sumbu rotasi). Macam-macam kembaran:

1) Refleksi (berbentuk bidang kembar); Ct: model kembaran gypsum fish-

tail, 102 dan 108

2) Rotasi dengan memutar meja obyektif (biasanya 180o) memiliki bentuk

kembaran sumbu: normal parallel. Ct: kembaran carlsbad, model 103

3) Inversi (kembaran ke pusat)

Kembaran Multiple (> 2 segmen memiliki kesamaan sifat optis yang

terulang)

Kembaran Cyclic - kembaran berulang yang bidang-bidang kembarannya

tidak parallel; ct: kembaran polisintetik Albite pada plagioklas (Gambar 2.

10 ).

Jenis-jenis kembaran lain yang umum dijumpai dalam beberapa mineral adalah:

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 30


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Kembaran Albit: terbentuk oleh pertumbuhan bersama feldspar plagioklas

dengan sistem kristal: Triclinic; merupakan kembaran yang umum dijumpai

pada plagioklas pada 010

Gambar 2.10. Kembaran Polisintetik Albit pada Plagioklas

Kembran polisintetis juga dapat diamati dalam pengamatan megaskopis pada

Chrysoberryl dan Aragonit membentuk kembaran cyclic (Gambar 3. 1.)

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 31


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar 3.1. Kembaran polisintetik cyclic pada Chrysoberryl dan Aragonit

Kembaran sederhana, contoh pada piroksen posisi {100}

Gambar 3. 2. Kembaran sederhana pada Clinopiroksen (augite) posisi {100}

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 32


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Mineral-mineral prismatik panjang biasanya memiliki kembaran, sebagai contoh

adalah plagioklas dan klinopiroksen. Kembaran yang umum dijumpai pada

Plagioklas:

Sederhana Carlsbad pada (010)

Polysynthetic albite pada (010)

Pericline pada (101)

Ganbar 3.3. Kembarran sederhana Carlsbad, Polisintetik albit dan Pericline pada
Plagioklas

c. Sifat Gelapan (Extinction)

Adalah fungsi hubungan orientasi indikatrik dan orientasi kristalografik. Mineral

anisotropik menunjukkan gelapan pada posisi nikol silang dengan rotasi tiap 90 O.

Gelapan muncul ketika kedudukan salah satu vibrasi sejajar polarizer bawah.

Dampaknya adalah seluruh sinar datang ditahan oleh polarizer atas sehingga tidak

membentuk getaran. Seluruh sinar yang melalui mineral terserap pada polarizer atas,

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 33


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

dan mineral terlihat gelap. Pada putaran posisi 45, komponen maximum dari sinar

cepat dan sinar lambat mampu dirubah menjadi vibrasi pada polarizer atas. Hanya

perubahan warna interference saja yang menjadi lebih terang atau lebih gelap saja,

warna sebenarnya tidak berubah.

Banyak mineral secara umum membentuk butiran memanjang dan dengan mudah

dikenali kedudukan belahannya, ct. biotit, horenblenda, plagioklas. Sudut

pemadaman adalah sudut antara panjang atau belahan mineral dan kedudukan vibrasi

mineral. Nilai sudut pemadaman masing-masing mineral bervariasi mengikuti arah

orientasi butirannya.

Tipe Pemadaman

Pemadaman Parallel; Mineral menjadi gelap ketika belahannya atau

sumbu panjang searah terhadap salah satu benang silangnya. Sudut

pemadaman (EA) = 0; contoh:

Orthopiroksen dan Biotite

Pemadaman Miring; mineral gelap ketika belahan membentuk sudut

dengan benang silang, (EA) > 0 ; contoh:

Klinopiroksen dan Horenblenda

Pemadaman Simetri; mineral menunjukkan belahan 2 arah atau dua

perbedaan muka kristal---- memungkinkan untuk mengukur dua sudut

gelapan antara masing-masing belahan atau muka dan kedudukan vibrasi.

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 34


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Jika 2 sudut sama maka akan dijumpai pemadaman simetri, (EA1 = EA2);

contoh:

Amfibol dan Kalsit

Tanpa belahan: mineral yang tidak memanjang atau tidak memperlihatkan

belahan yang mencolok, akan memberikan pemadaman setiap diputar 90,

tetapi tidak dapat diukur sudut pemadamannya; contoh:

Kuarsa dan olivin

a. Pemadaman Paralel

semua mineral uniaxial menunjukkan pemadaman parallel

mineral-mineral orthorhombik menunjukkan pemadaman parallel (hal itu

karena sumbu kristal dan sumbu indicatrik serupa)

b. Sudut Pemadaman Miring

Mineral-mineral Monoclinic dan Triclinic memiliki sumbu indikatrik yang

tidak serupa dengan subu kristalnya ---- memiliki pemadaman miring

sudut pemadaman dapat membantu memerikan nama mineralnya

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 35


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar 3.4. Ilustrasi pemadaman paralel (kiri) dan pemadaman miring (kanan)

Gambar 3.5. Contoh mineral dengan pemadaman paralel pada ortopiroksen (atas)
dan pemadaman miring pada klinopiroksen (bawah)

II.3. pengambilan sampel batuan

a. Teknik Pengambilan Contoh Batuan

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 36


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Keberhasilan pembuatan sayatan tipis ditentukan oleh benar-tidaknya prosedur

pengambilan contoh di lapangan dan teknik preparasinya. Pembuatan sayatan tipis

juga harus mengikuti petunjuk si pengamat. Apa tujuan pengamatan sayatan tipis,

apakah ditujukan untuk mengetahui sifat optis mineral, komposisi batuan (eksplorasi

kandungan mineral tertentu), tingkat sifat deformasi batuan atau ada tujuan yang lain.

Untuk itu diperlukan koordinasi yang baik antara si pengambil, pemotong / penyayat

dan pengamat.

Jika tujuan pengamatan adalah untuk mengetahui sifat optis mineral, komposisi

dan sifat fisik batuannya, maka diperlukan contoh batuan yang segar. Ciri-ciri batuan

yang segar adalah:

Warnanya segar, tidak dijumpai warna alterasi (lapuk). Contoh: andesit dan

diorit berwarna abu-abu terang-agak gelap; warna lapuk keputih-putihan,

kemerah-merahan, kekuning-kuningan atau kecoklat-coklatan. Warna segar

dasit abu-abu agak keunguan; warna lapuk abu-abu terang bintik-bintik hijau,

putih dan merah. Batupasir kuarsa segar warna putih dengan butiran- butiran

transparan; warna lapuk putih terang agak kecoklatan hingga kekuningan.

Batugamping dolomit warna segar abu-abu kemerahan cerah dengan pecahan

tajam dan sangat keras; warna lapuk abu-abu kekuningan-kecoklatan (merah

bata) dengan pecahan tumpul dan mudah hancur.

Jika dipukul berbunyi cling; batuan yang lapuk jika dipukul berbunyi bug

atau blug; pada batuan beku luar (bersifat gelasan) batuan yang segar sangat

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 37


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

keras tetapi lebih mudah pecah, pecahannya runcing-runcing tajam, tetapi

batuan yang lapuk tidak tajam feldsparnya (putih) mengembang sehingga

ukurannya menjadi lebih besar.

Tidak terdeformasi, massif (inti lava / intrusi); batuan yang segar tidak

dijumpai rekahan-rekahan baik akibat deformasi saat pembekuan,

pembebanan, tektonik maupun pelapukan; usahakan mengambil batuan yang

betul-betul masif (tak-terdeformasi).

Singkapan batuan yang dapat direkomendasikan untuk lokasi pengambilan

contoh batuan yang ditujukan untuk pengamatan sayatan tipis tersebut adalah:

Pada singkapan tanpa deformasi; kalau sekiranya tidak dapat dihindari, maka

diusahakan pada singkapan yang paling bebas dari deformasi.

Pada singkapan yang telah diledakkan (quarry): akan banyak dijumpai batuan

yang sangat segar, karena bagian yang lapuk telah dibersihkan pada saat

penggalian (Gambar IV.1).

Mencari batuan yang segar juga dapat dilakukan pada tebing-tebing dan badan

sungai / jalan, terutama pada musim kemarau.

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 38


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar 3.5. Contoh singkapan yang direkomendasikan untuk pengambilan contoh


batuan; yaitu pada lokasi penambangan (quarry)

Singkapan batuan yang tidak direkomendasikan untuk pengambilan contoh

batuan adalah:

Singkapan dengan struktur geologi, seperti sesar, kekar dan lipatan

(Gambar IV.2.kanan); kecuali jika pengamatan ditujukan untuk

mikrotektonik. Jika pengamatan sayatan tipis batuan ditujukan untuk

mikrotektonik, maka contoh harus ditandai arah pengambilannya (N .


O
E) dan arah pemotongan yang diinginkan

Lapuk; saran: sebaiknya jika tidak ada singkapan lain dicari batuan yang

paling masif; kecuali jika tujuan pengamatan batuan adalah untuk

mengetahui tingkat pelapukan.

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 39


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Tidak insitu : bongkah yang tidak jelas asalnya (Gambar IV.2 kiri);

kecuali jika telah jelas dketahui asalnya dari mana dan kondisinya segar.

Saran: lakukan pengambilan bongkah hanya di daerah quarry yang

sedang digali

Gambar 3.6. Contoh singkapan yang tidak direkomendasikan untuk pengambilan


contoh batuan

b. Pemilihan Contoh Batuan

Pengambilan contoh batuan juga dapat dilakukan pada inti bor:

1. Pilih batuan yang paling segar

2. Jangan mengambil bagian kontak (ditunjuk pena), karena ada kemungkinan

mengandung fragmen lain (batuan yang lebih tua atau lebih muda) dan

biasanya tidak segar

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 40


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar 3. 7. Contoh batuan yang diambil dari inti bor; yaitu pada bagian yang
paling segar (dilingkari), bukan pada bagian yang ditunjuk pena

Sifat contoh batuan yang dapat disayat untuk analisis petrografi:

Contoh betul-betul segar

Besarnya setangan (segenggam)

Setelah contoh diambil, sesegera mungkin agar dikirim ke lab

praparasi sayatan tipis

Gambar 3. 8. Contoh diorit yang direkomendasikan untuk penyayatan (segar dan


masif)
c. Preparasi Batuan

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 41


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Contoh batuan yang telah di dapatkan dari lapangan dilabeli, meliputi no lokasi

pengambilan, tahun pengambilan dan kode tujuan pengambilan. Untuk contoh yang

ditujukan untuk analisis petrografi dengan tujuan pengamatan tertentu, diberi tanda

khusus seperti arah penyayatan, posisi utara / timur dan kode-kode pendukung yang

lain.

Contoh selanjutnya dibawa ke bengkel untuk dilakukan pemotongan, penyayatan

dan preparasi selanjutnya seperti yang dapat dilihat pada Gambar IV.5 dan IV.6.

Gambar 3.9. Contoh diorit yang telah dipotong berukuran 10-15x10x2,5 cm,
pemotongan bertujuan untuk menghilangkan bagian yang lapuk.

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 42


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar 3. 10. Contoh diorit yang telah disayat berukuran 4x2,5x0,003 cm dan
dipoles selanjutnya ditempelkan di atas gelas obyek, dan ditutup dengan gelas
penutup (deg glass). Sayatan siap untuk dianalisis.

II. 4. Sifat Optis Mineral Plagioklas

a. Sitat Sifat Umum

Rumus kimia: (Na,Ca)(Si,Al)4O8

Berat molekul = 270,77 gram

Sodium 4,25 % Na 5,72 % Na2O

Calcium 7,40 % Ca 10,36 % CaO

Aluminum 9,96 % Al 18,83 % Al2O3

Silicon 31,12 % Si 66,57 % SiO2

Oxygen 47,27 % O 00,00

100,00 % 101,48 % = total oksida

Rumus empiris: Na 0,5Ca 0,5Si 3AlO8

Keterdapatannya: pada batuan beku dan metamorf. Masuk dalam

kelompok Na, Ca feldspar.

IMA Status: Not Approved IMA

Locality: Common world wide occurrences.

Asal Nama: dari bahasa Yunani plagios ~"oblique" dan klao ~ "I

cleave" berarti mudah membelah ~ memiliki sudut belahan yang baik.

b. Sifat-Sifat Fisik

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 43


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar 4.1 adalah sifat-sifat secara fisik mineral plagioklas, terdiri dari albit,

oligoklas, andesin, bitownit, labradorit dan anortit.

Belahan : [001] baik, [010] baik

Warna: putih, abu-abu, putih kebiruan, putih kemerahan dan putih

kehijauan.

Density: 2,61 2,76, rata-rata = 2,68

Diaphaniety: Transparent sampai translucent

Pecahan: Brittle umumnya mirip dengan gelas dan mineral-mineral non-

metallik.

Perlakuan: Massive - Granular banyak dijumpai dalam granit dan batuan

beku lainnya.

Kekerasan: 6-6,5 - Orthoclase-Pyrite

Luminescence: Non-fluorescent.

Luster: Vitreous (Glassy)

Streak: putih

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 44


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar 4.1. Sifat-sifat fisik mineral plagioklas dari anorthit hingga albit
(www.webminerals.com/specimens)

c. Sifat-Sifat Optis

NCalc= 1,56 - dari Gladstone-Dale hubungannya (KC = 0,2101),

Ncalc=Dmeas*KC+1

Plagioclase (Na,Ca)(Si,Al)4O8 C1 1

Albite NaAlSi3O8 C1 1

Oligoclase (Na,Ca)(Si,Al)4O8 C1 1

Andesine (Na,Ca)(Si,Al)4O8 C1 1

Labradorite (Ca,Na)(Si,Al)4O8 C1 1

Bytownite (Ca,Na)(Si,Al)4O8 C1 1

Anorthite CaAl2Si2O8 P1,I1 1

Gambar 5.2 adalah mineral plagioklas dalam sayatan tipis

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 45


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar 4.2. Kenampakan plagioklas dalam sayatan tipis nikol silang; identifikasi
mineral plagioklas lebih mudah dilakukan pada posisi nikol silang

1. Menentukan Nama Mineral Berdasarkan Sifat dan Komposisi Optisnya

Orientasi optis plagioklas bervariasi, tergantung pada komposisinya.

Konsekuensinya, sudut pemadaman terhadap sistem kristalografinya juga

bervariasi, sesuai dengan komposisi kimiawinya.

Ada dua metode dalam penamaan komposisi plagioklas berdasarkan sudut

pemadamannya, yaitu:

1. Metode Michel-Levy

2. Metode gabungan Carlsbad-Albite.

1) Metode Michel-Levy

Ditentukan dengan berdasarkan besarnya sudut pemadaman yang dibentuk

oleh kembaran albit dalam plagioklas

Kembaran albit memiliki bidang (010) dalam kembaran polysynthetik

Prosedurnya adalah:

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 46


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

a. Pertama-tama tentukan kembaran polisintetik pada bidang (010), tegak lurus

terhadap meja obyektif mikroskup (pada sumbu vertikal).

Perilaku kristal dapat diidentifikasi dengan memfokuskan bidang

kembaran lamelae gelap maksimum, selanjutnya diputar perlahan untuk

mencari gelap maksimum / terang maksimum berikutnya.

Jika bidang kembaran pada kedudukan vertikal (sejajar sb C), maka akan

terlihat sama.

Jika bidang kembaran pada kedudukan miring (membentuk sudut dengan

sb. C), maka akan nampak bergerak dari sisi yang satu ke sisi yang lain,

seakan-akan pada bidang/bagian sayatan yang lain.

b. Selanjutnya putar kembali bidang kembaran ke arah utara-selatan.

c. Putar meja obyektif berlawanan arah jarum jam hingga garis-garis kembaran

albit pada kondisi gelap maksimum, dan catat sudut putarannya.

d. Teliti kembali sudut putaran tersebut, dengan mengukur sudut sinar cepat

(fast ray) dengan memutar meja obyektif 45 o searah jarum jam dari posisi

awalnya. Pada kondisi sinar cepat (fast ray), kristal berwarna kuning orde I.

e. Putar kembali bidang kembaran pada arah orientasi utara-selatan.

f. Putar meja obyektif searah jarum jam, hingga lamelae gelap maksimum, catat

kembali sudut putarannya; jika kedua hasil pencatatan sudut putaran bidang

kembaran memiliki perbedaan ~ 4o, maka hitung rata-ratanya.

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 47


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

g. Ulangi prosedur nomor (6-10) untuk mendeterminasi sudut gelapan

maksimum.

h. Gunakan sudut gelapan maksimum untuk mengetahui jenis plagioklasnya

dengan menggunakan diagram Michel-Levy.

Contoh: Michel-Levy (Gambar 4. 3)

Gambar 4.3. Kembaran polisintetik albit pada plagioklas yang akan digunakan
sebagai dasar untuk mengetahui jenis plagioklasnya menggunakan metode Michel-
Levy

1. Pada Gambar 4.3. kiri; meja obyektif telah diputar berlawanan arah dengan jarum

jam, sehingga nampak kembaran polisintetik albit. Sudut kembaran didapatkan

24,9o.

2. Pada gambar kanan nampak kristal yang sama setelah diputar searah jarum jam

hingga lamelae gelap maksimum, didapatkan sudut gelapan 26,2o.

3. Diketahui, bahwa selisih dari kedua data sudut gelapan adalah 2 o, sehingga dapat

menggunakan metode Michel-Levy untuk mengetahui jenis plagioklasnya. Sudut

pemadaman rata-rata 25,55o.

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 48


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

4. Plot besarnya sudut pemadaman tersebut pada sumbu vertikal diagram Michel-

Levy, dan ketahui nama mineralnya dengan menarik secara lateralnya hingga

memotong garis lengkung (Gambar 4. 4). Didapatkan nilai An-44, sehingga nama

mineralnya andesin.

Untuk plagioklas dari batuan beku plutonik, kurva suhu rendah (garis

tegas) didapatkan An-44: Andesin

Untuk batuan vulkanik, berlaku kurva suhu tinggi (garis putus-putus),

didapatkan angka An-38: Andesin

Michel-Levy Diagram

Gambar 4.4. Determinasi mineral plagioklas menggunakan metode Michel-Levy

2) Metode Kombinasi Carlsbad-Albite

Gambar 4.5 menunjukkan kristal plagioklas dengan kembaran sederhana Carlsbad

(kuning). Ada dua sisi yang berbeda dalam satu mineral, pada sisi kiri berlaku

kembaran Carlsbad, sisi kanan kembaran polisintetik albit.

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 49


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar 4.5. Kembaran Carlsbad pada mineral plagioklas; sisi kanan garis kuning
memiliki kembaran polisintetik dan sisi kiri kembaran sederhana Carlsbad.

1. Di sebelah kiri kembaran Carlsbad, ukur sudut gelapan maksimum pada bidang

(010) fast ray sebagaimana pada metode Michel-Levy. Rata-ratakan kedua sudut

gelapan.

2. Pada sisi kanan kembaran Carlsbad, ukur sudut gelapan (010) sebagaimana

metode di atas, rata-ratakan.

3. Kedua sudut gelapan yang telah dirata-rata tersebut akan tidak sama, salah satu

akan lebih besar dari yang lainnya. Gunakan diagram Carlsbad-Albite untuk

mendeterminasi nama mineralnya (lihat halaman 275 pada text book:

Introduction to Optical Mineralogy, 2nd Ed. by W.D. Nesse): garis putus-putus

untuk batuan vulkanik dan garis tegas untuk batuan plutonik atau metamorfik.

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 50


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar 4.6. Kembaran albit pada plagioklas

d. Struktur Zoning dalam Plagioklas

Secara normal, suatu mineral yang terbentuk secara sempurna tanpa adanya

gangguan percepatan, akan membentuk sistem kristal dengan bentuk mineral yang

sempurna homogen. Struktur zoning adalah struktur mineral (biasanya plagioklas)

yang dari luar ke dalam (inti mineral) terjadi gradasional komposisi dari mineral

plagioklas kaya An ke mineral plagioklas kaya Ab. Ada tiga jenis struktur zoning,

yaitu Reverse Zoning, Oscillatory Zoning, Discontinuous Zoning, Sector Zoning dan

Patchy Zoning.

1. Reverse zoning (zoning terbalik) tersusun atas mineral yang makin ke dalam

(inti) makin kaya An-.

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 51


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

2. Oscillatory Zoning; zoning yang terbentuk dari osilasi repetitif bersekala

halus, antara 1-2 sampai 20-25 mol % An.

3. Discontinuous Zoning; suatu runtunan zona-zona lembut yang konsentris

(secara tak-menerus) dengan komposisi mol % An berubah (10-30 mol % An)

dari inti ke luar rim.

4. Sector Zoning; zoning yang terletak pada tepian-tepian orientasi kristalografi

dengan komposisi yang berbeda pada masing-masing sektornya.

5. Patchy Zoning; zoning secara lokal dalam beberapa bagian mineral, tanpa

mengikuti sistem kristalografinya.

Gambar 4.7. Beberapa contoh struktur zoning pada mineral plagioklas

II.5. Sifat Optis Pada Uncontinous Form Biaxial

a. Mineral Biaksial dan Uniaksial

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 52


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Secara umum, ada dua jenis mineral di alam, yaitu biaksial dan uniaksial.

Mineral-mineral biaksial adalah suatu mineral yang memiliki dua sumbu optis dan

tiga indeks bias utama; yaitu monoklin, triklin dan ortorhombik. Lawannya biaksial

adalah uniaksial, yaitu mineral yang memiliki satu sumbu optis, seperti tetragonal dan

heksagonal. Mineral-mineral yang termasuk ke dalam kelompok mineral biaksial

adalah Olivin; Piroksen (Orthopiroksen dan Klinopiroksen); Amphibole (Hornblenda

dan Actinolit); Mika (Biotit, muskovit, chlorit) dan Feldspar (Plagioklas, Microclin,

orthoclas dan sanidin). Mineral-mineral yang termasuk kelompok uniaksial adalah

Apatit, Kalsit, Nephelin, Kuarsa, Tourmalin, Zirkon

b. Mineral Olivin

1. Komposisi Kimia

Terdiri dari tiga mineral dengan komposisi kimia:

Forsterite = Mg2SiO4

Olivine (Chrysolite) = (Mg,Fe)2SiO4

Fayalite = Fe2SiO4

Olivin jarang / tidak pernah ditemukan dalam batuan beku intermediet.

Mineral Tephroite (Mn2SiO4), merupakan seri Forsterite.

Komposisi: Magnesium iron silicate, seri magnesium Forsterite, seri menengah

Chrysolite), dan seri fero Fayalite.

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 53


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

2. Sifat-Sifat Fisik

Warna: hijau-oliv, kuning-hijau, hijau terang, hijau, hijau-coklat, abu-abu

Pertumbuhan dan bentuk kristal: orthorombik, prismatik. Ditemukan

sebagai butiran, dalam agregat padatan dan massa yang terrekahkan.

Transparansi Transparan sampai translucent

Specific Gravity 3,2 4,2

Luster Vitreous

Belahan 2,1 ; 3,1- membentuk sudut 90 ; pecahan: Conchoidal

Pecahan Brittle

Macam batuan yang mengandung olivin:

Peridotit hijau-transparant

Chrysolite kuning-kuning kehijauan olivin disebut batu olivin.

Dunite masif, massa butiran Olivin, diklasifikasikan sebagai batuan.

Olivinoid terbentuk dari meteorit

Dalam kelompok mineral silikat dan nesosilikat

Larut dalam asam HCl

Yang berhubungan dengan Olivin

Kerena secara fisik memiliki sifat dan kenampakan yang sama, kelompok olivin

sering hanya disebut "Olivin saja.

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 54


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Olivin sangat melimpah di alam, tetapi hanya ditemukan sebagai mineral yang

hanya dapat diamati di bawah mikroskop.

Pembeda dengan mineral lain:

Tourmaline lingkungannya berbeda

Apatite lebih lunak (5)

Garnet ditemukan dalam kristal yang berbeda, belahan tidak ada

Willemite - fluoresce hijau

Biasanya ditemukan dengan: Feldspar, Serpentin, Horenblenda, Augite,

Spinel, Diopsid, Chromite, Fe-nikel

Tipe Lokasinya:

a. Peridotit Olivin dari St. Johns Island (Zebirget), Laut Merah (Mesir), Mogok

(Myanmar), Burma; Soppat, Kohistan, Pakistan; Pegunungan Ural (Russia);

Snarum, Norway; Mt. Vesuvius (Italy); dan daerah Eifel (Jerman).

b. San Carlos (San Carlos Indian Reservation), Gila dan Graham, Arizona.

c. Butiran yang lebih besar dijumpai di Fort Defiance (Buell Park dan Garnet

Ridge).

3. Klasifikasi Olivin

Merupakan mineral jenis Orthosilikat SiO4

Rumus kimia umum (Mg,Fe)2SiO4

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 55


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Terdiri dari 2 kelompok:

Forsterite Mg2SiO4

Fayalit Fe2SiO4

Pembentukannya di alam mengikuti diagram fasa Gambar VI.1.

Ditemukan dalam basalt dan gabbro, serta dalam batuan metamorf

ekuivalennya terutama batuan ultramafik dan marmer

Teralterasi menjadi serpentin

Karena komposisi olivin bervariasi, maka sifat fisik dan optisnya pun

juga berbeda

Gambar 4.8. Diagram fasa pembentukan olivine

4. Sifat Optik Olivin secara Umum

Relief tinggi

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 56


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Warna interference-nya menengah-kuat

Pecahan irregular

Tidak ada belahan

Pada batuan plutonik dijumpai sebagai butiran anhedral

Dalam batuan vulkanik dijumpai berbentuk euhedral

Belahan sangat buruk, tidak terlihat pada sayatan tipis sehingga tidak

dapat menghubungkannya dengan sumbu indikatrik kristalografinya

Indeks refraksi:

Forsterit Fayalit

n 1.636 1.827

n 1.651 1.869

n 1.669 1.872

Birefringence antara 0,033 to 0,053

Sudut 2VX bervariasi 46 sampai 98, kadang-kadang biaksial positif

(2VX>90) atau negatif (2VX<90)

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 57


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar 4.9. Olivin dalam sayatan tipis pada posisi nikol silang dan warna BF-nya

5. Sifat Optis Fayalit (Gambar V.3)

Tidak berwarna

Pleokroisme

Berbutir membantal

Merupakan olivin kaya Fe

X = Z = kuning

Y = orange, kuning dan kuning kemerahan

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 58


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar 4.10. Fayalit dalam sayatan tipis pada posisi nikol silang dan warna BF-
nya

6. Sifat-Sifat Optis Piroksen

a. Sifat umum

Merupakan mineral inosilikat (single chain) Si2O6

Memiliki dua kelompok besar, yaitu Orthopiroksen (Orthorhombik;

Piroksen miskin Ca) dan Klinopiroksen (Monoklinik; Piroksen kaya Ca)

Keduanya memiliki sifat fisik, optis, kimia dan lingkungan pembentukan

yang berbeda

Klasifikasi Piroksen didasarkan pada kandungan Ca, Mg dan Fe-nya

Secara tektonik:

Piroksen kaya Ca melimpah pada batuan-batuan Ca-alkalin

Piroksen kaya Ca dan Mg melimpah pada batuan-batuan alkalin

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 59


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Piroksen kaya Fe melimpah pada batuan-batuan toleeitik

Gambar 5.1. Diagram klasifikasi mineral piroksen berdasarkan kandungan Ca, Fe


dan Mg

a) Orthopiroksen OPX

Formula umum (Mg,Fe)2Si2O6

Terdiri dari dua anggota besar:

Enstatit MgSiO3

Orthoferrosilit FeSiO3

Di alam, opx adalah campuran dari dua variabel komposisi sifat optis:

Birefringence bervariasi 0,007 sampai 0,020

Indeks bias:

En OFs

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 60


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

n 1,649 1,768

n 1,653 1,770

n 1,657 1,788

Sudut 2VZ bervariasi dari 50 - 132, tergantung pada komposisinya,

jadi sifat optisnnya menjadi negatif (2VZ>90) atau positif (2VZ<90),

namun secara umum negatif

Gambar 5.2. Klasifikasi Ortopiroksen berdasarkan derajad kristalisasinya

Bentuk Kristal

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 61


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Euhedral biasanya prismatik gemuk

Jika disayat memotong sumbu c memiliki 4 atau 8 sisi dengan belahan

dua arah membentuk sudut 90

Jika disayat memanjang sejajar sumbu c memiliki belahan searah

Sayatan memotong sumbu c memperlihatkan: dua belahan 90 dan

pemadaman simetri

Gambar 5.3. Bentuk kristal dan belahan mineral Ortopiroksen

Warna dan Pleochroisme

Kadang lemah warna pink salmon sampai hijau

Miskin En tak berwarna, tetapi dengan penambahan Fe, warnanya menjadi

bervariasi

OPX kaya Fe pleochroisme

X = pink, coklat dan kuning pucat

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 62


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Y = krem-coklat muda, kuning, kuning pinky

Z = hijau muda dan hijau keabu-abuan

Gambar 5.4. Birefringen mineral Ortopiroksen kaya Fe (pinky)

Belahan dan Pecahan

Sayatan yang dipotong parallel terhadap sumbu C akan menunjukkan

belahan searah:

Jika belahan parallel terhadap polar bawah maka warnanya hijau

Jika belahan memotong polar bawah warnanya pink

Sayatan yang dipotong memotong sumbu C --- belahan dua arah

membentuk sudut 90

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 63


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar 5.5. Belahan dan pecahan mineral Ortopiroksen

Sifat Optis Orthopiroksen

Warna interference lemah

Pemadaman parallel

Pleochroisme lemah hijau pucat

BF tinggi 2V sudut >75

Menunjukkan sifat optis negative

b) Klino-Piroksen

Komposisi kimia: ABSi2O6

Mineral A B

Diopside Ca2+ Mg2+

Hedenbergite Ca2+ Fe2+

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 64


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Jadeite Na+ Al3+

Acmite Na+ Fe3+

Spodumene Li+ Al3+

Melimpah pada batuan beku ultra basa dan batuan metamorf tingkat

menengah-tinggi

Gambar 5.6. Warna interference, pleokroisme dan birefringence Pigeonit


(klinopiroksen miskin Ca)

1. Sifat-Sifat Optis Amfibol

a) Sifat Optis

Warna pleokrosime: sangat jelas, hijau sejuk, kuning-hijau, biru-hijau,

coklat

X = kuning cerah, hijau cerah kekuningan, biru cerah kehijauan

Y = hijau, hijau kekuningan, hijau keabu-abuan, coklat

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 65


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Z = hijau gelap, hijau gelap kebiruan, hjau gelap keabu-abuan, coklat

gelap

Bentuk: prismatik panjang sampai menjarum, dengan 4 atau 6 sisi dan

sudut belahan 56 dan 124, berbentuk butiran anhedral irregular

Relief RI: Menengah sampai tinggi

n = 1,60-1,70

n = 1,61-1,71

n = 1,62-1,73

Dijumpai dalam bentuk fenokris Euhedral

Belahan pada {110} dengan sudut 56-124

Birefringence 0.014-0.034

Interference biasanya orde 1 atas atau orde 2 bawah

Kembaran: sederhana dan lamellar pada {100} tetapi tidak umum

Sifat optis 2VX biaxial positif atau negatif 35 - 130

Orientasi optis X^a = +3 sampai -19, Y = b, Z^c = +12 sampai +34,

bidang optis = (010)

Sayatan sejajar sumbu c memiliki pemadaman simetris: slow ray

parallel terhadap panjang diagonal antara belahan, sayatan

longitudinal: length slow

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 66


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Alterasi: dapat teralterasi menjadi biotit, chlorite atau mineral silikat

Fe-Mg yang lain

Kelimpahan: dalam batuan beku, metamof dan sedimen

Bentuk pembeda: belahan dan bentuk mineral membutir, pemadaman

miring dan pleochroisme

b) Klasifikasi Amfibol

Terdiri dari dua kelompok, yaitu:

Orthoamfibol

Klinoamfibol

Sama dengan piroksen, keduanya memiliki susunan rantai silica tetrahedra,

bedanya:

Piroksen memliki susunan rantai tunggal

Amfibol bersusunan ganda memanjang sumbu c

Memperlihatkan susunan komposisi berangsur yang mempengaruhi sifat optisnya

Fe-Mg Amfibol

Anthophyllite (O) (Mg,Fe)7Si8O22(O H)2

Gedrite (O) (Mg,Fe)5Al2 (Al2Si6)O22(O H)2

Cummingtonite-grunerite (M) (Fe, Mg)7Si8O22(O H)2

Ca-Amfibol (M)

Tremolite-actinolite Ca2(Mg,Fe2+)5Si8O22(OH)2

Hornblende (Na,K)0-1Ca2(Mg,Fe2+,Fe3+,Al)5(Si,Al)8O22(OH)2

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 67


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Oxyhornblende

(Na,K)0-1Ca2(Mg,Fe2+,Fe3+,Al)5(Si,Al)8O22(O,OH)2

Kaersutite NaCa2(Mg,Fe2+)4TiSi6Al2O22(OH)2

Na-Ca-Amfibol (M)

Katophorite Na(Na,Ca)(Mg,Fe2+,Fe3+,Al)5(Si7AlO22(OH)2

Richertite Na(Na,Ca)(Mg,Fe2+)5Si8O22(OH)2

Na-Amfibol (M)

Glaucophane Na2(Mg,Fe2+)3Al2Si8O22(OH)2

Riebeckite Na2(Mg,Fe2+)3Fe3+2Si8O22(OH)2

Arfedsonite-eckermanite NaNa2(Mg,Fe2+)4(Fe3+,Al)Si8O22(OH)2

c) Sifat Optis Kristal Amfibol secara Umum

Orthorombik

Anthophyllite (Mg,Fe)7Si8O22(O H)2

Dijumpai dalam batuan metamorf ekuivalen dengan basaltik

Karena orthorombik maka pemadamannya pada sayatan

memanjang (sejajar sumbu c)

Jenis amfibol yang lain bersistem monoklinik dengan pemadaman

miring pada sayatan sejajar sumbu c

Amfibol Monoklinik

Paling banyak dijumpai di alam

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 68


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Umumnya memiliki sifat optis negatif

Terdiri dari dua kelompok:

Tremolite - Actinolite

Ca2Mg5Si8O22(OH)2 - Ca2Fe5Si8O22(OH)2

Horenblenda (paling banyak dijumpai)

Ca2(Mg,Fe,Al)5Si8O22(OH)2

Keanekaragaman komposisi menyebabkan sifat optisnya

bervariasi.

d) Sifat Fisik Horenblende

Indeks Refrasi :

n = 1.60 - 1.70

n = 1.61 - 1.71

n = 1.62 - 1.73

Relief, Birefringence, Interference (Perlambatan):

Relief sedang sampai tinggi

Birefringence 0.014-0.034

Warna Interference orange orde 1 sampai orange orde 2 dan orde 3

bawah

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 69


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Warna Interference rata-rata biru kehijauan orde 2

Sifat Optis lain:

Biaksial positif atau negatif

Sudut 2VX bervariasi 35-130, tergantung pada komposisinya

Umumnya 2VX = 52 - 85 secara optis negatif

Warna

Horenblenda dibedakan dari mineral lainnya oleh perbedaan warna

dan sifat pleokroisme dalam sayatan tipis. Memiliki garis tepi hijau,

kuning-hijau, biru-hijau, biru-kuning dan coklat.

Pleokroisme: Kuat pada

X y z

kuning-hijau olive-hijau
hijau tua

Coklat pucat Coklat kemerahan


Merah-coklat

Coklat-kehijauan Coklat kemerahan


Merah-coklat

Ditemukan sebagai:

Kristal berbentuk prismatik ramping hingga membilah

Memiliki 4 atau 6 sisi melintang, sudut belahan 56 dan 124

Sering ditemukan sebagai butian anhedral irregular

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 70


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Sistem Kristal

Monoklinik

Orientasi optis:

X^a = +3 sampai -19

Y=b

Z^c = +12 sampai +39

OAP pada 010

Bentuk Kristal

Pada arah sayatan memotong sumbu c memiliki pemadaman simetri,

rambat cahaya lambat pada terhadap panjang diagonal antar

belahannya

Sayatan memanjang length slow, sudut pemadaman Z^c biasanya

digunakan untuk memerikan hornblende

Gambar 5.7. Bentuk kristal dan sudut belahan mineral horenblenda, disayat sejajar
sumbu b, sumbu a dan sumbu c

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 71


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

e) Sifat optis Horenblende

Dipotong sumbu c:

Memiliki 4-6 sisi

Memiliki 2 belahan pada 56-124

Pemadaman simetri

Gambar 5.8. Sifat optis mineral horenblenda, disayat tegak lurus sumbu c

Dipotong normal // sb.c

Memiliki 1 belahan

Pemadaman miring

Warna interference maksimum

Sifat Optis: Normal Z^c = +12-34

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 72


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar 5.9. Sifat optis mineral horenblenda, disayatsejajar sumbu c

Dipotong sb. a

Pemadaman parallel

Bxa

Gambar 5.10. Sifat optis mineral horenblenda, disayat tegak lurus sumbu a

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 73


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Sifat Lain

Alterasi

Dapat teralterasi menjadi biotit, chlorite or silikat Fe-Mg yang lain

Limpahan

Melimpah pada:

Batuan beku (granit, gabbro, syenit ultramafik)

Batuan metamorfik

Hadir sebagai mineral asal primer maupun sekunder

Ciri khusus / pembeda mineral lain:

Mirip dengan klinopiroksen memiliki 2 belahan miring

Bentuknya butiran

Pemadaman miring

Pleokroisme

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 74


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar 6.1.Warna interference, pleokroisme dan birefringence Horenblenda


(Amfibol Monoklinik)

II.6. Sifat-Sifat Optik Mineral-Mineral Biaksial Mika Dan Feldspar

A. Kelompok Mineral Mika

Terdiri dari:

Biotite,

muscovite,

chlorite

Merupakan mineral jenis filosilikat

Silikat berlembar Si:O = 2:5

Berbentuk tetrahedra dengan mengikat 3 oxygen

Menghasilkan lembaran 2D:

Biotite: K2(Mg,Fe)2AlSi3O10(OH,O,F)2

Muscovite: KAl2(AlSi3O10)(O,H)2

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 75


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Chlorite: (Mg,Fe,Al)3(Si,Al)4O10(OH)2*(Mg,Fe,Al)3(OH)

Gambar 6. 2. Ikatan kimia pada mika dan feldspar

1. Sifat Optis Biotit

Susunan kimia: K2(Mg,Fe)2AlSi3O10(OH,O,F)2

Komposisi yang bervariasi = sifat optis dan fisik yang bervariasi pula

Indeks refraksi:

n = 1.522 - 1.625

n = 1.548 - 1.672

n = 1.549 - 1.696

Relief

Rendah pada sayatan tipis dan, jika kaya Mg

Warna Birefringence dan Interference

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 76


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

0.03-0.07

Hingga orde 3 atau 4, warna kuat mineral dapat menutupi warna

interference-nya

Warna dan pleokroisme

Bervariasi dari coklat, coklat kemerahan, merah dan hijau

Pleokroisme kuat pada Z = Y > X.

Pada bentuk butiran membentuk warna yang lebih gelap pada belahan

polar bawah

Warna dapat mengacaukan warna interference-nya

Gamabar 6.3. Sifat optis biotit (warna interference) tegak lurus sumbu C (atas) dan
sejajar sumbu C (bawah) pada sayatan tipis.

Orientasi Optis:

Pemadaman parallel atau mendekati parallel, dengan sudut pemadaman

maksimum beberapa derajad

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 77


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Belahan searah length slow

Bentuk kristal dan belahan

Kristal euhedral crystals sampai butiran anhedral

Belahan tabular parallel pada 001, memanjang sejajar 001

Pada sayatan yang dipotong memotong sumbu c berbentuk hexagonal

Gambar 6. 4. Bentuk kristal dan belahan mineral biotit.

2. Sifat Optis Muskovit

Susunan kimia : KAl2(AlSi3O10)(O,H)2; untuk K dapat diganti dengan Na,

Rb; untuk Al dapat disubstitutsi dengan Mg, Fe, Mn ----- variasi komposisi

variasi sifat optis

Indeks refraksi:

n = 1.552 - 1.580

n = 1.582 - 1.620

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 78


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

n = 1.587 - 1.623

Relief: positif sedang

Birefringence: 0.036-0.049

Colour: tidak berwarna dan Pleokroisme: tidak pleokroisme

Warna Interference: biru dan hijau hidup orde 2

Gambaran Interference biaksial, tanda optis 2V negatif 30-47

Bentuk : serpih mika atau tablet dengan tepian irregular

Belahan: sempurna pada {001}

Orientasi Optis: pemadaman parallel, belahan searah length slow

Gambar 6.5. Bentuk kristal dan belahan mineral muskovit.

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 79


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar 6.6. Sifat optis muskovit pada nikol silang

Limpahan

Segala jenis batuan metamorf, batuan beku felsik dan sebagai butiran

detritus pada batuan sedimen

Alterasi: tidak teralterasi

B. Kelompok Feldspar

Alkali Feldspars

Terbagi atas 3 jenis mineral

Microcline -Triclinic

Orthoclase -Monoclinic

Sanidine -Monoclinic

Semuanya memiliki komposisi kimia yang sama KAlSi3O8

Beberapa mengalami substitusi dengan Na dan Ca hingga 5 mole %

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 80


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Kini, terdapat mineral baru yaitu Anorthoclase, gabungan antara albite dan

orthoclase (K,Na)AlSi3O8

Gambar 6.7. Klasifikasi mineral feldspar didasarkan pada kandungan unsur kalium
dan posisi K-feldspar dari mineral-mineral feldspar lainnya.

1. Sifat Optis Feldspar

Indeks Refraksi; Semuanya memiliki indek refraksi sama:

n = 1.514 - 1.526

n = 1.518 - 1.530

n = 1.521 - 1.533

Relief rendah negatif

Sifat-sifat optis

Semuanya tak-berwarna dan non-pleochroic

Birefringence rendah, warna interference maksimal putih orde 1

Semuanya biaxial negatif, variabel 2V

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 81


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Limpahan:

Microcline melimpah pada batuan plutonik: granitik, granodiorit,

syenit; tidak dijumpai dalam batuan vulkanik

Orthoclase melimpah pada batuan beku plutonik granitik, biasanya

pada batuan intrusi dangkal

Sanidin banyak dijumpai dalam batuan vulkanik riolitik dan

trakitik

Belahan: semuanya memiliki dua belahan

1 sempurna bidang 001

1 bagus bidang 010

Microcline: 001^010 = 90 41'

Orthoclase, sanidine: 001^010 = 90

Sering dijumpai tekstur:

Perthite - eksolusi lamellae Albit dalam K-Feldspar.

Anti-perthite - exsolusi lamellae K-spar dalam albit.

Perbedaan mencolok masing-masing Alkali feldspar adalah pada susunan Si

dan Al dalam bidang tetrahedral

1) Microcline

Triklinik

Dicirikan oleh sifat pola kembaran menetak / melintang (tartan plaid)

Bidang optis hampir bidang 010

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 82


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Sifat optis negatif 2VX = 65-88,

Gambar 6.8. Sifat optis mineral mikroklin dalam sayatan tipis

2) Ortoklas

monoclinic

Sifat optis negatif dengan 2VX = 40-~70;

Bidang optis pada 010.

Gambar 6.9. Bentuk kristal dan belahan mineral ortoklas.

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 83


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar 6.10. Ortoklas pada nikol silang

3) Sanidin

Monoklinik

Sifat optis negatif, 2VX - 0 - 40

Bidang optispada 010

Sanidine sudut tinggi: monoklin optis negatif 2VX 0 - 47 dan bidang

optis pada 010

Gambra 7.1. Bentuk kristal dan belahan mineral sanidin.

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 84


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar 7.1. Sanidin pada nikol silang

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 85


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

BAB III

PETROGRAFI

III.1. Dasar Teori Petrografi

a. Defenisi Petrografi

Petrografi adalah ilmu yang mempelajari tentang batuan dengan mengunakan

mikroskop polarisasi.

Batuan adalah material alam yang tersusun atas kumpulan (agregat) mineral baik

yang terkonsolidasi maupun yang tidak terkonsolidasi yang merupakan penyusun

utama kerak bumi serta terbentuk sebagai hasil proses alam. Batuan bisa mengandung

satu atau beberapa mineral. Sebagai contoh ada yang disebut sebagai monomineral

rocks (batuan yang hanya mengandung satu jenis mineral), misalnya marmer, yang

hanya mengandung kalsit dalam bentuk granular, kuarsit, yang hanya mengandung

mineral kuarsa. Di samping itu di alam ini paling banyak dijumpai batuan yang

disebut polymineral rocks (batuan yang mengandung lebih dari satu jenis mineral),

seperti granit atau monzonit kuarsa yang mengandung mineral kuarsa, feldspar, dan

biotit.Atas dasar cara terbentuknya, batuan dapat dibedakan menjadi 3 kelompok,

yaitu:

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 86


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

1. batuan beku : sebagai hasil proses pembekuan atau kristalisasi magma

2. batuan sedimen : sebagai hasil proses sedimentasi

3. batuan metamorf : sebagai hasil proses metamorfisme

4. Batuan piroklastik

Gambar 7.2. Contoh batuan kristalin. (a) marmer yang monomineral, dan (b)
monzonit kuarsa yang polimineral

Untuk membedakan ketiga jenis batuan di atas tidak lah sulit. Secara

sederhana dapat dilakukan algoritma pengamatan sebagai berikut:

Bedakan apakah batuan itu terdiri atas klastika/detritus atau kristal

Jika batuan terdiri atas klastika/detritus, dapat dipastikan sebagai batuan

sedimen. Arahkan pikiran anda ke deskripsi batuan sedimen klastik.

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 87


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Jika batuan terdiri atas kristal, amati apakah terdiri atas satu macam mineral

(mono-mineralic) atau bermacam-macam kristal (poly-mineralic).

Jika batuan merupakan batuan kristalin yang monomineralik, amati lebih

detail bagaimana kontak antar kristal. Apakah merupakan kontak belahan atau

kontak suture. Jika batuan yang monomineralik ini mempunyai kontak

belahan maka dapat dipastikan sebagai batuan sedimen non-klastik. Kontak

suture disebabkan oleh tekanan dan reaksi antar kristal ketika terkena proses

metamorfisme.

Jika batuan merupakan batuan kristalin yang polimineralik, amati apakah

kontaknya interlocking (saling mengunci) ataukah suture.

Batugamping yang tersusun oleh material karbonat dimasukkan ke dalam

kelompok batuan sedimen. Setelah diketahui dengan pasti jenis batuan yang

diamati, sesuaikan kerangka deskripsi berdasarkan jenis batuannya. Kesalahan

dalam deskripsi dapat menyebabkan perlakuan lebih lanjut terhadap batuan

yang diamati menjadi tidak tepat.

Berbagai definisi dari batuan sebagai objek dari mekanika batuan telah diberikan

oleh para ahli dari berbagai disiplin ilmu yang saling berhubungan antara lain :

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 88


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

a. Menurut Para Geologiwan

Batuan adalah susunan mineral dan bahan organis yang bersatu membentuk kulit

bumi.

Batuan adalah semua material yang membentuk kulit bumi yang dibagi atas :

batuan yang terkonsolidasi (consolidated rock),

batuan yang tidak terkonsolidasi (unconsolidated rock).

b. Menurut Para Ahli Teknik Sipil Khususnya Ahli Geoteknik

Istilah batuan hanya untuk formasi yang keras dan padat dari kulit bumi.

Batuan adalah suatu bahan yang keras dan koheren atau yang telah terkonsolidasi dan

tidak dapat digali dengan cara biasa, misalnya dengan cangkul dan belincong.

c. Menurut Talobre

Menurut Talobre, orang yang pertama kali memperkenalkan Mekanika Batuan di

Perancis pada tahun 1948, batuan adalah material yang membentuk kulit bumi

termasuk fluida yang berada didalamnya (seperti air, minyak dan lain-lain).

d. Menurut Astm

Batuan adalah suatu bahan yang terdiri dari mineral padat (solid) berupa massa

yang berukuran besar ataupun berupa fragmen-fragmen.

Secara umum, batuan adalah campuran dari satu atau lebih mineral yang berbeda,

tidak mempunyai komposisi kimia tetap.

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 89


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa batuan tidak sama dengan tanah.

Tanah dikenal sebagai material yang mobile, rapuh dan letaknya dekat dengan

permukaan bumi.

1. Komposisi Batuan

Kulit bumi, 99 % dari beratnya terdiri dari 8 unsur : O, Si, Al, Fe, Ca, Na, Mg,

dan H.

Komposisi dominan dari kulit bumi tersebut adalah :

SiO2 = 59,8 % FeO = 3,39

A12O = 14,9 % Na2O = 3,25 %

CaO = 4,9 % K2O = 2,98 %

MgO = 3,7 % Fe2O3 = 2,69 %

H2O = 2,02 %

Batuan terdiri dari bagian yang padat baik berupa kristal maupun yang tidak

mempunyai bentuk tertentu dan bagian kosong seperti pori-pori, fissure, crack, joint,

dll.

2. Definisi Mekanika Batuan

Definisi Mekanika Batuan telah diberikan oleh beberapa ahli atau komisi-komisi

yang bergerak di bidang ilmu-ilmu tersebut.

e. Menurut Talobre

Mekanika batuan adalah sebuah teknik dan juga sains yang tujuannya adalah

mempelajari perilaku (behaviour) batuan di tempat asalnya untuk dapat

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 90


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

mengendalikan pekerjaan-pekerjaan yang dibuat pada batuan tersebut (seperti

penggalian dibawah tanah dan lain-lainnya).

Untuk mencapai tujuan tersebut, Mekanika Batuan merupakan gabungan dari :

Teori + pengalaman + pekerjaan/pengujian di laboratorium + pengujian in-situ.

Sehingga mekanika batuan tidak sama dengan ilmu geologi yang didefinisikan oleh

Talobre sebagai sains deskriptif yang mengidentifikasi batuan dan mempelajari

sejarah dari batuan.

Demikian juga mekanika batuan tidak sama dengan ilmu geologi terapan. Ilmu

geologi terapan banyak mengemukakan problem-problem yang paling sering

dihadapi oleh para geologiwan di proyek-proyek seperti proyek bendungan,

terowongan. Dengan mencari analogi-analogi, terutama dari proyek-proyek yang

sudah dikerjakan dapat menyelesaikan kesulitan-kesulitan yang dihadapi pada proyek

yang sedang dikerjakan. Meskipun penyelesaian ini masih secara empiris dan

kualitatif.

f. Menurut Coates

Menurut Coates, seorang ahli mekanika batuan dari Kanada : Mekanika adalah

ilmu yang mempelajari efek dari gaya atau tekanan pada sebuah benda.

Efek ini bermacam-macam, misalnya percepatan, kecepatan, perpindahan.

Mekanika batuan adalah ilmu yang mempelajari efek dari pada gaya terhadap batuan.

Efek utama yang menarik bagi para geologiwan adalah perubahan bentuk.

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 91


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Para ahli geofisika tertarik pada aspek dinamis dari pada perubahan volume dan

bentuk yaitu gelombang seismik.

Bagi para insinyur, mekanika batuan adalah :

analisis dari pada beban atau gaya yang dikenakan pada batuan.

analisis dari dampak dalam yang dinyatakan dalam tegangan (stress),

regangan (strain) atau enersi yang disimpan,

analisis akibat dari dampak dalam tersebut, yaitu rekahan (fracture),

aliran atau deformasi dari batuan.

g. Menurut Us National Committee On Rock Mechanics (1984)

Mekanika batuan adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang perilaku

(behavior) batuan baik secara teoritis maupun terapan, merupakan cabang dari ilmu

mekanika yang berkenaan dengan sikap batuan terhadap medan medan gaya pada

lingkungannya.

h. Menurut Budavari

Mekanika batuan adalah ilmu yang mempelajari mekanika perpindahan padatan

untuk menentukan distribusi gaya-gaya dalam dan deformasi akibat gaya luar pada

suatu benda padat. Hampir semua mekanika perpindahan benda padat didasarkan atas

teori kontinum. Konsep kontinum adalaf fiksi matematik yang tergantung pada

struktur molekul material yang digantikan oleh suatu bidang kontinum yang perilaku

matematiknya identik dengan media aslinya.

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 92


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Material ekivalennya dianggap homogen, mempunyai sifat-sifat mekanik yang

sama pada semua titik. Penyederhanaannya adalah bahwa semua sifat mekaniknya

sama ke semua arah pada suatu titik di dalam suatu batuan.

i. Menurut Hudson Dan Harrison

Mekanika batuan adalah ilmu yang mempelajari reaksi batuan yang apabila

padanya dikenai suatu gangguan. Dalam hal material alam, ilmu ini berlaku untuk

masalah deformasi suatu struktur geologi, seperti bagaimana lipatan, patahan, dan

rekahan berkembang begitu tegangan terjadi pada batuan selama proses geologi.

Beberapa tipe rekayasa yang melibatkan mekanika batuan adalah pekerjaan sipil,

tambang, dan perminyakan.

Topik utama mekanika batuan adalah batuan utuh, struktur batuan, tegangan,

aliran air, dan rekayasa, yang ditulis secara diagonal dari kiri atas ke kanan bawah.

Garis ini sering disebut sebagai diagonal utama. Semua kotak lainnya

menunjukkan interaksi antara satu dengan lainnya.

Secara umum, mekanika batuan adalah ilmu yang mempelajari sifat dan perilaku

batuan bila terhadapnya dikenakan gaya atau tekanan.

3. Sifat Batuan

Sifat batuan yang sebenarnya di alam adalah :

a. Heterogen

Jenis mineral pembentuk batuan yang berbeda adalah :

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 93


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Ukuran dan bentuk partikel/butir berbeda di dalam batuan.

Ukuran, bentuk, dan penyebaran void berbeda di dalam batuan.

b. Diskontinu

Massa batuan di alam tidak kontinu (diskontinu) karena adanya bidang-bidang

lemah (crack, joint, fault, fissure) di mana kekerapan, perluasan dan orientasi dari

bidang-bidang lemah tersebut tidak kontinu.

c. Anisotrop

Karena sifat batuan yang heterogen, diskontinu, anisotrope maka untuk dapat

menghitung secara matematis misalnya sebuah lubang bukaan yang disekitarnya

terdiri dari batuan B1, B2, B3, diasumsikan batuan ekivalen B sebagai pengganti

batuan B1, B2, B3 yang mempunyai sifat homogen, kontinu dan isotrop

4. Beberapa Ciri Dari Mekanika Batuan

Dalam ukuran besar, solid dan massa batuan yang kuat/keras, maka batuan

dapat dianggap kontinu.

Bagaimanapun juga karena keadaan alamiah dan lingkungan geologi, maka

batuan tidak kontinu (diskontinu) karena adanya kekar, fissure, schistosity, crack,

cavities dan diskontinuitas lainnya. Untuk kondisi tertentu, dapat dikatakan bahwa

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 94


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

mekanika batuan adalah mekanika diskontinu atau mekanika dari struktur batuan.

Secara mekanika, batuan adalah sistem multiple body.

Analisis mekanika tanah dilakukan pada bidang, sedang analisis mekanika

batuan dilakukan pada bidang dan ruang.

Mekanika batuan dikembangkan secara terpisah dari mekanika tanah, tetapi

ada beberapa yang tumpang tindih.

Mekanika batuan banyak menggunakan :

Teori elastisitas,

Teori plastisitas, dan

Mempelajari batuan, sistem struktur batuan secara eksperimen.

III. 2. Batuan beku

III. 2.1. Dasar teori batuan beku

Batuan beku adalah batuan yang terbentuk langsung dari pembekuan atau

kristalisasi magma. Proses ini merupakan proses perubahan fase dari fase cair

(lelehan, melt) menjadi fase padat, yang akan menghasilkan kristalkristal mineral

primer atau gelas. Proses pembekuan magma (temperatur dan tekanan) akan sangat

berpengaruh terhadap tekstur dan struktur primer batuan, sedangkan komposisi

batuan sangat dipengaruhi oleh sifat magma asal.

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 95


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Karakteristik tekstur dan struktur pada batuan beku sangat dipengaruhi oleh

waktu dan energi kristalisasi. Apabila terdapat cukup energi dan waktu pembentukan

kristal maka akan terbentuk kristal berukuran besar, sedangkan bila energi

pembentukan rendah akan terbentuk kristal yang berukuran halus.

Bila pendinginan berlangsung sangat cepat, maka kristal tidak sempat terbentuk

dan cairan magma akan membeku menjadi gelas. Proses ini sangat identik dengan

pembuatan gula pasir, di mana untuk membuat gula yang berukuran kasar diperlukan

waktu pendinginan relatif lebih lama dibandingkan gula yang berukuran

halus.

Berdasarkan kecepatan pendinginan ini, maka batuan beku dapat dibagi menjadi 3

macam, yaitu batuan beku plutonik, hipabisal dan batuan beku volkanik yang

berturut-turut mempunyai ukuran kristal dari yang paling kasar ke halus.

Gambar 7.3: Seri Reaksi Bowen

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 96


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Urutan mineral yang terbentuk dari kristalisasi magma seiring dengan

penurunan suhu dapat dilihat pada Bowen's reaction series (lihat gambar 7.3). Pada

seri reaksi Bowen terdapat 2 kelompok, yaitu:

Seri terputus (discontinuous series), dimana mineral yang terbentuk

mempunyai struktur kristal dan komposisi yang berbeda-beda

Seri berkesinambungan (continuous series), dimana mineral yang terbentuk

mempunyai struktur kristal yang sama, namun komposisi kimia penyusunnya

yang berbeda.

Akhirnya pada cairan magma akan tersisa silika, potasium dan sodium yang akan

kemudian akan membentuk mineral-mineral K-feldspar, muskovit dan kuarsa.

Batuan beku berdasarkan atas genesa dapat dibedakan menjadi batuan beku

intrusif, yang terbentuk di bawah permukaan bumi, dan batuan beku ekstrusif, yang

membeku di atas permukaan bumi. Batuan beku ekstrusif masih dapat dibagi menjadi

dua macam, yaitu batuan aliran (efusif) dan ledakan (eksplosif).

b. Karakteristik

a) Sifat fisik

Pengamatan fisik yang perlu diamati adalah warnanya saja. Warna dapat

mencerminkan proporsi kehadiran mineral terang (felsik) terhadap mineral berwarna

gelap (mafik). Dari pengamatan warna ini, dapat memberikan penafsiran kepada tipe

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 97


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

batuan asam, menengah, basa dan ultrabasa. Batuan beku asam memiliki warna relatif

lebih terang dibandingkan dengan batuan beku menengah atau basa.

b) Tekstur

Pengamatan tekstur meliputi, tingkat kristalisasi, keseragaman kristal dan ukuran

kristal yang masing-masing dapat dibedakan menjadi beberapa macam.

1) Tingkat kristalisasi

Holokristalin, seluruhnya terdiri atas kristalin

Holohyalin, seluruhnya terdiri atas gelas

Hypohyalin, sebagian kristal dan sebagian gelas.

2) Keseragaman kristal

Equigranular, mempunyai ukuran kristal yang relatif seragam. Sering

dipisahkan menjadi idiomorfik granular (kristal berbentuk euhedral),

hypidiomorfik granular (kristal berbentuk subhedral) dan

allotriomorfik granular (kristal berbentuk anhedral).

Inequigranular (porfiritik), mempunyai ukuran kristal yang tidak

seragam. Kristal yang relatif lebih besar disebut sebagai fenokris

(kristal sulung), yang terbentuk lebih awal. Sedangkan kristal yang

lebih halus disebut sebagai massa dasar.

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 98


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Afanitik, jika batuan kristalin mempunyai ukuran kristal yang sangat

halus dan jenis mineralnya tidak dapat dibedakan dengan kaca

pembesar.

3) Ukuran kristal

< 1mm (halus)

1 . 5mm (sedang)

5mm (kasar)

c) Komposisi

Mineral pada batuan beku dapat dikelompokkan menjadi mineral utama dan

mineral asesori. Mineral utama merupakan mineral yang dipakai untuk menentukan

nama batuan berdasarkan komposisi mineralogi, karena kehadirannya pada batuan

melimpah. Contoh: ortoklas, plagioklas, kuarsa, piroksen dan olivin.

Mineral asesori adalah mineral yang keberadaannya pada batuan tidak melimpah,

namun sangat penting dalam penamaan batuan, misalnya biotit atau hornblende pada

granit biotit atau granit hornblende.

Mineral yang sangat halus, misalnya pada batuan yang bertekstur afanitik, cukup

disebutkan kelompok mineralnya saja, misalnya mineral felsik, intermediat atau

mineral mafik. Contoh: Riolit tersusun oleh mineral felsik.

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 99


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

III. 2.2. Struktur dan tekstur batuan beku

a. Struktur batuan beku

Struktur pada batuan beku adalah kenampakan hubungan antara bagianbagian

batuan yang berbeda. Struktur ini sangat penting di dalam menduga karakteristik

keteknikan, misalnya pada batuan beku yang berstruktur kekar tiang (columnar joint)

akan mempunyai karakteristik keteknikan yang berbeda dengan batuan beku yang

berstruktur kekar lembaran (sheeting joint). Kedua struktur ini hanya dapat diamati di

lapangan.

Masif : padat dan ketat; tidak menunjukkan adanya lubang-lubang keluarnya gas;

dijumpai pada batuan intrusi dalam, inti intrusi dangkal dan inti lava; Ct: granit,

diorit, gabro dan inti andesit

Skoria : dijumpai lubang-lubang keluarnya gas dengan susunan yang tidak teratur;

dijumpai pada bagian luar batuan ekstrusi dan intrusi dangkal, terutama batuan

vulkanik andesitik-basaltik; Ct: andesit dan basalt

Vesikuler : dijumpai lubang-lubang keluarnya gas dengan susunan teratur;

dijumpai pada batuan ekstrusi riolitik atau batuan beku berafinitas intermediet-

asam.

Amigdaloidal : dijumpai lubang-lubang keluarnya gas, tetapi telah terisi oleh

mineral lain seperti kuarsa dan kalsit; dijumpai pada batuan vulkanik trakitik; Ct:

trakiandesit dan andesit

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 100


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

gambar 7.6. Struktur batuan beku masif; terbentuk karena daya ikat masing-masing
mineral sangat kuat, contoh pada granodiorit dengan komposisi mineral plagioklas
berdiameter >1 mm (gambar atas) dan granit (gambar bawah) dengan komposisi
kuarsa dan ortoklas anhedral dengan diameter >1 mm

Gambar 7.7. Struktur batuan beku skoria; dijumpai rongga-rongga bekas keluarnya
gas saat pembekuan yang sangat cepat. Contoh pada andesit basaltik porfirik pada
posisi nikol sejajar (atas) dan nikol silang (bawah). Batuan tersusun atas fenokris
plagioklas berdiameter >1 mm dan piroksen klino berdiameter 0,5-1,5 mm, dan
tertanam dalam massa dasar gelas, kristal mineral (plagioklas dan piroksen) dan
rongga tak beraturan berdiameter <1 mm

a. Tekstur Batuan Beku

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 101


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Tektur batuan menggambarkan bentuk, ukuran dan susunan mineral di dalam

batuan. Tektur khusus dalam batuan beku menggambarkan genesis proses

kristalisasinya, seperti intersertal, intergrowth atau zoning. Batuan beku intrusi dalam

(plutonik) memiliki tekstur yang sangat berbeda dengan batuan beku ekstrusi atau

intrusi dangkal. Sebagai contoh adalah bentuk kristal batuan beku dalam cenderung

euhedral, sedangkan batuan beku luar anhedral hingga subhedral (Tabel 1.4.)

Tabel 1.4. Tekstur batuan beku pada batuan beku intrusi dalam, intrusi dangkal dan ekstrusi
dan pada batuan vulkanik

Jenis batuan
Intrusi dalam Intrusi dangkal
Batuan Vulkanik
(plutonik) dan Ekstrusi
Tekstur
Fabrik Equigranular Inequigranular Inequigranular
Subhedral-
Bentuk kristal Euhedral-anhedral Subhedral-anhedral
anhedral

Ukuran kristal Kasar (> 4 mm) Halus-sedang Halus-kasar

Porfiritik: intermediet-
Porfiritik-poikilitik
- basa
Tekstur khusus Ofitik-subofitik
Vitroverik-Porfiritik:
Pilotaksitik
Asam-intermediet
Derajad Hipokristalin Hipokristalin
Holokristalin
Kristalisasi Holokristalin Holokristalin

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 102


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Zoning pada

plagioklas, tumbuh

bersama antara
Tekstur khusus - Perthit-perlitik
mineral mafik dan

plagioklas dan

intersertal

1. Tekstur trakitik

Dicirikan oleh susunan tekstur batuan beku dengan kenampakan adanya orientasi

mineral ---- arah orientasi adalah arah aliran

Berkembang pada batuan ekstrusi / lava, intrusi dangkal seperti dike dan sill

Gambar VIII.7 adalah tekstur trakitik batuan beku dari intrusi dike trakit di G.

Muria; gambar kiri: posisi nikol sejajar dan gambar kanan: posisi nikol silang

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 103


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar 7.8. Tekstur trakitik pada traki-andesit (intrusi dike di Gunung Muria). Arah
orientasi dibentuk oleh mineral-mineral plagioklas. Di samping tekstur trakitik juga
masih menunjukkan tekstur porfiritik dengan fenokris plagioklas dan piroksen orto

2. Tekstur Intersertal

Yaitu tekstur batuan beku yang ditunjukkan oleh susunan intersertal antar kristal

plagioklas; mikrolit plagiklas yang berada di antara / dalam massa dasar gelas

interstitial.

Gambar 7.9. Tekstur intersertal pada diabas; gambar kiri posisi nikol sejajar dan
gambar kanan posisi nikol silang. Butiran hitam adalah magnetit
3. Tekstur Porfiritik

Yaitu tekstur batuan yang dicirikan oleh adanya kristal besar (fenokris) yang

dikelilingi oleh massa dasar kristal yang lebih halus dan gelas

Jika massa dasar seluruhnya gelas disebut tekstur vitrophyric .

Jika fenokris yang berkelompok dan tumbuh bersama, maka membentuk

tekstur glomeroporphyritic.

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 104


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar 7.10. Gambar kiri: Tektur porfiritik pada basalt olivin porfirik dengan
fenokris olivin dan glomerocryst olivin (ungu) dan plagioklas yang tertanam dalam
massa dasar plagioklas dan granular piroksen berdiameter 6 mm (Maui, Hawaii).
Gambar kanan: basalt olivin porfirik yang tersusun atas fenokris olivin dan
glomerocryst olivin (ungu) dan plagioklas dalam massa dasar plagioklas
intergranular dan piroksen granular berdiameter 6 mm (Maui, Hawaii)

4. Tekstur Ofitik

Yaitu tekstur batuan beku yang dibentuk oleh mineral plagioklas yang tersusun

secara acak dikelilingi oleh mineral piroksen atau olivin (Gambar 7.10). Jika

plagioklasnya lebih besar dan dililingi oleh mineral ferromagnesian, maka

membentuk tekstur subofitic (Gambar 8. 1). Dalam suatu batuan yang sama kadang-

kadang dijumpai kedua tekstur tersebut secara bersamaan.

Secara gradasi, kadang-kadang terjadi perubahan tektur batuan dari intergranular

menjadi subofitik dan ofitik. Perubahan tektur tersebut banyak dijumpai dalam batuan

beku basa-ultra basa, contoh basalt. Perubahan tekstur dari intergranular ke subofitic

dalam basalt dihasilkan oleh pendinginan yang sangat cepat, dengan proses nukleasi

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 105


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

kristal yang lebih lambat. Perubahan terstur tersebut banyak dijumpai pada inti batuan

diabasik atau doleritik (dike basaltik). Jika pendinginannya lebih cepat lagi, maka

akan terjadi tekstur interstitial latit antara plagioclase menjadi gelas membentuk

tekstur intersertal.

Gambar 8.1. Tekstur ofitik pada doleritik (basal); mineral plagioklas dikelilingi oleh
mineral olivin dan piroksen klino

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 106


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar 8.2. Tekstur subofitik pada basal; mineral plagioklas dikelilingi oleh
mineral feromagnesian yang juga menunjukkan tekstur poikilitik

III.2.3. Komposisi Mineral pada Batuan Beku

Komposisi mineral pada batuan beku ditentukan dari komposisi kimiawinya.

Didasarkan atas komposisi mineral mafik dan felsik yang terkandung di dalamnya,

batuan beku dapat dikelompokkan dalam tiga kelas, yaitu asam, intermediet dan basa.

Batuan beku asam tersusun atas mineral felsik lebih dari 2/3 bagian; batuan beku

intermediet tersusun atas mineral mafik dan felsik secara berimbang yaitu felsik dan

mafik 1/3 hingga 2/3 secara proporsional; dan batuan beku basa tersusun atas mineral

mafik lebih dari 2/3 bagian (Tabel 1.5).

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 107


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Tabel 1.5. Nama-nama batuan beku baik intrusi, ekstrusi dan batuan gunung api yang
didasarkan atas kandungan mineral mafik dan felsiknya; mineral-mineral mafik: piroksen
(olivin, klino- dan ortho-piroksen, amfibol dan biotit) dan mineral-mineral felsik: K-Feldspar,
kuarsa

Afinitas Nama batuan


Mafik Felsik
batuan Intrusif Ekstrusif Vulkanik

Asam <1/3 >2/3 Gabro, diabas Basalt Basalt

Andesit, Andesit,
Intermediet 1/3-2/3 1/3-2/3 Diorit
trakit trakit

Basa >2/3 <1/3 Granit, syenit Riolit, trakit Riolit, trakit

Komposisi mineral juga dapat menunjukkan seri magma asalnya, yaitu toleeit,

kalk-alkalin atau alkalin. Batuan-batuan dengan seri magma toleeit biasanya banyak

mengandung mineral rendah Ca, batuan-batuan seri kalk-alkalin biasanya

mengandung mineral tinggi Ca (seperti augit, amfibol dan titanit), sedangkan batuan

seri alkalin banyak mengandung mineral-mineral tinggi K (seperti mineral piroksen

klino). Tabel 1.6 menunjukkan sifat-sifat mineral penyusun dalam seri batuan toleeit,

kalk-alkalin dan alkalin. Ketiga seri batuan tersebut hanya dapat terbentuk pada

tatanan tektonik yang berbeda; seri toleeit berkembang pada zona punggungan tengah

samudra (MOR); seri kalk-alkalin berkembang dengan baik pada busur magmatik;

dan seri alkalin berkembang pada tipe gunung api rifting.

Tabel 1.6. Tiga tipe seri magmatik batuan beku dengan limpahan mineral penunjuknya

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 108


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

SERI MAGMATIK
NORMS
Tipe Toleeitik Tipe Kalk-alkalin Tipe Alkalin
Ortopiroksen Ortopiroksen Tanpa Ortopiroksen
Piroksen Sebagai fenokris
Sebagai fenokris Jarang
rendah Ca dan massa dasar
Magnetit Terbentuk di akhir Terbentuk di awal Bervariasi
Magnetit dan
Oksida Fe-Ti Biasanya ilmenit Bervariasi
ilmenit
Hanya berasal dari Melimpah, kecuali Dijumpai di semua
Amfibol
diferensiasi silika dari magma primitif jenis
Ca+Na > Mg
Ca > Mg (Ca pada
Mg > Ca (Mg untuk (Ca+Na pd CPX,
Sifat kimia augit, amfibol,
Ol, OPX dan CPX) amfibol, aegirin,
titanit)
dll)
MOR Ya Tidak Tidak
Busur

kepulauan/
Ya Tidak Tidak
busur

magmatik
Gunung api di

belakang
Ya Ya Ya
busur

magmatik

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 109


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Tabel 1.7. Beberapa tipe magma dari batuan gunung api berdasarkan kandungan silika dan
keterdapatannya dari tatanan tektoniknya

SiO2 (%) Tipe magma Nama batuan seri Tatanan tektoniknya

gunung api
< 50 Basa / mafik Basal Mid oceanic ridge basalt
50-65 Intermediet / Andesit Busur kepulauan dan busur

menengah magmatik dangkal


65-70 Asam / felsik Dasit Busur magmatik: lempeng benua

rendah Si dengan dapur magma tengah (B)


>70 Asam / felsik Riolit Busur magmatik: segregasi pada

kaya Si lempeng benua dengan dapur

magma dalam (A)

III.2.4. Klasifikasi Batuan Beku

Batuan beku adalah batuan yang terbentuk dari hasil pembekuan magma. Karena

hasil pembekuan, maka ada unsur kristalisasi material penyusunnya. Komposisi

mineral yang menyusunnya merupakan kristalisasi dari unsur-unsur secara kimiawi,

sehingga bentuk kristalnya mencirikan intensitas kristalisasinya.

Didasarkan atas lokasi terjadinya pembekuan, batuan beku dikelompokkan

menjadi dua yaitu betuan beku intrusif dan batuan beku ekstrusif (lava). Pembekuan

batuan beku intrusif terjadi di dalam bumi sebagai batuan plutonik; sedangkan batuan

beku ekstrusif membeku di permukaan bumi berupa aliran lava, sebagai bagian dari

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 110


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

kegiatan gunung api. Batuan beku intrusif, antara lain berupa batholith, stock (korok),

sill, dike (gang) dan lakolith dan lapolith (Gambar 7.2). Karena pembekuannya di

dalam, batuan beku intrusif memiliki kecenderungan tersusun atas mineral-mineral

yang tingkat kristalisasinya lebih sempurna dibandingkan dengan batuan beku

ekstrusi. Dengan demikian, kebanyakan batuan beku intrusi dalam (plutonik), seperti

intrusi batolith, bertekstur fanerik, sehingga tidak membutuhkan pengamatan

mikroskopis lagi. Batuan beku hasil intrusi dangkal seperti korok gunung api (stock),

gang (dike), sill, lakolith dan lapolith umumnya memiliki tekstur halus karena sangat

dekat dengan permukaan.

Gambar 7.3. Macam-macam morfometri intrusi batuan beku, yaitu batholith, stock,
sill dan dike

Jenis dan sifat batuan beku ditentukan dari tipe magmanya. Tipe magma

tergantung dari komposisi kimia magma. Komposisi kimia magma dikontrol dari

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 111


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

limpahan unsur-unsur dalam bumi, yaitu Si, Al, Fe, Ca, Mg, K, Na, H, dan O yang

mencapai hingga 99,9%. Semua unsur yang berhubungan dengan oksigen (O) disebut

sebagai oksida, SiO2 adalah salah satunya. Sifat dan jenis batuan beku dapat

ditentukan dengan didasarkan pada kandungan SiO2 (Tabel 1.2 ).

Tabel 1.2 Tipe batuan beku dan sifat-sifatnya (Nelson, 2003)

Tipe Batuan Batuan Kandungan


Komposisi Kimia Suhu Kekentalan
Magma Vulkanik Plutonik Gas

SiO2 45-55 %: Fe,


1000 -
Basaltic Basalt Gabbro Mg, Ca tinggi, Rendah Rendah
1200 oC
K dan Na rendah

SiO2 55-65 %, Fe,


800 -
Andesitic Andesit Diorit Mg, Ca, Na, K Intermediat Intermediat
1000 oC
sedang

SiO2 65-75 %, Fe,


650 -
Rhyolitic Rhyolit Granit Mg, Ca rendah, K Tinggi Tinggi
800 oC
dan Na tinggi

Menurut keterdapatannya, berdasarkan tatanan tektonik dan posisi

pembekuannya (Tabel 1.3), batuan beku diklasifikasikan sebagai batuan intrusi

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 112


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

plutonik (dalam) berupa granit, syenit, diorit dan gabro. Intrusi dangkal yaitu dasit,

andesit, basaltik andesitik, riolit, dan batuan gunung api (ekstrusi: riolit, lava andesit,

lava basal.

Tabel 1.3. Klasifikasi batuan beku berdasarkan letak / keterdapatannya.

Keterdapatannya Asam Intermediet Basa

Plutonik (intrusi) Granit, Syenit Diorit Gabro

Basaltik-
intrusi dangkal Dasit - Riodasit Andesit
andesitik
Vulkanik: Busur magmatik Riolitik Andesitik Basaltik

Dengan Belakang busur Trakitik Trakitik Basalt trakitik

Tatanan Mid oceanic


- - Lava basalt
tektonik ridges
Berdasarkan komposisi mineralnya, batuan beku dapat dikelompokkan

menjadi tiga, tergantung dari persentase mineral mafik dan felsiknya. Secara umum,

limpahan mineral di dalam batuan, akan mengikuti aturan reaksi Bowen. Hanya

mineral-mineral dengan derajad kristalisasi tertentu dan suhu kristalisasi yang relatif

sama yang dapat hadir bersama-sama (sebagai mineral asosiasi; Tabel 1.3).

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 113


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Tabel 1.3. Bowen reaction series yang berhubungan dengan kristalisasi mineral
penyusun dalam batuan beku

b. Klasifikasi Batuan Beku Berdasarkan Komposisi Mineralnya

1. Kelompok batuan beku intrusi plutonik

(a) Batuan beku basa dan ultra-basa: dunit, peridotit

Kelompok batuan ini terbentuk pada suhu 1000-1200 o C, dan melimpah pada

wilayah dengan tatanan tektonik lempeng samudra, antara lain pada zona pemekaran

lantai samudra dan busur-busur kepulauan tua. Dicirikan oleh warnanya gelap hingga

sangat gelap, mengandung mineral mafik (olivin dan piroksen klino) lebih dari 2/3

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 114


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

bagian; batuan faneritik (plutonik) berupa gabro dan batuan afanitik (intrusi dangkal

atau ekstrusi) berupa basalt dan basanit. Didasarkan atas tatanan tektoniknya,

kelompok batuan ini ada yang berseri toleeit, Kalk-alkalin maupun alkalin, namun

yang paling umum dijumpai adalah seri batuan toleeit.

Kelompok batuan basa diklasifikasikan menjadi dua kelompok besar dengan

didasarkan pada kandungan mineral piroksen, olivin dan plagioklasnya; yaitu basa

dan ultra basa (Gambar 7.3). Batuan beku basa mengandung mineral plagioklas lebih

dari 10% sedangkan batuan beku ultra basa kurang dari 10%. Makin tinggi

kandungan piroksen dan olivin, makin rendah kandungan plagioklasnya dan makin

ultra basa (Gambar 7.3 bawah). batuan beku basa terdiri atas anorthosit, gabro, olivin

gabro, troktolit (Gambar 7.3 atas). Batuan ultra basa terdiri atas dunit, peridotit,

piroksenit, lherzorit, websterit dan lain-lain (Gambar 7.3 bawah).

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 115


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar 7.3. Klasifikasi batuan beku basa (mafik) dan ultra basa (ultra mafik;

sumber IUGS classification)

(b) Batuan beku asam intermediet

Kelompok batuan ini melimpah pada wilayah-wilayah dengan tatanan

tektonik kratonik (benua), seperti di Asia (daratan China), Eropa dan Amerika.

Kelompok batuan ini membeku pada suhu 650-800oC. Dapat dikelompokkan dalam

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 116


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

tiga kelompok, yaitu batuan beku kaya kuarsa, batuan beku kaya feldspathoid (foid)

dan batuan beku miskin kuarsa maupun foid. Batuan beku kaya kuarsa berupa

kuarzolit, granitoid, granit dan tonalit; sedangkan yang miskin kuarsa berupa syenit,

monzonit, monzodiorit, diorit, gabro dan anorthosit (Gambar VIII.3). Jika dalam

batuan beku tersebut telah mengandung kuarsa, maka tidak akan mengandung

mineral foid, begitu pula sebaliknya.

Gambar 7.4. Klasifikasi batuan beku bertekstur kasar yang memiliki persentasi

kuarsa, alkali feldspar, plagioklas dan feldspathoid lebih dari 10% (sumber IUGS

classification)

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 117


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

2. Kelompok batuan beku luar

Kelompok batuan ini menempati lebih dari 70% batuan beku yang tersingkap di

Indonesia, bahkan di dunia. Limpahan batuannya dapat dijumpai di sepanjang busur

vulkanisme, baik pada busur kepulauan masa kini, jaman Tersier maupun busur

gunung api yang lebih tua. Kelompok batuan ini juga dapat dikelompokkan sebagai

batuan asal gunung api. Batuan ini secara megaskopis dicirikan oleh tekstur halus

(afanitik) dan banyak mengandung gelas gunung api. Didasarkan atas kandungan

mineralnya, kelompok batuan ini dapat dikelompokkan lagi menjadi tiga tipe, yaitu

kelompok dasit-riolit-riodasit, kelompok andesit-trakiandesit dan kelompok fonolit

(Gambar 7.5).

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 118


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar 7.5. Klasifikasi batuan beku intrusi dangkal dan ekstrusi didasarkan atas

kandungan kuarsa, feldspar, plagioklas dan feldspatoid (sumber IUGS classification)

Tata nama tersebut bukan berarti ke empat unsur mineral harus menyusun

suatu batuan, dapat salah satunya saja atau dua mineral yang dapat hadir bersama-

sama. Di samping itu, ada jenis mineral asesori lain yang dapat hadir di dalamnya,

seperti horenblende (amfibol), piroksen ortho (enstatit, diopsid) dan biotit yang dapat

hadir sebagai mineral asesori dengan plagioklas dan feldspathoid.

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 119


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Pada prinsipnya, feldspatoid adalah mineral feldspar yang terbentuk karena

komposisi magma kekurangan silika, sehingga tidak cukup untuk mengkristalkan

kuarsa. Jadi, limpahan feldspathoid berada di dalam batuan beku berafinitas

intermediet hingga basa, berasosiasi dengan biotit dan amfibol, atau biotit dan

piroksen, dan membentuk batuan basanit dan trakit-trakiandesit. Batuan yang

mengandung plagioklas dalam jumlah yang besar, jarang atau sulit hadir bersama-

sama dengan mineral feldspar, seperti dalam batuan beku riolit.

III.2.5. Deskripsi batuan beku

1. Jenis batuan beku basa

a. basalt

Jenis batuan : Beku basa

Struktur : Masif

Tekstur :

Granularitas : fanerik

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 120


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Derajat kristalisasi : hipokristalin

Bentuk kristal : subhedral anhedral

Hubungan kristalisasi : inquigranular.

Komposisi : plagioklas, piroksin, horblende dan mineral opak

Petrogenesa : terbentuk dari hasil kristalisasi magma dan biasanya terdapat

diatas permukaan lantai samudra

Tekstur khusus : hialofilitik

Nama batuan : basalt

b. Basalt

Jenis batuan : Batuan beku basalt

Struktur : masif

Tekstur :

Granularitas : fanerik

Derajat kristalisasi : hipokristalin

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 121


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Bentuk kristal : euhedral-subhedral

Hubungan kristal : inquigranular

Komposisi : plagioklas,piroksen,horoblende

Petrogenesa : terbentuk dari hasil kristalisasi magma dan biasanya terdapat

diatas permukaan lantai samudra

Tekstur khusus : porfirotik

Nama batuan : basalt

2. Jenis batuan beku intermediet

a. Trakit Andesit

Deskripsi batuan

Jenis batuan : beku intermediet

Struktur batuan : Skoria

Tekstur :

- Derajat kristalisasi : holokristalin

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 122


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

- Bentuk Kristal : subhedral anhedral

- Granularitas : fanerik sedang

- Hubungan Kristal : inquigranular

Komposisi : plagiklas, piroksin orto

Petrogenesa : hasil dari kristalisasi magma yang terbentuk didalam permukaan

bumi dangkal (hypabisal).

Tekstur khusus :

Trakit (Juga masih menunjukkan tekstur porfiritik dengan

fenokris plagioklas dan piroksen orto)

Nama batuan : trakit-andesit

b. Diabase

Deskripsi batuan

Jenis batuan : beku intermediet

Struktur batuan : Skoria

Tekstur :

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 123


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

- Derajat kristalisasi : hopokristalin

- Bentuk Kristal : euhedral - subhedral

- Granularitas : fanerik sedang

- Hubungan Kristal : Equigranular

Komposisi : Kristal plagiklas, mikrokit plagioklas, piroksin

Petrogenesa : hasil dari kristalisasi magma yang terbentuk didalam permukaan

bumi dangkal (hypabisal).

Tekstur khusus : intersentral

Nama batuan : Diabase

III.3. Batuan sedimen

a. Defenisi batuan sedimen

Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk dari akumulasi material hasil

perombakan batuan yang sudah ada sebelumnya atau hasil aktivitas kimia maupun

organisme, yang di endapkan lapis demi lapis pada permukaan bumi yang kemudian

mengalami pembatuan. ( Pettjohn, 1975 )

Batuan sedimen banyak sekali jenisnya dan tersebar sangat luas dengan ketebalan

antara beberapa centimetersampai beberapa kilometer. Juga ukuran butirnya dari

sangat halus sampai sangat kasar dan beberapa proses yang penting lagi yang

termasuk kedalam batuan sedimen. Disbanding dengan batuan beku, batuan sedimen

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 124


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

hanya merupakan tutupan kecil dari kerak bumi. Batuan sedimen hanya 5% dari

seluruh batuan batuan yang terdapat dikerak bumi. Dari jumlah 5% ini,batu

lempung adalah 80%, batupasir 5% dan batu gamping kira - kira 80%.

Berdasarka ada tidaknya proses transportasi dari batuan sedimen dapat dibedakan

menjadi 2 macam :

1. Batuan Sedimen Klastik

Yaitu batuan sedimen yang terbentuk berasal dari hancuran batuan lain.

Kemudian tertransportasi dan terdeposisi yang selanjutnya mengalami diagenesa.

2. Batuan Sedimen Non Klastik

Yaitu batuan sedimen yang tidak mengalami proses transportasi. Pembentukannya

adalah kimiawi dan organis.

c. Sifat sifat utama batuan sedimen :

Adanya bidang perlapisan yaitu struktur sedimen yang menandakan adanya

proses sedimentasi.

Sifat klastik yang menandakan bahwa butir butir pernah lepas, terutama pada

golongan detritus.

Sifat jejak adanya bekas bekas tanda kehidupan (fosil).

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 125


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Jika bersifat hablur, selalu monomineralik, misalnya : gypsum, kalsit, dolomite

dan rijing.

Terbentuk dari proses sedimentasi. Di dalam proses sedimentasi berlangsung

proses erosi, transportasi, sedimentasi dan litifikasi. Batuan vulkanik tidak termasuk

di dalam kelompok batuan sedimen, karena dihasilkan langsung dari aktivitas

gunungapi, tidak ada proses erosi. Terdiri dari:

Batuan sedimen klastik; didiskripsi berdasarkan komposisi dan fraksi

butirannya

Batuan sedimen non-klastik --- menyesuaikan dengan kondisi batuannya

III.4.2. Batuan Sedimen Karbonat

a. Definisi Batuan Karbonat

Semua batuan terdiri dari garam karbonat, dalam praktiknya gamping (limestone)

dan dolomit lebih utama. Kata karbonat dewasa ini lebih sering dipakai dalam

industri minyak bumi.

Karbonat mempunyai keistimewaan dalam cara pembentukannya, yaitu hanya

dari larutan, praktis tidak ada sebagai detritus daratan. Pembentukan secara kimiawi,

tetapi yang penting adalah turut sertanya organisme.

Hal yang lain adalah terbentuknya klastik sebagai fragmentasi atau pembentukan

sekunder sebagai contoh colitik, dan pengendapan menyarupai detritus.

Komposisi kimia dan mineral

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 126


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Tidak memperlihatkan lingkunganpengendapan, tetapi penting sebagai derajat

diagenesa rekristalisasi dan penggantian kalsium karbonat.

1) Aragonit : CaCO3 (Ortorombik)

Bentuk yang paling tidak stabil, sering dalam bentuk serabut. Jarum jarum

aragonit biasanya diendapkan secara kimiawi, dari prespitasi langsung dari air laut.

Diagenesanya berubah menjadi kalsit, juga organisme membuat rumah (test) dari

aragonit seperti moluska.

2) Kalsit : CaCO3 (Heksagonal)

Mineral ini lebih stabil, dan biasanya merupakan hablur yang baik. Terdapat

sebagai rekristalisasi dari aragonit, sering merupakan cavity filling atau semen, dalam

bentuk kristal kristal yang jelas. Kebanyakan gamping terdiri dari kalsit.

3) Dolomit : CaMg (CO3)2

Juga merupakan mineral penting, terutama sebagai batuan reservoir, kristal sama

dengan kalsit berbedanya pada bidang refraksi dari kalsit. Terjadi secara primer

(precipitasi langsung dari air laut), tetapi kebanyakan hasil dolomotisasi dari kalsit.

4) High Magnesium Kalsit

Larutan padat dari MgCO3 dalam kalsit. Tidak begitu banyak terdapat, sering

merupakan batuan dolomit Ls.

5) Magnesit : MgCO3

Biasanya berasosiasi denga evapori.

a. Tekstur Batuan Sedimen Non Klastik

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 127


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Tekstur dapat dibedakan menjadi dua macam :

Kristalin

Tekstur ini terdiri dari kristal kristal yang interlocking yaitu kristal kristal

yang saling mengunci satu denga yang lain. Pemerian dapat memakai skala

Wenworth denga modifikasi sebagai berikut :

Nama Butir Besar Butir (mm)

Berbutir Kasar 2

Berbutir Sedang 1/16

Berbutir Halus 1/256

Berbutir Sangat Halus

Amorf

Tekstur ini terdiri dari mineral yang tidak membentuk kristal kristal atau amorf

(non klastik), umumnya berukuran lempung atau koloid, contoh : rijang masif

3. Struktur Batuan Sedimen Non Klastik

Struktur batuan sedimen non klastik terbentuk dari proses reaksi kimia ataupun

kegiatan organik.

Macamnya antara lain yang penting :

Fosilliforous

Struktur yang ditunjukan oleh adanya fosil atau komposisi terdiri dari fosil (sedimen

organik).

Oolitik

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 128


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Struktur dimana suatu fragmen klastik diselubungi oleh mineral non klastik, bersifat

konsentris dengan diameter berukuran lebih kecil 2 mm (0,25 2 mm) kristal

kristal berbentuk bulat atau elipsoid, seperti telur ikan. Contoh : batugamping oolit.

Pisolitik

Sama dengan oolitik tetapi ukuran diameternya lebih besar dari 2 mm. contoh :

batugamping pisolitik.

Konkresi

Kenampakan struktur ini sama dengan struktur oolitik tetapi tidak menunjukan

adanya sifat konsentris.

Cone in cone

Struktur pada batugamping kristalin yang menunjukan pertumbuhan kerucut

perkerucut.

Bioherm

Tersusun oleh organisme murni dan bersifat insitu

Blostrome

Seperti bioherm tetapi bersifat klastik. Bioherm dan biostrome merupakan struktur

luar yang hanya tampak dilapangan.

Septaria

Sejenis konkresi tetapi mempunyai komposisi lempung . ciri khasnya adanya

rekahan rekahan yang tidak teratur akibat penyusutan bahan bahan lempungan

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 129


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

tersebut karena proses dehidrasi yang kemudian celah celah yang terbentuk terisi

oleh kristal kristal karbonat yang kasar.

Geode

Banyak dijumpai pada batuan gamping, berupa rongga-rongga yang terisi oleh

kristal-kristal yang tumbuh ke arah pusat rongga tersebut. Kristal bisa kalsit ataupun

kuarsa.

Styolit

Styolit ini merupakan hubungan antar butir yang bergengsi.

Komposisi mineral batuan sedimen non klastik cukup penting dalam menentukan

penamaan batuan. Pada batuan sedimen jenis non klastik biasanya komposisi

mineralnya sederhana yaitu bila terdiri dari satu atau dua macam mineral. Sebagai

berikut :

Batugamping : Kalsit dolomit

Chert : Kalsedon

Gypsum : Mineral gypsum

Anhidrit : Mineral anhidrit

Batuan Karbonat

Batuan karbonat adalah batuan sedimen dengan komposisi yang dominan (>

50 %) terdiri dari mineral mineral atau garam garam karbonat, yang dalam

prakteknya secara umum meliputi batugamping dan dolomit.

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 130


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Batuan karbonat adalah batuan sedimen dengan tekstur yang beraneka ragam,

struktur serta fosil. Hal tersebut dapat memberikan informasi yang penting mengenai

lingkungan laut purba, kondisi paleoekologi serta evolusi bentuk dari organisme laut.

Proses pembentukannya dapat terjadi secara insitu berasal dari larutan yang

mengalami proses kimia maupun biokimia dimana organisme turut berperan, dapat

terjadi dari butiran rombakan yang mengalami transportasi secara mekanik dan

diendapkan di tempat lain.

Seluruh proses tersebut berlangsung pada lingkungan air laut, jadi praktis

bebas dan detritus asal darat.

Batugamping klastik adalah batugamping yang terbentuk dari pengendapan

kembali detritus batugamping asal.

Contoh :

Kalsirudit : butiran berukuran rudit (granule)

Kalkarenit : butiran berukuran arenit (sand)

Kalsilutit : butiran berukuran lutit (clay)

Batugamping non klastik adalah batugamping yang terbentuk dari proses-

proses kimiawi maupun organis. Umumnya bersifat monomineral.

Dapat dibedakan :

Hasil biokimia : bioherm, biostrom

Hasil larutan kimia : travertin, tufa

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 131


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Hasil replacement : batugamping fosfat, batugamping dolomit, batugamping

silikat dan lain-lain.

a. Tekstur Batuan Karbonat

Dewasa ini tekstur batuan karbonat lebih dipentingkan pada susunan mineralogi.

Tekstur ini berhubungan dengan sifat reservoir dalam bentuk minyak dan juga dari

segi sedimentasi.

1) Besar Butir

Sering ukuran tersendiri, tetapi hal ini tidak dianjurkan. Lebih baik dipergunakan

skala Wentworth seperti dianjurkan oleh Leighton dan Pendexter (1962).

Mulai 0,0625 mm ke bawah maka tipe butir dan juga penelitian di bawah mikroskop

menjadi mikrit (micrite) atau berupa lumpur (mud) atau berbutir halus (aphanitik).

Secara makroskopis kurang dari 1 mm, tipe butir sudah sukar ditentukan sehingga

istilh grain atau klas dapat dipakai.

2) Bentuk Butir

Bentuk butir juga penting dalam mempelajari gamping terutama dalam

memperlihatkan energi di lingkungan pengendapan.

Dalam bioklast, derajat dari abrasi dan peristilahan seperti pada detritus

dipergunakan untuk fragmen-fragmen pada umumnya. Bioklast dapat dibedakan

menjadi cangkang cangkang yang utuh atau fragmen kerangkan yang utuh atau

bekas pecahan jelas dan yang kedua yang telah terabrasi atau bundar. Non fragmen,

istilah kebundaran seperti diartikan oleh abrasi atau transport yang jauh. Dan bentuk-

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 132


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

bentuk yang lebih cocok ialah spherudal dan ovoid. Di antara kerangka atau butir

sering diisi oleh matriks atau semen.

3) Semen

Biasanya terdiri dari hablur-hablur kalsit yang jelas atau disebut juga spari kalsit

(spray calcite) atau spar. Semen dapat di amati di bawah mikroskop dan semen ini

terjadi pada waktu diagenesa pengisian rongga-rongga oleh larutan yang

mengendapkan kalsit sebagai hablur yang jelas. Kadang-kadang sukar untuk

membedakannya denga kalsit sebagai hasil rekristalisasi yang biasanya lebih halus da

disebut mikrospar.

4) Matrik

Matrik adalah butir-butir karbonat yang mengisi rongga-rongga dan terbentuk pada

waktu sedimentasi. Biasanya halus sekali dari bentuk-bentuk kristal tidak dapat di

identifikasi, hampir opak di bawah mikroskop.

Hasil dari matrik ini dapat berupa :

a) Pengendapan langsung sebagai jarum (aragonit) secara kimiawi / biokimiawi,

yang kemudian berubah menjadi kalsit.

b) Merupakan hasil abrasi, gampimg yang telah dibentuk misalnya koral, alga

dan sebagainya dierosi dan abrasi kembali oleh pukulan-pukulan gelombang

dan merupakan tepung kalsit. Tepung kalsit ini membentuk lumpur apu, dan

diendapkan terutama di daerah-daerah yang tenang.

b. Struktur Batuan Karbonat

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 133


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Pemeriannya hampir sama denga pemerian batuan sedimen klastik.

c. Komposisi Batuan Karbonat

Pada komponen batuan karbonat juga terdapat pemerian fragmen, matrik, semen,

hanya berbeda istilahnya saja, komposisi meliputi allochem.

Allochem merupakan fragmen yang tersusun oleh kerangka atau butir-butir

klastik dari hasil abrasi batugamping yang sebelumnya ada.

Macam-macam Allochem :

Kerangka Organisme (skeletal) : merupakan fragmen yang terdiri atas

cangkang cangkang binatang atau kerangka hasil pertumbuhan.

Interclast : merupakan fragmen yang terdiri atas butiran-butiran dari hasil

abrasi batugamping yang sebelumnya telah ada.

Pisolit : merupakan butiran butiran colit denga ukuran lebih besar dari 2

mm.

Pellet : merupakan fragmen yang mempunyai colit tetapi tidak menunjukkan

adanya struktur konsentris.

Mikrit

Mikrit merupakan agregat halus berukuran 1 4 mikron, merupakan kristal-

kristal karbonat yang terbentuk secara biokimia atau kimiawi dari prespitasi air laut

dengan mengisi rongga antar butir.

Sparit

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 134


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Sparit merupakan semen yang mengisi ruang antar butir dan rekahan, berukuran butir

halus (0,02 0,1 mm) dapat terbentuk langsung dari semen secara insitu atau

rekristalisasi mikrit.

d. Tipe tipe gamping utama

Tipe gamping ini berdasarkan kenampakan di lapangan, dapat dibagi menjadi :

1) Tipe gamping kristalin

Gamping kristalin kasar tidak dibentuk secara langsung dari pengendapan, tetapi

biasanya dari hasil rekristalisasi dari gamping yang lain, dari gamping klastik ataupun

gamping terumbu ataupun afanitik. Proses ini terjadi pada diagenesa dapat disebut

neomorphisme. Gamping kristalin kasar mungkin juga diendapkan secara langsung

dalam asosiasi dengan pengendapan evaporit.

Dolomit terbentuknya batuan ini terbagi menjadi tiga, yaitu pertama pengendapan

langsung dalam supratidal atau evaporit. Kedua dalam pengendapan pori-pori

gamping klastik di daerah supratidal sabkha, sebagai hablur kemudian partikel kalsit

terlarut. Ketiga proses ubahan (replacement) suatu terumbu yang terangkat ke daerah

supratidal denga proses seepage reflux.

Pada pembentukan dolomit harus memenuhi syarat dimana konsentrasi Mg / Ca

ratio = 5 : 1, sehingga diperlukan penguapan yang luar biasa. Hal ini dapat terjadi di

daerah gurun atau daerah tropis yang kering.

2) Tipe gamping afanitik

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 135


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Terdiri dari butir-butir lebih kecil dari 0,005 mm. Tipe ini tidak dapat diketahui

apakah terdiri dari fragmen-fragmen halus (pecahan gamping) atau kristal-kristal

halus. Beberapa nama untuk istilah batuan ini adalah micrite, mudstone, calcilutite,

lithographic, dan sublithographic.

Batuan ini memiliki beberapa cara terbentuknya, seperti yang pertama

penggerusan gamping yang telah ada, misalnya penghancuran terumbu oleh

gelombang. Kedua dari pengendapan langsung secara kimiawi dari air laut yang telah

kelewat jenuh akan CaCO3, sebagai jarum-jarum aragonit. Dan ketiga dari

pengendapan dengan bantuan ganggang hijau (chlorophycae) sebagai jarum-jarum

aragonit.

Lingkungan pembentukan batugamping ini yaitu diendapkan di daerah dangkal

yang terlindung lagoon di belakang terumbu, penguapan yang kuat dan dengan

bantuan ganggang. Biasanya kaya akan zat organis dan diacak acak oleh binatang,

sehingga tidak memperlihatkan perlapisan.

3) Tipe gamping klastik

Batuan ini masih dapat dibagi lagi menjadi, bioklastik, interclast ? fragmenter dan

klastik non fragmenter. Berdasarkan besar butirnya batuan ini terbagi menjadi :

Lebih besar dari 2 mm, jika terdiri dari cangkang cangkang / kerangka,

disebut Cocquina, jika terdiri dari moluska dan fragmen koral.

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 136


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Jika lebih kecil dari 0,25 mm, sukar untuk membedakan partikel pertikel

pembentuk, maka sering dipergunakan istilah seperti, micrograned atau

microgranular.

Jika sudah tidak dapat di identifikasi, maka istilah istilah yang biasa

dipergunakan adalah kalkarenit terutama jika tekstur jelas menyerupai

pasir, granular limestone, clastic limestone, dan fragmental limestone.

4) Tipe gamping kerangka

Tipe gamping ini terdapat paling banyak dalam Tersier di Indonesia. Tipe ini

sering membentuk terjal pada singkapan, masif tidak berlapis atau perlapisan buruk

yang hanya kelihatan dari jauh.

Komponen utama dari batuan ini adalah suatu kerangka yang utuh seperti dalam

keadaan aslinya. Bentuk serta jaringan kerangka bergantung pada jenis organisme

yang membentuknya. Endapan gamping kerangka diklasifikasi menurut unsur-unsur

fauna atau flora yang bertanggung jawab atas pembentukannya. Terumbu (reef)

misalnya didasarkan atas tipe organisme yang membentuk kerangka. Jika unsur-unsur

flora atau fauna tak dapat diidentifikasikan secara positif pada tingkatan spesies,

maka istilah-istilah umum seperti gamping alga koral (koral-ganggang) atau gamping

kerangka moluska dapat digunakan. Pada umumnya ganggang merupakan penyekat

pengikat atau mengisi dari kerangka organisme, sehingga merupakan suatu bangunan

yang kukuh, yang tahan gelombang. Sering berupa kerak dan mempunyai struktur

berlaminasi halus yang bergelombang.

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 137


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Komponen lainnya yang biasa terdapat ialah bioclast, ataupun fragmen-fragmen

lainnya dapat ikut terikorporasi di dalamnya. Komponen yang penting seperti

foraminifera terutama foram besar, moluska sering terdapat kadang-kadang

merupakan kerangka tersendiri.

e. Proses Pembentukan Batuan Karbonat

Terdapat tiga jenis proses pengubahan yang menyebabkan sedimen karbonat

berubah menjadi batuan karbonat.

Ketiga proses itu adalah :

1) Litifikasi sedimen karbonat

Kebanyakan batuan karbonat terbentuk karena proses litifikasi sedimen karbonat.

Litifikasi tersebut akan melibatkan pelarutan mineral-mineral karbonat yang tidak

stabil, pengendapan mineral-mineral karbonat yang stabil dan rekristalisasi. Semua

proses tersebut termasuk di dalam suatu proses yang luas yaitu diagenesa. Dalam

pengertian yang luas, diagenesa meliputi perubahan mineralogi, tekstur, kemas dan

geokimia sedimen dan temperatur dan tekanan yang rendah.

Litifikasi sedimen karbonat dapat terjadi pada sedimen yang tersingkap, maupun

yang masih berada di dalam laut. Pada sedimen karbonat yang tersingkap terjadi

perubahan mineralogi dan tekstur endapan asli, yang disebabkan kerja air tawar, atau

air meteorit. Perubahan mineralogi yang terjadi adalah terbentuknya mineral-mineral

stabil dari mineral-mineral yang tidak stabil, dan tekstur endapan asli berubah

menjadi tidak jelas atau kabur, tetapi dapat pula tidak mengalami apa-apa.

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 138


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Proses perubahan sedimen karbonat menjadi batuan karbonat berlangsung perlahan-

lahan dan bertingkat-tingkat, dimana batas antara masing-masing tingkat tidak jelas,

bahkan dapat saling melingkup. Tingkat tersebut ialah :

Penyemenan,

Pelarutan pengendapan, dan

Perubahan mineralogi butir-butir dan rekristalisasi

2) Pengkristalan Kalsium Karbonat yang semua dalam Keadaan Membatu

Batuan karbonat ini berasal dari rekristalisasi kalsium karbonat yang menyerupai

bahan batu / keras (stony material) di mana kalsium karbonatnya dapat berasal dari

kimiafisik (anorganik) maupun biokimia (organik), atau kombinasi keduanya.

Contoh batuan karbonat yang terbentuk dari rekristalisasi endapan karbonat berasal

dari kimiafisik ialah calcrete, caliche, dan nari. Ketiganya adalah endapan yang

dihasilkan dari rekristalisasi karena penguapan.

Adapun batua karbonat yang terbentuk dari rekristalisasi endapan karbonat

berasal dari biokimia adalah terumbu karang, dan biogenik pembentuk kerak keras.

Endapan jenis ini memang sudah dalam keadaan padat dan melekat, hal ini

disebabkan oleh penyemenan kalsium karbonat biokimia atau kimiafisik.

Dalam terumbu-terumbum, koral, ganggang dan foraminifera adalah organisme

utama yang mengendapkan batugamping padat.

3) Penggantian Materi-materi lain oleh Kalsium Karbonat

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 139


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Beberapa batuan karbonat dapat terbentuk dari penggantian materi-materi lain,

terutama kalsium sulfat dan butir-butir kuarsa oleh kalsium karbonat. Batuan

karbonat jenis ini tidak umum, tetapi cukup penting karena genesisnya yang sangat

berbeda dengan batuan karbonat jenis lain. Terdapat dua proses penggantian yang

umum, yaitu pertama perubahan kalsium sulfat menjadi kalsit oleh kegiatan bakteri,

kedua penggantian butir-butir kuarsa oleh karbonat karena proses korosi.

4. Penamaan Klasifikasi

Penamaan batuan sedimen klastik ditentukan terutama oleh ukuran butir dan

bentuk butir serta tekstur. Selain itu juga dibantu dengan komposisi kimia dan

struktur. Ukuran butir dalam batuan sedimen klastik bisa seragam bisa tidak seragam.

Penamaa batuan sedimen non klastik lebih ditentukan oleh komposisi mineralnya

atau kimianya.

a. Batuan Sedimen Klastik

Penamaan batuan sedimen klastik lebih ditekankan pada ukuran dan bentuk butir,

denga perincian sebagai berikut :

1) Untuk butiran yang sama atau lebih kecil dari pasir

Batupasir : butiran yang berukuran pasir

Batulempung : butiran yang berukuran lebih halus dari pasir

Serpih : batulempung yang menunjukkan struktur fasility (sifat belah)

2) Untuk butiran yang lebih besar dari pasir dan melibatkan bentuk butir

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 140


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Konglomerat : jika butirannya berbentuk membulat

Breksi : jika butirannya berbentuk runcing

3) Untuk butiran dan komposisi

Batupasir Kuarsa : batupasir yang banyak mengandung kuarsa.

Batulempung Gampingan : batulempung yang mengandung mineral-mineral

karbonat.

4) Ukuran butir dan struktur Shale (serpih) : batulempung, berlaminasi

Batugamping klastik

5) Kalsirudit : bila berukuran butir > pasir

Kalkaresit : bila butiran berukuran pasir

Kalsilutit : bila butiran berukuran lempung

b. Batuan Sedimen Non Klastik

Penamaan batuan sedimen non klastik sangat tergantung oleh jenis mineral

penyusunnya, dan karena pembentukannya disebabkan oleh larutan kimia maupun

organis maka sedimen non klastik ini bersifat monomineral.

1) Batuan Sedimen Non Klastik Kimiawi

Batugips : jika tersusun oleh mineral gypsum

Rijang : jika tersusun oleh mineral kalsedon

Batubara : jika tersusun oleh mineral karbon

2) Batuan Sedimen Non Klastik Biologis / Organis

Contoh penamaan berdasarkan komposisi :

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 141


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Batugamping Kristalin : bila tersusun oleh kristal-kristal kalsit

Batugamping koral : bila tersusun oleh koral

c. Langkah-langkah penentuan nama batuan sedimen

1) Amati contoh batuan baik-baik

2) Tentukan teksturnya : klastik atau non klastik. Bila klastik tentukan ukuran

butirnya (bila tidak seragam tentukan ukuran fragmen dan matrik), bila non

klastik tentukan macam teksturnya.

3) Tentukan strukturnya

4) Tentukan komposisinya, untuk mengetahui kandungan karbonat, batuan

ditetesi HCl, bila bereaksi berarti mengandung karbonat.

5) Tentukan nama batuan berdasarkan kenampakan yang dominan. Misal, bila

yang tampak dominan adalah ukuran butirnya maka penamaan berdasarkan

ukuran butirnya.( Danang Endarto, 2005 )

5. Klasifikasi

5.1. Klasifikasi Grabau (1904)

Menurut Grabau, batugamping dapat dibagi menjadi lima berdasarkan ukuran

dan teksturnya, yaitu :

- Kalsidurit, yaitu batugamping yang berukuran butirnya > 2 mm atau lebih

besar dari ukuran pasir.

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 142


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

- Kalkarenit, yaitu batugamping dengan ukuran butir sama dengan ukuran pasir

(1/16 2 mm).

- Kalsilutit, yaitu batugamping yang ukurannya (ukuran butir) lebih kecil dari

ukuran pasir.

- Kalsipuluerit, yaitu batugamping hasilpresipitasi kimiawi, sifatnya kristalin.

- Batugamping organic, yaitu hasil pertumbuhan organisme secara insitu,

misalnya terumbu dan stromabolity.

5.2. Klasifikasi Folk (1959)

Folk mengklasifikasikan batuan karbonat berdasarkan tekstur, pengendapan

dan perbandingan fraksi komponen penyusunnya, yaitu butiran/allochem, mikrit, dan

sparit (ortochem).

Berdasarkan perbandingan relief antara allochem, mikrit, dan sparit serta jenis

allochem yang dominant, maka Folk membagi batugamping menjadi 4 Famili

Batugamping tipe I analog dengan batupasir/konglomerat yang tersortasi baik dan

terbentuk pada high energy zone, batugamping tipe II analog dengan batupasir

lempungan atau konglomerat lempungan dan terbentuk pada low energy zone dan

batu gamping tipe III analog dengan batulempung dan terbentuk pada kondisi yang

tenag (lagoon).

- Intaclast; suatu endapan yang berupa gel Lumpur karbonat , belum memadat,

semi plastis, lalu ada erosi yang membentuk tubuh (discret body)

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 143


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

- Pellet; suatu butiran yang strukturnya microcritalinne (warnanya gelap), kalau

mengandung kotoran binatang maka disebut (facialpellet). Sedangkan

jikamempunyaiukuran yang agak besar disebut lump.

- Oolit; suatu butiran yang intinya dilapisi oleh unsur karbonat, intinya berfosil

dan apabila disayat maka mempunyai bentukkonsentris.

- Fossil; termasuk kedalamallochemical, karena mengalami transportasi

ditempat tersebut, misalnya Globigerina yang hidup secara plankton.

- Penggambaran skematik komponen penyusun batuan karbonat yang menjadi

dasar klasifikasi batuan karbonat menurut Folk (1959).

5.3. Klasifikasi Dunham (1962)

Dunham membuat klasifikasi batuan karbonat berdasarkan tekstur pengendapan,

meliputi ukuran butir dan pemilahan/sortasi. Hal ini yang perlu diperhatikan dalam

klasifikasiin antara lain:

- Derajat perubahan tekstur pengendapan

- Komponen asli terikat dan tidak terikat selama proses deposisi

- Tingkat kelimpahan antara butiran (grain) dengan Lumpur karbonat.

Berdasarkan ketiga hal tersebut di atas, maka Dunham membuat klasifisikasi :

- Boundstone : hubungan antar komponen tertutup yang berhubungan dengan

rapat (oolite).

- Grainstone : hubungan antara komponen-komponen tanpa Lumpur.

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 144


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

- Packstone : ada lumpur, tetapi yang banyak adalah komponen betolit.

- Mudstone : Lumpur wackestone.

6. Lingkungan Pembentukan Batuan Karbonat dan Fasies

Terumbu lingkungan pembentukan karbonat dapat terjadi mulai zona supratidal

sampai dengan cekungan yang lebih dalam, paparan cekungan dangkal, yang meliputi

middle shelt outer shelf. Cekungan pembentukan karbonat ini disebut sebagai

subtidal carbonate factory.

Endapan-endapan ini akan terakumulasikan pada shelf, sebagian mengalami

transportasi ke daratn (tidal flat) oleh gelembung dan pasang surut. Sebagian lagi

mengalami transportasi kea rah laut (cekungan yang lebih dalam)

Fasies Terumbu

Meskipun lingkungan pengendapan karbinat dapat terjadi mulai dari zona

supratidal sampai cekungan yang lebih dalam di luar shelf, paparan cekungan dangkal

(shallow basin plattorm) yang meliputi middle shelf dan outer shelf adalah tempat

produksi endapan karbonat yang utama dan kemudian tempat ini disebut sebagai

subtidal carbonate factory. (N.P.James,1983 dalam Boggs : 1987)

Endapan-endapan karbonat yang dihasilkan akan terakumulasi pada shelf,

sebagian mengalami transportasi kea rah daratan, yaitu ke tidalflat, pantai, atau

logoon, sedangkan sebagian lagi mengalami transportasi kearah laut yaitu ke

cekungan yang lebih dalam. Pada lingkungan laut yang dalam jarang terbentuk

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 145


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

endapan karbonat, kecuali merupakan hasil dari jatuhan plankton yang

mengsekresikan kalsium karbonat dan hidup di air permukaan.

Terumbu adalah suatu timbulan karbonat yang dibentuk oleh pertumbuhan

organisme koloni yang insitu, mempunyai potensi untuk berdiri tegar membentuk

struktur topografi yang tahan gelombang James (1979) membagi fasies terumbu masa

kini secara fisiografi menjadi 3 macam, yaitu sebagai berikut:

Fasies inti terumbu (reef core facies)

Fasies ini tersusun oleh batugamping yang massif dan tidak berlapis. Berdasrkan

litologi dan biota penyusunnya, fasies ini dapat dibagi menjadi 4 susfasies, yaitu :

-Subfasies puncak terumbu (reff-crest)

Litologi berupa framestone dan bindstone, sebagi hasil hasil pertumbuhan biota

jenis kubah dan mengerak serta merupakan key high energy zone.

Subfasies datarn terumbu (reef-flat)

Litologi berupa lidstone, grainstone, dan rosule dari ganggang karbonatan dan

merupakan daerah berenergi sedang dan tempat akumulasi rombakan terumbu.

Subfasies terumbu depan (reef-front)

Litologi berupa bafflestone, bidstone dan framestone dan merupakan daerah

berenergi lemah-sedang.

Subfasies terumbu belakang (back-reef)

Litologi berupa bafflestone dan flocetstone dan merupakan daerah berenergi

lemah dan relative tenag.

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 146


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Fasies deoan terumbu (fore reef facies)

litologi berupa grainstone dan sudstone serta merupakan lingkungan yang

mempunyai kedalaman >30 m dengan lereng 45-60 m, semakin jauh dari inti terumbu

(kearah laut), litologi berubah menjadi packstone, wackstone,dan mudstone.

Fasies belakang terumbu (back reef facies)

Fasies ini sering disebut juga fasies logoon dan meliputi zona laut dangkal (<30

m) dan tidak berhubungan dengan laut terbuka. Kondisi airnya tenang, sirkulasi air

terbatas, dan banyak biota penggali yang hidup di dasar. Litologi berupa wackstone

dan mudstone serta banyak dijumpai struktur jejak dan bioturbasi, baik horizontal

maupun vertikal.

b. Batuan batuan Sedimen Evaporit

Nama batuan adalah nama mineral penyusunnya yang bersifat monomineral, yaitu

dikenal sebagai mineral garam. Sebetulnya telah dikenal 30 mineral garam di

endapan evaporit di Strassfurt, Jerman, tetapi hanya 3 mineral (batuan) yang terdapat

paling banyak dan yang lainnya sangat sedikit. Ketiga mineral tersebut adalah, gip

(CaSO4 2H2O), anhidrit (CaSO4), dan halit (NaCl).

Batuan evaporit biasanya terdapat dalam keadaan murni dan berlapis lapis.

Anhidrit sering memperlihatkan perlapisan yang rumit, karena batuan ini bersifat

kristalin tetapi air dalam pori porinya memperlihatkan struktur aliran.

Evaporit terdapat berinterklasi dengan sedimen biasa, terutama serpih merah dan

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 147


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

dolomit umumnya dengan sedimen merah. Banyak pula terdapat diatas atau interklasi

dengan karbonat terutama dolomit, juga sering berasosiasi dengan bitumina.

Evaporit belum pernah didapatkan secara meyakinkan di Indonesia. Paling banyak

terdapat di Amerika Serikat, Eropa, dan Timur Tengah (Iran).

Pada umunya anhidrit dan gip ini mendominir endapan evaporit, malah

kebanyakan evaporit tidak memperlihatkan adanya halit. Ketebalan keseluruhannya

dapat berkisar 8 sampai 1.500 meter (di New Mexico, Perm), 300 500 meter terdiri

anhidrit, berlaminasi yang diinterpretasikan sebgai varva.

Walaupun diduga keras evaporit berasal dari penguapan air laut, namun ada

beberapa persoalan seperti :

Bagaimana terjadi pengendapan dari air laut itu yang memberikan lebih

banyak anhidrit daripada halit.

Apakah yang diendapkan itu gip atau anhidrit.

Bagaimana mekanisme pengkonsentrasian serta penguapan air asin itu

menjadi evaporit.

Beberapa batuan sedimen non klastik kimiawi jenis evaporit yang utama :

1) Batuan Gip

Batuan ini terdapat secara kristalin kasar sampai halus granular. Batu gip dapat

pula masif, dan sering terdapat sebagai kristal kristal yang kasar tetapi yang

demikian biasanya terdapat sebagai urat atau kristal nodul dalam lumpur atau pasir.

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 148


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Batuan ini memperlihatkan struktur pseudo porphyritic dengan kristal selenit sebagai

fenokrisnya.

2) Batuan Anhidrit

Batuan ini lebih banyak terdapat daripada gip, juga berlapis tetapi kadang

kadang masif, tebal dan meluas. Struktur sedimennya memperlihatkan laminasi yang

keriput, pada umumnya granular halus, tetapi di bawah mikroskop kristal kasar, tetapi

juga serabut dengan massa kristalin kasar. Kenampakan porfiritik disebabkan

penyabaran kristal gip diantaranya.

3) Halit (batugaram)

Batuan ini terdapat secara masif dan secara kristalin kasar, kadang kadang

berlaminasi. Sering berinterlaminasi (beberapa cm) denga sisipam tipis (seperti

kertas) oleh anhidrit atau dolomit. Juga garam hitam sering berinterklasi denga garam

putih berbentuk kristal kubus. Halit sering menjadi terobosan terobosan yang

membentuk saltdome (kubah garam). Hal ini disebabkan berat jenis yang lebih

rendah dibandingkan batuan sekeliling dan sifat mudah mengalir pada temperatur dan

tekanan rendah.

c. Batuan batuan Sedimen Silika

Batuan yang termasuk kedalam golongan ini adalah batuan yang bersifat

monomineral, dan banyak serta langka terdapat sebagai batuan, seperti :

Rijang (Chert)

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 149


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Komposisi dari rijang adalah opal, kalsedon, kuarsa, kristobalit, dan sedikit

mengandung kalsit dan dolomit. Tekstur batuan ini seperti mikrokristalin kuarsa dan

kalsedon euhedral sampai poli-hedral.

Rijang yang berlapis biasanya berasosiasi dengan endapan geosinklin

(subdunction zone), denga ketebalan ratusan meter dengan sisipan serpih hitam juga

berasosiasi denga arus turbidit dan lumpur silika, mengandung diatomea atau

radiolaria, kedalaman laut adalah 120 - 200 meter.

Rijang yang berlapis dapat berasal dari organik dengan pertolongan radiolaria dan

diatomea, atau berasal dari kimia.

Rijang yang berupa nodul, pada umumnya sebagai replacement dari gamping, ada

yang menyatakan silika diendapkan bersama dengan gamping.mungkin secara

biokimiawi silika diambil dari air laut. Kadang kadang membentuk jaringan dan

dapat menyerupai rijang berlapis. Batuan Sedimen Non Klastik Biologis (Organik)

III. 4.2.1. Struktur dan tekstur batuan sedimen

a. Struktur sedimen:

Masif: tidak dijumpai struktur yang lain dalam >40 cm

Gradasi: diameter butir fining up (menghalus ke atas atau gradasi normal)

dan gradasi terbalik jika diameter butir coarsing up (mengasar ke atas)

Berlapis: memiliki struktur perlapisan >2 cm

Laminasi: perlapisan dengan tebal lapisan < 2 cm

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 150


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Silangsiur: struktur lapisan saling memotong dengan lapisan yang lain,

jika tebal silangsiur < 2 mm disebut crosslammination

Antidune: berlawanan arah dengan arah sedimentasi

Dune: searah dengan sedimentasi

b. Tekstur sedimen

a. Hubungan antar butir (kemas): terbuka / tertutup

b. Pemilahan/keseragaman ukuran butir (Sortasi): baik, buruk atau

sedang

c. Diameter butir (dengan menggunakan parameter Wentworth grain size

analizer)

III. 4.3.2. Komposisi batuan sedimen

Fragmen : Litik / kristal mineral

Matriks : Lempung / lanau / pasir

Semen : Silika / karbonat / oksida besi

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 151


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar Klasifikasi batuansedimen (Dott, 1964 dan Raymond, 1995)

CONTOH SAYATAN TIPIS BATUAN SEDIMEN (Gambar IX.8-11)

Gambar Foto sayatan tipis batugamping kalkarenit pada nikol silang

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 152


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar Foto sayatan tipis batugamping Ooid pada nikol silang

Gambar Foto sayatan tipis batugamping pada nikol silang

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 153


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

gambar Foto sayatan tipis batupasir kuarsa pada nikol sejajar (atas) dan nikol silang

(bawah)

Gambar Foto sayatan tipis Ooid (kiri) dan ilustrasinya (kanan)

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 154


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

III. 4.3.3. Deskripsi Batuan Sedimen

a. Batupasir kuarsa

Deskripsi batuan

Jenis batuan : sedimen klastik

Struktur batuan : Masif

Tekstur :

- Ukuran butir : pasir lempung

- Sortasi : baik

- Kemas : tertutup

- Kebundaran : membulat tangun

Komposisi :

- Semen : -

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 155


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

- Matrik : lempung

- Fragmen : -

Petrogenesa : proses terbentuknya akibat oleh transportasi

Tekstur khusus : -

Nama batuan : batupasir kuarsa

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 156


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

BAB IV

PIROKLASTIK

IV.1. Batuan Vulkanik

Lebih dari 80% permukaan bumi, baik di dasar laut hingga daratan tersusun

atas batuan gunung api. Di Indonesia saja, terdapat 128 gunung api aktif yang

tersebar dari Sabang sampai Merauke, dan sebanyak 84 di antaranya menunjukkan

aktivitas eksplosifnya sejak 100 tahun terakhir. Di samping itu, batuan gunung api

berumur Tersier atau yang lebih tua juga samgat melimpah di permukaan, bahkan

jauh lebih banyak dari pada batuan sedimen dan metamorf.

Didasarkan atas komposisi materialnya, endapan piroklastika terdiri dari tefra

(pumis dan abu gunung api, skoria, Pele's tears dan Pele's hair, bom dan blok

gunung api, accretionary lapilli, breksi vulkanik dan fragmen litik), endapan jatuhan

piroklastika, endapan aliran piroklastika, tuf terelaskan dan endapan seruakan

piroklastika.

Aliran piroklastika merupakan debris terdispersi dengan komponen utama gas

dan material padat berkonsentrasi partikel tinggi. Mekanisme transportasi dan

pengendapannya dikontrol oleh gaya gravitasi bumi, suhu dan kecepatan

fluidisasinya. Material piroklastika dapat berasal dari guguran kubah lava, kolom

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 157


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

letusan, dan guguran onggokan material dalam kubah (Fisher, 1979). Material yang

berasal dari tubuh kolom letusan terbentuk dari proses fragmentasi magma dan

batuan dinding saat letusan. Dalam endapan piroklastika, baik jatuhan, aliran maupun

seruakan; material yang menyusunnya dapat berasal dari batuan dinding, magmanya

sendiri, batuan kubah lava dan material yang ikut terbawa saat tertransportasi.

Pada dasarnya batuan gunung api (vulkanik) dihasilkan dari aktivitas

vulkanisme. Aktivitas vulkanisme tersebut berupa keluarnya magma ke permukaan

bumi, baik secara efusif (ekstrusi) maupun eksplosif (letusan). Batuan gunung api

yang keluar dengan jalan efusif mengahasilkan aliran lava, sedangkan yang keluar

dengan jalan eksplosif menghasilkan batuan fragmental (rempah gunung api). Sifat-

sifat batuan gunung api yang dihasilkan secara efusif telah dijelaskan pada Bab V

sebelumnya, jadi pada Bab ini membahas batuan gunung api fragmental yang

dihasilkan dari aktivitas gunung api secara eksplosif.

Menurut Pettijohn (1975), endapan gunung api fragmental bertekstur halus

dapat dikelompokkan dalam tiga kelas yaitu vitric tuff, lithic tuff dan chrystal tuff.

Menurut Fisher (1966), endapan gunung api fragmental tersebut dapat

dikelompokkan ke dalam lima kelas didasarkan atas ukuran dan bentuk butir batuan

penyusunnya. Gambar VI.1 adalah klasifikasi batuan vulkanik menurut keduanya.

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 158


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Klasifikasi batuan gunung api fragmental menurut Pettijohn (1975; kiri) dan Fisher
(1966; kanan)

Contoh batuan gunungapi

1) Tuf: merupakan material gunung api yang dihasilkan dari letusan eksplosif,

selanjutnya terkonsolidasi dan mengalami pembatuan. Tuf dapat tersusun atas

fragmen litik, gelas shards, dan atau hancuran mineral sehingga membentuk

tekstur piroklastika

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 159


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

plagioklas
plagioklas
Litik Litik
teralterasi teralterasi

Batuan tuf gunung api dalam sayatan tipis (kiri: nikol silang dan kanan: nikol sejajar).
Dalam sayatan menunjukkan adanya fragmen litik dan kristal dengan sifat kembaran
pada hancuran plagioklas, dan klastik litik teralterasi berukuran halus.

2) Lapili: adalah batuan gunung api (vulkanik) yang memiliki ukuran butir antara 2-

64 mm; biasanya dihasilkan dari letusan eksplosif (letusan kaldera) berasosiasi

dengan tuf gunung api. Lapili tersebut kalau telah mengalami konsolidasi dan

pembatuan disebut dengan batu lapili. Komposisi batu lapili terdiri atas fragmen

pumis dan (kadang-kadang) litik yang tertanam dalam massa dasar gelas atau tuf

gunung api atau kristal mineral. Gambar VI.3 adalah batu lapili yang tersusun atas

fragmen pumis dan kuarsa yang tertanam dalam massa dasar tuf.

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 160


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar Breksi pumis (batu lapili) yang hadir bersama dengan kristal kuarsa dan
tertanam dalam massa dasar tuf halus..

3) Batuan gunung api tak-terelaskan (non-welded ignimbrite): Glass shards,

dihasilkan dari fragmentasi dinding gelembung gelas (vitric bubble) dalam

rongga-rongga pumis. Material ini nampak seperti cabang-cabang slender yang

berbentuk platy hingga cuspate, kebanyakan dari gelas ini menunjukkan tekstur

simpang tiga (triple junctions) yang menandai sebagai dinding-dinding

gelembung gas. Dalam beberapa kasus, walaupun gelembung gas tersebut tidak

terelaskan, namun dapat tersimpan dengan baik di dalam batuan (Gambar VI.4).

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 161


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Tuf tak-terelaskan dari letusan Gunung Krakatau tahun 1883 dengan glass shards
yang sedikit terkompaksi.

Tuf Rattlesnake, berasal dari Oregon pusat, menampakkan shards yang sedikit
memipih dan gelembung gelas yang telah hancur membentuk garis-garis oval.

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 162


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

4) Batuan gunung api yang terelaskan (welded ignimbrite): yaitu gelas shards dan

pumis yang mengalami kompaksi dan pengelasan saat lontaran balistik hingga

pengendapannya. Biasanya pumis dan gelas tersebut mengalami deformasi akibat

jatuh bebas, yang secara petrografi dapat terlihat dengan: (1) bentuk Y pada

shards dan rongga-rongga bekas gelembung-gelembung gas / gelas, arah jatuhnya

pada bagian bawah Y, (2) arah sumbu memanjang kristal dan fragmen litik, (3)

lipatan shards di sekitar fragmen litik dan kristal, dan (4) jatuhnya fragmen pumis

yang memipih ke dalam massa gelasan lenticular yang disebut fiamme (Gambar

VI.6.c). Derajad pengelasan dalam batuan gunung api dapat diketahui dari

warnanya yang kemerahan akibat proses oksidasi Fe. Pada kondisi pengelasan

tingkat lanjut, massa yang terelaskan hampir mirip dengan obsidian. Batuan ini

sering berasosiasi dengan shards memipih yang mengelilingi fragmen litik dan

kristal.

a. b. c.
a. Tuf terelaskan dari Idaho, b. Tuf terelaskan dari Valles, Mexiko utara, c. tuf terelaskan dengan
cetakan-cetakan fragmen kristal

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 163


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

BAB V

BATUAN METAMORF

V.1. Sifat Umum Batuan Metamorf

Batuan metamorf terbentuk dari proses metamorfisme. Kata "Metamorfisme"

berasal dari bahasa Yunani yaitu: Meta = berubah, Morph = bentuk, jadi

metamorfisme berarti berubah bentuk. Dalam geologi, hal itu mengacu pada

perubahan susunan / kumpulan dan tekstur mineral, yang dihasilkan dari perbedaan

tekanan dan suhu pada suatu tubuh batuan.

Walaupun diagenesis juga merupakan perubahan bentuk dalam batuan

sedimen, namun proses ubahan tersebut berlangsung pada suhu di bawah

200oC dan tekanan di bawah 300 MPa (MPa: Mega Pascals) atau sekitar 3000

atm.

Jadi, metamorfisme berlangsung pada suhu 200oC dan tekanan 300 Mpa atau

lebih tinggi. Batuan dapat terkenai suhu dan tekanan tersebut jika berada

pada kedalaman yang sangat tinggi. Sebagaimana kedalamannya pusat

subduksi atau kolisi.

Pertanyaannya adalah: mungkinkah batas atas metamorfisme tersebut terjadi pada

tekanan dan suhu yang sama dengan proses lelehan batuan (wet partial melting). Saat

pelelehan terjadi, justru proses ubahan yang terjadi adalah pembentukan batuan beku

ketimbang metamorfik.

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 164


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

a. Batuan dalam Derajad Metamorfisme

1. Serpih terbentuk pada derajad metamorfik rendah, ditandai dengan

pembentukan mineral klorit dan lempung. Orientasi lembaran silikat

menyebabkan batuan mudah hancur di sepanjang bidang parallel yang disebut

belahan menyerpih (slatey cleavage), slatey cleavage berkembang pada sudut

perlapisan asal (Gambar VI.13).

Foliasi menyerpih pada tingkat metamorfisme rendah (Nelson, 2003)

2. Sekis makin tinggi derajad metamorfisme makin besar mineral yang

terbentuk. Pada tahap ini terbentuk foliasi planar dari orientasi lembaran

silikat (biasanya biotit dan muskovit). Butiran-butiran kuarsa dan feldspar

tidak menunjukkan penjajaran; ketidak-teraturan foliasi planar ini disebut

schistosity (Gambar VI.14).

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 165


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Bentuk ketidak-teraturan foliasi planar (schistosity) (Nelson, 2003)

3. Gneiss tingkat metamorfisme yang lebih tinggi, lembaran silikat menjadi

tak-stabil, mineral-mineral horenblende dan piroksen mulai tumbuh. Mineral-

mineral tersebut membentuk kumpulan gneissic banding dengan penjajaran

tegaklurus arah gaya maksimum dari differential stress (Gambar VI.15).

Gambar Mineral-mineral dengan tekstur gneissic banding, orientasi mineral tegak

lurus dengan arah gaya maksimum (Nelson, 2003)

4. Granulite adalah metamorfisme tingkat tertinggi, semua mineral hydrous

dan lembaran silikat menjadi tidak stabil sehingga muncul penjajaran

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 166


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

beberapa mineral. Batuan yang terbentuk menghasilkan tekstur granulitik

yang sama dengan tekstur faneritik pada batuan beku.

e. Metamorfisme Basal dan Gabbro

(a) Greenschist - Olivin, piroksen, dan plagioklas dalam basal berubah menjadi

amfibol dan klorit (hijau).

(b) Amphibolite pada metamorfisme tingkat menengah, hanya mineral gelap

(amfibol dan plagioklas saja yang bertahan), batuannya disebut amfibolit.

(c) Granulite pada tingkat metamorfisme tinggi, amfibol digantikan oleh

piroksen dan garnet, tekstur foliasi berubah menjadi tekstur granulitik.

f. Metamorfisme Batugamping dan Batupasir

(a) Marmer tidak menunjukkan foliasi

(b) Quartzite - metamorfisme batupasir yang asalnya mengandung kuarsa,

rekristalisasi dan pertumbuhan kuarsa menghasilkan batuan non-foliasi yang

disebut kuarsit.

V.2. Teknik Pemerian Batuan Metamorf secara Petrografi

a) Struktur Batuan

1. Foliasi: struktur pemipihan akibat pembebanan

2. Non foliasi: tanpa adanya pemipihan

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 167


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

b) Tekstur Batuan

1. Tekstur Poikiloblastik: sama seperti porfiroblastik, namun dicirikan oleh

adanya inklusi mineral asing berukuran halus. Gambar VI.16 adalah tektur

poikiloblastik; warna orange tourmalin dan abu-abu K-feldspar, mineral

berukuran halus adalah butiran-butiran kuarsa dan muscovit. Biasanya berada

pada sekis mika-tourmalin.

Gambar Tekstur poikiloblastik pada batuan metamorf

2. Tekstur Porfiroblastik: tekstur batuan metamorf yang dicirikan oleh adanya

mineral berukuran besar dalam matriks / massa dasar berukuran lebih halus.

Sering berada pada sekis mika-garnet.

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 168


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Tekstur porfiroblastik pada batuan metamorf

3. Tekstur Porphyroklas: tekstur batuan metamorf yang dicirikan oleh adanya

kristal besar (umumnya K-feldspar) dalam massa dasar mineral yang lebih

halus. Bedanya dengan porphyroblastik adalah, porphyroklastik tidak

tumbuh secara in-situ, tetapi sebagai fragment sebelum mineral-mineral

tersebut hancur / terubah saat prosesn metamorfisme, contoh: blastomylonit

dalam gniss granitik.

Tekstur porfiroklastik pada batuan metamorf

4. Retrogradasi eklogit: tekstur batuan metamorf yang dibentuk oleh adanya

mineral amfibol (biasanya horenblende) yang berreaksi dengan mineral lain.

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 169


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Dalam Gambar VI.19 adalah retrogradasi klinopirosen amfibole pada sisi

kanan atas.

Gambar Tekstur retrogradasi eklogit pada batuan metamorf

5. Tekstur Schistose: foliasi sangat kuat, atau terdapat penjajaran butiran,

terutama mika, dalam batuan metamorf berbutir kasar.

Tekstur schistose pada batuan metamorf


6. Tekstur Phyllitik: foliasi kuat dalam batuan metamorf berbutir halus.

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 170


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar Tekstur phylitik pada batuan metamorf


7. Tekstur Granoblastik: massive, tak-terfoliasi, tekstur equigranular dalam

batuan metamorf.

Gambar Tekstur granoblastik pada batuan metamorf


Tabel VI.1. adalah beberapa batuan metamorf dan sifat-sifatnya.

Tabel VI.1 Sifat-sifat batuan metamorf

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 171


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 172


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 173


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

BAB VI

BATUAN ALTERASI

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 174


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

IV.1. Alterasi Epitermal

Fluida-fluida hidrotermal menyebabkan alterasi atau ubahan-ubahan pada

batuan-batuan penerima (host rock) dan terjadinya mineralisasi unsur-unsur yang

terbawa oleh fluida-fluida dalam bentuk antara lain: vein, veinlet, lode, stringer,

stockwork, dan breksi eksplosi. Alterasi dan mineralisasi ini membentuk zone-zone

yang dibedakan sebagai berikut ini: Phyllic, Quartz+Illite, Quartz+Sericite, Adularia,

dan Sulfidasi Rendah atau Sulfidasi Khlorida Netral.

Kebanyakan emas epitermal terdapat dalam vein-vein yang berasosiasi

dengan Alterasi Quartz-Illite yang menunjukkan pengendapan dari fluida-fluida

dengan pH mendekati netral (Fluida-fluida Khlorida Netral). Dalam alterasi dan

mineralisasi dengan jenis fluida ini, emas dijumpai dalam vein, veinlet, breksi ekplosi

atau breksi hidrotermal, dan stockwork atau stringer Pyrite+Quartz yang berbentuk

seperti rambut (hairline).

Emas epitermal juga terdapat dalam Alterasi Advanced-Argillic dan alterasi-

alterasi sehubungan yang terbentuk dari Fluida-fluida Asam Sulfat. Dalam alterasi

dan mineralisasi dengan jenis fluida ini, emas dijumpai dalam veinlet, batuan-batuan

silika masif, atau dalam rekahan-rekahan atau breksi-breksi dalam batuan yang

tersilisifikasikan, serta dapat hadir bijih tembaga seperti enargite, luzonite, dan

covelite.

I.V. Jenis Alterasi Epitermal

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 175


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Mineralisasi epitermal dicirikan oleh berbagai jenis alterasi, yang

perbedaannya ditentukan oleh: pH dan kedalaman yang berbeda dalam sistem

epitermal, serta beberapa variasi komposisi yang luas dari sekitarnya (host rocks).

Identifikasi jenis-jenis alterasi penting dilakukan untuk memahami level erosi sistem

tersebut, penentuan keberadaan titik lokasi di permukaan dalam daerah alterasi

tersebut, dan jenis bijih yang diperkirakan.

Jenis alterasi endapan epitermal di daerah volkanik andesitik-dasitik adalah:

1. Alterasi Fluida Khlorida Netral (Neutral Chloride Fluid Alteration)

2. Alterasi Fluida Asam Sulfat (Acid Sulphate Fluid Alteration)

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 176


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

VI.3. Model Mineralisasi Epitermal

Dalam bagian ini, dijelaskan suatu variasi model-model yang berlaku saat ini

yang telah dikenal dan merupakan suatu keragaman sistem epitermal Pada

pembahasan ini secara kritis dinilai ciri-ciri dan kekurangan-kekurangannya. Hal

terpenting dalam pembahasan ini adalah pemahaman genetik sistem-sistem epitermal.

Meskipun berguna untuk generalisasi, dan untuk mengembangkan model-model yang

mengarah untuk eksplorasi, dianjurkan prospeknya model-model tersebut

dipertimbangkan untuk manfaatnya itu sendiri. Dalam model-model yang disajikan

disini terdapat banyak ciri-ciri yang telah dihilangkan, karena ciri-ciri tersebut sudah

tidak sesuai lagi berdasarkan perkembangan hasil studi-studi saat ini dalam "model

yang banyak disukai", hingga akhirnya nanti ditemukan sebagai suatu endapan bijih

(misalnya, Model Jerrit Canyon). Beberapa banyak endapan yang menunggu adanya

penemuan model yang sesuai, karena endapan-endapannya "tidak sesuai" dengan

kerangka model yang ada saat ini. Kemudian, "pendekatan genetik" yang telah

disajikan cukup fleksibel untuk menggabungkan endapan-endapan yang tidak sesuai

dengan suatu model yang ada. Dalam keadaan ini, suatu pemahaman mengenai

aspek-aspek umum tentang sistem-sistem epitermal pada akhirnya akan mengarahkan

pada endapan bijih.

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 177


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Dalam Gambar 3.1 dan 3.2 berikut ini, disajikan beberapa model-model

mineralisasi epitermal yang saat ini telah diperkenalkan, antara lain oleh Buchanan

(1981); Berger dan Eimon (1982); Giles dan Nelson (1982). Model-model tersebut

memiliki suatu gambaran yang umum, yaitu di dalam semua model tersebut secara

empiris menyimpulkan bahwa alterasi, mineralisasi, dan distribusi rekahan, dan

sebagainya pada kejadian-kejadian fosil epitermal untuk menerangkan sistem-sistem

epitermal. Karena itu, model-model tersebut sering mengandung kesamaan dari

pembuat yang berbeda, dan jika dipandang dari suatu ringkasan observasi-observasi

yang dilakukan, ternyata model-model tersebut umumnya benar. Meskipun demikian,

dalam tahap awal pengkajian model-model tersebut, kita cenderung mendekati

permasalahan dengan pertanyaan: "Apa yang aku ketahui mengenai aliran fluida dan

proses-proses dalam lingkungan epitermal, baik sistem epitermal aktif maupun pasif?

Bagaimana hubungannya dengan geologi, struktur geologi/tektonik, anomali

geokimia, anomali geofisika, alterasi, dan mineralisasi?" Kemudian kita segera

mengambil penggalan-penggalan bukti di tempatnya (dan sering kali dengan banyak

sekali variasinya) untuk merekonstruksikan sistem epitermal. Hal ini akan dibahas

kemudian, juga akan ditampilkan model-model yang disuslkan oleh Henley dan Ellis

(1983), yang didasarkan pada analoginya dengan sistem aktif, serta pemahaman

tentang aliran fluida dan proses-prosesnya.

VI.4. Alterasi Fluida Asam Sulfat

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 178


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Alterasi fluida asam sulfat sering menunjukkan level yang lebih tinggi dalam

sistem epitermal. Alterasi ini dapat termineralisasikan, tetapi alterasi ini lebih umum

terjadi di atas atau disamping vein atau stockworks pada Sistem Alterasi Illite-Quartz.

Fluida-fluida asam sulfat membentuk alterasi-alterasi Batuan Silika (Siliceous

Rocks) pada pH yang sangat rendah (sangat asam), Advanced Argillic pada pH

rendah (asam), Diaspore-Pyrophyllite pada pH asam yang agak tinggi, secara

berurutan ke arah luar sistem ini.

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 179


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

a. Alterasi Diaspore - Pyrophyllite

Alterasi ini hanya dapat diidentifikasikan dengan sistem XRD. Alterasi ini

umumnya terjadi dalam lempung pyritic yang mengelilingi alterasi advanced argillic

dan alterasi batuan silika, kemungkinan menunjukkan kenaikan pH sebagai akibat

fluida asam sulfat yang ternetralkan oleh reaksi batuan dinding (wall rock). Secara

teoritis, kumpulan mineral Diaspore+Pyrophyllite+Quartz menunjukkan suhu di atas

270C, tetapi ini masih dipertanyakan.

b. Alterasi Advaced Argillic

Identifikasi alterasi ini sangat penting. Alterasi ini seharusnya tidak

dikelirukan dengan alterasi illitic. Alterasi ini seharusnya tidak dikelirukan dengan

Alterasi Illitic. Alterasi ini bukan merupakan kelanjutan dari alterasi argillic ataupun

alterasi illitic, tetapi suatu kumpulan mineral yang berbeda.

Alterasi Advanced Argillic ditentukan dengan adanya mineral Alunite (Na

atau K Sulfat), dan/atau adanya mineral Kaolinite (Lempung bebas K). Mineral-

mineral ini menunjukkan jenis fluida asam sulfat, mineral alunite menunjukkan pH

kurang dari 4. Mineral Jarosite menunjukkan fluida asam sulfat dalam suatu

lingkungan ter-oksidasi (hypogene atau supergene).

Di lapangan, Alterasi Advanced Argillic akan teramati sebagai batuan lempung

dengan kandungan pyrite yang tinggi, berwarna hitam dan sulphidic jika segar,

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 180


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

berwarna putih atau jingga atau berwarna terang karena noda-noda ion jika melapuk.

Batuan lempung ini biasanya menggantikan andesit dan dasit.

Dalam batuan lempung ini terdapat tubuh-tubuh batuan silika rijangan

berwarna putih hingga kelabu (terkadang disebut chalcedonic) yang mengandung

sedimen-sedimen atau andesit, tetapi ini tidak umum; batuan lempung ini sering

terbreksikan dengan keratan-keratan kecil (patches), fragmen-fragmen atau vein-vein

glassy oppaline silica yang berwarna biru-kelabu.

c. Alterasi Batuan Silika

Alterasi batuan silika umumnya berbentuk tubuh-tubuh dalam Alterasi

Advanced Argillic. Batuan-batuan ini terdiri dari mineral Quartz rijangan berwarna

putih hingga kelabu dengan sedikit pyrit dan sering terdapat rongga-ronga pengisian

(cavities) dimana mineral-mineral yang mengisi (cavitiy fillings) berupa felspar yang

tidak tersilisifikasikan telah terpindahkan akibat pelapukan.

Tubuh-tubuh batuan silika ini panjangnya dapat mencapai satu kilometer atau

lebih. Tubuh batuan ini umumnya membentuk bongkah yang sangat besar di sungai

dan menarik perhatian disebabkan adanya noda-noda besi yang berwarna. Tubuh

batuan silika ini terkadang terdiri dari 99,9% batuan silika. Mineral Rutile biasanya

ada dalam batuan ini, jika diamati dengan XRD, menunjukkan TiO 2 residual yang

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 181


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

berasal dari batuan beku asalnya. Batuan beku asalnya, misalnya, Quartz Diorite dan

Rhyolite.

Batuan silika yang rapuh dapat dihancurkan dengan palu dan membentuk

pasir silika. Beberapa silika tidak berkembang dalam dan tidak berkembang menjadi

lempung illitic, karenanya pyrite terlalu sedikit dijumpai.

VI.5. Implikasi Dalam Eksplorasi Mineral

Agar kita berhasil mengeksplorasi lingkungan epitermal, rekonstruksi sistem

epitermal fosil, jika datanya yang dimiliki, sebaiknya dilakukan, misalnya, pada

Round Mountain Frontpiece.

a. Pemetaan Terperinci

Pemetaan kenampakan berikut ini akan menolong untuk membuat rekonstruksi

lingkungan dekat permukaan pada suatu sistem hidrotermal tua (paleosystem), yaitu:

Pemetaan terperinci yang terpusatkan ke sumber (provenance) dan kerangka

(setting), seperti breksi ekplosi (explosion breccias), telaga lumpur fosil

(fossil mudpool), fosil sinter (fossil sinter sheets), breksi runtuhan (collapse

breccias), dan acid-leach zones (yang dapat menampilkan daerah aktivitas

fumarolik dalam sistem tua), dan Pengzonean mineral alterasi (khususnya

lempung).

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 182


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

VI.6. Rekonstruksi Epitermal

Perlu ditekankan bahwa, jika pernah ada, maka banyak kenampakan dekat

permukaan ini yang akan terpindahkan atau bermigrasi dengan cepat oleh erosi

permukaan. Tentunya prediksi level erosi (erosion level) atau level kedalaman sistem

epitermal pada permukaan saat ini sangat penting. Misalnya, dari deskripsi sinter

silika yang berasosiasi dengan bukti lainnya akan menunjukkan suhu 200C, yang

berarti bahwa permukaan saat ini kedalaman purbanya sekitar 150 meter.

Suatu rekontruksi ini akan menolong bagi pengujian langsung untuk waktu

atau tahap berikutnya ke arah mana letak mineralisasi sistem epitermal fosil, baik

dalam penerapan model selama eksplorasi maupun dalam pengujian model untuk

pengembangan model eksplorasi. Pendekatan ini paling berguna, bilamana hanya

sebagian sistem fosil yang tersingkapkan, sedangkan selebihnya berada di bawah

penutup yang ada setelah mineralisasi terbentuk (post-mineralization), misalnya,

tertutupi oleh debu volkanik atau sedimen lakustrin, atau dimana sistem sebagian

telah tererosikan.

Misalnya, karena dasar Zone Advanced Argillic dapat menampilkan kembali

fosil zone percampuran (mixing zones), semuanya dipelajari secara terinci,

sebagaimana endapan emas dapat terbentuk pada antar-muka (interface) jenis-jenis

alterasi. Inklusi-inklusi fluida dapat membantu untuk mendeduksikan gradien suhu

dan penemuan fosil zone pendidihan (boiling zones).

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 183


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

VI.7. Mineral Mineral Alterasi

a. Alterasi = Metasomatisme

Merupakan perubahan komposisi mineralogy batuan (dalam keadaan padat)

karena pengaruh Suhu dan Tekanan yang tinggi dan tidak dalam kondisi isokimia

menghasilkan mineral lempung, kuarsa, oksida atau sulfida logam.

Proses alterasi merupakan peristiwa sekunder, tidak selayaknya metamorfisme

yang merupakan peristiwa primer. Alterasi terjadi pada intrusi batuan beku yang

mengalami pemanasan dan pada struktur tertentu yang memungkinkan masuknya air

meteoric untuk dapat mengubah komposisi mineralogy batuan.

Beberapa contoh mineral alterasi antara lain:

Kalkopirit

Pirit

Limonit

Garnierit

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 184


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Epidote

Malakit

Khlorit

Orphiment

Realgar

Galena

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 185


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

BAB VII

LAPORAN FEILD TRIP MINERAL OPTIK DAN PETROGRAFI

V.1. Hasil pengamatan lapangan

Keberangkatan pada lokasi pengamatan hari minggu 29 November 2009

Dari kampus Lab pada jam 08:05 WIB, keberangkatan dengan mengunakan sepeda

motor.

1. Lokasi pengamatan
LP 1.
Lokasi : didaerah bayat
Waktu ; 09:15, WIB
Cuaca : cerah
Vegetasi : sedang
Morfologi : batuan beku intrusi

DESKRIPSI BATUAN BEKU

Deskripsi batuan beku


Warna segar : abu abu
Warna lapuk : coklat
Stuktur : masif
Tekstur : derajat kristalin : hipokristalin
Grnularitas : afanetik

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 186


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Bentuk kristal : equigranular


kemas : euhedral
Komposisi : plageoklas, hornblend, feldpar dan andesit
Petrogenesa : batuan yang terbentuk oleh proses penbentukan didalam bumi
Nama batuan : intrusi diori

2. Lokasi pengamatn ke III

LP 2 .
Lokasi :
Waktu :10:13, WIB
Vgetasi :
Morfologi
Litologi : batuan metmorf(marmer dan sekis mika)

DESKRIPSI BATUAN METAMORF

Deskripsi batuan metamorf


Warna segar : hijau
Wrna lapuk : kuning kecoklatan

Struktur : foliasi

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 187


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Tekstur : lapidoblstik
Komposisi : kuarsa,mika(ubahan dari mineral olivin
Petrogenesa : batuan yang terbentuk karen suhu dn tekana yang tinggi dan

tekena oleh mineral olivin sehinggah warnany hijau


DESKRIPSI BATUAN METAMORF

Diskripsi batuan metamorf

Warna segar : putih susu

Warna lapuk : putih kekuningan

Struktur : non foliasi

Tekstur : hornfelsik

Komposisi : kuarsa, kalsit

Petrogenesa : batuan yang terbentuk karena suh dan tekana yang tinggi

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 188


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Nama batun : marmer

3. lokasi pengamatan ke III

LP. 3

Lokasi : watu getek

Waktu : 13:40, WIB

Cuaca: cerah

Vegetasi: jarang

Morfologi : lereng

Litologi : batuan gunung api (piroklastik)

DESKRIPSI BATUAN PIROKLASTIK

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 189


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Deskripsi batuan piroklastik

Warna segar : putih kecoklatan

Warna lapuk : kuning kecoklatan

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 190


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Sturktur : masif

Tekstur : ukuran butir : pasir halus

Bentuk butir : rounded

Sortasi : baik

Kemas : tertutup

Komposisi : fragmen: -

Matriks ; silika

Semen :lanau

Petrogenesa : batuan yang terbentuk dari hasil eropsi gunung api

Nma batuan : tuff

DESKRIPSI BATUAN PIROKLASTIK

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 191


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Deskripsi batuan piroklastik

Warna segar : abu abu

Warna lapuk : abu kecoklatan

Struktur : masif

Tekstur : ukuran butir : pasir halus

Bentuk butir : angular

Sortasi : buruk

Kemas : terbuka

Komposisi : fragmen: pumice

Matriks: -

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 192


Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrograf
Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Semen : silika

Petrogenes : batuan yang terbentuk dari hasil eropsi gunung api

Nama batuan: breksi pumice

Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 193

Anda mungkin juga menyukai