Anda di halaman 1dari 11

OPHIOLITE

Ofiolit diinterprestasikan sebagai kerak samudera dan batuan tektonik mantel bagian atas
dan akhirnya membentuk daratan (Penrose, 1972; Coleman 1977 dalam Clague dan Straley,
1977).
Istilah ofiolit pada awalnya digunakan oleh Alexandre Brongniart (1813) untuk menyebut
susunan batuan hijau (serpentin dan diabas) di Pegunungan Alpen. Steinmann (1927) mengubah
penggunaan istilah ini sehingga mencakup serpentin, lava bantal, dan rijang (Trinitas
Steinmann); sekali lagi berdasarkan pengamatan di Pegunungan Alpen. Istilah ini sangat jarang
digunakan sampai sekitar akhir tahun 1950-an dan awal tahun 1960-an. Sejak saat itu ofiolit
sudah dianggap sebagai kerak samudera yang merupakan hasil pemekaran lantai samudera.
Ofiolit merupakan kompleks batuan dengan berbagai karakteristik dari layer ultramafik,
dengan ketebalan dari beberapa ratus meter sampai beberapa kilometer bersusun atau berlapis
dengan batuan gabro dan batuan dolerite, dan pada bagian atanya tersusun oleh pillow lava dan
breksi, sering berasosiasi dengan batuan sediment pelagic (Ringwood, 1975). Sedangkan
menurut Hutchison (1983), ofiolit merupakan kumpulan khusus dari batuan mafik-ultramafik
dengan batuan beku sedikit kaya asam sodium dan khas berasosiasi dengan batuan sediment laut
dalam.

Gambar. Proses pembentukan ofiolit

Dari gambar di atas dapat kita lihat 2 lempeng samudra yang saling bergerak mendekat
sehingga terjadi collision, yang mengakibatkan terbentuknya busur gunungapi dan daerah
pemekaran kerak samudra. Lama kelamaan kedua lempeng samudra yang saling mendekat itu,
salah satunya akan mengalami peleburan. Hal ini menyebabkan salah satu dari lempeng itu akan
habis, dan lempeng yang lainnya akan terangkat ke lempeng benua. Bagian dari lempeng
samudra yang terangkat ke lempeng benua itulah yang dinamakan ofiolit.
Menurut Hutchison (1983), bahwa susunan ideal ofiolit terdiri dari rangkaian beberapa
karakteristik batuan. Pada perkembangan ofiolit, tipe batuannya tersusun dari bawah ke atas,
yaitu :
a) Kompeks ultramafik, terdiri atas harsburgit, lerzolit dan dunit, biasanya dengan
batuan metamorfik akibat tektonik (umumnya serpetinit)
b) Kompleks gabro, biasanya membentuk layer layer dengan tekstur kumulus,
berisi peridotit kumulus dan piroksenit dan lebih sedikit terubah dibandingkan
dengan kompleks ultramafik.
c) Kompleks dike, terdiri atas dike diabas membentuk zona pemisah pad dasar
palgiogranit samapi gabro dan saling bertampalan dengan ekstrusif lava bantal.
(kompleks dike tidak selalu hadir). Kompleks vulkanik mafik, umumnya terdiri
dari pillow lava (lava bantal).
d) Pada bagian atas assemblage (kumpulan batuan) tersebut, kemudian berasosiasi
dengan batuan sediment pelagis yang secara khas meliputi fasies laut dalam
seperti rijang, serpih dan batugamping mikrit.
Batuan ultramafik merupakan batuan yang kaya mineral mafik (mineral ferromagnesia)
dengan komposisi utama batuannya adalah mineral olivine, piroksen, hornblende, mika dan
biotit, sehingga batuan ultramafik memilki indeks warna >79% dan sebagian besar berasal dari
plutonik (Waheed 2002). Menurut Burger (2000) dalam Nuhsantara (2002), komposisi kimia
penyusun batuan ultramfik, sebagai berikut : SiO2 (38-45%), MgO(30-45%), Fe2O3 dan FeO (710%),

Al2O3(0.3-0.5%),Cr2O3(0.2-1.0%),NiO(0.2-0.3%),CaO(0.01-0.02%),

MnO(0.1-

0.3%),NaO (0.00-1.00%), K2O (0.00-0.30%), H2O (10-14%). Total diekspresikan dalam Fe2O3
dan FeO.
Jenis Jenis Batuan Ultramfik

1.Peridotit
Peridotit biasanya membentuk suatu kelompok batuan ultramafik yang disebut ofiolit, umumnya
membentuk tekstur kumulus yang terdiri dari atas harsburgit, lerzolit, werlite dan dunit. Peridotit
tersusun atas mineral mineral holokristalin dengan ukuran mesium kasar dan berbentuk
anhedral. Komposisinya terdiri dari olivine dan piroksen. Mineral asesorisnya berupa plagioklas,
hornblende, biotit dan garnet (William, 1954).
2.Dunit
Menurut William (1954), bahwa dunit meupakan batuan yang hamper murni olivine (90-100%),
umumnya hadir sebagai forsterit atau kristolit, terdapat sebagai sill atau korok-korok halus
(dalam dimenai kecil). Sedangkan Waheed(2002), menyatakan bahwa dunit memiliki komposisi
mineral hamper seluruhnya adalah monomineralik olivine (umumnya magnesia olivin), mineral
asesorisnya

meliputi

kromit,

magnetit,

ilmenit

dan

spinel.

Pembentukan dunit berlangsung pada kondisi padat atau hampir padat (pada temperature yang
tinggi) dalam larutan magma dan sebelum mendingin pada temperature tersebut, batuan tersebut
siap bersatu membentuk massa olivine anhedral yang saling mengikat (Williams,1954).
Terbentuk batuan yang terdiri dari olivine murni (dunit) misalnya, membuktikan bahwa ;arutan
magma (liquid) berkomposisi olivine memisah dari larutan yang lain (Wilson, 1989). Menurut
sanders dan Norry (1989), dunit merupakan anggota dari kompleks ofiolit, pembentukan dunit
terjadi pada sekuen mantel bagian bawah, sekuen ini berkomposisi sebagian besar atas peridotit
dan peridotit yang terserpentinisasi serta berasosiasi dengan harsburgit, lerzolit, dan dunit.
Sedangkan menurut Clague dan Straley (1977), menyatakan bahwa dunit dijumpai pada bagian
paling bawah dari kompleks ofiolit (mantel bagian atas) membentuk tekstur kumulus.
3.Serpentinit
Serpentinit merupakan abatuan hasil alterasi hidrotermal dari batuan ultramafik, dimana mineralmineral olivine dan piroksen jika alterasi akan membentuk mineral serpentin. Serpentin sangat
umum memiliki komposisi batuan berupa monomineralik serpentin, batuan tersebut dapat
terbentuk dari serpentinisasi dunit, peridotit (Waheed, 2002). Serpentinit tersusun oleh mineral
grup serpentin >50% (Williams, 1954). Menurut Hess (1965) dalam Ringwood (1975), bahwa
pada prinsipnya kerak serpentinit dapat dihasilkan dari mantel oleh hidrasi dari mantel ultramafik

(mantel peridotit dan dunit). Dibawah pegunungan tengah samudera (mid Oceanic Ridge) pada
temperature <500o. serpentin kemudian terbawa keluar melalui migrasi litosfer.

Keterangan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Gambar Struktur ofiolit

axial magma chamber


Sediments
pillow basalts
sheeted basaltic dykes
layered gabro
dunite/peridotite cumulates

Kompleks Ofiolit di Indonesia


Dari sudut pandang ilmu kebumian, daerah Jawa Barat sangat menarik untuk dipelajari
karena geologi daerah ini dikontrol oleh hasil aktifitas tumbukan dua lempeng yang berbeda
jenis. Lempeng yang pertama berada di bagian utara berkomposisi granitis yang selanjutnya
dinamakan sebagai Lempeng Benua Eurasia, selanjutnya lempeng yang kedua berada di selatan
berkomposisi basaltis yang selanjutnya dinamakan sebagai Lempeng Samudra Hindia-Australia.
Kedua lempeng ini saling bertumbukan yang mengakibatkan Lempeng Samudra menunjam di
bawah Lempeng Benua. Zona tumbukan (subduction zone), membentuk morfologi menyerupai
lembah curam yang dinamakan sebagai palung laut (trench). Di dalam palung ini terakumulasi
berbagai jenis batuan terdiri atas batuan sedimen laut dalam (Pelagic sediment), batuan
metamorfik (batuan ubahan) dan batuan beku berkomposisi basa hingga ultra basa (ofiolit).
Percampuran berbagai jenis batuan di dalam palung ini dinamakan sebagai batuan bancuh
(batuan campur aduk) atau dkenal sebagai batuanmelange.
Jejak-jejak aktifitas tumbukan lempeng masa lampau (paleosubduk) dapat dilihat di
daerah Ciletuh, Sukabumi. Di daerah ini tersingkap batuan melangeCiletuh yang berumur
Kapur dan merupakan salah satu batuan tertua di Jawa yang dapat diamati di permukaan. Daerah
lain di Jawa yang juga memiliki batuan sama adalah daerah Karangsambung di Kebumen, Jawa
tengah dan Pegunungan Jiwo di Bayat, Jogyakarta.
Daerah
ditemukan
daerah

Luh

melange
lava

di

himpunan

umumnya

dijumpai

1.

gabro,

Perajahan

ofiolit

lengkap,

yang

afinitas
dalam

dari

toleit
antara
diagram

melange

yang

Pegunungan

Jiwo

halnya

di

Luh

di

batuan

dan

ke

masing-masing
Hasil
di

Ulo,

ofiolit

peridotit.

termasuk

termasuk

lokasi

di

serpentinit

kuat.

tiga

terdapat

himpunan

dimana

perbandingan
di

Seperti

Ciletuh

tergerus
batuan

satu

lainnya

juga

mempunyai

(0,06-0,95),

lokasi
Tengah.

diabas,
tak

salah

Jawa

daerah-daerah

bahwa

dari

dua

lapangan

ofiolit

oleh

K20

Ulo,

bantal,

merupakan

Jawa,

Ciletuh

sebaran
atau

di

Ciletuh

dalam
anggota

analisis
dlam

dicirikan

oleh

FeO

terhadap

Mullen

(1983)

batuan

ofiolit
dibatasi

menunjukkan
ofiolit

rendahnya
MgO

dari
kepada

bancuh

kimia

komplek

daerah

terdiri

Melihat

dan

Ciletuh

kandungan
lebih

menunjukkan

besar
sebagian

besar
sebagian
semua

batuan
kecil
batuan

anggota
mempunyai
terutama

ofiolit

berasal

afinitas
lava

busur

punggung

tengah

bantal,

metamorformis fasies zeolit dan sekis hijau.

Sejarah Geologi Ciletuh

dari
diabas,

gabro

kepulauan;
samudera.
telah

hanya
Hampir

mengalami

Daerah Ciletuh pada saat ini terletak pada lingkungan tektonik busur vulkanik dari sistem
tumbukan antara Lempeng Eurasia dengan Lempeng Hindia Australia. Lempeng Eurasia bersifat
granitis (dinamakan juga sebagai lempeng benua) sedangkan Lempeng Hindia-Australia bersifat
basaltis (dinamakan juga sebagai lempeng samudra). Posisi jalur tumbukan kedua lempeng
berada di Samudra Hindia.
Dari waktu ke waktu, posisi jalur tumbukan dapat berubah-ubah sesuai dengan kondisi
geologinya pada saat itu. Pada Zaman Kapur, posisi jalur tumbukan berada di daerah Ciletuh
sekarang. Akibat dari pertemuan kedua lempeng tersebut, daerah Ciletuh pada saat itu berada di
lingkungan laut dalam. Morfologi dasar laut yang dibentuk oleh aktifitas tumbukan kedua
lempeng tersebut menyerupai parit atau palung curam (trench) yang memanjang dengan arah
barat-timur.
Di dalam palung (zona tumbukan) terakumulasi sedimen laut dalam (sediment pelagic)
berupa lapisan lempung dan batugamping klastik. Disamping itu, di dalam zona tumbukan terjadi
proses percampuran batuan yang mekanismenya dapat terjadi secara tektonik dan sedimenter.
Batuan campur aduk (batuan bancuh) dinamakan pula sebagai melange, batuannya terdiri
atas batuan beku, batuan metamorfik dan batuan sedimen. Apabila proses percampuran
batuannya akibat tektonik dinamakan sebagai melange tektonik dan apabila prosesnya akibat
sedimentasi maka dinamakan sebagai melange sedimenter atau olistostrom. Di dalam lembah
Ciletuh, batuan melange terdiri atas batuan basa dan ultra basa (Ofiolit), seperti peridotit,
serpentinit, gabro dan basalt.
Batuan melange Ciletuh selanjutnya ditutupi secara tidak selaras oleh batuan sedimen
Formasi Ciletuh. Formasi Ciletuh terdiri atas metasedimen, breksi dan greywacke. Di dalam
lembah Ciletuh, satuan batuan tersebut dapat dijumpai di daerah bermorfologi bergelombang
dan di beberapa daerah sekitar pantai.
Daerah Ciletuh yang semula berupa cekungan pada akhirnya penuh dengan isian sedimen
(Formasi Ciletuh) dan pada saat yang bersamaan tektonik pengangkatan terus belangsung. Akibat
proses geologi ini, daerah Ciletuh untuk pertama kalinya berubah menjadi daratan.

Morfologi daratan Ciletuh pada saat itu terdiri atas perbukitan (tinggian) dan lembah
(rendahan). Bentuk morfologi tersebut dikontrol oleh sesar-sesar normal yang diakibatkan oleh
tektonik regangan.
Pada bagian rendahan mulai terakumulasi sediment sungai, terdiri atas lapisan pasir
kuarsa dan konglomerat. Satuan batuan tersebut pada akhirnya dinamakan sebagai Formasi
Bayah (Martodjojo, 1984). Selanjutnya tektonik regangan ini makin intensif sehingga sebaran
sedimennya makin luas dan tebal serta dibeberapa tempat sudah mulai terbentuk sedimen di
lingkungan transisi dan delta.
Tektonik regangan yang terjadi pada saat itu, mengawali pembentukan cekungan
(selanjutnya dinamakan sebagai Cekungan Bogor) dan pada tahap selanjutnya, daerah Ciletuh
kembali tenggelam menjadi lautan. Secara tektonik daerah Ciletuh pada saat itu berada di
lingkungan Cekungan Belakang Busur.
Ciletuh kembali menjadi daratan pada kala Plio-Plistosen. Pada saat itu tektonik kompresi
di Jawa berlangsung secara besar-besaran. Seluruh batuan di dalam Cekungan Bogor mengalami
pengangkatan, perlipatan dan pensesaran yang menyebabkan sebagian besar Cekungan Bogor
menjadi daratan. Secara tektonik daerah Ciletuh pada saat itu berada di lingkungan Busur
Gunungapi (Vulcanic arc) dan kondisi tersebut bertahan hingga sekarang.

Serpentinisasi Pada Mineral Olivin


Menurut Waheed (2002), bahwa serpentin merupakan suatu pola mineral dengan
komposisi H4Mg3Si2O9, terbentuk melalui alterasi hidrotermal dari mineral ferromagnesian
seperti : olivine, piroksen, dan amfibol.
Umumnya alterasi pada olivine dimulai pada pecahan/retakan pada kristalnya secepatnya
keseluruhan kristal mungkin teralterasi dan mengalami pergantian. Menurut Waheed (2002),
bahwa serpentinisasi pada olivine memerlukan : penambahan air, pelepasan magnesia atau
penambahan silica, pelepasan besi (Mg, Fe) pada olivine, konversi pelepasan besi dari bentuk
ferrous (Fe2+) ke ferri (Fe3+) ke bentuk magnetit.

Asal nikel
Menurut Boldt (1967), bahwa inti bumi mengandung lebih kurang 3% Nikel, kemudian
zona nmantel bumi yang mempunyai ketebalan sampai 2.898 km mempunyai kandunungan nikel
antara 0.1-0.3% (Anoim,1985). Ni terdapat dalam mineral olivine, piroksen, ilmenit, magnetit
(Brown dan Wager, 1967) serta mineral serpentine nickeliferous yang merupakan derivative dari
olivine (Mg, Fe, Ni)2SiO4 karena proses hidrotermal (Fortunadi, 2000).
Ni dalam batuan ultramfik terutama terdapat dalam mineral mafik. Umumnya
proporsinya : Olivin > Orthopiroksen > Klinopiroksen. Kromit dan magnetit mungkin juga berisi
lebih sedikit Ni. Di dalam mineral mafik, nikel terutama terdapat dalam jaringan mineral olivine
yang terbentuk pada proses kritalisasi awal. Masuknya Ni ke dalam struktur mineral olivine
melalui prilaku magmatik. Olivine dapat mengandung 0.4% NiO dan 0.322% Ni. Olivin (mineral
yang terbentuk pada temperature tinggi) sangat tidak stabil di bawah kondisi atmosfer, sehingga
saat terjadi pelapukan akan melepas ion Ni yang terdapat dalam ikatan atomnya (Waheed, 2002).
Unsur logam Ni dan Co sebagai penyusun magma basa hadir dalam kristal olivine dan
enstatite karan dan Co=0.82A) dengan jari-jariadanya kesamaan jari-jari ion (Ni=0.78 Mg dan
Fe sehingga Ni dan Co dapat bertukar (Proses replacement) dengan Mg dan Fe pada jaringan
mineral asli. Ni dan Co menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam batuan ultramfik, dimana
dalam keadaan segar mengandung Ni sebesar 0.1 sampai 0.3% (Prijono 1977 dalam Nushantara,
2002). Nikel hidrosilikat (garnierite) Umumnya hidroksidasi dari beberapa unsure kimia
dijumpai berasosiasi dengan lingkungan leterit.

Anda mungkin juga menyukai