Anda di halaman 1dari 29

I.

Maksud dan Tujuan


 Maksud dari praktikum sedimentologi acara morfologi butir kerakal ini adalah agar kita
dapat paham dan mengerti tentang morfologi butir sedimen ini sehingga kita bisa
menganalisis morfologinya dengan menggunakan metode metode tertentu dan juga
mengetahui proses proses geologi yang mempengaruhi perubahan morfologi butir nya.
 Tujuan dari praktikum sedimentologi acara morfologi butir kerakal ini adalah agar kita
dapat menganalisis dan mengidentifikasi bentuk bentuk material sedimen dan kita bisa
menentukan morfologi butir sedimen dari aspek bentuk, derajat kebolaan ( Sphericity )
dan derajat kebundaran ( Roundness ).

II. Latar Belakang


 Bentuk Butir

Bentuk butir ( form atau shape ) merupakan keseluruhan kenampakan partikel secara
tiga dimensi yang berkaitan dengan perbandingan antara ukuran panjang sumbu panjang,
menengah, dan pendeknya. Ada berbagai cara untuk mendefinisikan bentuk butir. Cara yang
paling sederhana dikenalkan oleh Zingg (1935) dengan cara menggunakan perbandingan b/a
dan c/b untuk menjelaskan butir dalam empat bentuk yaitu oblate, prolate, bladed, dan
equant. Dalam hal ini, a : panjang (sumbu terpanjang), b : lebar ( sumbu menengah ), c :
tebal/tinggi (sumbu terpendek). Sejauh ini penamaan butir dalam bahasa indonesia belum
dibakukan sehingga seringkali penggunaan istilah asal tersebut masih dikekalkan.
Pengkelasan bentuk butir ini biasanya diperuntukkan pada butiran yang berukuran kerakal
sampai berangkal karena kisaran ukuran tersebut memungkinkan untuk dilakukan
pengukuran secara tiga dimensi. Pengukuran bentuk butir pada bongkah jarang dilakukan
karena keterbatasan alat dan cara yang harus dilakukan, terutama pada bongkah dengan
diameter yang mencapai puluhan sampai ratusan centimeter. Pada butir pasir yang bisa
diamati secara tiga dimensi, pendekatan secara kualitatif ( misalnya dengan metode visual
comparison ) bisa dilakukan untuk mendefinisikan bentuk butir meskipun tingkat akurasinya
rendah.

No. Kelas b/a c/b Bentuk


I > 2/3 < 2/3 Oblate ( discoidal )
II > 2/3 > 2/3 Equant ( equiaxial/spherical )
III < 2/3 < 2/3 Bladed ( Triaxial )
IV < 2/3 > 2/3 Prolate ( Rod-shaped )

Klasifikasi bentuk butir menurut Zingg (1935)

Klasifikasi butiran pebel ( kerakal-


berangkal ) berdasarkan
perbandingan antar sumbu ( Zingg,
1935 )

 Sphericity

Sphericity ( φ ) didefinisikan secara sederhana sebagai ukuran bagaimana suatu butiran


mendekati bentuk bola. Dengan demikian semakin butiran berbentuk menyerupai bola maka
mempunyai nilai sphericity yang semakin tinggi. Wadell (1932) mendefinisikan sphericity
yang sebenarnya sebagai luas permukaan butir dibagi dengan luas permukaan sebuah bola
yang keduanya mempunyai volume yang sama. Namun demikian, Lewis & McConche
(1994) mengatakan bahwa rumusan ini sangat sulit untuk dipraktekan. Sebagai pendekatan,
perbandingan luas permukaan tersebut dianggap sebanding dengan perbandingan volume,
sehingga rumus sphericity menurut Wadell (1932) adalah :

Vp
φ:
√ 3

Vcs

Dimana Vp : volume butir yang diukur

Vcs : volume terkecil suatu bola yang melingkupi partikel tersebut ( circumscribing
sphere )

Krumbein (1941) kemudian menyempurnakan persamaan tersebut dengan memberikan


nilai volume bola dengan π /¿6D3, dimana D adalah diameter bola. Dengan menggunakan
asumsi bahwa butiran secara tiga dimensi dapat diukur panjang sumbu sumbunya, maka
diameter butiran dijabarkan dalam bentuk DL , DI, dan DS, dimana L , I , dan S menunjukan
sumbu length (panjang), intermediate ( menengah ), dan short (pendek). Setelah memasukkan
nilai pada perhitungan tersebut, maka sphericity dapat dirumuskan sebagai berikut :
π 6 DLDIDS 3 DSDI
φI :

3

π 6 DL
=
√ DL 2

Rumus diajukan Krumbein ( 1941 ) ini disebut dengan intercept sphericity ( φ I ) yang
dapat dihitung dengan mengukur sumbu sumbu panjang, menengah, dan pendek suatu
partikel dan memasukkan pada rumus tersebut. Sneed & Folk (1958) menganggap bahwa
intercept sphericity tidak dapat secara tepat menggambarkan perilaku butiran ketika
diendapkan. Butiran yang dapat diproyeksikan secara maksimum mestinya diendapkan lebih
cepat, misalnya bentuk prolate seharusnya lebih cepat mengendap dibanding oblate, tetapi
dengan rumus φ I justru didapat nilai yang terbalik. Untuk itu mereka mengusulkan rumusan
tersendiri pada sphericity yang dikenal dengan maximum projection sphericity atau sphericity
proyeksi maksimum. Secara matematis Maximum projection sphericity dirumuskan sebagai
perbandingan antara area proyeksi maksimum bola dengan proyeksi maksimum partikel yang
mempunyai volume sama , atau secara ringkas dapat ditulis dengan :

DS 2
φP :

3

DLDI

Dalam hal ini L,I, dan S adalah sumbu sumbu panjang, menengah, dan pendek
sebagaimana dalam rumus Krumbein (1941). Menurut Boggs (1987), pada prinsipnya rumus
yang diajukan oleh Sneed & Folk (1958) ini tidak lebih valid dibandingkan dengan intercept
sphericity, terutama kalau diaplikasikan pada sedimen yang diendapkan oleh aliran gravitasi
dan es.

Dengan tanpa mempertimbangkan bagaimana sphericity dihitung, Boggs (1987)


menyatakan bahwa hasil perhitungan sphericity yang sama terkadang dapat diperoleh pada
semua bentuk butir. Untuk mendefinisikan sphericity dari hitungan sistematis, Folk (1968)
menjelaskan sphericity dalam 7 kelas.

Bentuk butir ukuran kerakal atau yang lebih besar dipengaruhi oleh bentuk asalnya dari
batuan sumber, namun demikian butiran dengan ukuran ini akan lebih banyak mengalami
perubahan bentuk karena abrasi dan pemecahan selama transportasi dibandingkan dengan
butiran yang berukuran pasir. Untuk butiran sedimen yang berukuran pasir atau lebih kecil,
bentuk butir juga lebih banyak dipengaruhi oleh bentuk asal mineralnya. Pada prakteknya,
analisis bentuk butir pada sedimen yang berukuran pasir biasanya dilakukan pada mineral
kuarsa. Hal ini disebabkan sifat mineral kuarsa yang keras, tahan terhadap pelapukan, dan
jumlahnya yang melimpah pada batuan sedimen. Namun demikian, untuk membuat
perbandingan bentuk butiran setelah mengalami transportasi pengamatan bentuk butir pada
mineral lain maupun fragmen batuan (lithic) boleh juga dilakukan.

Hubungan antara sphericity


matematis dengan bentuk
butir klasifikasi Zingg.
Kurva menunjukan
kesamaan nilai sphericity.

Tabel Klasifikasi sphericity menurut Folk (1968)


Hitungan Matematis Kelas
< 0,60 Very elongate
0,60 – 0,63 Elongate
0,63 – 0,66 Sub elongate
0,66 – 0,69 Intermediate shape
0,69 – 0,72 Sub equent
0,72 – 0,75 Equent
> 0,75 Very equent

Bentuk butir akan berpengaruh pada kecepatan pengendapan ( settling velocity ).


Secara umum batuan yang bentuknya tidak spheris mempunyai kecepatan pengendapan yang
lebih rendah. Dengan demikian bentuk butir akan mempengaruhi tingkat transportasi nya
pada sistem suspensi. Butiran yang tidak spheris cenderung tertahan lebih lama pada media
suspensi dibandingkan yang spheris. Bentuk juga berpengaruh pada transportasi sedimen
secara bedload (traksi). Secara umum butiran yang spheris dan prolate lebih mudah
tertransport dibandingkan bentuk blade dan disc (oblate). Lebih jauh analisis sedimen
berdasarkan butiran saja sulit untuk dilakukan.

 Roundness

Roundness merupakan morfologi butir yang berkaitan dengan ketajaman pinggir dan
sudut suatu partikel sedimen klastik. Secara matematis, Wadell (1932) mendefinisikan
roundness sebagai rata-rata aritmetik roundness masing masing sudut butiran pada bidang
pengukuran. Roundness masing-masing sudut diukur dengan membandingkan jari-jari
kelengkungan sudut tersebut dengan jari-jari lingkaran maksimum yang dapat dimasukan
pada butiran tersebut.
Dengan demikian tingkat roundness butiran menurut Wadell (1932) adalah :
r
ϵ( ) ∈( r)
Rw = R =
RN
N
Dimana r adalah jari jari kurva setiap sudut, R adalah jari jari maksimum bola yang dapat
masuk dalam butir dan N adalah banyaknya sudut yang diukur.
Menurut Folk (1968), pengukuran sudut sudut tersebut hampir tidak mungkin bisa
dipraktekkan, sedangkan Boggs (1987) menegaskan bahwa cara tersebut memerlukan waktu
yang banyak untuk kerja di laboratorium dengan harus dibantu alat circular protactor atau
electronic particle-size analyzer. Untuk mengatasi hal tersebut, maka penentuan roundness
butiran adalah dengan membandingkan kenampakan (visual comparison) antara kerakal atau
butir pasir dengan tabel visual secara sketsa dan tabel visual foto.

Ilustrasi pengukuran jari-jari


lingkaran maksimum pada
butiran (R) dan jari jari
lengkungan pada sudut sudut
butiran ( Boggs, 1987 )

Tabel visual roun dness secara sketsa (Krumbein, 1941 dengan modifikasi)

Tabel visual foto roundness butiran (Power,1953). Lajur atas adalah untuk butiran dengan
sphericity tinggi (high sphericity) dan lajur bawah untuk sphericity rendah (low sphericity).
Hubungan antara roundness Wadell (1932) dan korelasinya pada visual roundness Powers
(1953).
Interval kelas Visual kelas
(Wadell, 1932) (Powers, 1953)
0,12 - 0,17 Very angular
0,17 - 0,25 Angular
0,25 - 0,35 Sub angular
0,35 - 0,49 Sub rounded
0,49 - 0,70 Rounded
0,70 - 1,00 Well rounded

Roundness butiran pada endapan sedimen ditentukan oleh komposisi butiran, ukuran
butir, proses transportasi dan jarak transportnya. Butiran dengan sifat fisik keras dan resisten
seperti kuarsa dan zircon lebih sulat membulat selama proses transport dibandingkan butiran
yang kurang keras seperti feldspar dan piroksen. Butiran dengan ukuran kerikil sampai
berangkal biasanya lebih mudah membulat dibandingkan butiran pasir. Sementara itu mineral
yang resisten dengan ukuran butir lebih kecil 0,05 – 0,1 mm tidak menunjukkan perubahan
roundness oleh semua jenis transport sedimen . Berdasarkan hal tersebut, maka perlu
diperhatikan untuk melakukan pengamatan roundness pada batuan atau mineral yang sama
dan kisaran butir yang sama besar.

III.C.Alat dan Bahan


Alat yang digunakan dalam praktikum sedimentologi acara morfologi butiran kerakal ini
adalah :
 Alat tulis seperti pensil, pulpen, penghapus, Penggaris
 OHP marker
 Kertas HVS
 Kalkulator
Bahan yang digunakan dalam praktikum sedimentologi acara morfologi butiran kerakal ini
adalah :
 Kerakal LP 1, sebanyak 25 buah
 Kerakal LP 2, sebanyak 25 buah
 Kerakal LP 3, sebanyak 25 buah
IV. D. Langkah Kerja
 Penentuan bentuk butir Kerakal

Pilih 25 butir dengan ukuran yang Ukur masing masing sumbu panjang,
hampir sama menengah, pendek

Plotkan hasil perhitungan dalam tabel Hitung perbandingan b/a dan c/b

 Penentuan nilai sphericity

Gunakan pengukuran sumbu sumbu Gunakan rumus Krumbein (1941) dan


kerakal pada penentuan bentuk butir Rumus Sneed & Folk (1958) untuk
diatas ( 25 butir ) menentukan nilai sphericity. Konversi
simbol a = L b = I, dan c = S

Tentukan nilai sphericity tersebut masing


masing rumus dengan klasifikasi sphericity
menurut Folk (1968)
 Penentuan Roundness

Gunakan data 25 kerakal yang telah Lakukan pengamatan secara visual dan
ditentukan bentuk dan sphericitynya bandingkan dengan visual powers.
Tentukan kelas roundness nya.

Lakukan pemotretan kerakal tersebut


Lakukan sketsa masing masing kerakal untuk membuat dokumentasi dan
untuk menunjukan kenampakan 3 laporan pengamatan visual. Berikan
dimensi skala grafis pada setiap pemotretan.

Lakukan pengamatan dengan


membandingkan secara visual hasil
sketsa dengan tabel visual Krumbein

V. Analisis Data
a. Tabel hasil pengukuran dan penentuan bentuk butir
L.P. 1
Kode L=a (cm) I=b (cm) S=c (cm) b/a c/b Bentuk
1 5,5 3,3 2,5 0,6 0,75 Prolate
2 4,7 4,5 2,8 0,96 0,62 Oblate
3 6 4 3,5 0,67 0,875 Prolate
4 3,1 3 1,4 0,97 0,47 Oblate
5 3,7 2,9 1,5 0,78 0,52 Oblate
6 5,5 3,7 2,9 0,67 0,78 Prolate
7 4,3 3,3 2,9 0,77 0,88 Equant
8 6,3 4,2 3,8 0,67 0,9 Prolate
9 4,5 2,8 2,3 0,62 0,82 Prolate
10 6 5 3,5 0,83 0,7 Equant
11 5,5 5 3 0,91 0,6 Oblate
12 3,3 2,5 1,4 0,76 0,56 Oblate
13 4 3,8 1,6 0,95 0,42 Oblate
14 5,5 4,2 2,8 0,76 0,67 Oblate
15 3,8 2,6 1,8 0,68 0,69 Equant
16 4 3,5 3,2 0,88 0,91 Equant
17 5,5 4,5 3,5 0,9 0,78 Equant
18 4,2 3 2,5 0,71 0,83 Equant
19 5 3 2,5 0,6 0,83 Prolate
20 5,5 3,5 1,8 0,64 0,51 Bladed
21 3,5 3 2 0,857 0,67 Oblate
22 4 3,5 2 0,875 0,571 Oblate
23 5 3,8 2,5 0,875 0,43 Oblate
24 5 2 2 0,4 1 Prolate
25 4 3,5 3 0,875 0,857 Equant
L.P. 2
Kode L=a (cm) I=b (cm) S=c (cm) b/a c/b Bentuk
26 6 4,5 3,5 0,75 0,78 Equant
27 6 4 3 0,67 0,75 Prolate
28 4,5 4 2 0,88 0,5 Oblate
29 6 4,7 3,3 0,78 0,72 Equant
30 3,9 3,2 2,1 0,82 0,66 Oblate
31 5 4 3 0,8 0,75 Equant
32 5 3,5 2 0,7 0,57 Oblate
33 4,5 3,5 2,5 1,29 0,71 Equant
34 6 5 3 0,83 0,6 Oblate
35 4 3,5 2 0,875 0,57 Oblate
36 5,5 4 3 0,73 0,75 Equant
37 6 5 4 0,83 0,8 Equant
38 3 2,8 2,5 0,93 0,89 Equant
39 5,5 5 3 0,91 0,6 Oblate
40 5,8 4 2,8 0,69 0,7 Equant
41 4,9 3,3 2,1 0,67 0,64 Bladed
42 5,8 4,5 3,5 0,78 0,78 Equant
43 3,8 3,5 2 0,92 0,57 Oblate
44 5 3 1 0,6 0,33 Bladed
45 4 3 2 0,75 0,67 Prolate
46 5 3 2,5 0,6 0,83 Prolate
47 3,4 2,7 1,5 0,79 0,56 Oblate
48 6 4 3 0,67 0,75 Prolate
49 6 4 2,5 0,67 0,625 Prolate
50 4,5 3,5 2 0,78 0,571 Oblate
L.P. 3
Kode L=a (cm) I=b (cm) S=c (cm) b/a c/b Bentuk
51 4,7 3,4 2,9 0,723 0,853 Equant
52 4,8 3,6 3,5 0,75 0,97 Equant
53 4,7 4 2,5 0,85 0,625 Oblate
54 5,1 3,4 2,3 0,67 0,67 Bladed
55 4 3,8 2,5 0,9 0,66 Prolate
56 4,6 3,3 2,8 0,72 0,8 Equant
57 5,2 4,3 3,1 0,83 0,72 Equant
58 5,8 3,7 3,3 0,64 0,9 Prolate
59 5 4,5 4,4 0,9 0,88 Equant
60 4 3,1 2,8 0,78 0,9 Equant
61 4,8 4 2,5 0,83 0,63 Oblate
62 5,6 4 2,3 0,71 0,58 Oblate
63 5,6 4 2,3 0,71 0,58 Oblate
64 5,4 3,8 1,7 0,7 0,45 Oblate
65 4,6 3,8 2,3 0,826 0,6 Oblate
66 4 2,5 2 0,625 0,8 Prolate
67 4,7 3,8 2,3 0,8 0,6 Oblate
68 4,1 3,1 2,2 0,76 0,7 Equant
69 5,3 4 3,9 0,75 0,98 Equant
70 6,2 4,5 3,4 0,72 0,76 Equant
71 5,7 4,4 2,4 0,77 0,55 Oblate
72 4,5 4,5 3,2 1 0,71 Equant
73 5,6 3,7 3,5 0,66 0,94 Prolate
74 5,9 5,1 3,6 0,86 0,71 Equant
75 5,9 5,1 3,6 0,86 0,71 Equant

b. Tabel penentuan nilai sphericity Sneed & Folk


L.P. 1
Kode Ψp Kelas
1 0,7 Subequent
2 0,72 Subequent
3 0,8 Very equent
4 0,6 Elongate
5 0,6 Elongate
6 0,74 Equent
7 0,84 Very equent
8 0,82 Very equent
9 0,75 Equent
10 0,74 Equent
11 0,69 Intermediet shape
12 0,62 Elongate
13 0,55 Very elongate
14 0,7 Subequent
15 0,69 Intermediet shape
16 0,9 Very equent
17 0,79 Very equent
18 0,79 Very equent
19 0,75 Equent
20 0,55 Very elongate
21 0,72 Subequent
22 0,66 Subelongate
23 0,54 Very elongate
24 0,74 Equent
25 0,86 Very equent
L.P. 2
Kode Ψp Kelas
26 0,77 Very equent
27 0,72 Subequent
28 0,61 Elongate
29 0,73 Equent
30 0,71 Subequent
31 0,77 Very equent
32 0,61 Elongate
33 0,73 Equent
34 0,67 Intermediet shape
35 0,66 Subelongate
36 0,72 Subequent
37 0,81 Very equent
38 0,9 Very equent
39 0,69 Intermediet shape
40 0,7 Subequent
41 0,65 Subelongate
42 0,78 Very equent
43 0,67 Intermediet shape
44 0,4 Very elongate
45 0,69 Intermediet shape
46 0,75 Equent
47 0,63 Subequent
48 0,72 Subequent
49 0,64 Subelongate
50 0,64 Subelongate
L.P. 3
Kode Ψp Kelas
51 0,81 Very equent
52 0,71 Subequent
53 0,69 Intermediet shape
54 0,67 Intermediet shape
55 0,74 Equent
56 0,8 Very equent
57 0,75 Equent
58 0,79 Very equent
59 0,95 Very equent
60 0,86 Very equent
61 0,69 Intermediet shape
62 0,62 Elongate
63 0,62 Elongate
64 0,52 Very elongate
65 0,67 Intermediet shape
66 0,74 Equent
67 0,67 Intermediet shape
68 0,75 Equent
69 0,89 Very equent
70 0,75 Equent
71 0,61 Elongate
72 0,77 Very equent
73 0,84 Very equent
74 0,76 Very equent
75 0,76 Very equent

c. Tabel penentuan roundness


Keterangan LP 1 kode : 1-25
LP 2 kode : 26-50
LP 3 kode : 51-75
LP 1
Kode Foto a,b Foto a,c Kelas
1 Subangular
2 Rounded

3 Subrounded

4 Rounded

5 Subrounded

6 Subrounded

7 Angular

8 Subangular
9 Subrounded

10 Subrounded

11 Subrounded

12 Subangular

13 Angular

14 Angular

15 Subangular
16 Subrounded

17 Subangular

18 Subangular

19 Subrounded

20 Subangular

21 Subrounded
22 Rounded

23 Very angular

24 Subrounded

25 Rounded

L.P. 2
Kode Foto a,b Foto a,c Kelas
26 Very angular

27 Rounded
28 Subrounded

29 Rounded

30 Subrounded

31 Subrounded

32 Rounded

33 Subangular

34 Subangular
35 Very angular

36 Subangular

37 Subangular

38 Rounded

39 Angular

40 Subangular
41 Very angular

42 Subangular

43 Rounded

44 Very angular

45 Very angular

46 Subangular

47 Subrounded
48 Subangular

49 Subangular

50 Very angular

L.P. 3
Kode Foto a,b Foto a,c Kelas
51 Rounded

52 Subrounded

53 Subangular
54 Rounded

55 Subangular

56 Subrounded

57 Rounded

58 Subrounded

59 Subrounded
60 Rounded

61 Rounded

62 Subangular

63 Well rounded

64 Subangular

65 Rounded

66 Rounded
67 Well rounded

68 Subrounded

69 Rounded

70 Subrounded

71 Subangular

72 Rounded

73 Subrounded
74 Subrounded

75 Rounded

d. Tabel rekapitulasi jumlah butir tiap-tiap kelas di bentuk butir, sphericity, dan
roundness
Bentuk butir :
Kelas L.P. 1 L.P. 2 L.P. 3
Oblate 10 9 8
Equant 7 9 12
Bladed 1 3 1
Prolate 7 4 4

Sphericity :
Kelas L.P. 1 L.P. 2 L.P. 3
Very elongate 3 1 1
Elongate 3 2 3
Subelongate 1 4 0
Intermediet shape 2 4 5
Subequent 4 6 1
Equent 5 3 5
Very equent 7 5 10

Roundness :
Kelas L.P. 1 L.P. 2 L.P. 3
Very angular 1 6 0
Angular 3 1 0
Subangular 7 9 5
Subrounded 9 4 9
Rounded 4 5 10
Well rounded 0 0 1

VI. Pembahasan dan Interpretasi

Pembahasan

Dalam pengambilan sampel kerakal di STA 8 yaitu di Sungai Opak kelurahan


Seloharjo, kecamatan Pundong, kabupaten Bantul, D.I.Y dibagi menjadi 3 lokasi
pengamatan yang berurutan. Setiap lokasi pengamatan diambil sampel sebanyak 25
buah kerakal, sehingga didapatkan total sampel yaitu 75 buah kerakal yang dianalisis
dengan klasifikasi Zing (1935) pada bentuk butir, klasifikasi Sneed & Folk (1958)
pada derajat kebolaan, dan klasifikasi Powers (1953) & Wadel (1932) pada
kebundaran. Berikut adalah data kerakal yang diperoleh,

LP 1
Pada lokasi ini didominasi kerakal dalam bentuk equant dan oblate.
Sedangkan untuk bladed dan prolate lebih sedikit.
Oblate : 9
Equant : 10
Prolate : 1
Bladed : 5
Sedangkan bentuk butir dari derajat kebolaan didominasi oleh equant dan
very equant. Pada derajat elongate dan subelongate hanya dipunyai oleh masing-
masing 1 butir.
Very elongate : 4
Elongate :1
Subelongate : 1
Intermediet Shape : 2
Subequant :4
Equant :6
Very equant :7
Lalu untuk derajat kebundaran didominasi oleh sub rounded, dan paling
-sedikit adalah well rounded dan very angular masing – masing 0 dan 1 butir berturut-
turut.
Very angular : 1
Angular : 3
Subangular : 7
Subrounded : 10
Rounded : 4
Wellrounded : 0

LP 2
Pada lokasi ini didominasi derajat kebundaran pada oblate dan equant, bentuk prolate
dan bladed lebih sedikit.
Oblate : 11
Equant : 9
Prolate : 2
Bladed : 3
Untuk derajat kebolaan di LP 2 lebih merata, namun yang paling banyak adalah very
equant dan yang paling sedikit adalah very elongate.
Very elongate : 1
Elongate :3
Subelongate :4
Intermediet Shape : 3
Subequent :4
Equent :4
Very equent :6
Sedangkan untuk derajat keundaran menunjukkan keberagaman, namun tetap
didominaasi oleh subangular.
Very angular : 6
Angular :1
Sub angular : 9
Sub rounded : 4
Rounded :5
Well rounded : 0
LP 3
Sama dengan LP-Lp sebelumnya, pada lokasi ini juga didominasi oblate dan equant
namun lebih banyak.
Oblate : 9
Equant : 12
Bladed : 1
Prolate : 3

Untuk derajat kebolaan kategori veryb equant sangat mendominasi.


Very elongate : 2
Elongate : 3
Subelongate : 0
Intermediet shape : 3
Subequant : 1
Equent : 6
Very equent : 10

Sedangkan untuk derajat kebundaran didominasi oleh rounded dan subrounded dan
tak ada satu pun very angular atau angular.
Very angular : 0
Angular : 0
Subangular : 5
Subrounded : 9
Rounded : 10
Well rounded : 1

Interpretasi
Dari analisa bentuk butir yang didapat pada LP 1,2, dan 3 dapat dijadikan sebagai
analiasa menentukan transport dan dinamika sedimentasi. Dari hasil pengamatan data sendiri
menunjukkan adanya dominasi equant dan oblate pada klasifikasi bentuk butir. Bentuk
equant dicirikan oleh perbandingan sumbu terpanjang, menengah dan terpendek relatif sama.
Sedangkan bentuk oblate dicirikan oleh perbandingan sumbu terpanjang dan menengah relatif
sama namun tidak dengan sumbu terpendek.
Hal ini sangat wajar dengan lokasi STA 8 yang bertempat di daerah mendekati hilir,
dimana proses transportasi yang panjang sampai mendekati hilir sangat mempengaruhi
perubahan bentuk asal butir karena adanya abrasi yang konsisten.

VII. Kesimpulan
Bentuk butir oblate dan equant dapat dibentuk oleh mekanisme transportasi yang
bersifat sliding dan rolling. Sedangkan penentuan sphericity pada kerakal ditentukan
dengan rumus sneed & folk (1958)menunjukan ukuran rata – rata subequant dan very
equant. Hal ini menandakan bahwa butiran semakin menunjukkan kenampakan bola,
dimana material yang berbentuk bola akan lebih mudah terdeposisi.

VIII. Daftar Pustaka


Surjono, Sugeng ; Amijaya, Hendra ; Winardi, Sarju . 2010. Analisis Sedimentologi.
Pustaka Geo, Yogyakarta

IX. Lampiran

Anda mungkin juga menyukai