Bentuk butir ( form atau shape ) merupakan keseluruhan kenampakan partikel secara
tiga dimensi yang berkaitan dengan perbandingan antara ukuran panjang sumbu panjang,
menengah, dan pendeknya. Ada berbagai cara untuk mendefinisikan bentuk butir. Cara yang
paling sederhana dikenalkan oleh Zingg (1935) dengan cara menggunakan perbandingan b/a
dan c/b untuk menjelaskan butir dalam empat bentuk yaitu oblate, prolate, bladed, dan
equant. Dalam hal ini, a : panjang (sumbu terpanjang), b : lebar ( sumbu menengah ), c :
tebal/tinggi (sumbu terpendek). Sejauh ini penamaan butir dalam bahasa indonesia belum
dibakukan sehingga seringkali penggunaan istilah asal tersebut masih dikekalkan.
Pengkelasan bentuk butir ini biasanya diperuntukkan pada butiran yang berukuran kerakal
sampai berangkal karena kisaran ukuran tersebut memungkinkan untuk dilakukan
pengukuran secara tiga dimensi. Pengukuran bentuk butir pada bongkah jarang dilakukan
karena keterbatasan alat dan cara yang harus dilakukan, terutama pada bongkah dengan
diameter yang mencapai puluhan sampai ratusan centimeter. Pada butir pasir yang bisa
diamati secara tiga dimensi, pendekatan secara kualitatif ( misalnya dengan metode visual
comparison ) bisa dilakukan untuk mendefinisikan bentuk butir meskipun tingkat akurasinya
rendah.
Sphericity
Vp
φ:
√ 3
Vcs
Vcs : volume terkecil suatu bola yang melingkupi partikel tersebut ( circumscribing
sphere )
π 6 DL
=
√ DL 2
Rumus diajukan Krumbein ( 1941 ) ini disebut dengan intercept sphericity ( φ I ) yang
dapat dihitung dengan mengukur sumbu sumbu panjang, menengah, dan pendek suatu
partikel dan memasukkan pada rumus tersebut. Sneed & Folk (1958) menganggap bahwa
intercept sphericity tidak dapat secara tepat menggambarkan perilaku butiran ketika
diendapkan. Butiran yang dapat diproyeksikan secara maksimum mestinya diendapkan lebih
cepat, misalnya bentuk prolate seharusnya lebih cepat mengendap dibanding oblate, tetapi
dengan rumus φ I justru didapat nilai yang terbalik. Untuk itu mereka mengusulkan rumusan
tersendiri pada sphericity yang dikenal dengan maximum projection sphericity atau sphericity
proyeksi maksimum. Secara matematis Maximum projection sphericity dirumuskan sebagai
perbandingan antara area proyeksi maksimum bola dengan proyeksi maksimum partikel yang
mempunyai volume sama , atau secara ringkas dapat ditulis dengan :
DS 2
φP :
√
3
DLDI
Dalam hal ini L,I, dan S adalah sumbu sumbu panjang, menengah, dan pendek
sebagaimana dalam rumus Krumbein (1941). Menurut Boggs (1987), pada prinsipnya rumus
yang diajukan oleh Sneed & Folk (1958) ini tidak lebih valid dibandingkan dengan intercept
sphericity, terutama kalau diaplikasikan pada sedimen yang diendapkan oleh aliran gravitasi
dan es.
Bentuk butir ukuran kerakal atau yang lebih besar dipengaruhi oleh bentuk asalnya dari
batuan sumber, namun demikian butiran dengan ukuran ini akan lebih banyak mengalami
perubahan bentuk karena abrasi dan pemecahan selama transportasi dibandingkan dengan
butiran yang berukuran pasir. Untuk butiran sedimen yang berukuran pasir atau lebih kecil,
bentuk butir juga lebih banyak dipengaruhi oleh bentuk asal mineralnya. Pada prakteknya,
analisis bentuk butir pada sedimen yang berukuran pasir biasanya dilakukan pada mineral
kuarsa. Hal ini disebabkan sifat mineral kuarsa yang keras, tahan terhadap pelapukan, dan
jumlahnya yang melimpah pada batuan sedimen. Namun demikian, untuk membuat
perbandingan bentuk butiran setelah mengalami transportasi pengamatan bentuk butir pada
mineral lain maupun fragmen batuan (lithic) boleh juga dilakukan.
Roundness
Roundness merupakan morfologi butir yang berkaitan dengan ketajaman pinggir dan
sudut suatu partikel sedimen klastik. Secara matematis, Wadell (1932) mendefinisikan
roundness sebagai rata-rata aritmetik roundness masing masing sudut butiran pada bidang
pengukuran. Roundness masing-masing sudut diukur dengan membandingkan jari-jari
kelengkungan sudut tersebut dengan jari-jari lingkaran maksimum yang dapat dimasukan
pada butiran tersebut.
Dengan demikian tingkat roundness butiran menurut Wadell (1932) adalah :
r
ϵ( ) ∈( r)
Rw = R =
RN
N
Dimana r adalah jari jari kurva setiap sudut, R adalah jari jari maksimum bola yang dapat
masuk dalam butir dan N adalah banyaknya sudut yang diukur.
Menurut Folk (1968), pengukuran sudut sudut tersebut hampir tidak mungkin bisa
dipraktekkan, sedangkan Boggs (1987) menegaskan bahwa cara tersebut memerlukan waktu
yang banyak untuk kerja di laboratorium dengan harus dibantu alat circular protactor atau
electronic particle-size analyzer. Untuk mengatasi hal tersebut, maka penentuan roundness
butiran adalah dengan membandingkan kenampakan (visual comparison) antara kerakal atau
butir pasir dengan tabel visual secara sketsa dan tabel visual foto.
Tabel visual roun dness secara sketsa (Krumbein, 1941 dengan modifikasi)
Tabel visual foto roundness butiran (Power,1953). Lajur atas adalah untuk butiran dengan
sphericity tinggi (high sphericity) dan lajur bawah untuk sphericity rendah (low sphericity).
Hubungan antara roundness Wadell (1932) dan korelasinya pada visual roundness Powers
(1953).
Interval kelas Visual kelas
(Wadell, 1932) (Powers, 1953)
0,12 - 0,17 Very angular
0,17 - 0,25 Angular
0,25 - 0,35 Sub angular
0,35 - 0,49 Sub rounded
0,49 - 0,70 Rounded
0,70 - 1,00 Well rounded
Roundness butiran pada endapan sedimen ditentukan oleh komposisi butiran, ukuran
butir, proses transportasi dan jarak transportnya. Butiran dengan sifat fisik keras dan resisten
seperti kuarsa dan zircon lebih sulat membulat selama proses transport dibandingkan butiran
yang kurang keras seperti feldspar dan piroksen. Butiran dengan ukuran kerikil sampai
berangkal biasanya lebih mudah membulat dibandingkan butiran pasir. Sementara itu mineral
yang resisten dengan ukuran butir lebih kecil 0,05 – 0,1 mm tidak menunjukkan perubahan
roundness oleh semua jenis transport sedimen . Berdasarkan hal tersebut, maka perlu
diperhatikan untuk melakukan pengamatan roundness pada batuan atau mineral yang sama
dan kisaran butir yang sama besar.
Pilih 25 butir dengan ukuran yang Ukur masing masing sumbu panjang,
hampir sama menengah, pendek
Plotkan hasil perhitungan dalam tabel Hitung perbandingan b/a dan c/b
Gunakan data 25 kerakal yang telah Lakukan pengamatan secara visual dan
ditentukan bentuk dan sphericitynya bandingkan dengan visual powers.
Tentukan kelas roundness nya.
V. Analisis Data
a. Tabel hasil pengukuran dan penentuan bentuk butir
L.P. 1
Kode L=a (cm) I=b (cm) S=c (cm) b/a c/b Bentuk
1 5,5 3,3 2,5 0,6 0,75 Prolate
2 4,7 4,5 2,8 0,96 0,62 Oblate
3 6 4 3,5 0,67 0,875 Prolate
4 3,1 3 1,4 0,97 0,47 Oblate
5 3,7 2,9 1,5 0,78 0,52 Oblate
6 5,5 3,7 2,9 0,67 0,78 Prolate
7 4,3 3,3 2,9 0,77 0,88 Equant
8 6,3 4,2 3,8 0,67 0,9 Prolate
9 4,5 2,8 2,3 0,62 0,82 Prolate
10 6 5 3,5 0,83 0,7 Equant
11 5,5 5 3 0,91 0,6 Oblate
12 3,3 2,5 1,4 0,76 0,56 Oblate
13 4 3,8 1,6 0,95 0,42 Oblate
14 5,5 4,2 2,8 0,76 0,67 Oblate
15 3,8 2,6 1,8 0,68 0,69 Equant
16 4 3,5 3,2 0,88 0,91 Equant
17 5,5 4,5 3,5 0,9 0,78 Equant
18 4,2 3 2,5 0,71 0,83 Equant
19 5 3 2,5 0,6 0,83 Prolate
20 5,5 3,5 1,8 0,64 0,51 Bladed
21 3,5 3 2 0,857 0,67 Oblate
22 4 3,5 2 0,875 0,571 Oblate
23 5 3,8 2,5 0,875 0,43 Oblate
24 5 2 2 0,4 1 Prolate
25 4 3,5 3 0,875 0,857 Equant
L.P. 2
Kode L=a (cm) I=b (cm) S=c (cm) b/a c/b Bentuk
26 6 4,5 3,5 0,75 0,78 Equant
27 6 4 3 0,67 0,75 Prolate
28 4,5 4 2 0,88 0,5 Oblate
29 6 4,7 3,3 0,78 0,72 Equant
30 3,9 3,2 2,1 0,82 0,66 Oblate
31 5 4 3 0,8 0,75 Equant
32 5 3,5 2 0,7 0,57 Oblate
33 4,5 3,5 2,5 1,29 0,71 Equant
34 6 5 3 0,83 0,6 Oblate
35 4 3,5 2 0,875 0,57 Oblate
36 5,5 4 3 0,73 0,75 Equant
37 6 5 4 0,83 0,8 Equant
38 3 2,8 2,5 0,93 0,89 Equant
39 5,5 5 3 0,91 0,6 Oblate
40 5,8 4 2,8 0,69 0,7 Equant
41 4,9 3,3 2,1 0,67 0,64 Bladed
42 5,8 4,5 3,5 0,78 0,78 Equant
43 3,8 3,5 2 0,92 0,57 Oblate
44 5 3 1 0,6 0,33 Bladed
45 4 3 2 0,75 0,67 Prolate
46 5 3 2,5 0,6 0,83 Prolate
47 3,4 2,7 1,5 0,79 0,56 Oblate
48 6 4 3 0,67 0,75 Prolate
49 6 4 2,5 0,67 0,625 Prolate
50 4,5 3,5 2 0,78 0,571 Oblate
L.P. 3
Kode L=a (cm) I=b (cm) S=c (cm) b/a c/b Bentuk
51 4,7 3,4 2,9 0,723 0,853 Equant
52 4,8 3,6 3,5 0,75 0,97 Equant
53 4,7 4 2,5 0,85 0,625 Oblate
54 5,1 3,4 2,3 0,67 0,67 Bladed
55 4 3,8 2,5 0,9 0,66 Prolate
56 4,6 3,3 2,8 0,72 0,8 Equant
57 5,2 4,3 3,1 0,83 0,72 Equant
58 5,8 3,7 3,3 0,64 0,9 Prolate
59 5 4,5 4,4 0,9 0,88 Equant
60 4 3,1 2,8 0,78 0,9 Equant
61 4,8 4 2,5 0,83 0,63 Oblate
62 5,6 4 2,3 0,71 0,58 Oblate
63 5,6 4 2,3 0,71 0,58 Oblate
64 5,4 3,8 1,7 0,7 0,45 Oblate
65 4,6 3,8 2,3 0,826 0,6 Oblate
66 4 2,5 2 0,625 0,8 Prolate
67 4,7 3,8 2,3 0,8 0,6 Oblate
68 4,1 3,1 2,2 0,76 0,7 Equant
69 5,3 4 3,9 0,75 0,98 Equant
70 6,2 4,5 3,4 0,72 0,76 Equant
71 5,7 4,4 2,4 0,77 0,55 Oblate
72 4,5 4,5 3,2 1 0,71 Equant
73 5,6 3,7 3,5 0,66 0,94 Prolate
74 5,9 5,1 3,6 0,86 0,71 Equant
75 5,9 5,1 3,6 0,86 0,71 Equant
3 Subrounded
4 Rounded
5 Subrounded
6 Subrounded
7 Angular
8 Subangular
9 Subrounded
10 Subrounded
11 Subrounded
12 Subangular
13 Angular
14 Angular
15 Subangular
16 Subrounded
17 Subangular
18 Subangular
19 Subrounded
20 Subangular
21 Subrounded
22 Rounded
23 Very angular
24 Subrounded
25 Rounded
L.P. 2
Kode Foto a,b Foto a,c Kelas
26 Very angular
27 Rounded
28 Subrounded
29 Rounded
30 Subrounded
31 Subrounded
32 Rounded
33 Subangular
34 Subangular
35 Very angular
36 Subangular
37 Subangular
38 Rounded
39 Angular
40 Subangular
41 Very angular
42 Subangular
43 Rounded
44 Very angular
45 Very angular
46 Subangular
47 Subrounded
48 Subangular
49 Subangular
50 Very angular
L.P. 3
Kode Foto a,b Foto a,c Kelas
51 Rounded
52 Subrounded
53 Subangular
54 Rounded
55 Subangular
56 Subrounded
57 Rounded
58 Subrounded
59 Subrounded
60 Rounded
61 Rounded
62 Subangular
63 Well rounded
64 Subangular
65 Rounded
66 Rounded
67 Well rounded
68 Subrounded
69 Rounded
70 Subrounded
71 Subangular
72 Rounded
73 Subrounded
74 Subrounded
75 Rounded
d. Tabel rekapitulasi jumlah butir tiap-tiap kelas di bentuk butir, sphericity, dan
roundness
Bentuk butir :
Kelas L.P. 1 L.P. 2 L.P. 3
Oblate 10 9 8
Equant 7 9 12
Bladed 1 3 1
Prolate 7 4 4
Sphericity :
Kelas L.P. 1 L.P. 2 L.P. 3
Very elongate 3 1 1
Elongate 3 2 3
Subelongate 1 4 0
Intermediet shape 2 4 5
Subequent 4 6 1
Equent 5 3 5
Very equent 7 5 10
Roundness :
Kelas L.P. 1 L.P. 2 L.P. 3
Very angular 1 6 0
Angular 3 1 0
Subangular 7 9 5
Subrounded 9 4 9
Rounded 4 5 10
Well rounded 0 0 1
Pembahasan
LP 1
Pada lokasi ini didominasi kerakal dalam bentuk equant dan oblate.
Sedangkan untuk bladed dan prolate lebih sedikit.
Oblate : 9
Equant : 10
Prolate : 1
Bladed : 5
Sedangkan bentuk butir dari derajat kebolaan didominasi oleh equant dan
very equant. Pada derajat elongate dan subelongate hanya dipunyai oleh masing-
masing 1 butir.
Very elongate : 4
Elongate :1
Subelongate : 1
Intermediet Shape : 2
Subequant :4
Equant :6
Very equant :7
Lalu untuk derajat kebundaran didominasi oleh sub rounded, dan paling
-sedikit adalah well rounded dan very angular masing – masing 0 dan 1 butir berturut-
turut.
Very angular : 1
Angular : 3
Subangular : 7
Subrounded : 10
Rounded : 4
Wellrounded : 0
LP 2
Pada lokasi ini didominasi derajat kebundaran pada oblate dan equant, bentuk prolate
dan bladed lebih sedikit.
Oblate : 11
Equant : 9
Prolate : 2
Bladed : 3
Untuk derajat kebolaan di LP 2 lebih merata, namun yang paling banyak adalah very
equant dan yang paling sedikit adalah very elongate.
Very elongate : 1
Elongate :3
Subelongate :4
Intermediet Shape : 3
Subequent :4
Equent :4
Very equent :6
Sedangkan untuk derajat keundaran menunjukkan keberagaman, namun tetap
didominaasi oleh subangular.
Very angular : 6
Angular :1
Sub angular : 9
Sub rounded : 4
Rounded :5
Well rounded : 0
LP 3
Sama dengan LP-Lp sebelumnya, pada lokasi ini juga didominasi oblate dan equant
namun lebih banyak.
Oblate : 9
Equant : 12
Bladed : 1
Prolate : 3
Sedangkan untuk derajat kebundaran didominasi oleh rounded dan subrounded dan
tak ada satu pun very angular atau angular.
Very angular : 0
Angular : 0
Subangular : 5
Subrounded : 9
Rounded : 10
Well rounded : 1
Interpretasi
Dari analisa bentuk butir yang didapat pada LP 1,2, dan 3 dapat dijadikan sebagai
analiasa menentukan transport dan dinamika sedimentasi. Dari hasil pengamatan data sendiri
menunjukkan adanya dominasi equant dan oblate pada klasifikasi bentuk butir. Bentuk
equant dicirikan oleh perbandingan sumbu terpanjang, menengah dan terpendek relatif sama.
Sedangkan bentuk oblate dicirikan oleh perbandingan sumbu terpanjang dan menengah relatif
sama namun tidak dengan sumbu terpendek.
Hal ini sangat wajar dengan lokasi STA 8 yang bertempat di daerah mendekati hilir,
dimana proses transportasi yang panjang sampai mendekati hilir sangat mempengaruhi
perubahan bentuk asal butir karena adanya abrasi yang konsisten.
VII. Kesimpulan
Bentuk butir oblate dan equant dapat dibentuk oleh mekanisme transportasi yang
bersifat sliding dan rolling. Sedangkan penentuan sphericity pada kerakal ditentukan
dengan rumus sneed & folk (1958)menunjukan ukuran rata – rata subequant dan very
equant. Hal ini menandakan bahwa butiran semakin menunjukkan kenampakan bola,
dimana material yang berbentuk bola akan lebih mudah terdeposisi.
IX. Lampiran