NIM : 111.150.136
.
Kelas : 2D.
A. SALINITAS
Salinitas adalah tingkat keasinan atau kadar garam terlarut dalam air.
Semakin saline larutan berarti semakin banyak kadar garam atau semakin pekat.
Faktor salinitas dapat dipergunakan untuk mengetahui perbedaan tipe dari lautan
yang mengakibatkan perbedaan pula bagi ekologinya. Contohnya
Streblusbiccarii adalah tipe yang hidup pada daerah lagoon dan daerah dekat
pantai.
Fosil yang dijumpai di lingkungan lagoon sangat tergantung pada kondisi
salinitas dari lagoon tersebut. Fosil-fosil air payau yang dijumpai merupakan indikasi
bagian muara sungai. Lagoon dengan dengan kondisi salinitas normal (sama
dengan air laut), fosilnya sama dengan fosil yang ada dilaut terbuka. Kadangkala
mengandung lumpur karbonat yang berasosiasi dengan pecahan-pecahan
cangkang.
Penggunaan fosil sebagai indikator lingkungan tergantung dengan
kemampuan fosil organisme mengenali partikel salinitas. Diantara organisme
modern kami mengenali bebrapa kelompok disebut organisme euryhaline yang
beradaptasi dengan salinitas yang tinggi. Yang dapat mentoleransi salinitas yang
kecil disebut organisme stenohalline. Salinitas normal perairan ( 35 ppm) merupakan
karakteristik dari organisme stenohalline seperti karang, radiolarian, braciopoda,
echinodermata, beberapa foraminifera, alga merah dan hijau dan scakopoda
(Heckel,1972). Beberapa kelompok organisme-organisme seperti trilobites,
archaeocyathids, tentaculids, dan grapolites yuang dikenal sebagai fossil juga
merupakan bentuk dari stenohaline laut (Gall, 1983). Fossil organismee stenohaline
perairan tawar hidup pada danau dan sungai termasuk charophytes (jenis alga hijau)
dan beberapa jenis gastropoda (keong), molluska (kerang), ikan dan amphibi.
Organismee euryhaline beradaptasi pada air payau sebagai oysters, gastropoda,
ostracoda, foraminifera dengan aglutine, Lingula, fosil eurypterids, diatom diatom,
dan alga biru-hijau (cyanobacteri) merupakan bentuk stromatolites. Pada umumnya,
fauna air payau dikarakteristikkan dengan sedikitnya jenisnya. Tingginya kepadatan
fauna, ukuran yang kecil sebagai perbandingan hewan laut dengan spesies yang
sama dan cangkang yang lebih tebal dibandingkan dengan jenis di laut.
B. KEDALAMAN
Kedalaman menunjukkan zona dimana fosil tersebut dulu hidup lalu
terendapkan. Biasanya kedalaman berada di dalam laut. Berikut beberapa contoh
fosil menurut kedalamannya:
Pada kedalaman 0-5 m, banyak dijumpai genus-genus Elphidium, Potalia,
Quingueloculina, Eggerella,Ammobaculites dan bentuk-bentuk lain yang
dinding cangkangnya dibuat dari pasir.
C. KEJERNIHAN
Fosil banyak ditemukan pada lingkungan perairan yang jernih. Hal ini
dikarenakan kebanyakan organisme hidup pada perairan jernih, contohnya adalah
terumbu karang. Perairan yang keruh mengandung sedikit oksigen sehingga
organisme sulit untuk bernapas.
F. SUBSTRATUM
Substratum adalah suatu lapisan dimana fosil itu terawetkan atau terfosilkan.
Pada umumnya, hampir semua fosil yang terendapkan dan terawetkan dengan baik
berada pada lapisan sedimen. Hal yang menjadi faktornya adalah suhu dan tekanan
pada lapisan sedimen lebih baik dibandingkan pada suatu lapisan batuan Beku dan
lapisan batuan Metamorf.
Di antara bivalvia yang hidup di permukaan substratum,
terdapat rudist sebagai organisme yang istimewa karena hidupnya seperti koral,
pembentuk karang daerah tropis. Pembentuknya berupa heksa koral dan alga
coralin. Kehadiran rudist ini dapat mengasumsikan bahwa keadaan yang dominan
pada Jaman Kapur berupa pertumbuhan karang di daerah tropis. Hampir semua
karang yang berada pada lingkungan shallow didominasi
oleh rudist. Pertumbuhannya cepat, seperti koral pembentuk terumbu.
Kepunahannya seperti punahnya dinosaurus pada akhir Jaman Kapur.(Stanley,
1986).
G. MAKANAN ORGANISME
Makanan organisme juga akan menentukan dimana suatu organisme itu
hidup atau tinggal. Plankton terdiri dari dua jenis yaitu fitoplankton (golongan
tumbuh-tumbuhan) dan zooplankton (golongan hewan).
H. ASAL PENYUSUN
Asal penyusun disini yang dimaksud adalah pengelompokan berdasarkan zat-
zat penyusun pada cangkang kerang. Asal penyusun dibagi menjadi empat yaitu:
Calcareous mikrofosil
Foraminifera, Calcareous alga, Calcareous nannoplangton, Ostracoda,
Pteropoda, Bryozoa, Calpelionellida
Phosphatic mikrofosil
Conodonta
Siliceous mikrofosil
Radiolaria, Diatom, Silicoflagelata & Ebridians
Organic-walled mikrofosil
Dinoflagelata, Chitinozoa, Spora & Polen