Patologi Kebuntingan PDF
Patologi Kebuntingan PDF
PATOLOGI KEBUNTINGAN
A. PENDAHULUAN
Pokok bahasan kuliah Patologi Kebuntingan ini meliputi pengertian Gangguan atau
penyakit kebuntingan, Teratologi, Abortus, Mummifikasi fetus, Maserasi fetus, Hidrops
membran fetus dan fetus, Prolap vagina-servix, Torsi uterus, Kebuntingan di luar kandungan
serta Hernia uterine. Pokok bahasan ini secara umum selain dapat digunakan untuk membantu
mahasiswa dalam memahami Patologi Kebuntingan yang terjadi selama masa kebuntingan
juga diharapkan mampu untuk mengambil suatu tindakan yang konprehensif sehingga mampu
mencegah, mengatasi serta memberikan terapi atau pertolongan dengan tepat dan cepat.
Pokok bahasan kuliah ini secara keseluruhan dapat diselesaikan dalam waktu 6 kali tatap
muka (3 minggu). Setelah mengikuti pokok bahasan kuliah ini diharapkan mahasiswa dapat
mengerti serta memahami Gangguan dan penyakit yang terjadi selama kebuntingan pada
ternak serta mampu mencegah, mengatasi serta memberikan terapi secara tepat dan
professional.
B. PENYAJIAN
Gangguan atau Penyakit Kebuntingan
Keberhasilan suatu individu baru tergantung pada ada tidaknya gangguan atau kelainan
selama masa kebuntingan. Kelainan-kelainan atau gangguan dapat saja terjadi mulai dari
fertilisasi sampai menjelang kelahiran. Gangguan atau penyakit pada masa kebuntingan dapat
terjadi pada masa embrio (disebut kematian embrio dini), pada masa fetus (menyebabkan
Abortus, Mummifikasi fetus, Maserasi fetus dll) atau menyebabkan kelainan perkembangan
fetus.
Kematian embrio dini pada hewan Sapi umumnya terjadi pada usia kebuntingan 8-6 hari,
Domba 9-15 hari, Babi 8-16 hari dan Kuda 30-36 hari. Gejalanya yang nampak adalah kawin
berulang atau siklus estrus yang panjang. Penyebabnya adalah a. Genetik: inbreeding,
kelainan kromosom, b. Laktasi: produksi susu tinggi, c. Kualitas semen yang jelek, d. Infeksi,
e. Lingkungan dan pakan,
Kelainan perkembangan umumnya terjadi terjadi pada masa/ periode tertentu, misalnya
pada;
Periode ovum : (0 - 14 hari kebuntingan)
- Sangat mudah dipengaruhi faktor 2 yang merugikan
- Mutasi genetik
Teratologi
Teratologi adalah bagian embriologi dan patologi yang berhubungan dengan
perkembangan abnormal dan salah bentuk (malformasi) individu sebelum lahir. Kejadian
malformasi dapat terjadi pada periode ovum / embrio / fetus. Kejadian salah bentuk yang
hanya satu organ atau satu bagian tubuh disebut anomali, bila salah bentuk terjadi secara
menyeluruh disebut monster. Contoh malformasi karena genetik yang bersifat letal/ semiletal
pada sapi adalah;
1. Achondroplasia / kerdil
2. Hydrochepalus
3. Ichiyosis congeneta
Malformasi yang disebabkan karena non genetik misalnya karena faktor lingkungan disebut
teratogen. Kejadian ini paling peka pada periode embrio/ organogenesis. Contoh
teratogeniknya dapat karena defisiensi makanan, obat/ kimia, gangguan endokrin, infeksi,
radiasi dan karena ova yang menua.
Gangguan atau penyakit selama kebuntingan yang paling sering menyerang ternak dapat
berupa;
1. Abortus
2. Maserasi fetus
3. Mummifikasi fetus
4. Kebuntingan diluar kandungan
5. Torsi uterus
6. Prolaps vagina servik
7. Paraplegia kebuntingan
Penularan: lewat exudat alat kelamin, selaput lendir mata, makanan & air yang
tercemar, lB dan semen terinfeksi.
Gejala: Umumnya menyebabkan abortus, terjadi pada usia kebuntingan 6-9 bulan.
Kejadian abortus tergantung berat ringannya infeksi, virulensi mo dan daya tahan
induk. Pada selaput fetus yang diabortuskan terjadi perubahan patologis seperti
oedema, haemorhagi, nekrotik, dan adanya exudat kental. Biasanya disertai retensi
plasenta, metritis dan keluar kotoran dan vagina sehingga menyebabkan infertilitas.
Hewan yang sakit dapat sembuh setelah mengalami abortus 2-3 x tanpa reinfeksi.
Pada hewan yang tertular, pedet yang dilahirkan mungkin dapat hidup tetapi kondisinya
lemah/ prematur kemudian mati beberapa jam kemudian. Pada fetus yang mati akan
terlihat autolisis, udema dan haemoraghi.
Diagnosa. Isolasi mo dari paru dan lambung (fetus), plasenta, air susu, semen dan
lipoglandula.; Uji serologik terhadap aglutinin dalam darah; Uji rose bengal test (RBT),
jika positif dilanjutkan dengan uji complement fixation test (CFT), cara ini lebih efisien
98 %) dan lebih akurat; Uji aglutinasi air susu. milk ring test (MRT) / BRT; Uji aglutinasi
dari plasma seminalis jantan; Sejarah sapi perlu diketahui.
4. Brucellosis pada babi. Gejala klinisnya bervariasi tetapi hampir sama dengan pada
sapi dan kambing. Penyebab: Brucelia suis. Cara penularan lewat ingesti, pakan
tercemar, perkawinan dengan pejantan terinfeksi, Gejala: bakterimia.
b. Leptospirosis
Leptospirosis adalah penyakit kontagiosa pada hewan dan manusia, menyebabkan
perubahan immunologi, terutama oleh subgroups Leptospira interrogans. Infeksinya
mungkin tidak menimbulkan gejala klinis, atau dengan gejala klinis yang bervariasi seperti;
demam, ikterus, haemoglobinuria, gagal ginjal, infertilitas, abortus, dan kematian. Setelah
infeksi akut, leptospira tinggal dalam ginjal, organ reproduksi dan keluar serta dengan urin,
untuk beberapa bulan atau beberapa tahun. Leptospira survive dengan lingkungan yang
lembab.
Gejala: Pada kondisi sedang gejalanya : anorexia dan produksi susu turun; Sedangkan
pada kasus yang parah: produksi susu sangat menurun, agak berdarah, ambing kempis,
anorexia dan Hb uria, anemia, dypsnoea, ickterus dan akhimya mati (dalam 1- 3 hari);
Umumnya abortus terjadi pada pertengahan kebuntingan, tidak semua sapi bunting
mengalami abortus dan jika fetus dipertahankan sampai partus biasanya fetus dapat hidup
tetapi lemah dan akhirnya mati; Biasanya kejadian abortus disertai retensi plasenta, metritis
dan infertilitas.
Diagnosa: Melakukan isolasi m.o sebaiknya kurang dari 12 jam. Adanya petechia yang
menyebar sangat membantu dalam mendiagnosa. Test Fluorescen antibody technique
terhadap paru, hati dan ginjal fetus juga sangat bermanfaat.
Pengendalian, dengan sanitasi yang baik, isolasi hewan yang sakit serta hindari pakan &
minuman dan pencemaran. Pencegahannya dengan melakukan vaksinasi dengan bakterin
akan memberikan kekebalan 6-12 bulan. Bakterin sebaiknya mengandung serotipe
leptospira yang ada didaerah tersebut.
Pengobatan, pada kasus akut, diberi antibiotika dosis tinggi: 3 juta iu penicillin + 5 qr
streptomycin, 2x sehari.
Penyebab. Penyebabnya adalah Vibrio fetus veneralis atau Campylobacter fetus veneralis
or Campylobacter fetus dan dapat menyebabkan abortus pada sapi. Sifat m.o peka
terhadap: cahaya, pengeringan dan desinfektan. Pada kotoran ternak tahan 10-20 hari.
Pada hewan betina m.o ditemukan di saluran kelamin, fetus dan plasenta. Pada hewan
jantan di preputium, glans penis dan distal uretra serta sifatnya carier.
Pengendalian. Lakukan lB dengan semen sehat, istirahat kelamin selama 3 bulan pada
hewan yang terserang. Untuk pencegahannya dengan melakukan vaksinasi dengan
bakterin 30-90 hari sebelum dikawinkan atau setiap tahun
Pengobatan. Pada hewan betina yang sakit diberi infusi antibiotik bersprektum luas secara
intra uterin sedangkan pada pejantan dengan injeksi dihydrostreptomisin dengan dosis 22
mg/kg sc dan bersamaan dengan larutan antibiotik 50 % nya ke dalam praeputium
d. Listeriosis
Penyebab. Penyebabnya Listeria monocytogenes, merupakan parasit utama yang
menyerang sistim saraf pusat pada sapi dan domba, menyebabkan ensepalitis. Juga dapat
ditemukan pada sapi yang abortus dan menyebabkan abortus pada kambing dan domba.
Sifat bakteri: gram positif, berbentuk batang / coccoid. Listeria cenderung menyerang fetus,
terdapat dimana-mana seperti air, rumput atau makanan. Dapat merangsang tubuh untuk
membuat antibodi.
Penularan. Penularan bakteri lewat ingesti dan inhalasi, masuk ke darah menyebabkan
bakteriemia, abortus, dan infeksi laten . Faktor predisposisinya yaitu akibat perubahan
manajemen dan pakan yang mendadak menyebabkan hewan menjadi stres sehingqa
resistensi hewan akan turun, Linqkungan jelek, tanah yang lembab/ kering, feces, sekresi,
saluran pernapasan & pencemaran, silage dengan PH meningkat & jelek.
Universitas Gadjah Mada 6
Gejala. Adanya listeria dalam darah akan masuk ke plasenta menuju cairan amnion dan
fetus, sehingga jika terjadi abortus pada bulan ke 7-9 kebuntingan, pada fetusnya
ditemukan adanya multi foci necrotic yang berwarna kuning atau coklat pada beberapa
organ (hati, limpa, paru dan kotiledon). Distokia, retensi plasenta dan metritis sering terjadi.
Jika fetus mati sebelum kebuntinqan 7 bulan akan mengalami retensi plasenta selama 5
hari, dan terjadi autolisis fetus. Jika fetus dapat lahir biasanya fetus akan lemah akhimya
mati. Pada wanita hamil yang terinfeksi dapat menyebabkan abortus.
Secara umum gejala lestiriosis terbagi dalam 3 bentuk yaitu:
1. Septikemia; hewan yang baru lahir biasanya akan mati, ada lesi pada hepar,
gastroenteritis & meningitis,
2. Encepalitik; pada hewan dewasa, temtama ruminan & babi (meningo
enchepalitis),
3. Reproduksi; pada ruminan & manusia
Diagnosa. Isolasi m.o dan feces, milk, jaringan fetus (hati). Limpa terlihat ada foci nekrotik
(sedikit) kekuningan; Jika isolasi m.o dari traktus genetal sebaiknya 10 hari setelah abortus,
sedangkan dari jaringan tubuh 25 - 36 hari. Immunofluorescent, test aglutinasi dan titer
aglutinin perlu untuk dipertimbangkan.
Terapi dan Kontrol. Sapi bunting yang terinfeksi jika memungkinkan agar tidak abortus,
diberi antibiotik. Pengaturan makanan, sanitasi, hygine. Antibiotik dosis tinggi selama 5 hari
pada hewan yang sakit.
e. Tuberkulosis
Penyebab. Penyebabnya ada tiga tipe tubercle basili yang dikenal yaitu pada manusia,
sapi dan unggas, yaitu Mycobakterium tubercullosis, M bovis, M avium. Ketiga tipe tersebut
berbeda baik dalam kultur maupun patogenesitasnya. Sifat bakteri, menyerang alat
reproduksi betina membentuk tuberkel (jendolan) baik dalam mukosa uterus, serviks,
vagina, oviduk atau ovarium.
Penularan. Lewat inhalasi melalui droplet yang infected atau ingesti, ekresi, sputum, feces,
milk, urine, semen, traktus genetalis, dan perkawinan dengan hewan yang sakit.
Gejala. Secara umum hewan akan terlihat kurus, lemah, anoreksia dan demam. Jika terjadi
bronkopneumonia, terlihat batuk dan dypsnea. Pada hewan bunting dapat menyebabkan
abortus, jika dapat lahir akan terlihat adanya tubercular yang akhimya mati disertai retensi
plasenta. Lesi uterus bisa bilateral, salpingitis dan adhesi antara uterus.
Diagnosa. Secara per-rektal: teraba ada ketebalan (tebal dan ada abses lokal) dan tonus
uterus, Test tuberkulin secara intradermal jika positif akan terlihat ada nodul yang difuse.
Penanggulangan. Isolasi hewan yang sakit. Pada manusia dengan vaksin BCG (Bacille
Caimette-Guerin).
f. Salmonellosis
Penyebabnya. S. typhimurium dan S. dublin. S. dublin umumnya 80 % bertanggungjawab
terhadap kejadian abotus karena salmonella.
S. typhimunium menyebabkan enteritis dan septikemia sehingga menimbulkan stres dan
hyperthermia dan bersamaan dengan itu, juga menyebabkan infeksi pada fetus dan
membrannya, yang akhimya menyebabkan abortus (secara sporadis). Abortus terjadi pada
pertengahan kebuntingan dan biasanya 10-20 hari setelah timbul gejala klinis, mo tersebut
dapat ditemukan di feses induk atau fetus (autolisis).
Penyebab. Tritrichornonas fetus, sudah menyebar keseluruh dunia. Gejala pada hewan
yang bunting dapat menyebabkan abortus pada tri semester pertama atau pada usia 4
bulan kebuntingan (muda). Yang spesifik adalah: 1.meningkatnya kasus kemajiran, 2.s/c
yang tinggi (5 x Iebih), 3.angka kebuntingan rendah, 4 adanya leleran mucopurulent yang
profuse dari vulva, 5. abortus dini dan 6. pyometra.
Pengendalian. Lakukan lB dengan pejantan yang sehat, istirahat kelamin, betina yang
abortus diberi antibiotik intra-uterin, betina yang pyometra diberi estrogen/ PGF2 alfa,
pejantan yang sakit kronis dieliminasi, pejantan yang sakit ringan diberi salep bovoflavin/
metronidazol 50 mg/kg berat badan peroral setiap hari selama 5 hari atau intravena dosis
tunggal memberikan hasil yang cukup baik.
2. Toxoplasmosis
Dapat mengganggu reproduksi hewan betina
Penyebab. Toxoplasma gondii, sifatnya zoonosis karena dapat menyerang manusia.
Gejala. Secara umum menyebabkan deman, gangguan nafas dan syaraf. Pada hewan
yang bunting dapat menyebabkan abortus, premature atau fetus lahir dalam kondisi lemah.
Kejadian abortus biasanya terjadi pada usia kebuntingan 4-6 bulan.
Penularan. Lewat kucing sebagai induk semang devinitif atau secara oral lewat daging,
makanan dan minuman yang tercemar ookista.
Diagnosa. Harus menemukan kista lewat preparat histologis, uji serologic, uji Elisa untuk
menilai antibody toxoplasma.
Terapi. Kombinasi pyremethamine dan triple sulfa, atau kombinasi sulfadiazin dan
pyremethamine.
Penyebab adalah bovine herves virus (BHV-l), menyebabkan penyakit respiratorik akut
pada sapi dengan gejala konjunctivitis, juga menyebabkan penyakit pada organ kelamin
jantan atau betina. Penyakit pada sistim genital ini disebut IPV, dapat menyebabkan
kematian prenatal & neonatal yang cukup tinggi.
Penularan sangat cepat, dapat melalui air, makanan, kontak langsung/ tidak langsung
dengan masa inkubasi: 72 Jam.
Gejala ada beberapa bentuk gejata klinis misalnya; a. bentuk respiratorik bagian atas,
b. bentuk konjunktival, c. bentuk digestif, d. bentuk meningo-encepalitis, e. bentuk vulva
vagina, f. bentuk preputial, g. bentuk abortus dan prenatal, h. bentuk intra-uterine.
Diagnosa, kultur dari kotiledon (untuk menemukan virusnya), uji serologik, ulasan vulva
untuk uji antibodi fluoresen.
Pengendalian dan pengobatan. Vaksinasi : Kombinasi (1BR. IPV dan BVD- MD), hewan
bunting tidak boleh divaksin. Vaksinasi pada umur 6-8 bulan kekebalan dicapai sampai 3
tahun lebih. Hewan yang sakit diisolasi, istirahat kelamin selama 3- 4 mg, diberi antibiotik.
2. BVD - M.D
Bovine virus diarrhe mucosal disease, umumnya menyerang sapi dan rnenyebabkan
infertilitas. Pada sapi bunting yang terinfeksi dapat menyebabkan abortus. Abortus dapat
terjadi pada usia kebuntingan 2- 9 bulan dan sangat menular.
Gejala. Demam tinggi, depresi, anoreksia dan diare, serta produksi susu turun, ada lesi
pada mukosa mulut dan pada sistem pencernaan serta repeat breeder.
Penanggulangan dan pengobatan : Vaksinasi umur 9-10 bln, hewan sakit diberi antibiotik
Penyebab. Kematian fetus karena non infeksi, misal karena; Genetic, pelilitan atau
penyempitan tali pusat dan torsi uteri.
Gejala. Dengan per-rektal teraba fetus yang mengeras seperti batu, adanya CLP, tidak ada
perkembangan fetus dan anestrus, anoreksia, sulit defekasi serta sering merejan. Ada 2 tipe
mummifikasi yaitu hematic (pada sapi), fetus nampak coklat kemerahan dan lengket dan
papyraceous (berminyak, kuda, anjing, kucing dan babi) fetus yang mati terbungkus oleh
selubung yang mengkilat seperti minyak.
Terapi. Pada sapi dan kuda: injeksi 50 - 80 mg stilbestrol atau PGF2 alfa. Fetus akan keluar
dalam waktu 32 - 72 jam kemudian.
Macerasi Fetus
Adalah suatu kondisi hewan bunting yang mengalami gangguan/ infeksi sehingga fetusnya
mati, hancur, cairannya diserap, yang tinggal hanya tulang belulang.
Penyebab. Trichomonas fetus (sapi), bakteri dan jamur. Kejadiannya setiap periode
kebuntingan.
Prognosa : Jelek
Terapi. Untuk mengeluarkan tulang-tulang fetus sangat sulit dan biayanya mahal.
Pertimbangan ekonomi sebaiknya dijual untuk dipotong.
Hydramnion :
Penimbunan cairan yang berlebihan di dalam kantong amnion Disebabkan karena
genetic pada fetus atau perolehan.
Sering terjadi pada sapi, kadang kambing tapi jarang pada babi dan karnivora.
Kebuntingan biasanya diperpanjang dan pembesaran perutnya lambat (beberapa
bulan).
Hydroaliantois :
Penimbunan cairan di dalam kantong allantois.
Berhubungan dengan patologi uterus (karunkel tidak berfungsi).
Penyebabnya akibat adanya perubahan structural allantochorion dan pembuluh
darah atau terjadinya transudasi dan pengumpulan cairan seperti plasma.
Pembesaran perutnya cepat (5 - 20 hari).
Anasarca fetalis. Penimbunan cairan pada sub kutan terutama kepala. Umumnya disebabkan
karena kelainan gen resesif autosom.
EmfIsema fetalis adalah penimbunan gas pada bagian-bagian tubuh fetus terutama pada kulit.
Dekomposisi fetus adalah merupakan kelanjutan dari proses maserasi fetus dan emfisema
yang disertai dengan telah lepasnya muskulus dan kulit dan tempatnya.
Hvdrotorak adalah adanya akumulasi cairan (serus) di dalam rongga pleura (rongga dada).
Hvdrochepalus fetalis: Pembesaran kranium karena akumulasi cairan di dalam ventrikel atau
antara brain dan duramater. Disebabkan karena defisiensi vit A, agen infeksi dan genetic
Universitas Gadjah Mada 13
Prolaps Vagina Servik
Meliputi prolaps lantai dinding lateral dan sebagian vagina lewat vulva dengan servik dan
uterus tertarik ke belakang. Tidak jarang seluruh vagina dan servik tertarik keluar melalui vulva.
Kejadiannya tinggi pada sapi perah terutama Hereford dan FH. Umumnya terjadi pada usia
kebuntingan 2-3 bln terakhir.
Penyebab. Umumnya pada hewan yang selalu dikandangkan, E tinggi atau karena tekanan
intra-abdominal saat berbaring.
Gejala. Terlihat adanya prolaps. Pada kasus ringan, yang prolaps masuk kembali setelah
berdiri. Pada kasus parah, vagina dan servik mengalami nekrosis, oedem dan emfisema.
Terapi. Kembalikan organ yang prolap. Pada kasus ringan, tempatkan pada kandang dengan
kemiringan 5-15 cm lebih tinggi dibagian belakang. Pada kasus berat, yang mengalami prolap
dikembalikan ke posisi semula dibawah anastesi epidural 5 -10 ml procain 2 %.
Torsi Uterus
Adalah perputaran uterus pada porosnya (sumbu memanjang). Kejadiannya pada sapi
perah lebih sering dibanding sapi potong.
Penyebab. Struktur anatomic (predisposisi), akibat gerakan sapi saat berbaring/ berdiri secara
mendadak, karena kekurangan cairan fetus, terjatuh, selalu dikandangkan, karena tonus
uterus yang lemah dan gerakan fetus berlebihan.
Gejala. Tidak tenang, menendang-nendang perut, seperti gejala mau partus (merejan), pulsus
dan frekuensi nafas meningkat. Derajat torsi bisa 180, 180 - 240, 360 derajat.
Diagnosa. Dengan pemeriksaan perrektal/ vagina akan teraba arah perputaran yaitu torsi
kanan atau torsi kiri. Fetus kadang sulit diraba atau mungkin posisi fetus dorso illial atau dorso
pubic. Yang berputar biasanya vagina, servik dan korpus uteri.
Macamnya :
1. Graviditas ovarika : embrio berkembang dalam tenunan ovarium
2. Graviditas tubana :embrio berkembang dan mengalami inpiantasi di dalam oviduk
3. Graviditas abdominalis : kebutuntingan di rongga perut dan fetus mati
4. Graviditas vaginalis : fetus berkembang dalam rongga vagina
Hernia Uterina
Hernia atau histerocole adalah keadaan induk hewan bunting, uterus dan atau fetus masuk
ke dalam rongga hernia.
Penyebab. Akibat robeknya lapisan pentonium dan m.abdomen karena trauma, fetus besar
atau kembar.
Gejala. Pembengkaan di bawah perut semakin membesar. Bila dipalpasi teraba ada fetus, ada
gerakan, sakit dan panas.
Terapi. Sebaiknya sesegera mungkin. Jika segera mau partus, yang hernia ditahan dengan
kain/ papan yang dikaitkan dengan punggung. Jika masih larna sebaiknya segera dioperasi.
Kisi kisi soal No 1 dapat dilihat pada halaman (39), 2(40), 3(40), 4(41-45, 50- 52), 5(52),
6(54), 7(53, 55,56,57).
Wajib:
Robert, S.J., 1986. Veterinary Obstetrics and Genital Desease (Thenogenology), 3nd ed., Edwards
Brothers Inc. Michigan.
Arthur, G.H. and Noakes, G., 1996. Veterinary Reproduction and Obstetrics. 5th ed. Bailliere and
Tindall, London
Anjuran:
Morrow, D.A. 1980. Current Theraphy in Thenogenology. Sounders Co. Philadelphia.
Hafez, E.S.E., 1993. Reproduclon in Farm Animal. 6th Edition. Lea & Febiger. Philadelphia.