Pantai Utara Jawa yang menjadi tempat praktikum Daerah Penangkapan Ikan.
Pantai Utara Jawa merupakan pantai yang landai, dangkal, ombak relatif kecil dan
arus tidak begitu kuat. Dasar perairan terdiri dari lumpur dan banyak terdapat
tersebut bekerja sebagai nelayan, selain pemukiman penduduk yang berada dekat
dengan perairan, juga terdapat kapal-kapal nelayan yang bersandar ditepi perairan.
Menurut Arum dan Puji (2010), Tambak Lorok adalah suatu dusun di mana
berupa ikan tidak dikonsumsi tapi dijual untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Tambak Lorok Kelurahan Tanjung Mas Kota Semarang memiliki luas wilayah
kering 271.782 Ha dan tanah basah 51,5 Ha dengan curah hujan 1000 mm/thn.
Terdiri dari 16 RW dan 128 RT dengan jumlah Kepala Keluarga 6133 KK, dan
sebagian besar bermata pencaharian sebagai nelayan (661 orang). Tambak Lorok
Kapal yang digunakan merupakan kapal tradisional berbahan kayu jati, jenis
Sopek, dengan panjang total 7,5 m, dan memiliki tonasse 3 GT. Mesin yang
digunakan adalah mesin diesel berbahan solar buatan Cina dengan merek Jetman,
tipe ZS1110, dengan kapasitas daya 20 HP, 2200 RPM, dan memilki berat 180 kg.
Kapal tersebut dioperasikan pada daerah perairan yang tidak tarlalu dalam. Untuk
menggunakan alat tangkap trammel net pada stasiun I dan arad pada stasiun II, III,
dan IV.
Alat tangkap trammel net dioperasikan pada stasiun pertama. Alat tangkap
ini mempunyai ukuran panjang tali ris atas 40 m, diameter 3 mm, besar mata
jaring (mesh size) untuk inner adalah2 inci dan outer adalah 5 inci. Jumlah mata
jaring vertikal 100 buah sedangkan jumlah mata jaring horisontal 600. Panjang
tali ris bawah adalah 45 m. Menurut Astrini (2004), trammel net merupakan suatu
jenis jaring yang terdiri dari tiga lapis jaring sehingga trammel net sering pula
disebut jatilap (jaring tiga lapis). Tiga lapis jaring tersebut terdiri dari dua lapis
bagian luar (outer net) yang mengapit satu lapis jaring bagian dalam (inner net).
39
Dimana jaring bagian dalam memiliki ukuran mata yang lebih kecil dibanding
Alat tangkap kedua yang digunakan pada praktikum adalah arad. Alat
tangkap tersebut dioperasikan pada stasiun II, III dan IV. Mempunyai ukuran
Panjang tali sampel (a) adalah 1 m, Bukaan tali sampel (b) adalah 0.2 m, Panjang
tali selambar (c) yaitu 12 m, besarnya bukaan otter board 2.4 m, dan perkiraan
bukaan mulut jaring adalah 1.92 m, Luas sapuan jaring yaitu 8812.8 m. Menurut
Manadiyanto, et al. (2000) dalam Wahyu (2012), jaring arad adalah alat
penangkap yang dioperasikan secara aktif dengan cara ditarik oleh perahu.
sapuan tertentu. Ikan sasaran penangkapan jaring arad adalah ikanikan dasar
0 0
Ikan grabak (Pristipomoides multidens) 1 1
7 0 6
2. 5
0 , ,
3 5
Ikan dorang (Carangoides 7 1
3. 1 -
caeruleopinnaius) 0 3
Ikan kembung (Rastreliger kanagurta) 1
9 7
4. 1 -
0 ,
5
2
Jumlah 8 5
0
Sumber: Praktikum Daerah Penangkapan Ikan 2014
28.00%
dengan menggunakan alat tangkap trammel net didapatkan hasil tangkapan yaitu
41
ikan peperek satu ekor dengan berat 20 gram, ikan grabak berjumlah 5 ekor
dengan berat total 70 gram, ikan dorang satu ekor dengan berat 70 gram, dan ikan
dari daerah penangkapan ikan. Hasil tangkapan berupa ikan kembung dan ikan
peperek dapat dijadikan gambaran daerah penangkapan ikan pada alat tangkap
trammel net. Ikan kembung memiliki penyebaran berada didekat daerah pantai
dengan kondisi perairan tidak terlalu dalam. Menurut Genisa (1999), Rastrelliger
ini terdapat pada perairan yang tidak terlalu dalam, karena dapat tertangkap
menggunakan trammel net yang dioperasikan pada perairan yang tidak terlalu
hidup di laut tetapi beberapa spesies hidup di air tawar. Ikan ini biasa hidup di
IV.3.2. Arad
o )
r
Udang putih (Panaeus marguensis) 4
1 4 1
0 6
. 0 4
0
Udang ronggeng (Harpiossquila 1 9 8
2
harpus) 9 0 , ,
.
0 5 5
3 Ikan kapasan (Glaucosoma 5 1
3 9
. buergeri) 0 0
Ikan sebelah (Perapiaguslo 8
4 5 1
bilinaata) 3 ,
. 0 2
5
Ikan peperek (Leiognathus sp.) 5
5 2
3 7 ,
. 0
5
6 Ikan jambang (Terapon therapa) 6 1 1
2
. 0 1 0
Ikan grabak (Pristipomoides 1
7 multidens) 6 4 1
8
. 0 , 0
5
7
8
Jumlah 4
6
0
Sumber: Praktikum Daerah Penangkapan Ikan 2014.
43
Hasil tangkapan pada stasiun II, berupa crustacea yaitu udang putih
berjumlah 40 ekor dengan berat total 400 gram, udang ronggeng dengan jumlah 9
ekor dengan berat total 100 gram. Selain crustacea, diperoleh hasil berupa ikan,
yaitu ikan kapasan berjumlah 3 ekor dengan berat total 50 gram, ikan peperek
berjumlah 3 ekor dengan berat total 20 gram, dan ikan jambang 2 ekor dengan
berat total 60 gram. Jumlah keseluruhan hasil tangkapan adalah 86 ekor, dengan
jumlah tangkapan tertinggi adalah udang putih dan jumlah tangkapan terendah
Hasil tangkapan yang didapat pada stasiun III tersaji pada Tabel.
k
n
r) s
(
e
k
Udang putih (Panaeus marguensis) 3
1 3 1
7 7
. 1 3
0
Udang ronggeng (Harpiossquila 1 8
2 1
harpus) 7 2 ,
. 3
0 5
Sotong (Sephia sp.) 1
2
3 1
7 2 5
. ,
0
5
Ikan grabak (Pristipomoides 1 1
1
4 multidens) 3 1
7 0
. , ,
0
5 5
5 Ikan sebelah (Perapiaguslo 9 2
1 -
. bilinaata) 0 2
Ikan jambang (Terapon therapa) 9 8
6 6
2 , ,
. 0
5 5
Rajungan (Portunus pelagicus) 2
7 1 1
7 5
. 5 5
0
jumlah 6
1210
2
Sumber: Praktikum Daerah Penangkapan Ikan 2014.
45
Hasil tangkapan yang diperoleh dari stasiun III yaitu berupa jenis crustacea,
ikan dan cephalopoda. Hasil yang didapat yaitu udang putih berjumlah 31 ekor
dengan berat total 370 gram, udang ronggeng, sotong, ikan grabak, dan rajungan
120 gram, 220 gram, 100 gram, dan 250 gram. Kemudian ikan sebelah satu ekor
dengan berat 90 gram dan ikan jambang 2 ekor dangan berat total 60 gram. Total
tertinggi adalah udang putih, sedangkan hasil tangkapan terendah adalah ikan
sebelah.
r
Udang putih (Panaeus marguensis) ) 1
4
3 4
1. 1 6
3 ,
0
5
Kepiting (Scylla serrata) 1
1
2
2. 1 0 -
,
0
5
Cumi-cumi (Loligo sp.) 3
3
3. 1 , -
0
5
Ikan grabak (Pristipomoides 1 9
1
4. multidens) 3 2 ,
9
0 5
Rajungan (Portunus pelagicus) 1
1
5. 5 1 8
2
0
6. Udang ronggeng (Harpiossquila 7 9 1 9
harpus) 0 2
8
5
Jumlah 6
0
0
Sumber: Praktikum Daerah Penangkapan Ikan 2014.
udang putih
Udang putih (Panaeus marguensis)
kepiting
14.00%
Kepiting (Scylla serrata)
cumi2
10.00%
Cumi-cumi (Loligo sp.)
6.00%ikan grabak
Ikan grabak
2.00% (Pristipomoides multidens)
rajungan 66.00%
2.00% (Portunus pelagicus)
Rajungan
udang ronggeng
Udang ronggeng(Harpiossquila harpus)
47
Hasil tangkapan yang diperoleh pada stasiun III berupa crustacea, ikan, dan
ekor dengan berat total 410 gram, kepiting berjumlah satu ekor dengan berat 100
gram, rajungan berjumlah 5 ekor dengan berat total 110 gram, dan udang
ronggeng berjumlah 7 ekor dengan berat total 90 gram. Ikan yang didapat hanya
satu jenis, yaitu ikan grabak berjumlah 3 ekor dengan berat total 120 gram. Begitu
juga dengan cephalopoda yang didapat hanya satu jenis yaitu satu ekor cumi-cumi
dengan berat 30 gram. Dari hasil tangkapan yang diperoleh, total jumlah hasil
tangkapan adalah 50 ekor, dengan hasil tangkapan tertinggi adalah udang putih
Hasil tangkapan arad dengan jumlah tangkapan tertinggi dari seluruh stasiun
adalah crustacea, yaitu udang putih dan udang ronggeng yang terdapat pada
seluruh hasil tangkapan dari tiap stasiun, kemudian diikuti oleh rajungan dan
kepiting. Kemudian diikuti hasil tangkapan lainnya yaitu berupa ikan, dan
udangan pada alat tangkap arad disebabkan karena daerah pengoperasian arad
Menurut Khaerudin (2006) dalam Sirait (2008), hasil tangkapan utama jarring
dan lain-lain.
merupakan daerah substrat dan dasar perairan. Hal ini dapat diketahui bahwa ikan
ini merupakan ikan demersal dan terdapat pada daerah substrat berpasir. Menurut
Wiadnya (2012), ikan peperek atau dengan nama lokal pepetek termasuk jenis
ikan demersal. Habitatnya adalah perairan pantai dengan tipe dasar lunak (pasir
halus dan campuran lumpur) dari Muara Sungai. Perairan Utara Jawa dan
Kalimantan merupakan fishing ground utama dari perikanan ini. Secara tidak
sengaja ikan ini juga menjadi hasil samping dari alat trawl dan dogol (Danish
seine). Selain ikan peperek, hasil tangkapan lainnya seperti rajungan, kepiting,
tertangkap karena tempat hidup mereka berada didekat dasar perairan. Menurut
Mulyadi (2001) dalam Budiman (2006), biota lain yang hidup di dasar dekat perairan
meliputi jenis crustacea (udang, rajungan, kepiting) dan jenis mollusca (cumicumi,
sotong, gurita, tiram, simping, remis dan kerang dasar) dan binatang lainnya(teripang,
binatang laut).
Hasil pengamatan suhu air dan udara pada praktikum daerah penangkapan
Suhu (oC)
Kegiatan
Stasiun I Stasiun II Stasiun III Stasiun IV
Kegiatan
Stasiun I Stasiun II Stasiun III Stasiun IV
32.5
32
31.5
31
30.5
Suhu air(oC)
Stasiun I
30 Stasiun II
Stasiun III
29.5 Stasiun IV
29
28.5
g0 5e 5 10 10 15 15 2020 2525 3030 35 ng
in i
tt tk ke ke ke ke ke ul
Se en
i it it
Waktu it
(menit it
ke-) it H
a
M en en en en en
M M M M M
32.5
32
31.5
31
Suhu udara (oC)
30.5 Stasiun I
Stasiun II
30 Stasiun III
29.5 Stasiun IV
29
0 5 10 15 20 25 30 35
Pada saat pengoperasian alat tangkap trammel net (stasiun I) dan arad
(stasiun II, III, IV) suhu perairan cenderung mengalami perubahan walaupun
sangat kecil. Suhu air pada alat tangkap trammel net pada saat setting adalah 30oC
dan pada saat hauling 30,2 oC. Sedangkan suhu air pada saat pengoperasian alat
tangkap arad (stasiun II, III, IV) rata-rata adalah 29,8oC, 29,76oC dan 30,1oC. Pada
saat pengoperasian alat tangkap trammel net (stasiun I) dan arad (stasiun II, III,
IV) suhu udara cenderung konstan. Suhu air pada alat tangkap trammel net pada
52
saat setting adalah 31oC dan pada saat hauling 31oC. Sedangkan suhu air pada saat
pengoperasian alat tangkap arad (stasiun II, III, IV) rata-rata adalah 31,1 oC,
31,5oC dan 31,1oC. Karena sifat air yang tidak mudah melepas dan menerima
panas, sehingga suhu air mengalami perubahan secara perlahan. Selain itu juga
perairan maka suhu akan semakin rendah. Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh
musim, lintang (latitude), ketinggian dari permukaan laut (altitude), waktu dalam
hari, sirkulasi udara, penutupan awan, dan aliran serta kedalaman badan air.
Laevastu dan Hela (1970) dalam Suhartono dkk (2013), menyatakan bahwa
terhadapperubahan suhu walau hanya sebesar 0,03 oC. Meskipun suhunya relatif
tinggi, namun masih dalam batas toleransi bagi kehidupan ikan sebagaimana
dijelaskan oleh Romimohtarto (2002) bahwa suhu yang berkisar antara 27 oC 32oC
IV.4.2. Arus
Hasil pengamatan terhadap arus pada saat praktikum terdapat pada Tabel.
1
0.9
0.8
0.7
0.6
0.5 Stasiun I
Arus (m/s)
0.4
Stasiun II
0.3
Stasiun III
0.2
Stasiun IV
0.1
0
0 5 10 15 20 25 30 35
pada pengoperasian alat tangkap trammel net (stasiun I) adalah 0,12 m/s,
sedangkan rata-rata kecepatan arus pada saat pengoperasian alat tangkap arad
(Stasiun II, Stasuiun III, dan Stasiun IV) adalah 0,67 m/s, 0,76 m/s dan 0,73 m/s.
Dari hasil pengukuran diketahui, semakin jauh dari pantai kecepatan arus
dari satu tempat ke tempat yang lain, akibatnya angin berhembus dari daerah
1. Kecepatan angin
Umumnya makin kencang angin yang bertiup maka makin besar arus yang
terbentuk. Arus ini terbentuk karena lapisan bagian bawah angin tersebut
mengalami gaya kohesi (gaya tarik menarik antar partikel), sehingga air di
Di perairan bebas, kecepatan arus semakin tinggi, hal ini dikarenakan tidak
ketika semakin jauh dari pantai karena hilangnya hambatan yang terjadi
0,25 m/dtk yang disebut arus lambat, kecepatan arus 0,25 - 0,50 m/dtk yang
disebut arus sedang, kecepatan arus 50 - 1 m/dtk yang disebut arus cepat, dan
kecepatan arus diatas 1 m/dtk yang disebut arus sangat cepat (Harahap dalam
Ihsan, 2009) dalam Sari dan Usman (2012). Berdasarkan kategori kecepatan arus
seperti purse seine, trawl, cantrang, bagan rambo dan gillnet, faktor arus sangat
penangkapan (fishing ground) dari alat tangkap trammel net adalah perairan pantai
yang mempunyai dasar perairan lumpur, pasir atau campuran lumpur dan pasir,
topografi dasar perairan relatif datar. Dasar perairan tidak terdapat penghalang
seperti karang, tonggak bekas bagan, rongsokan kapal dan lain-lain. Kedalaman
gelombang yang tidak terlalu besar, sehingga pembukaan mulut jaring dapat
sempurna. Laevastu dan Hayes (1990) dalam Suhartono dkk (2013), menyatakan
Hasil pengamatan terhadap nilai salinitas pada saat praktikum terdapat pada
Tabel.
Menit ke 30 - 28 30 30
Hauling 30 28 30 30
x 28 27,5 28,75 30
Sumber: Praktikum Daerah Penangkapan Ikan 2014
57
31
30
29
28
Salinitas ()
Stasiun I
27
Stasiun II
26 Stasiun III
Stasiun IV
25
24
0 5 10 15 20 25 30 35
pengoperasian alat tangkap trammel net (stasiun I) adalah 0,28, sedangkan rata-
rata nilai salinitas pada saat pengoperasian alat tangkap arad (Stasiun II, Stasuiun
III, dan Stasiun IV) adalah 27,5, 28,75 dan 30. Dari hasil tersebut dapat
dilihat bahwa nilai salinitas semakin bertambah besar. Secara umum salinitas
semakin tinggi seiring dengan semakin jauhnya jarak yang ditempuh dari pantai
58
(semakin ke tengah). Hal ini dikarenakan semakin ke tengah maka semakin jauh
terlarut dalam air tetap. Semakin besar penguapan maka semakin besar pula kadar
salinitasnya. Faktor lainnya adalah jumlah muara sungai. Semakin banyak sungai
Gower dalam Zainuddin dkk (2007) dalam Suhartono dkk (2013), bahwa
suatu daerah perairan memiliki rentang tertentu dimana ikan berkumpul untuk
melakukan adaptasi fisiologis terhadap faktor lain misalnya suhu, arus, dan
salinitas yang lebih sesuai dengan yang diinginkan ikan, namun keberadaan
pada fraksi liat 42%. Substrat dasar perairan tempat pelaksanaan praktikum adalah
lumpur yang dapat dilihat dari lumpur yang terbawa alat tangkap arad dan jangkar
kapal. Perairan Semarang merupakan daerah estuaria yang dekat dengan muara
sungai. Kebanyakan estuaria didominasi oleh substrat berlumpur, yang sering kali
sangat lunak. Substrat berlumpur ini berasal dari sedimen yang dibawa kedalam
59
estuaria baik oleh air laut maupun air tawar. Pengangkutan partikel pasir yang
lebih besar oleh angin ke dalam estuaria sering kali penting artinya di beberapa
daerah, khususnya bagi gobah pesisir pantai yang terletak di belakang pantai.
Mengenai air tawar sungai mengangkut partikel lumpur dalam bentuk suspensi.
terumbu karang sebagai tempat hidupnya, namun ada beberapa ikan yang lebih
menyukai substrat pasir atau lumpur sebagai tempat hidupnya. Pada substrat pasir
atau lumpur terdapat berbagai jenis bentos yang hidup di dalamnya. Menurut
Laveastu dan Hayes (1987) dalam Budiman (2006), pada umumnya Ikan
Demersal melewatkan waktu siang di dasar perairan dan menyebar pada kolom
air, hal ini dilakukan untuk menghindari konsentrasi pytoplankton yang pada
waktu siang hari mengeluarkan zat beracun. Substrat dasar sangat mempengaruhi
kelimpahan populasi Ikan Demersal. Hal tersebut diperkuat oleh Budiman (2006),
habitat sebagian spesies hidup pada perairan dangkal sebagian besar spesies hidup
pada substrat lumpur, lumpur pasir, sebagian kecil spesies hidup pada permukaan
IV.4.5. Kedalaman
pada Tabel.
12
10
8
Kedalaman (m)
6 Stasiun I
4 Stasiun II
Stasiun III
2 Stasiun IV
0
61
0 5 10 15 20 25 30 35
yang dilakukan, pada stasiun I kedalaman perairan yang paling dalam adalah
sebesar 7,3 m. Stasiun II kedalaman yang paling dalam adalah sebesar 6,5 m,
sedangkan pada stasiun III kedalaman yang paling dalam adalah sebesar 6 m dan
stasiun IV kedalaman yang paling dalam adalah sebesar 9,6 m. Secara umum
didapatkan bahwa semakin ke tengah maka kedalaman laut akan semakin besar.
Namun pertambahan kedalaman pada lokasi sampling tidak rata, sehingga didapat
faktor, yaitu:
yang berbeda-beda yang terdiri dari batu-batu karang, pasir, dan lumpur;
dan
2. Pengaruh arus, arus merupakan massa air yang bergerak. Massa air
daerah-daerah tertentu.
62
Ruaya Ikan Demersal tidak didasarkan pada pengaruh suhu, salinitas. atau
makanan, tetapi untuk berpijah. Disamping itu distribusiatau sebaran Ikan Demersal
sangat dibatasi oleh kedalaman perairan, karena tiap jenis ikan hanya mampu
semakin dalam suatu perairanakan semakin besar tekanan yang diterima. Menurut
terdapat di Pantai Jawa Tengah, tenggara Pulau Laut/Kalimantan selatan, lepas Pantai
Produtivitas primer dalam hal ini adalah kelimpahan plankton yang ada
didalam perairan tersebut. Adapun hasil plankton yang diperoleh dari praktikum
.
11. Coelospaenium kuetzingianum 2
12
Bacteriastrum varians 1
.
13
Thalassiosira 1
.
14
Caectocceros elmorei boyer 2
.
15
Capsosira brebissonii 2
.
Sumber: Praktikum Daerah Penangkapan Ikan 2014
perairan itu sendiri. Banyak sedikitnya plankton yang ada di perairan dapat
dijadikan suatu penentu apakah perairan tersebut subur atau tidak. Kesuburan
perairan itulah yang pada akhirnya menentukan kelimpahan dari ikan itu sendiri.
merupakan makanan ikan. Dalam rantai makanan, plankton berada pada posisi
bentuk bahan organik yang dapat digunakan sebagai bahan makanan. Kemampuan
oksigen terlarut dalam air. Oksigen tersebut dimanfaatkan oleh bakteri untuk
temperatur.
Kepadatan stok tiap stasiun tidak teratur atau naik turun, hal ini dapat
sarana kapal, dan praktikum sendiri. Pada kenyataannya distasiun II dan III
kepadatan stok ikan demersalnya lebih rendah dibanding kepadatan stok di stasiun
II, yang seharusnya semakin dalam suatu perairan hasil tangkapan lebih banyak.
Kepadatan stok ikan demersal pada setiap tahun sampling per spesies
.
4
Cumi-cumi (Lolligo sp) 0,019
.
5 Ikan Grabak (Priripomoides
0,025
. multidens)
6
Rajungan (Portunus pelagicus) 0,014
.
Sumber: Praktikum Daerah Penangkapan Ikan 2014
Stok kepadatan per spesies tiap stasiun sampling didapatkan hasil tertinggi
adalah spesies dari ikan jambrung pada stasiun III. Pada stasiun II kepadatan stok
stasiun III didapatkan kepadatan stok tertinggi adalah Ikan Sebelah (Perapiagusla
Menurut Saeger, et al. (1976) dalam Badrudin, et al. (2010), bahwa dari
tabel distribusi ikan demersal menurut kedalaman perairan tampak bahwa ada
bertambahnya kedalaman. Dengan kata lain bahwa makin dalam suatu perairan
suhu pada perairan berpengaruh terhadap sebaran ikan Demersal, sebagai efek
dari sifat material cair yang lamban melepas energi, menyebabkan antara suhu
permukaan air dan dasar air terjadi perbedaan. Meskipun permukaan perairan
suhunya turun tetapi di kolom-kolom air yang lebih dalam biasanya temperatur
berupa udang putih, udang ronggeng, ikan grabak, ikan sebelah,ikan jambung, dan
rajungan. Banyak nya hasil tangkapan dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti
kedalaman perairan, suhu, salinitas, dan juga substrat dasar perairan. Dimana
Menurut Suhartono, et al. (2013), salah satu faktor yang paling besar
pengaruhnya adalah oseanografi, baik dalam jangka waktu pendek maupun jangka
68
waktu panjang yang menyebabkan ikan akan memilih tempat sesuai dengan
mengikuti pergerakan kondisi lingkungan, yang secara alamiah ikan akan memilih
habitat yang lebih sesuai. Sedangkan habitat tersebut sangat dipengaruhi oleh
kondisi atau parameter oseanografi perairan seperti suhu permukaan laut, salinitas,
konsentrasi klorofil laut, cuaca dan sebagainya, yang berpengaruh pada dinamika
Pada stasiun 2 suhu airnya sebesar 29,8oC bisa dikatakan perairan tersebut
optimal berada pada kisaran suhu 29oC-30oC. Menurut Reddy (1993) dalam
Rasyid (2010), ikan adalah hewan berdarah dingin, yang suhu tubuhnya selalu
mempunyai kemampuan untuk mengenali dan memilih kisaran suhu tertentu yang
berpengaruh terhadap sebaran ikan Demersal, sebagai efek dari sifat material cair
yang lamban melepas energi, menyebabkan antara suhu permukaan air dan dasar
kolom-kolom air yang lebih dalam biasanya temperatur nya masih hangat.
secara nyata ikan demersal, sehingga ikan demersal sangat membutuhkan dasar
perairan dengan dasar lumpur berpasir yang memiliki tempat berlindung seperti
tangkap trammel net yaitu Ikan peperek (Leiognathus sp), Ikan grabak
tempat daerah penangkapan ikan, karena banyak hal yang menunjang untuk
memberikan informasi dimana biota tersebut hidup. Semakin banyak jumlah dan
jenis biota yang ditemukan di dalam suatu perairan maka dapat diidentifikasikan