Anda di halaman 1dari 17

1.

PENDAHULUAN
Rajungan (Portunus pelagicus) merupakan salah satu komoditas
perikanan yang memiliki nilai ekonimis yang cukup tinggi dan merupakan
komoditas ekspor yang permintaannya dari tahun ketahun semakin meningkat.
Sampai saat ini, seluruh kebutuhan ekspor rajungan masih mengandalkan dari
hasil penangkapan di laut, sehingga dikhawatirkan akan mempengaruhi jumlah
populasinya di alam (Amtoni dkk, 2010).
Rajungan tergolong hewan dasar pemakan daging yang termasuk dalam
family portunidae (Sidauruk, 2018). Rajungan dapat ditemukan pada daerah
intertidal dan subtidal yang ditumbuhi padang lamun dengan substrat umumnya
terdiri dari pasir halus sampai pasir kasar serta pada kedalaman 31meter dengan
substrat berupa hamparan pasir halus (Hamid et al.,2016).
Jaring adalah salah satu alat penangkap rajungan yang kerap digunakan
nelayan karena konstruksinya yang sederhana dengan metode pengoperasian yang
relatif lebih mudah. (Martasuganda, 2008).
Kelurahan Lapulu adalah salah satu wilayah kelurahan di Kecamatan
Abeli Kota Kendari. Memiliki wilayah pantai dan daratan yang salah satu
aktivitas masyarakat di Kelurahan Lapulu merupakan nelayan tangkap, pada
sektor penangkapan ikan beragam jenis alat tangkap yang kerap digunakan seperti
gillnet, purse seine, pancing ulur, pancing tonda, dan lain-lain.
Jenis alat tangkap yang digunakan nelayan di Kelurahan Lapulu untuk
menangkap rajungan adalah jaring rajungan yang prinsip pengoperasiannya sama
dengan jaring insang dimana dalam pengoperasiannya di bawah atau di dasar
perairan yang sasaran utama penangkapan adalah rajungan. Rajungan yang
tertangkap oleh alat tangkap jaring mempunyai kualitas tinggi meskipun ada
beberapa bagian rajungan yang tidak utuh (Sari, et al., 2016).

2. METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan setiap hari pada bulan Februari sampai bulan Maret
2022. Lokasi penelitian bertempat di Perairan Teluk Kendari Sulawesi Tenggara.
Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 1 sebagai berikut:

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian


2.1 Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian dibedakan menjadi dua jenis
yaitu data primer dan data sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh
dari beberapa kajian pustaka meliputi hasil-hasil penelitian terlebih dahulu atau
dari laporan instansi terkait.
Data primer adalah data yang diperoleh dengan cara mengambil langsung
dari hasil penelitian di lapangan yang meliputi jenis, bobot dan ukuran rajungan
pada setiap trip. Adapun tahapan-tahapan pengoperasian dan teknik pengumpulan
data adalah sebagai berikut:
1. Persiapan ; Persiapan yang dilakukan sebelum berangkat menuju daerah
fishing ground adalah melakukan pemeriksaan alat tangkap jaring, mesin,
perahu, dan penentuan daerah penangkapan yang dilakukan berdasarkan
pengalaman nelayan.
2. Pengoperasian (setting) ; Setelah sampai di daerah penangkapan (fishing
ground) yang tepat untuk pemasangan jaring (lokasi pemasangan jaring
berdasarkan kedalaman perairan biasanya dilakukan di perairan berpasir)
tahapan yang pertama diturunkan adalah pelampung tanda, jangkar perahu
dan selanjutnya dilakukan penurunan jaring. Lama perendaman jaring
yang telah terpasang sempurna yaitu 24 jam/trip.
3. Tahap pengangkatan (hauling) :kegiatan pengangkatan jaring dimulai dari
penarikan pelampung tanda hingga penarikan alat tangkap jaring ke atas
perahu untuk mengeluarkan hasil tangkapannya. Jumlah trip penangkapan
dilakukan setiap hari selama penelitian. Jumlah sampel setiap hari masing-
masing 10 sampel pada jenis rajungan namun pada kondisi di mana jumlah
hasil tangkapan tidak cukup 10 sampel maka disesuaikan dengan hasil
tangkapan yang ada.
4. Perlakuan sampel hasil tangkapan; Hasil tangkapan pada alat tangkap
jaring kemudian dimasukan ke dalam wadah (ember) yang telah
disediakan. hasil tangkapan pada alat tangkap jaring rajungan
dikelompokan menjadi 2 :
 Tangkapan utama (Rajungan) dilakukan pengukuran panjang,
lebar serta bobot dari masing-masing hasil tangkapan.
 Tangkapan sampingan dilakukan proses identifikasi jumlah dan
jenis hasil tangkapan.
2.2 Analisis Data
Analisis data yang digunakan adalah analisis dengan melakukan
perhitungan panjang karapas (mm), lebar karapas (mm) dan berat (g) masing-
masing rajungan yang tertangkap pada alat tangkap jaring. Data-data tersebut
kemudian disusun pada suatu tabel untuk selanjutnya diinterpretasikan dalam
bentuk grafik.
2.2.1 Komposisi Ukuran
Komposisi ukuran, lebar dan berat rajungan yang tertangkap pada alat
tangkap jaring, terlebih dahulu dikelompokkan berdasarkan selang kelas ukuran
dengan menggunakan persamaan Sturgess (1982) sebagai berikut:
k¿ 1+3,3 log n
Dimana :
k : Banyaknya kelas
n : Banyaknya data

Langkah selanjutnya adalah menentukan interval kelas dengan rumus:


Xn− X 1
C=
k
Dimana :
C : Interval kelas
Xn : Nilai data terbesar
X1 : Nilai data terkecil
K : Banyaknya kelas
Komposisi ukuran hasil tangkapan dianalisis dengan membandingkan
setiap jumlah hasil tangkapan dari setiap perlakuan dan selang kelas ukuran.
Komposisi ukuran hasil tangkapan dihitung dengan menggunakan rumus Krebs
(1989) yaitu:
n
p= 1 x 100 %
N
Dimana:
P  : Komposisi ukuran rajungan yang tertangkap (%)
n1  : Jumlah dari setiap selang kelas ukuran hasil tangkapan (ekor)
N  : Total jumlah hasil tangkapan secara keseluruhan (ekor)
Untuk mengetahui jumlah rajungan yang layak tangkap maka dihitung
dengan membandingkan jumlah rajungan yang berada pada ukuran yang memiliki
lebar ukuran matang gonad, dibandingkan dengan total seluruh hasil tangkapan
seperti berikut :
Jumlah hasil tangkapan> LM
Komposisi layak tangkap= x 100 %
Total tangkapan
Dimana :
LM = Ukuran pertama kali matang gonad
2.2.2 Hasil Tangkapan Sampingan
Hasil tangkapan sampingan by-catch dihitung dengan formula sebagai
berikut (Akiyama,1997):
Ʃby catch
Tingkat by-catch = x 100 %
total tangkapan
Keterangan:
 Ʃby-catch = jumlah individu hasil tangkapan sampingan (selain rajungan
target)
 Total tangkapan = jumlah individu semua jenis rajungan (jumlah total
individu)
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
3.1.1 Gambaran Umum Lokasi
Teluk Kendari merupakan perairan estuary semi tertutup yang terletak di
tengah Kota Kendari. Letak geografis Teluk Kendari berada pada posisi 3°58'3''-
4°3'11'' LS membentang ke sebelah timur 122°32''-122°36''BT. Batas-batas
geografis Teluk Kendari:
 Sebelah utara : berbatasan dengan kecamatan Kendari dan Kendari Barat.
 Sebelah timur : berbatasan dengan Bungkutoko.
 Sebelah selatan : berbatasan dengan Kecamatan Poasia dan Kecamatan
Abeli.
 Sebelah Barat : berbatasan dengan Kecamatan Mandonga dan Kecamatan
Kambu.
Perairan Teluk Kendari memiliki sumberdaya hayati perairan yang
potensial untuk melakukan kegiatan perikanan rajungan. Kegiatan rajungan yang
dilakukan oleh nelayan di perairan teluk ini adalah kegiatan penangkapan
rajungan. Sebagian besar alat tangkap yang digunaan nelayan untuk menangkap
rajungan adalah jaring insang dan bubu dasar yang sama-sama digunakan dengan
tujuan untuk menangkap rajungan.
3.1.2 Spesifikasi Alat Tangkap Jaring
Jaring rajungan yang diamati secara umum terdiri dari beberapa komponen
yaitu jaring, tali-temali, pelampung dan pemberat yang semuanya memiliki fungsi
dan peran masing-masing. Jaring rajungan yang digunakan pada penelitian ini
terdiri dari satu unit jaring terbuat dari bahan PA monofilament dengan diameter
benang 0,35 mm berwarna bening. Spesifikasi alat tangkap jaring dapat dilihat
sebagai berikut :
A
A C  
43 buah pelampung

50 cm
 
   
     
 
5    
M E
at
a

                 

11,8 Cm
D

1.056 Mata  
B
Gambar 2. Desain Alat Tangkap Jaring
Keterangan :
A. Pelampung penanda
B. Batu pemberat
C. Pelampung
D. Pemberat
E. Mata jaring
F. Mesh size = 3 inci
Jaring rajungan yang diamati di lokasi penelitian memiliki ukuran mata
(mesh size) 3 inci (7,62 cm) ukuran mata jaring yang digunakan sama pada seluruh
badan jaring. Jaring yang digunakan berwarna bening dengan simpul bendera.
Bentuk simpul yang demikian ditujukan agar simpul tidak mudah bergeser karena
sifat permukaan benang yang licin. Jaring yang digunakan terbuat dari bahan PA
monofilament.
Penggunaan bahan PA monofilament karena sifatnya yang tahan, lebih
lentur, tenggelam, sedikit menyerap air dan tidak kaku dibandingkan bahan
sintetis lain yang banyak di pasaran seperti nylon. Menurut Prado dan Dremiere
(1991), bahan PA monofilament memiliki kekuatan dan daya tahan gesekan yang
baik, kemuluran dan kelenturan amat baik. Perawatan untuk jaring ini mudah
dilakukan hanya di angin-anginkan hingga kering. Sifat bahan yang demikian
diperlukan, mengingat jaring ini dipasang di permukaan perairan seluruh bagian
jaring tenggelam. Selain itu sifat bahan yang lentur, akan memudahkan saat
melakukan penurunan jaring di dalam perairan.
Jumlah mata jaring horizontal pada tepi atas sama dengan tepi bawah yaitu
1.050 mata dan jumlah mata jaring secara vertikal yaitu 5 mata. Jumlah
pelampung sebanyak 43 buah dengan jarak antar pelampung 50 cm sedangkan
pelampung tanda sebanyak 2 buah dan pemberat sebanyak 179 buah dengan jarak
antar pemberat 11,8 cm sedangkan pemberat jangkar sebanyak 2 buah sesuai
jumlah pelampung tanda.
Tali pelampung, tali pemberat, dan tali pelampung tanda sama-sama
terbuat dari bahan polyethylene (PE) yang berdiameter 1,64 mm. Tali pelampung
berfungsi sebagai tempat tergantungnya pelampung dan tali pemberat berfungsi
sebagai tempat tergantungnya pemberat. Pelampung tanda yang digunakan oleh
nelayan berjumlah dua buah, masing-masing dipasang pada setiap ujung jaring.
Pelampung ini terbuat dari gabus. Pelampung tanda ini berb entuk kotak dengan
panjang 170 mm, lebar 170 mm, dan tebal/tinggi 80 mm. Pelampung tanda ini
berfungsi sebagai tanda di ujung jaring.
Tali ris atas yang sekaligus sebagai tali pengikat pelampung terbuat dari
bahan polyethylene (PE) yang berdiameter 0,78 mm berfungsi untuk menggantung
jaring dan untuk mengikat pelampung pada tali pelampung. Tali ris bawah terbuat
dari bahan PA monofilament yang berdiameter 0,4 mm berfungsi untuk mengikat
pemberat pada tali pemberat.
Jaring rajungan dioperasikan dengan menggunakan perahu yang terbuat
dari bahan fiber glass. Perahu yang digunakan memiliki panjang keseluruhan
(Length over all/LOA) 6 m, lebar (breadth maximum/Bmax) 0,60 m, dan tinggi
(depth/D) 0,50 m menggunakan mesin katinting sebagai alat penggerak dengan
menggunakan bahan bakar bensin. Perahu yang digunakan nelayan memiliki
sayap apung di kedua sisi sebagai penyeimbang perahu. Bentuk perahu yang
digunakan dalam penelitian disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3. Perahu yang digunakan dalam penelitian


3.1.3 Komposis Ukuran Hasil Tangkapan
Perhitungan nilai komposisi ukuran rajungan yang tertangkap secara
keseluruhan dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Komposisi Ukuran Hasil Tangkapan Rajungan
Kelas Kelas Kelas
Jumlah Jumlah Jumlah
Panjang Lebar Berat
(mm) (individu) (%) (mm) (individu) (%) (g) (individu) (%)
19, 82,3- 13, 23,9- 0,9
40,1-46,1 41 3% 91,3 29 2% 31,9 2 %
39, 91,4- 38, 32,0- 4,7
46,2-52,2 83 2% 100,4 82 7% 40,0 10 %
17, 100,5- 4,2 40,1- 20,3
52,3-58,3 38 9% 109,5 7 % 48,1 43 %
17, 109,6- 27, 48,2- 22,2
58,4-64,4 38 9% 118,6 58 4% 56,2 47 %
2,8 118,7- 14, 56,3- 14,2
64,5-70,5 6 % 127,7 31 2% 64,3 30 %
1,9 127,8- 1,4 64,4- 16,0
70,6-76,6 4 % 136,8 3 % 72,4 34 %
0,0 136,9- 0,5 72,5- 12,3
76,7-82,7 0 % 145,9 1 % 80,5 26 %
0,0 146,0- 0,0 80,6- 5,2
82,8-88,8 0 % 155,0 0 % 88,6 11 %
0,9 155,1 - 0,5 88,7- 4,
88,9-94,9 2 % 164,1 1 % 96,7 9 2%
Total 212   Total 212   Total 212  
Berdasarkan hasil perhitungan diatas dapat diketahui bahwa ukuran
panjang rajungan yang tertangkap didominasi oleh ukuran oleh ukuran 46,2 – 52,2
mm (39,2%), kemudian diikuti oleh ukuran 40,1 – 46,1 mm (19,3%) dan ukuran
58,4 – 64,4 mm (17,9%); sedangkan untuk ukuran lebar rajungan yang tertangkap
lebih didominasi oleh ukur an 91,4 – 100,4 mm (38,7%), kemudian diikuti secara
berturut-turut ukuran 109,6 – 118,6 mm (27,4%), dan 118,7 – 127,7 mm (14,2%),
dan ukuran berat didominasi ukuran 48,2 – 56,2 g (22,2%), 40,1 – 48,1 g (20,3%),
dan 64,4 – 72,4 g (16,0%).
a. Komposisi Ukuran Lebar Karapaks Rajungan
Berdasarkan hasil perhitungan terhadap komposisi lebar karapaks rajungan
yang tertangkap secara keseluruhan dengan menggunakan alat tangkap jaring
adalah didominasi pada ukuran lebar 38,7% (91,4-100,4). Nilai IKG rajungan
(P.Pelagicus) jantan mengalami pertama kali matang Gonad berukuran berkisar
87,20 mmCW dan betina berkisar 103,55 mmCW (Munthe T. & Rivo Hasper,
2022). Sehingga ukuran pertama kali matang gonad pada jantan yang layak
tangkap yaitu 96,26% dan pada betina 47,61 % hal ini dapat dilihat pada lampiran
8.
Berdasarkan data pada tabel 2, rajungan yang mulai layak tangkap pada
lebar karapaks dimulai pada lebar kelas 100,5-109,5, 109,6-118,6, 118,7-127,7,
127,8-136,8, 136,9-145,9, 146,0-155,0 dan 155,1-164,1. Hal ini sesuai dengan
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 1 tahun 2015 yang melarang
penangkapan kepiting dengan lebar karapas <100mm. Sehingga jumlah tangkapan
rajungan yang dikategorikan layak tangkap yaitu 47,64% dari total tangkapan hal
ini dapat dilihat pada lampiran 7.
Pada Gambar 4, dapat dilihat bahwa berdasarkan hasil pengamatan, ukuran
lebar karapaks rajungan yang tertangkap pada alat tangkap jaring dengan nilai
tertinggi sekitar 82% pada kelas ke-2.
90
80
70
60
Komposisi %

50
40
30
20
10
0
82,3- 91,4- 100,5- 109,6- 118,7- 127,8- 136,9- 146,0- 155,1 -
91,3 100,4 109,5 118,6 127,7 136,8 145,9 155,0 164,1
Ukuran Lebar (mm)

Gambar 4. Komposisi ukuran lebar karapaks rajungan


a. Komposisi Bobot Rajungan
Komposisi berat rajungan yang tertangkap pada alat tangkap jaring di
dominasi pada ukuran bobot 22,2% (48,2-56,2). Selanjutnya komposisi ukuran
berat rajungan (gambar 7) pada alat tangkap jaring dengan nilai tertinggi ukuran
bobot yaitu sebesar 47% pada kelas ke-4.
50
45
40
35
Komposisi %

30
25
20
15
10
5
0
23,9- 32,0- 40,1- 48,2- 56,3- 64,4- 72,5- 80,6- 88,7-
31,9 40,0 48,1 56,,2 64,3 72,4 80,5 88,6 96,7

Bobot (gram)
Ga
mbar 5. Komposisi ukuran bobot rajungan
3.1.4 Hasil Tangkapan Sampingan
Meskipun target utama tangkapan jaring adalah jenis rajungan, tetapi juga
ada beberapa spesies yang ikut tertangkap karena pengoperasian alat tangkap
jaring adalah di dasar perairan sehingga ikan yang habitatnya di dasar perairan
juga ikut tertangkap. Hasil tangkapan sampingan yang tertangkap pada alat
tangkap jaring selama penelitian dapat dilihat pada gambar 6.

70

Tangkapan Utama
Tangkapan Sampingan

212

Gambar 6. Diagram hasil tangkapan rajungan


Dari gambar diatas, terlihat bahwa jumlah tangkapan utama diperoleh
sebanyak 212 ekor rajungan sedangkan jumlah hasil tangkapan sampingan yang
tertangkap sebanyak 70 ekor dengan pengambilan sampel selama 22 hari. Rata-
rata hasil tangkapan sampingan yaitu 11,2% dapat dilihat pada lampiran 9.
3.2 Pembahasan
3.2.1 Spesifikasi Alat Tangkap Jaring
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Perairan Teluk Kendari
dengan menggunakan alat tangkap jaring spesifikasi alat tangkap yang diamati
terdiri dari beberapa komponen yaitu yaitu jaring, tali-temali, pelampung dan
pemberat yang semuanya memiliki fungsi dan peran masing-masing. Jaring
rajungan yang digunakan pada penelitian terdiri dari satu unit jaring terbuat dari
bahan (PA) monofilament dengan diameter benang 0,35 mm berwarna bening.
Menurut Prado dan Dremiere (1991) bahan PA monofilament memiliki kekuatan
dan daya tahan gesekan yang baik, kemuluran dan kelenturan amat baik.
Perawatan untuk jaring ini mudah dilakukan hanya di angina-anginkan hingga
kering, sifat bahan yang demikian diperlukan, mengingat jaring ini di pasang
dipermukaan perairan seluruh bagian jaring tenggelam. Selain itu sifat bahan yang
lentur, akan memudahkan saat melakukan penurunan jaring di dalam perairan.
Ukuran mata jaring yang digunakan sama pada seluruh badan jaring yakni
3 inci, jaring yang digunakan berwarna bening dengan simpul bendera. Bentuk
simpul bertujuan agar simpul tidak mudah bergeser karena sifat permukaan yang
licin. Hal ini sesuai dengan pendapat Sadhori (1985), bahwa mata jaring alat
tangkap harus kuat pada bagain simpul-simpulnya agar tidak mudah bergeser
karena itu sebaiknya menggunakan simpul bendera.
Tali pelampung, tali pemberat, dan tali pelampung tanda sama-sama
terbuat dari bahan polyethylene (PE) yang berdiameter 1,64 mm. Tali pelampung
berfungsi sebagai tempat tergantungnya pelampung dengan cara mengapitkan tali
diantara sisi atas dan bawah pada pelampung dan diikat oleh tali ris atas dari sisi
kiri dan kanan pada pelampung dengan tujuan agar pelampung tidak bergeser dari
posisinya.
Tali pemberat berfungsi sebagai tempat tergantungnya pemberat,
memasang dan menata pemberat sedangkan tali ris bawah digunakan untuk
mengikat badan jaring bagian bawah pada tali pemberat yang dililitkan di sisi kiri
dan kanan pada setiap pemberat.
3.2.2 Jumlah Hasil Tangkapan
Bedasarkan hasil penelitian secara keseluruhan jumlah hasil tangkapan
yang diperoleh dengan menggunakan alat tangkap jaring rajungan yaitu 107 ekor
untuk rajungan jantan dan 105 ekor untuk rajungan betina, sehingga total hasil
tangkapan yang diperoleh selama penelitian adalah 212 ekor.
Salah satu faktor kenapa rajungan jantan lebih banyak tertangkap oleh
jaring karena alat tangkap jaring dioperasikan di daerah berpasir serta
pengoperasian alat tangkap jaring berada di kedalaman <5m, dan juga salah satu
faktor rajungan jantan lebih banyak tertangkap oleh jaring karena dilihat
morfologi capit rajungan jantan lebih panjang dari pada rajungan betina sehingga
rajungan jantan lebih mudah tertangkap oleh jaring. Berdasarkan hasil
perhitungan yang diperoleh diketahui bahwa ukuran lebar rajungan yang
tertangkap lebih didominasi oleh ukuran 91,4 – 100,4 mm (38,7%), dan ukuran
berat didominasi ukuran 48,2 – 56,2 g (22,2%).
Berdasarkan ukuran rata-rata lebar karapas hasil tangkapan kepiting
rajungan yang ada di Perairan Teluk Kendari sebagian besar tergolong kedalam
kelompok dewasa atau keadaan dimana rajungan di Perairan Teluk Kendari boleh
ditangkap yaitu tidak dalam kondisi bertelur yang terlihat pada abdomen luar.
Dalam penelitian Arios et al.,(2013) menyatakan rajungan jantan dan
betina di Perairan Teluk Awur memiliki puncak frekuensi pada berat 81- 110
gram. Hasil ini tidak jauh beda jika dibandingkan dengan Daerah penangkapan di
Teluk Kendari yang mempunyai puncak frekuensi pada berat 91,4-100,4 gram.
3.2.3 Komposisi Ukuran Hasil Tangkapan
Komposisi ukuran rajungan yang tertangkap pada alat tangkap jaring
cukup bervariasi baik dari segi panjang, lebar dan bobot. Variasi ukuran panjang
yaitu antara 40,1-94,2 mm, 82,3-140,1 mm, dan 23,9-96,5 g. namun secara
keseluruhan dari masing-masing ukuran tersebut di dominasi oleh ukuran lebar
91,4 – 100,4 mm (38,7%), dan ukuran berat 48,2 – 56, 2 g (22,2).
Hasil penelitian terhadap lebar karapas menunjukan bahwa rajungan yang
tertangkap di lokasi penelitian mayoritas dengan lebar karapas 100mm baik jantan
maupun betina . hal ini sangat sesuai dengan Peraturan Menteri Kelautan dan
Perikanan nomor 1 tahun 2015 yang melarang penangkapan kepiting dengan lebar
karapas <100 mm. indikator keberlanjutan penangkapan rajungan dapat dilihat
dari distribusi ukurannya. Jika ditetapkan ukuran layak tangkap sebesar 100 mm
maka sebagian besar ukuran tangkapan berada antara ukuran pertama kali matang
gonad dan panjang maksimum tiap upaya.
Berdasarkan hasil perhitungan terhadap komposisi jenis kelamin rajungan
yang tertangkap secara keseluruhan didominasi oleh jenis rajungan (P. Pelagicus)
jantan yaitu 107 ekor sebesar 51% dan rajungan (P.Pelagicus) betina yaitu 105
ekor sebesar 49%.
Menurut La Sara dan Astuti (2015) menyatakan bahwa Perairan Sulawesi
Tenggara, rajungan yang berukuran dewasa ditemukan pada habitat yang
memiliki substrat dominan pasir bercampur lumpur di zona intertidal terutama di
daerah padang lamun dan mangrove. Ukuran mata jaring sangat memengaruhi
selektivitas ukuran tertangkapnya rajungan. Hal ini diperkuat oleh pernyataan
Tambunan et al (2010) bahwa selektifitas adalah sifat alat tangkap dalam
memperoleh hasil tangkapan dengan ukuran tertentu dan spesies dari sebaran
populasi. Sifat ini terutama tergantung pada prinsip yang dipakai dalam
penangkapan dan bergantung juga pada parameter desain dari alat tangkap seperti
ukuran mata jaring, bahan dan ukuran benang.
Kondisi substrat yang di temukan di daerah penelitian tersebut hampir
sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Djunaedi (2009) melaporkan bahwa
substrat pasir, lumpur dan liat tidak berbeda nyata dalam mempengaruhi kelulusan
hidup rajungan. Rajungan tersebar luas pada perbedaan substrat dasar perairan.
Yokes et al. (2007) menemukan rajungan pada perairan dengan substrat halus
(fibe sand) pada kedalaman 0,5m.
Suhu dan salinitas merupakan faktor penting yang mempengaruhi
distribusi, aktifitas dan pergerakan rajungan. Menurut Levinto (1982) faktor suhu
menentukan siklus musiman gametogenesisi dan pemijahan. Peranan suhu dan
musim telah nyata dalam siklus reproduksi karena hal ini berpengaruh terhadap
sulit atau mudahnya rajungan tertangkap.
Rajungan jantan menyenangi perairan bersalinitas rendah sehingga
cenderung berada di sekitar perairan pantai yang relativ dangkal, sedangkan
rajungan betina menyenangi perairan bersalinitas tinggi, sehingga penyebarannya
pada perairan lepas pantai. Menurut Effendy dkk (2006), bahwa rajungan hidup di
daerah estuary kemudian bermigrasi ke perairan yang mempunyai salinitas yang
lebih tinggi, saat telah dewasa, rajungan yang siap memasuki masa perkawinan
akan bermigrasi di daerah pantai, setelah melakukan perkawinan, rajungan akan
kembali ke laut untuk menentaskan telurnya.
Berdasarkan hasil tangkapan rajungan selama penelitian menunjukan
bahwa hasil tangkapan rajungan jantan lebih dominan dibandingkan rajungan
betina hal ini disebabkan lokasi pengambilan sampel rajungan berada di perairan
dangkal pada kedalaman <5 m. Kondisi serupa dilaporkan oleh penelitian lainnya,
Prasetyo dkk. (2014) yang memperoleh hasil tangkapan dominan jantan yaitu 110
ekor dan betina 70 ekor pada kedalaman 0-5 m. menurut Adam dan Sondita
(2006), rajungan jantan menyenangi perairan dengan salinitas rendah (28 ppt)
sehingga penyebarannya di sekitar perairan pantai yang relative dangkal,
sedangkan rajungan betina menyenangi salinitas tinggi (34 ppt) untuk melalukan
pemijahan sehingga penyebarannya di perairan yang lebih dalam. Hal senada juga
diutarakan oleh Sumpton et al (1994) yang menyatakan bahwa rajungan betina
cenderung memilih substrat yang berpasir selama musim pemijahan sehingga
rajungan betina pergi ke daerah berpasir. Berdasarkan hal tersebut maka salinitas
merupakan penyebab mengapa rajungan jantan lebih banyak tertangkap dari pada
betina.
3.2.4 Hasil Tangkapan Sampingan
Rajungan merupakan hasil tangkapan utama dari alat tangkap jaring dasar
di Perairan Teluk Kendari. Hasil tangkapan sampingan adalah bagian dari hasil
tangkapan yang bukan merupakan target penangkapan utama. Hasil tangkapan
sampingan meliputi seluruh biota yang bukan menjadi tujuan utama penangkapan
(Sadili et al., 2015).
Pada penelitian ini ditemukan beberapa hasil tangkapan sampingan selama
penelitian seperti ditujukan pada lampiran 9, beberapa jenis spesies seperti udang,
ikan nila, kepiting batu, ikan baronang, dan kepiting bakau. Pada gambar 8 dapat
dilihat bahwa hasil tangkapan bycatch pada penelitian ini sangat rendah, hal ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kondisi lingkungan perairan. Seperti
yang ditemukan oleh Kunsook dan Dumrongrojwatthana (2017) dan Mardhan et
al. (2015) Hamid et al. (2014), Fazrul et al. (2015), Hamid et al (2018,2020)/ hal
ini di duga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan perairan pada lokasi dan juga
perbedaan dalam teknik pengumpulan sampel.
Dilihat dari hasil tangkapan selama penelitian bahwa hasil tangkapan
sampingannya lebih sedikit dibanding hasil tangkapan utama. Hal ini dikarenakan
daerah penangkapan rajungan ditemukan di daerah yang kondisi perairannya
substrat berpasir berdasarkan kebiasaan nelayan menangkap. Fakor-faktor yang
mempengaruhi hasil tangkapan pada alat tangkap jaring, yaitu faktor ukuran mata
jaring, pengalaman nelayan dan setting yang dimana ikan atau spesies yang
bukan target utama yang hidupnya di dasar perairan ikut tertangkap.
Menurut Tzanatos et al. (2007) faktor-faktor yang menjadikan hasil
tangkapan sebagai bycatch pada upaya penangkapan adalah disebabkan rendahnya
nilai ekonomi hasil tangkapan, dan hasil tangkapan bisa dijadikan umpan untuk
memperoleh hasil tangkapan utama pada upaya penangkapan.
Komposisi hasil tangkapan non target (bycatch) pada upaya penangkapan
rajungan secara keseluruhan mencapai tiga jenis selama dilakukan penelitian.
Kondisi tersebut memiliki potensi untuk merusak keanekaragaman sumberdaya
hayati dalam ekosisitem perairan dimana alat tangkap tersebut dioperasikan
(Nofrizal et al. 2018).
4 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Hasil penelitian menunjukan bahwa rajungan yang tertangkap di lokasi
penelitian mayoritas dengan lebar karapas 100mm baik jantan maupun
betina.
2. Sesuai dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 1
tahun2015 yang melarang penangkapan kepiting dengan lebar karapas
<100mm. Sehingga jumlah tangkapan rajungan yang dikategorikan layak
tangkap yaitu 47,64% dari total tangkapan
3. Hasil tangkapan sampingan (bycatch) yang diperoleh memiliki rata-rata
10,2 % dibandingkan dengan hasil tangkapan utama. Jenis hasil tangkapan
sampingan adalah ikan kerapu macan, ikan baronang, ikan sunu, ikan bête-
bete, ikan mujair, kepiting bakau, udang, kepiting pasir, kepiting batu,
kepiting dato.

Daftar Pustaka

Adam , I. Jaya, M.F. Sondita (2006). Model Numerik Difusi Populasi Rajungan
(Portunus Pelagicus) di Perairan Selat Makassar. Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan
dan Perikanan Indonesia. 13(2): 83-88.
Akiyama, S. 1997. Discarded Catch of Set-Net Fisheries In Tateyama Bay.
Journal of The Tokyo University Of Fisheries.
Arios, A.H., Anhar, S, & Suradi, W.S. 2013. Hasil Tangkapan Rajungan
(Portunus Pelagicus) dengan Menggunakan Alat Tangkap Bubu Lipat yang
Didaratkan di TPI Tanjung Sari Kabupaten Rembang. Journal of
management of aquatic resources. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Diponegoro. Semarang. Vol 2 (2): hlm 243-248.
Ayodhyoa, A.U. 1981. Metode Penangkapan Ikan. Yayasan Dewi Sri. Bogor.
Corsini F. M., Kondylatos, G, & Economidis, P, S. 2004. Occurrence of the
lessepsian species Portunus pelagicus (Crustacea) and Apogon pharonis
(Pices) in the marine area of Rhodes Island. Mediterranean Marine
Science. Vol 5(1): page 83-89.
Darya. 2002. Pengaruh lama perendaman (soaking time) jaring kejer terhadap
tangkapan rajungan (Portunus pelagicus) di Perairan Gebang Mekar,
Cirebon, [Skripsi]. Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perairan.
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Djunaedi A. 2009. Kelulushidupan dan Pertumbuhan Crablet Rajungan (Portunus


Pelagicus Linn.) Pada Budidaya dengan Substrat Dasar yang Berbeda.
Jurnal Ilmu Kelautan. 14 (1): 23-26.

Effendi, S., Sudirman , S., Bahri., E., Nurcahyono, H., Batubara dan M.
Syaichudin. 2006. Petunjuk teknis pembenihan rajungan (Portunus
Pelagicus Linnaenus). Diterbitkan atas kerjasama departemen kelautan
dan perikanan, Direktor Jendral Perikanan dengan Balai Budidaya Air
Payau, Takalar.
Gardenia, Y.T/2006. Teknologi Penangkapan Pilihan Untuk Perikanan Rajungan
Di Perairan Gerbang Mekar Kabupaten Cirebon. Skripsi, Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Gonzales, RMP DAN Harold, MM. 2017. Effects of net height of crab entangling
nets on the capture of targeted economically important portunid species
and non-target species. Japanese Society of Fisheries Science.
Hamid, A. and Wardianto, Y. 2018. Diversity of Decapod Crustaceans in
Lasongko Bay, South-east Sulawesi, Indonesia. Biodiversity Journal, 9
(3): 303-311.
Hamid, Abdul, Yusli Wardiatno, Djamar T F Bumban Batu, Dan Etty Riani. 2016.
“Distribusi Ukuran Spasial-Temporal Dan Berdasarkan Tingkat
Kematangan Ronad Rajungan (Portunus Pelagicus Linnaeus 1758) Di
Teluk Lasongko, Buton Tengah, Sulawesi Tenggara.” Jurnal Omni-
Akuatika, 12(2).
Ihsan. 2018. Distribusi Ukuran dan Pola Musim Penangkapan Rajungan
(Portunus Pelagicus) di Perairan Kabupaten Pangkep. Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan. UMI Makassar. Makassar. Vol 9.

Juwana, S & Kasijan. 2000. Perikanan Rajungan, Cara Budidaya dan Menu
Masakan. Djambatan. Jakarta. 138 hlm.
Kangas, M.I. 2000. Synopsis of Biology and Exploitation of the Blue Swimming
Crab, Portunus pelagicus Linnaeus, in Western Australia. Fisheries
Research Report No. 121. Fisheries Western Australia. Western Australia.
Perth. 22 hlm.

Kizhakudan, J & Loveson, LE. 2017. Portunus pelagicus. RC RCof CMFRI,


Chennal:201-207

Kordi, M.G.H 2009. Budi Daya Perairan. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
Krebs, C.J. 1989. Ecological Methodologi. Universitty of British Columbia.

Kusnook, C. and Dumrongrojwatthana, P. 2017. Species Diversity and


Abundance of Marine Crabs (Portunidae:Decapoda) From a Collapsible
Crab Trap Fishery at Kung Krabaen Bay, Chanthaburi Province, Thailand.
Tropical Life Sciences Research, 28(1): 45-6.

La Sara. O. & Astuti (2015) . Harvest Control Rule Rajungan (portunus


pelagicus) di Perairan Sulawesi Tenggara. Prosiding Simposium Nasional
Kelautan dan Perikanan II. Ekosistem Laut, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan .
Makassar, 5 oktober 2015/

La Sara., Suristiana, E, & N, Irawati. 2016. Makanan Rajungan (Portunus


pelagicus) di Perairan Lakara Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi
Tenggara. Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan Universitas Hlmu Oleo. Kendari. Sulawesi
Tenggara.control rule rajungan

Levinton, J.S 1982. Marine Ecology, Prentice hall, Inc, Englewood cliffs, New
Jersey.
Mardhan, N.T., La Sara dan Asriyana. 2019. Analisis Hasil Tangkapan Rajungan
(Portunus Pelagicus) sebagai target utama dan komposisi bycatch alat
tangkap gillnet di perairan pantai purirano, Sulawesi tenggara. Jurnal
biologi tropis, 19 (2):205-213.

Martasuganda S. 2008. Jaring Insang (Gillnet). Departemen Pemanfaatan dan


Sumber Daya Perikanan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. 142 hal.
Martasuganda, S. 2002. Jaring Insang (Gillnet). Serial Teknologi Penangkapan
Ikan Berwawasan Lingkungan. Bogor. Departemen Pemanfaatan
Sumberdaya Perikanan.
Martasuganda, S. 2008. Jaring Insang (Gill Net). Edisi Revisi. Departemen
Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. IPB. 144 hal. Bogor.
Martasuganda. S. 2002. Jaring Insang (Gill net). Serial Teknologi Penangkapan
Ikan Berwawasan Lingkungan ISBN 979-96923-0-X. Terbitan oleh
Jurusan PSP.Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB 65 hlm.

Muhammad,S.Irfan I & Eko, GS. 2014. Pemberdayaan Tujuh (Saptagon / Heptag
on) Akses Rumah Miskin, Penguatan Ekonomi Rumah Tangga Untuk
Penanggulangan Kemiskinan dan Kesejahteraan. Malang: Universitas
Brawijaya Press.
Munthe, T. & RivoHasper Dimenta. 2022. Biologi Reproduksi Rajungan
(Portunus Pelagicus) di Ekosistem Mangrove Kabupaten Labuhan Batu.
Muslim. 2000. Studi penangkapan rajungan (Portunus pelagicus) di perairan
Cambaya, Kota Madya Makassar. Sulawesi Selatan, [Skripsi]. Program
Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Nofrizal, Romie J, Yani AH, Alfin. 2018. Hasil Tangkapan Sampingan (Bycatch
dan Discard) pada Alat Tangkap Gombang (Fillter net) Sebagai Ancaman
Bagi Kelestarian Sumberdaya Perikanan. Marine Fisheries. 9(2): 221-233.

Nontji, A. 1993. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta. hlm 105.

Nugraheni. 2016. Pengelolaan Perikanan Rajungan (Portunus Pelagicus


Linnaeus, 1758) Dengan Pendekatan Ekosistem (Studi Kasus: Perairan
Kabupaten Pati), [Skripsi]. IPB. Jawa Tengah.
Parnen, Kamal E, Yuspardianto. 2014 Studi Spesifikasi Alat Tangkap Gillnet
Dasar di Kecamatan Sipora Utara Kabupaten Kepulauan Mentawai : 1-10
Prado, J. dan P.Y. Dremiere. 1991. Fisherman’s Workbook. Balai Pengembangan
Penangkapan Ikan. Semarang
Prasetyo, G.D. Aristi, D.P.F & Taufik, Y. 2014. Analisis Daerah Penangkapan
Rajungan (Portunus Pelagicus) Berdasarkan Perbedaan Kedalaman
Perairan dengan Jarring Arad (Mini Trawl) di Perairan Demak. Journal of
Fisheries Resources Utilization Management and Technology vol. 3, no.3:
257-266.
Romimohtarto, K. & S. Juwana. 2005. Biologi Laut: Ilmu Pengetahuan Tentang
Biologi Laut. Jakarta. 540 pp.
Ruliaty, L. 2017. Petunjuk Teknis Teknis Produksi Benih dan Baby Crab
Rajungan (Portunus Pelagicus). Balai Besar Perikanan Budidaya Air
Payau Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Kementrian Kelautan dan
Perikanan.
Rusmilyansari (2012). Invertarisasi Alat Tangkap Berdasarkan Kategori Status
Penangkapan Ikan yang Bertanggung Jawab di Perairan Tanah Laut. Fish
Scientiae, 2(4): 143-153.
Sadhori, S.N. 1985. Bahan dan Alat Penangkapan Ikan. Yasaguna. Jakarta.
Sadili D, Sarmintohadi, Ramli I, Miasto Y, Prabowo, Rasdianan H, Sari rp,
Monintja M, Tery N DAN Annisa S. 2015, Pedoman Umum Penanganan
Hasil Tangkap Sampingan (By-catch) Hiu Pada Penangkapan Ikan .
Direktorat Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut (KKHL).
Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut , Kementrian Kelautan dan
Perikanan.
Sari, Melinda Puspa, Azis Nur Bambang, and Sardiyatmo. 2016. “Analisis
Distribusi Pemasaran Rajungan (Portunus Pelagicus) Di Desa Sukoharjo,
Kabupaten Rembang, Jawa Tengah.” Journal of Fisheries Resources
Utilization Management and Technology, 5(1), 128-133.
Satriawan, R., Eva, U, & Kurniawan. 2017. Perbedaan Jenis Umpan terhadap
Hasil Tangkapan Rajungan (Portunus Pelagicus) di Perairan Teluk Kelabat
Desa Pusuk Bangka Barat. Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan.
Jurnal Sumberdaya Perairan. Vol (11): 2.
Sidauruk, Santhy Wisuda. 2008. “Karateristik Rajungan (Portunus Pelagicus) dan
Potensinya Di Bidang Pangan dan Kesehatan”. Jurnal Perikanan.
Departemen Perikanan dan Ilmu Kesehatan.
Stoner, A.W. 2004. Effects of Environmental Variables on Fish Feeding Ecology:
Implications for The Performance of Baited Fishing Gear and Stock
Assessment (Review Paper).  J. Fish Biology, 65: page 1445-1471.
Sturgess, J. 1982. Crafiting a Balance Between Work and Home. Human Relation.

Subani, W. dan Barus, H.R. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di
Indonesia. Ghalia Indonesia. Jakarta. .
Suharyanto (2005). Pemeliharaan Induk Kepiting Rajungan (Portunus Pelagicus)
dengan warna dasar bak yang berbeda. Balai Riset Perikanan Budidaya
Air Payau Maros. Sulawesi Selatan. 12-19 hal.
Sumpton WD, Potter MA & Smith GS. (1994). Reproduction and Growth of the
Commercial Sand Crab (Portunus Pelagicus) in Moreton Bay Queensland.
Asian Fisheries Science 7(1994) : 103-133.
Tambunan, Sutan Barita S., Fauziyah & Fitri Agustriani (2010). Selektivitas Drift
Gillnet Pada Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger Kanagurta) di Perairan
Belawan Pantai Timur Sumatera Utara Provinsi Sumatera Utara. Jurusan
Ilmu Kelautan FMIPA, Universitas Sriwijaya, Indralaya, Indonesia.
Trijuno, D.D. Yushinta, F. Agviranti. & Syamsurya, M. 2015. Quality of Blue
swimming crab Portunus pelagicus Larvae from Domesticated
Broodstock. Aquacultura Indonesiana vol. 16, no. 1:22-28.
Tzanatos E, Somarkis S, Tserpes G, Koutsikopoulus C. 2007a. Discarding
Practices in a Mediterrsnean Small-Scale Fishing Fleet (Patraikos Gulf,
Greece). Fisheries Manangement and Ecology. 14(4): 277-285.
Williams, M. J. 1982. Natural food and feeding in the commercial and crab
Portunus pelagicus Linnaeus, 1766 (Crustacea: Decapoda: Portunidae) in
Moreton Bay, Queensland. Journal of Experimental Marine Biology and
Ecology, 59(2-3), 165-176.

Yokes, M.B., Karhan, S.U., Okus, E., Yuksek, A., Aslan-Yilmaz, A., Yilmaz N.,
Demirel, V., Galil, B.S. 2007. Alien Crustacean Decapodas from the
aegnean Coast of Turkey. Aquatic Invasions 2(3); 162-168. G

Anda mungkin juga menyukai