Anda di halaman 1dari 12

PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA (LKS) PRAKTIKUM

BERBASIS MODEL INKUIRI TERBIMBING


PADA IDENTIFIKASI FLUOR DALAM OBAT KUMUR
Yulfina Rahma, Asep Suryatna, dan Wawan Wahyu
Departemen Pendidikan Kimia FPMIPA, Universitas Pendidikan Indonesia
Email: yulfinar@gmail.com
No. Kontak: 085659031483

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan LKS praktikum berbasis model inkuiri
terbimbing pada identifikasi fluor dalam obat kumur. Metode yang digunakan adalah
penelitian deskriptif. Sumber data yang digunakan adalah 20 orang siswa/i kelas XII di SMA
Negeri 11 Bandung, 7 orang guru kimia SMA/SMK di Kota Bandung, dan 3 orang dosen
Departemen Pendidikan Kimia FPMIPA UPI. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini
berupa lembar optimasi prosedur praktikum, lembar observasi keterlaksanaan, lembar
penilaian jawaban siswa, lembar respon siswa, dan lembar penilaian oleh guru dan dosen. Hasil
optimasi prosedur praktikum identifikasi fluor dalam obat kumur adalah konsentrasi larutan
kalsium asetat (Ca(CH3COO)2) yang digunakan sebesar 2 M dan konsentrasi larutan natrium
fluorida (NaF) dan larutan natrium klorida (NaCl) yang digunakan adalah 0,1 M. Hasil
keterlaksanaan menggunakan LKS praktikum yang dikembangkan termasuk ke dalam kategori
sangat baik. Hasil penilaian oleh guru dan dosen terhadap aspek kesesuaian konsep, tata
bahasa serta tata letak dan perwajahan pada LKS praktikum identifikasi fluor dalam obat
kumur termasuk kategori sangat baik. Hasil respon siswa terhadap LKS identifikasi fluor dalam
obat kumur termasuk ke dalam kategori sangat baik.
Kata Kunci : Model inkuiri terbimbing, LKS praktikum, Identifikasi fluor dalam obat kumur

ABSTRACT
This research aims to develop of experiment worksheet with guided inquiry model base on the identification
of fluorine in mouthwash. The method used is descriptive research. The data source used is 20 students
from class XII at SMA Negeri 11 Bandung, 7 chemistry teachers from senior high schools/vocational high
schools in Bandung, and 3 lecturers from the Department of Chemistry Education, FPMIPA UPI. The
instruments used in this research are optimization sheet of the experiment procedure, observation sheet of

1
implementation, student rating sheet, student responses sheet, and assessment sheet by teacher and lecturer.
The optimization results of fluorine identification experiment procedure in mouthwash are the
concentration of calcium acetate (Ca(CH3COO)2) solution used is in the amount of 2M and the
concentration of sodium fluoride (NaF) solution and the sodium chloride (NaCl) solution used are in the
amount of 0.1M. The implementation result of the use of developed experiment worksheet is in the
category of very good. The results of the assessment by teachers and lecturers on the aspect of concept
conformity, grammar, as well as layout and interface on experiment worksheet of fluorine identification in
mouthwash are in very good category. The result of student responses to student worksheet of fluorine
identification in mouthwash is in the category of very good.
Keywords : Guided Inquiry Model, Experiment Worksheet, Identification of fluorine in mouthwash

PENDAHULUAN
Dewasa isi, pendidikan tidak hanya berfokus pada aspek pengetahuan. Aspek lain
seperti aspek keterampilan dan aspek sikap tidak kalah penting seiring dengan perkembangan
zaman. Dalam memenuhi tuntutan tersebut dibutuhkan suatu sarana dalam pendidikan yaitu
berupa kurikulum agar aspek-aspek tersebut dapat terpenuhi oleh siswa. Kurikulum adalah
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu. (Departemen Pendidikan Nasional, 2003:3).
Kurikulum yang digunakan saat ini adalah kurikulum 2013. Kurikulum 2013
dirancang oleh pemerintah dengan melihat kekurangan pada kurikulum sebelumnya yaitu
kurikulum 2006. Salah satu perbedaan kurikulum 2013 dengan kurikulum 2006 yaitu terletak
pada kompentensi yang belum menggambarkan keseluruhan aspek sikap, keterampilan, dan
pengetahuan (Kemendikbud, 2014:69).
Model pembelajaran inkuiri merupakan salah salah satu model pembelajaran yang
sesuai dengan langkah pembelajaran kurikulum 2013. Adapun langkah-langkah pembelajaran
berbasis kurikulum 2013 yaitu meliputi mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan
mengimplementasikan (Kemendikbud, 2014:17). Pada proses pembelajaran inkuri, langkah-
langkah pembelajaran meliputi, merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, mengumpulkan
data, menguji hipotesis, dan merumuskan kesimpulan (Suyanti, 2010:46-47).
Pada tahun 1924, Comitte on the Place of Science in Education of Amerika Assciation for the
Advancement of Science menekankan pentingnya berpikir ilmiah dalam pembelajaran sains agar

2
siswa tidak hanya mengetahui ilmu sains saja tetapi dapat melakukan pengamatan dan
eksperimen. Salah satu tokoh yang memiliki banyak pengetahuan tentang penyelidikan dan
pemecahan masalah dalam pembelajaran adalah John Dewey (1859-1952). John Dewy
menekankan pembelajaran dengan proses penyelidikan dan pemecahan masalah (inkuiri)
melalui percobaan. John Dewey menentang sistem pembelajaran yang hanya berfokus untuk
mendapatkan pengetahuan saja (Chiappetta, 2015:27-29).
Pada pertengahan 1950-an Amerika Serikat mengalami reformasi yang membawa
banyak perubahan dan inovasi dalam materi kurikulum sains. Salah satu pembaharu tersebut
dalah Joseph Schwab (1909-1988) yang memajukan pemahaman pengajaran berbasis inkuiri.
Gagasannya ini disampaikan melalui pengajarannya di Universitas Harvard pada mata kuliah
"The Teaching of Science as Inquiry". Pada tahun 2000, National Science Education Standards
menerbitkan sebuah petunjuk berjudul "Inquiry and the National Science Education Standars
(NRC, 2000:9-20) yang berisi berbagai petunjuk mengenai pembelajaran berbasis inkuiri
(Chiappetta, 2015:27-29). Pembelajaran berbasis inkuiri hingga saat ini digunakan sebagai
salah satu pembelajaran yang melibatkan seluruh kemampuan siswa dalam memecahkan suatu
masalah.
Salah satu tingkatan model pebelajaran inkuiri yaitu model inkuiri terbimbing. Melalui
pembelajaran dengan model inkuiri terbimbing, siswa bekerja untuk menemukan masalah yang
dikemukakan oleh guru di bawah bimbingan intensif dari guru (Anam, 2015:17). Siswa
dibimbing melalui serangkaian pertanyaan untuk mencapai tujuan pembelajaran (Wenning, C.
J, 2005:7). Hal ini sesuai dengan proses pembelajaran diinginkan dalam kurikulum 2013. Pada
pembelajaran 2013 diharapkan siswa dapat mencari tahu sendiri materi pembelajaran melalui
pemanfaatan berbagai sumber-sumber belajar berdasarkan pengamatan, pertanyaan,
pengumpulan data, penalaran data, dan penyajian hasil (Kemendikbud, 2014:69).
Berdasarkan tahapan-tahapan dalam pembelajaran model inkuiri terbimbing, salah satu
metode yang dapat digunakan adalah metode praktikum. Praktikum merupakan metode
pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil pembelajaran sains pada siswa (Hofstein, A,
2004:260). Berdasarkan Gupta, T (2012:239) praktikum berdasarkan inkuiri terbimbing
menunjukan kemampuan berpikir kritis lebih baik pada siswa dibandingkan dengan
praktikum menggunakan intruksi biasa.
Selain itu, penggunaan praktikum berbasis inkuiri terbimbing dapat mengembangkan
kemandirian siswa untuk menentukan prosedur praktikum, metode analisis, dan

3
mengkomunikasikan hasil praktikum secara mandiri serta mengembangkan keterampilan
laboratorium (Bruck, L. B & Towns, M. H, 2009:822). Praktikum berbasis inkuiri terbimbing
tidak hanya memperbaiki kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah pada siswa tetapi
membantu mengurangi praktikum yang bersifat membosankan dan praktikum yang sifatnya
hanya verifikasi materi (Allen, J. B, dkk, 1986:534).
Pengembangan LKS praktikum berbasis inkuiri terbimbing telah dilakukan pada
beberapa topik kimia seperti asam basa (Fauzia, 2014; Nurbasari, 2014), hidrolisis garam
(Wahyuningsih, dkk, 2014), dan faktor-faktor yang memperngaruhi laju reaksi (Widiartama &
Agustini, 2016). Akan tetapi penelitian tersebut belum bersifat kontekstual. Sedangkan
pembelajaran berdasarkan kurikulum 2013 diharapkan bersifat kontekstual atau terintegrasi
dengan kehidupan sehari-hari (Kemendikbud, 2014:21). Pembelajaran yang bersifat
kontekstual dapat mendorong siswa untuk membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan aplikasi kehidupan sehari-hari (Komalasari, 2010:6).
Topik unsur-unsur halogen, khususnya unsur fluor dijadikan fokus dalam penelitian
ini. Hal ini dilihat dari Kompetensi Dasar 4.6 pada SMA kelas XII yaitu menalar dan
menganalisis kelimpahan, kecenderungan sifat fisik dan sifat kimia, manfaat, dampak, proses
pembuatan unsur-unsur golongan utama (gas mulia, halogen, alkali dan alkali tanah, periode 3)
serta unsur golongan transisi (periode 4) dan senyawanya dalam kehidupan sehari-hari.
Kompetensi Dasar 4.6 secara tersirat menuntut siswa menghubungkan teori pembelajaran
dengan kehidupan sehari-hari.
Fluor (fluorine) merupakan unsur halogen (golongan VII A) yang sangat reaktif.
Keberadaannya pada jumlah besar terdapat pada mineral fluorspar atau fluorite, CaF2; klorit,
Na3AlF6 dan fluor apatit, Ca5(PO4)3. Fluor dalam jumlah yang sedikit ditemukan juga di air laut,
gigi, tulang, dan darah (Whitten, dkk, 2014:958). Salah satu bentuk senyawa kimia dari fluor
yaitu natrium fluorida (NaF).
Obat kumur mengandung natrium fluorida dengan konsentrasi 0,02% sampai 0,05%
dan ditujukan untuk penggunaan pada orang dewasa (Vilas-Mendez, A, 2015:135). Berkumur
obat kumur yang mengandung natrium fluorida tiap hari, seminggu sekali, atau dua minggu
sekali terbukti merupakan usaha pencegahan karies yang bermanfaat (Kidd, A.M.E & Joyston
Sally, 199:110). Kandungan fluorida dalam obat kumur, dapat mengurangi kenaikan DMFT
selama 3 tahun sebesar 2,2 dmft/DMFT (Petersen, P. E & Lennon, M. A, 2004:320). DMFT

4
merupakan indeks yang dipakai untuk menilai kecenderungan timblunya gigi berlubang akibat
karies (Maulani, C. Drg & Enterprise, J, 2005:71)
Oleh karena itu, identifikasi fluor dalam obat kumur dapat digunakan sebagai
praktikum yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari untuk topik unsur-unsur halogen
(unsur fluor). Praktikum ini merujuk pada petunjuk praktikum yang telah ada berjudul
Qualitative Test for Fluoride Ions in Mouth Rinses (Henrie, 2002:133-140).
Berdasarkan uraian tersebut, maka dilakukan penelitian dengan judul Pengembangan
Lembar Kerja Siswa (LKS) Praktikum Berbasis Model Inkuiri Terbimbing Pada Identifikasi
Fluor Dalam Obat Kumur.

METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan di SMA Negeri 11 Bandung pada 14 Desember 2016. Metode penelitian
yang digunakan adalah penelitian deskriptif (descriptive research). Metode penelitian deskriptif
adalah penelitian terhadap masalah-masalah berupa fakta-fakta saat ini dari suatu populasi yang
meliputi kegiatan penilaian sikap atau pendapat terhadap individu, organisasi, keadaan,
ataupun prosedur. Penelitian ini sering disebut penelitian non-eksperimen karena peneliti
tidak melakukan kontrol dan tidak memanipulasi variabel penelitian (Sudaryono, 2017:82).
Langkah penelitian yang dilakukan terdiri dari tahap persiapan dan tahap pelaksanaan.
Tahap persiapan dimulai dengan studi kepustakaan yang meliputi kajian terhadap KD 3.6 dan
4.6 pada materi SMA Kelas XII serta kajian LKS/prosedur praktikum yang beredar dilapangan.
Langkah selajutnya yaitu penyusunan RPP, penyusunan LKS praktikum berdasarkan model
inkuiri terbimbing, dan penyusunan instrumen. Pada tahap pelaksanaan meliputi uji coba yang
terdiri dari uji keterlaksanaan, penilaian guru dan dosen, serta pengumpulan respon siswa.
Sumber data pada penelitian ini meliputi 20 orang siswa/i kelas XII SMA Negeri 11
Bandung, 7 orang guru kimia di SMA/SMK Kota Bandung, dan 3 orang dosen program studi
pendidikan kimia FPMIPA UPI. Intrumen penelitian yang digunakan adalah lembar observasi
keterlaksanaan tahap inkuiri, lembar pedoman penilaian jawaban siswa, lembar penilaian guru
dan dosen, serta lembar respon siswa.
Pengolahan data dari tiap-tiap instrumen dilakukan dengan pemberian skor pada
masing-masing aspek yang dinilai. Skala Likert digunakan untuk pemberian skor pada
penilaian guru dan dosen serta penilaian respon siswa. Pernyataan pada setiap aspek penilaian
respon siswa menggunakan jenis skala Likert pernyataan positif. Presentase rata-rata skor yang

5
didapat ditafsirkan berdasarkan kriteria presentasi skor menurut Riduwan (2003:39).
Pemberian skor terhadap jawaban siswa mengacu pada rubrik penilaian jawaban LKS.

HASIL DAN PEMBAHASAN


LKS praktikum yang dikembangkan mengacu pada prosedur yang telah ada berjudul
Qualitative Test for Fluoride Ions in Mouth Rinses (Henrie, 2012:133-140). Praktikum yang
dilakukan menguji keberadaan fluor dalam 2 obat kumur yang beredar dipasaran. Obat kumur
yang digunakan salah satunya mengandung fluor (obat kumur B) dan yang lainnya tidak (obat
kumur A). Bahan yang digunakan dalam praktikum adalah 2 obat kumur dengan merk A dan
B, larutan kalsium aetat (Ca(CH3COO)2) sebagai larutan untuk uji identifikasi fluor dalam
obat kumur, serta larutan natrium fluorida (NaF) dan natrium klorida (NaCl) sebagai larutan
pembanding untuk melihat keberadaan fluor.

Hasil Optimasi Konsentrasi Larutan Kalsium Asetat (Ca(CH3COO)2)


Variabel bebas dalam optimasi ini adalah konsentrasi larutan (Ca(CH3COO)2). Sementara itu,
variabel tetap pada optimasi ini adalah volume (Ca(CH3COO)2) dan volume obat kumur B.
Variabel Terikatnya adalah waktu pembentukan endapan. Hasil optimasi konsentrasi kalsium
aetat (Ca(CH3COO)2) yang diperolah sebesar 2 M.

Hasil Optimasi Konsentrasi Larutan Natrium Fluorida (NaF) dan Natrium Klorida (NaCl)
Larutan NaF ditujukan untuk uji positif yang menjadi acuan adanya keberadaan fluor dalam
obat kumur sedangkan larutan NaCl merupakan salah satu bentuk senyawa dari klor.
Berdasarkan hasil optimasi diperoleh masing-masing konsentrasi larutan NaF dan NaCl sebesar
0,1 M.

Hasil Observasi Keterlaksaan Praktikum Identifikasi Fluor dalam Obat Kumur


Keterlaksaan praktikum dilihat dari hasil observasi tahapan inkuri dan hasil penilaian jawaban
LKS. Hasil observasi keterlaksaan tahapan inkuiri disajikan pada Tabel 1, Gambar 1, dan
Gambar 2.
Berdasarkan Tabel 1, waktu yang dibutuhkan untuk siswa menyelesaikan keseluruhan
tahapan inkuiri selama 1 jam 27 menit 58 detik. Waktu yang terpakai terbilang cukup lama
dikarenakan pengetahuan siswa mengenai praktikum ini yang sangat minim sehingga membuat

6
siswa kebingungan. Pada pembelajaran berbasis inkuiri, gutu tidak selalu mengontrol kegiatan
siswa. Praktikum berbasis inkuiri membutuhkan waktu selesai lebih lama dibanding pengerjaan
praktikum dengan LKS format biasa (Deters, K. M, 2005:1178).
Waktu yang cukup lama juga dibutuhkan pada tahapan melakukan percobaan dengan
waktu 20 menit 29 detik. Selain itu, pada tahapan mengerjakan analisis data dan merancang
prosedur praktikum membutuhkan waktu yang cukup lama yaitu 18 menit 1 detik dan 10
menit 3 detik. Pada praktikum berbasis inkuiri, siswa membutuhkan waktu lebih lama untuk
menuliskan prosedur praktikum yang dibuatnya (Deters, K. M, 2005:1178).
Tabel 1. Hasil Observasi Keterlaksaan Tahapan Inkuiri
No. Aspek Penilaian Waktu
1. Membaca fenomena yang terdapat dalam LKS praktikum 1:16
Membuat dan menuliskan rumusan masalah sesuai fenomena yang tertera
2. 5:48
pada LKS.
Membuat hipotesis (jawaban sementara) dari rumusan masalah yang telah
3. 4:41
dibuat.
4. Memilih alat-alat yang akan digunakan dalam praktikum. 3:44
5. Memilih bahan-bahan yang akan digunakan dalam praktikum. 4:21
6. Merancang prosedur percobaan. 10:03
7. Melakukan percobaan. 20:29
8. Mengisi tabel pengamatan 5:25
9. Menulis jawaban pertanyaan yang terdapat dalam analisis data. 18:01
10. Menguji hipotesis dengan hasil percobaan. 3:20
11. Membuat kesimpulan. 2:10
Rata-rata keterlaksanaan tahapan inkuiri siswa 1:27:58

Gambar 2. Diagram Presentase Keterlaksaan Praktikum menggunakan LKS Praktikum yang


dikembangkan

7
Pada Gambar 2, keterlaksanaan praktikum pada LKS yang dikembangkan sebagian
besar berkategori sangat baik. Hal ini menunjukan siswa tidak mengalami kesulitan dalam
melaksanakan setiap tahap-tahap inkuiri. Berdasarkan Gambar 3, tahapan menguji hipotesis
memperoleh persentase yang paling rendah. Alasan rendahnya persentase skor yaitu jawaban
siswa mengenai penjelasan hipotesis yang kurang lengkap, sehingga dibutuhkan tambahan
arahan pada menguji hipotesis agar didapatkan penjelasan yang lengkap dan benar.
Berdasarkan hasil observasi keterlaksaan inkuiri pada Gambar 2 diperoleh persentase
rata-rata sebesar (90,9%) dan hasil penilaian jawaban siswa memperoleh persentase rata-rata
sebesar (92%) sehingga diperoleh rata-rata persentase sebesar (91,45%). Skor persentase rata-
rata hasil keterlaksanaan praktikum yang diperoleh berkategori sangat baik.

Gambar 3. Diagram Hasil Jawaban Siswa

Hasil Penilaian Guru dan Dosen


Hasil Penilaian Guru dan Dosen disajikan pada Tabel 2. Berdasarkan Tabel 2, skor rata-rata
penilaian guru dan dosen sebesar 81,89%. Skor rata-rata termasuk dalam kategori sangat baik.
Hal ini menunjukan bahwa LKS yang dikembangkan telah memenuhi keseuaian konsep, tata
bahasa, dan tata letak perwajahan.

8
Tabel 2. Hasil Penilaian Guru dan Dosen

No. Aspek yang Dinilai Persentase Skor (%)


1. Keseuaian Konsep 82,10
2. Tata Bahasa 81,70
3. Tata Letak Perwajahan 81,87
Rata-rata skor 81.89

Hasil Respon Siswa terhadap LKS yang dikembangkan


Hasil respon siswa terhadap LKS yang dikembangkan disajikan pada Gambar 4. Pada bagian
merancang prosedur percobaan memperoleh persentase skor paling rendah. Hal ini
menunjukkan bahwa siswa kesulitan untuk merancang prosedur percobaan akibat awamnya
pengetahuan siswa mengenai praktikum ini. Tetapi pada bagian hubungan konsep dengan
kehidupan sehari-hari memperoleh skor paling tinggi. Hal ini berarti siswa dapat
mengkorelasikan pembelajaran dengan aplikasi yang ada dikehidupan sehari-hari. Persentase
skor rata-rata hasil respon siswa sebesar 80,7%. Skor ini termasuk dalam kategori sangat baik.

Gambar 4. Diagram Hasil Respon Siswa

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
Berikut hasil kesimpulan yang dirumuskan berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan:
1. Hasil optimasi praktikum identifikasi fluor dalam obat kumur diperoleh konsentrasi
larutan kalsium asetat yang digunakan untuk praktikum sebesar 2 M. Sedangkan

9
konsentrasi larutan NaF dan larutan NaCl yang digunakan masing- masing sebesar 0,1
M.
2. Hasil keterlaksanaan praktikum identifikasi fluor dalam obat kumur menggunakan LKS
ditinjau dari hasil observasi keterlaksaan tahapan inkuiri dan skor jawaban termasuk
dalam kategori sangat baik.
3. Hasil penilaian guru dan dosen terhadap LKS yang dikembangkan berdasarkan
keseuaian konsep, tata letak, dan tata letak perwajahan termasuk dalam kategori sangat
baik.
4. Hasil respon peserta didik terhadap LKS yang dikembangkan termsuk dalam kategori
sangat baik.

Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pengamatan, adapun beberapa saran yaitu perlu adanya
perbaikan pada LKS yang dikembangkangkan. Perbaikan pada LKS berupa arahan pada
menentukan bahan percobaan perlu ditambahkan informasi yang dapat memudahkan siswa
dan gambar pada pertanyaan bagian menentukan bahan disesuaikan dengan gambar asli yang
ada dikehidupan sehari-hari.
Selain itu, perlu adanya pembahasan lebih lanjut mengenai konstruk/ciri dari LKS
praktikum berbasis inkuiri terbimbing dan perlu dilakukan uji kelayakan pada LKS praktikum
yang dikembangkan serta pengukuran pengukuran tingkat keterserapan pengetahuan yang
diperoleh melalui pembelajaran menggunakan LKS praktikum berbasis model inkuiri
terbimbing,

REFERENSI

Allen, J.B, dkk. (1986). Guided Inquiry Laboratory. Journal of Chemical Education. Vol. LXII
(6): 533-534
Anam. (2016). Pembelajaran Berbasis Inkuiri: Metode dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
Bruck, L, B & Towns, Marcy H. (2009). Preparing Students To Benefit from Inquiry-Based
Activities in the Chemistry Laboratory: Guidelines and Suggestions. Journal of
Chemical Education. Vol. LXXXVI (7): 820-822

10
Chiappetta, E. L. (2015). Historical Development of Teaching Science as Inquiry. University of
Houston
Departemen Pendidikan Nasional, (2003). Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, Tentang
Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta: Depdiknas.
Fauzia, F. (2014). Pengembangan Lembar Kertas Siswa (LKS) praktikum berbasis inkuiri
terbimbing pada pokok bahasan titrasi. Skripsi. Jurusan Pendidikan Kimia. Universitas
Pendidikan Indonesia, Bandung.
Gupta, T. (2012). Guided-Inquiry based Laboratory Instruction: Investigatiopn of Critical
Thinking Skills, Problem Solving Skills, and Implementing Stundent roles in
Chemistry. Tesis. Graduate Theses and Dissertations: Iowa State University
Henrie, dkk. (2002). Green Chemistry Laboratory Manual First Year High School Chemistry Course
Teachers Manual. Union University
Hofstein, A. (2004). The Laboratory in Chemistry Education: Thirty years of experience with
developments, implementation, and research. Chemistry Education: Reaserch & Practice.
Vol. V (3): 247-264
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. (2014). Konsep dan Implementasi Kurikulum 2013.
Jakarta: Kemendikbud.
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. (2014). Press Workshop: Implementasi Kurikulum 2013.
Jakarta: Kemendikbud.
Kidd A.M.E dan Joyston Sally. (1991). Dasar-dasar Karies: Penyakit dan Penanggulangannya.
Penerbit Buku Kedokteran
Komalasari, K. (2011). Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi. Bandung: PT Refika
Aditama.
Maulani, C. Drg & Enterprise, J, (2005). Kiat Merawat Gigi Anak. Jakarta: Elex Media
Komputindo
NRC. (2000). Inquiry and The National Sceince Education Standarts. A Guide for Teaching and
Learning. Washington DC: National Academic Press
Nurbasari, F. (2014). Pengembangan lembar kerja siswa (lks) berbasis inkuiri terbimbing pada
topik asam basa alami. Skripsi. Jurusan Pendidikan Kimia. Universitas Pendidikan
Indonesia, Bandung.

11
Petersen P. E & Lennon, M. A. (2004). Effective use of fluorides for the prevention of dental
caries in the 21st century: the WHO approach. Community Dent Oral Epidemiol. Vol.
XXXII (5): 319-321
Riduwan. (2003). Dasar-Dasar Statistika. Bandung: Alfabeta.
Sudaryono. (2017). Metodologi Penelitian. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Suyanti, R. D. (2010). Strategi Pembelajaran Kimia. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Vilas-Mendez, A. (2015). Multidisciplinary Approaches for Studying and Combating Microbial
Pathogens. USA: BorwnWalker Press
Wahyuningsih, dkk. (2014). Pengembangan LKS Berbasis Inkuiri Terbimbing Pada Materi
Pokok Hidrolisis Garam Untuk SMA/MA. Jurnal Paedogogia. Vol. XVII (1): 94-103
Wenning, C. J. (2005). Levels of inquiry: Hierarchies of pedagogical practices and inquiry
processes. Journal Physic Teacher Education. Vol. II (3): 3-12
Whitten, K. W, dkk. (2014). General Chemistry 7th Edition. USA: Thomson Books
Widiartama, K & Agustini, R. (2016). Pengembangan Lembar Kegiatan Siswa (LKS)
Berorientasi Inkuiri Terbimbing Pada Materi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Laju
Reaksi Untuk melatihkan Kemampuan Analisis Siswa. Unesa Juornal of Chemical
Education. Vol. V (2): 204-2011

12

Anda mungkin juga menyukai