SP-014-010
diisi panitia
Proceeding Biology Education Conference (ISSN: 2528-5742), Vol 13(1) 2016: 770-776
Efri Roziaty
Program Studi Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammdiyah Surakarta
Corresponding Email:er375@ums.ac.id
Abstract: Pesatnya peningkatan penggunaan kendaraan bermotor di area kampus memberikan dampak yang besar
terhadap munculnya pencemaran di suatu wilayah. Emisi yang dikeluarkan oleh masing masing kendaraan
menimbulkan akumulasi pencemar di udara. Untuk melakukan pengukuran terhadapkualitas lingkungan
membutuhkan waktu dan biaya yang sangat mahal. Ada alternatif pengukuran dengan menggunakan
indikator hidup yang dinamakan bioindikator yang menggunakan mahluk hidup. Lichen atau lumut kerak
merupakan organisme yang selama ini digunakan sebagai bioindikator kualitas udara. Penelitian ini
bertujuan untuk mengidentifikasi lichen yang terdapat di sekitar kawasan kampus UMS. Metode yang
dilakukan adalah dengan eksploratif melalui penjelajahan. Pengambilan sampel lichen menggunakan teknik
purpossive sampling. Pemilihan lokasi pengambilan sampel dibagi menjadi 5 stasiun yaitu 1) Kampus 1; 2)
Kampus 2; 3) Asrama mahasiswa (Pesma Mas Mansyur); 4) Pemukiman 1 (Ds.Gonilam) dan 5) Pemukiman
2 (sekitar lapangan bola Ds. Gonilan). Data yang didapat dianalisis dengan membandingkan gambar dan
koloni lichen dengan beberapa buku pegangan (guides book) kemudian menentukan spesies. Emisi
kendaraan yang diukur menghitung jumlah seluruh kendaraan di setiap stasiun. Persentase lichen yang
didapat paling tinggi di stasiun 4 yaitu Pemukiman 1 (Ds. Gonilan) 48.3 % dan terendah 16.3 % di stasiun
5(Pemukiman 2 sekitar lapangan bola Ds. Gonilan). Diameter koloni lichen yang paling rendah yaitu 4.6 cm
berada di stasiun 1 (Kampus 1) dan yang tertinggi 5.3 cm di Pemukiman 2 (sekitar lapangan bola Ds.
Gonilan). Spesies lichen yang di temui berasal dari genus Dirinaria yaitu Dirinaria picta dan D. applanata;
Physcia; Xanthomendoza; Pyxine cocoes. Sedikitnya jumlah lichen yang ditemui mengindikasikan bahwa di
daerah tersebut sudah terjadi pencemaran udara.
Polutan udara yang mencakup 90 % dari Untuk mencegah terjadinya pencemaran dan
keseluruhan polutan, dapat dibedakan menjadi lima dampak yang ditimbulkannya lebih jauh maka ada
kelompok berikut ini : beberapa cara yang bisa ditempuh untuk mengetahui
a. Karbon monoksida (CO) kadar pencemar di atmosfer. Cara yang pertama
b. Nitrogen oksida (NOx) adalah dengan melakukakn pemantauan secara
c. Hidrokarbon (HC) kontinyu. Pemantauan yang kontinyu itu
d. Sulfur dioksida (SOx) menggunakan piranti yang biasa digunakan oleh
e. Partikulat Balai Lingkungan Hidup (BLH). Menurut Bappenas
Di daerah perkotaan, dimana sumber polutan (2006) salah satu cara pemantauan kualitas udara
tertinggi berasal dari sektor transportasi dimana ambien di Indonesia secara umum adalah dengan
hampir sekitar 60 % dihasilkan dari karbon dilakukan pemantauan secara langsung meliputi
monoksida (CO) dan sekitar 15 % adalah beberapa parameter lingkungan seperti : konsentrasi
hidrokarbon (HC). Sedangkan, sumber sumber Co, partikulat debu, senyawa belerang (SOx),
polutan lainnya adalah sektor industri, pembuangan senyawa nitrogen oksida (NOx) dan ozon (O3). Akan
limbah dan lain lain (Fardiaz, 1992)(Kansri tetapi pemantauan tersebut membutuhkan dana tinggi
Boonpragob, 2003). dan SDM yang ahli dalam pengukuran kualitas udara
Mempertimbangkan dampaknya pada ekonomi, tersebut. Selain itu, terbatasnya alat yang ada untuk
kesehatan, dan lingkungan, pencemaran udara memantau kualitas udara menyebabkan rendahnya
merupakan masalah lingkungan yang sangat minat untuk melakukan penelitian di bidang ini.
mendesak untuk ditangani. Oleh karena itu Sehingga, para peneliti menyiasati dengan memantau
diperlukan sistem pemantauan tingkat pencemaran menggunakan parameter biologis.
udara untuk mencegah terjadinya pencemaran udara Salah satu alternatif yang bisa digunakan adalah
lebih jauh (IAEMS). Pemantauan kualitas udara dengan menggunakan tanaman sebagai bioindikator.
ambien di Indonesia telah dilakukan dengan berbagai Bioindikator umumnya adalah tanaman yang dalam
cara. Salah satu di antaranya adalah dengan suatu ekosistem yang berinteraksi dengan lingkungan
mengoperasikan jaringan pemantau kontinu otomatis dan mampu menunjukkan perubahan baik secara
di 10 kota sejak tahun 2000 yang memantau morfologi dan anatomi, dann atau biokimia dan
konsentrasi CO, debu (Partikulat), SOx, dan NOx. fisiologisnya.
Namun, pemantauan kualitas udara ambien dengan Istilah bioindikator adalah salah satu istilah
cara ini memerlukan biaya investasi, operasional, dan yang digunakan untuk menggambarkan pendekatan
perawatan yang tinggi. Di samping itu secara yang berbeda dalam mempelajari respons biologis
keseluruhan kendala dalam pemantauan kualitas terhadap polusi udara. Bioindikator menggambarkan
udara ambien antara lain adalah terbatasnya alat bahwa suatu organisme (tumbuhan) mampu menjadi
pemantau dan dana serta terfokusnya pengamatan suatu instrumen pengukuran. Bioindikator
pada jalan raya sehingga pengambilan sampel tidak memberikan informasi mengenai kualitas dan kondisi
mewakili lingkungan secara keseluruhan. yang sebenarnya terhadap tersuatu lingkungan. Tidak
semua organisme dapat dijadikan biondikator.
Kondisi udara di sekitar kampus UMS Berikut beberapa kriteria indikator menurut Susanto
(2004) dalam (Wijaya, xxxx) yaitu SMART (Spesific
Measureable Attributable Relevant Timely) : 1)
Peningkatan sektor transportasi di sekitar kampus
Spesific berartitumbuhan yang digunakan sebagai
UMS disebabkan salah satunya oleh peningkatan
indikator harus jelas sehingga tidak mungkin terjadi
jumlah sivitas akademika UMS per tahunnya. Pada
kesalahan interpretasi; 2) Measureable artinya
tahun 2014/2015 tercatat sekitar 25.000 mahasiswa
tumbuhan yang digunakan harus mudah diukur dan
aktif di UMS. Jika diasumsikan sekitar 90 %
menggambarkan tanggapan terhadap pencemaran
mahasiwa menggunakan kendaraan bermotor maka
udara pada tingkat pemaparan konsentrasi polutan
emisi gas buang yang terdapat di atmosfer akan
yang jelas. Karena kejelasan suatu pengukuran
sangat berpotensi menyebabkan pencemaran udara
menggambarkan bagaimana cara mendapatkan
(Sihotang & Assomadi, xxxx).
datanya; 3) Attributable artinya tumbuhan indikator
Berdasarkan UU No 32 Tahun 2009 pasal 1
harus memiliki respons yang berbeda yang memapu
ayat 14 mengenai pencemaran lingkungan
memprediksi bagaimana suatu spesies dalam
menyatakan yaitu masuk atau dimasukkannya
menghadapi stres dari lingkungannya sehingga
mahluk hidup, zat,energi, dan/atau komponen lain ke
stresornya dapat dengan mudah teridentifikasi; 4)
dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia
Relevant berarti tumbuhan indikator harus sesuai
sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup
dengan ruang lingkup pemantauan dan dapat
yang telah ditetapkan. Sedangkan menurut PP no 41
menggambarkan hubungan sebab akibat antar
tahun 1999 pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa
indikator; dan 5) Timely artinya pengumpulan data
pencemaran udara adalah masuknya atau
dari suatu tumbuhan indikator harus dapat dilakukan
dimasukkannya zat, energi dari komponen lain ke
secara periodik sehingga dapat menggambarkan
dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga
kondisi lingkungan yang sebenarnya (Wijaya,
mutu udara turun hingga ke tingkat tertentu yang
xxxx)(Gerhardt, 2009).
menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi
fungsinya (Wijaya, xxxx).
Persentas
Stasiun Jumlah
Ulan e koloni
ke-/ Nama spesies Famili Tipe thallus kendaraan/ Pohon inang
gan pada
Lokasi 30 menit
batang
1 Palem
(Kampus 1 Dirinaria spp. Physciaceae Crustose/kerak 50 1160 (Hyophorbe
1) lagenicaulisi)
Palem
2 Dirinaria spp. Physciaceae Crustose/kerak 25 560 (Hyophorbe
lagenicaulisi)
Palem
3 Dirinaria spp. Physciaceae Crustose/kerak 35 1071 (Hyophorbe
lagenicaulisi)
Palem
4 Dirinaria spp. Physciaceae Crustose/kerak 25 434 (Hyophorbe
lagenicaulisi)
Rerata 33.75 806.25
2 Palem
(Kampus 1 Dirinaria spp. Physciaceae Crustose/kerak 35 1482 (Hyophorbe
2) lagenicaulisi)
Palem
2 Dirinaria spp. Physciaceae Crustose/kerak 20 2120 (Hyophorbe
lagenicaulisi)
Palem
3 Dirinaria spp. Physciaceae Crustose/kerak 30 653 (Hyophorbe
lagenicaulisi)
Palem
4 Dirinaria spp. Physciaceae Crustose/kerak 30 613 (Hyophorbe
lagenicaulisi)
Rerata 27.5 1217
Persentas
Stasiun Jumlah
Ulan e koloni
ke-/ Nama spesies Famili Tipe thallus kendaraan/ Pohon inang
gan pada
Lokasi 30 menit
batang
3
Pesma Jati (Tectona
1 Dirinaria spp. Physciaceae Crustose/kerak 50 1218
Mas grandis)
Masyur
Lecidella Lecanoracea
2 Crustose/kerak 15 748
elaeochroma e
Arthonia Arthoniacea
3 17 807
illicina e
Arthoniacea
4 rubrocincta 25 657
e
Rerata 26.75 857.5
4 Angsana
Jalan 1 Dirinaria spp. Physciaceae Foliose 12 187 (Swietenia
Menco macrophylla)
Jati (Tectona
2 Dirinaria spp. Physciaceae Foliose 35 160
grandis)
Graphidacea Jati (Tectona
3 Graphis spp. Crustose/kerak 27 159
e grandis)
Angsana
Graphidacea
4 Graphis spp. Crustose/kerak 25 186 (Swietenia
e
macrophylla)
Rerata 24.75 173
Ketapang
Lapangan
1 Dirinaria spp. Physciaceae Foliose 37 364 (Terminalia
Pabelan
catappa)
Ketapang
2 Dirinaria spp. Physciaceae Foliose 56 185 (Terminalia
catappa)
Ketapang
Graphidacea
3 Graphis spp. Crustose/kerak 36 276 (Terminalia
e
catappa)
Graphidacea
Graphis spp. Angsana
e Crustose/kerak
4 Arthonia 27 311 (Swietenia
Arthoniacea
rubrocincta macrophylla)
e
Rerata 39 284
Walapun jumlah ditemukan Famili Physciaceae lapangan bola Jalan Pabelan. Di kawasan tersebut
yang hidup di hampir keseluruhan stasiun akan tetapi masing banyak ditumbuhi oleh berbagai jenis pohon.
banyak ditemukan thalus yang rusak. Hal ini Pohon yang mendominasi adalah jenis pohon
dimungkinkan karena pada saat dilangsungkan ketapang yaitu Terminalia catappa. Pohon yang
penelitian yaitu pada musim kemarau. didiami oleh spesies lichen tersebut merupakan
Lichen yang diambil sampelnya di 5 stasiun di pohon berkayu dengan karakteristik kulit kayu yang
sekitar kawasan kampus Universitas Muhammadiyah keras.
Surakarta menunjukkan bahwa persentase yang
tertinggi terdapat di kawasan pemukiman di sekitar
50
40
30
20
10
0
Stasiun 1 (Kampus 1) Stasiun 2 (Kampus 2) Stasiun 3 (Pesma Mas Stasiun 4 Pemukiman Stasiun 5 Pemukiman
UMS UMS Masyur) UMS Jalan Menco Lapangan Pabelan
Gambar 4.4. Persentase jumlah koloni lichen di masing masing stasiun pengambilan sampel
5. DAFTAR PUSTAKA
Friedel, A., Oheimb, G., Dengler, & Hardditle, W.
(2006). Species diversity and species
composition of epiphytic bryophytes and lichens
- a comparison of managed and unmanaged
beech forests in NE Germany. Feddes
Repertorium , 172-185.