Anda di halaman 1dari 25

Tugas Laporan Kuliah Macam Desain Penelitian dalam Epidemiologi

Disusun oleh:
Eddy Yuristo NS/04121001009
Dosen Pembimbing: Mariana, SKM, M.Kes. dan Iche Adriyani Liberty, SKM, M.Kes.

1. Randomized Control Trial (RCT)


Randomized Control Trial adalah metode uji klinis yang umumnya digunakan pada uji
coba obat atau prosedur medis. Metode ini merupakan penelitian komparatif eksperimental
terkendali, dimana peneliti memberikan dua atau lebih intervensi kepada pasien yang
digunakan untuk sampel penelitian. Dalam penelitia kedokteran, RCT biasa digunakan untuk
menguji keberhasilan atau efektifitas pengobatan, baik farmakoterapi, tindakan operasi
tertentu, maupun penggunaan peralatan khusus yang ditujukan sebagai suatu terapi.
Prosedur penelitian dengan desain RCT dimulai dengan pengelompokan pasien yang
menjadi sampel penelitian menjadi dua kelompok. Satu kelompok merupakan kelompok
perlakuan dan satu kelompok merupakan kelompok kontrol. Bila penelitian melibatkan lebih
dari satu intervensi, maka kelompok perlakuan dapat terdiri dari dua atau lebih sub kelompok.
Pembagian pasien kedalam kelompok perlakuan dan kelompok kontrol harus dilakukan
secara acak-buta. Pembagian kelompok secara acak-buta ini dimaksudkan untuk
menghilangkan bias dan subyektifitas peneliti. Kendati pembagian kelompok dilakukan
dengan acak buta, karakteristik sampel pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan
diharuskan tidak boleh berbeda secara signifikan agar tidak terjadi bias karakteristik, yang
akan mengurangi validitas hasil penelitian. Sehingga satu-satunya yang membedakan
kelompok kontrol dan kelompok perlakuan adalah intervensi peneliti.
Uji klinik untuk penelitian obat dilakukan dengan beberapa tahap sebagai berikut.
1. Uji klinik fase I. Pada uji klinik fase I ini untuk pertama kalinya obat yang diujikan
diberikan pada manusia (sukarelawan sehat), baik untuk melihat efek farmakologik
maupun efek samping. Secara singkat tujuan uji klinik pada fase ini adalah:
- melihat kemungkinan adanya efek samping dan toleransi subjek terhadap obat
yang diujikan,
- menilai hubungan dosis dan efek obat, dan
- melihat sifat kinetik obat yang meliputi absorpsi, distribusi, metabolisme dan
eksresi.
Dengan melakukan uji klinik fase I ini kita akan memperoleh informasi mengenai
dosis, frekuensi, cara dan berapa lama suatu obat harus diberikan pada pasien agar
diperoleh efek terapetik yang optimal dengan risiko efek samping yang sekecil-

1
kecilnya. Informasi yang diperoleh dari uji klinik fase I ini diperlukan sebagai dasar
untuk melakukan uji klinik berikutnya (fase II).
2. Uji klinik fase II. Bertujuan untuk melihat kemungkinan efek terapetik dari obat yang
diujikan. Pada tahap ini uji klinik dilakukan secara terbuka tanpa kontrol
(uncontrolled trial). Mengingat subjek yang digunakan terbatas, hasil dan kesimpulan
yang diperoleh belum dapat digunakan sebagai bukti adanya kemanfaatan klinik obat.
3. Uji klinik fase III. Dalam tahap ini obat diuji atas dasar prinsip-prinsip metodologi
ilmiah yang ketat. Mengingat hasil yang diperoleh dari uji klinik fase III ini harus
memberi kesimpulan definitif mengenai ada/tidaknya kemanfaatan klinik obat, maka
diperlukan metode pembandingan yang terkontrol (controlled clinical trial). Di sini
obat yang diuji dibandingkan dengan obat standar yang sudah terbukti
kemanfaatannya (kontrol positif) dan/atau plasebo (kontrol negatif).
4. Uji klinik fase IV (post marketing surveillance). Uji tahap ini dilakukan beberapa saat
setelah obat dipasarkan/digunakan secara luas di masyarakat. Uji ini bertujuan untuk
mendeteksi adanya efek samping yang jarang dan serius (rare and serious adverse
effects) pada populasi, serta efek samping lain yang tidak terdeteksi pada uji klinik
fase I, II dan III.
Dua rancangan Randomized Control Trial yang baku dan umum digunakan yakni
rancangan paralel/rancangan antar subjek (Randomized Controlled Trial/RCT-Parallel
Design) dan rancangan silang/rancangan sama subjek (RCT- cross-over design). Berikut
dijelaskan secara ringkas kedua jenis rancangan tersebut.
1. Rancangan paralel/rancangan antar subjek (RCT-parallel design). Prinsip dasar
rancangan ini yakni, secara acak subjek-subjek yang dilibatkan dalam penelitian
dibagi dua atau lebih kelompok pengobatan. Jumlah subjek dalam tiap-tiap kelompok
pengobatan harus seimbang atau sama. Masing-masing kelompok akan memperoleh
pengobatan/perlakuan yang berbeda, sesuai dengan jenis obat/perlakuan yang
diujikan.
2. Rancangan silang/rancangan sama subjek (RCT-cross-over design).Pada rancangan ini
setiap subjek akan memperoleh semua bentuk pengobatan/perlakuan secara selang-
seling yang ditentukan secara acak. Untuk menghindari kemungkinan pengaruh
obat/perlakuan yang satu dengan yang lainnya, setiap subjek akan memperoleh
periode bebas pengobatan (washed-out period). Rancangan ini hanya dapat dilakukan
untuk penyakit-penyakit yang bersifat kronik dan stabil, seperti misalnya rematoid
artritis dan hipertensi.

2
Salah satu pertimbangan dalam Randomized Control Trial adalah besar sampel atau
jumlah subjek yang diperlukan dalam Randomized Control Trial. Beberapa faktor yang perlu
dijadikan salah satu pertimbangan dalam penentuan jumlah sampel adalah sebagai berikut.
a. Derajat kepekaan uji klinik. Jika diketahui bahwa perbedaan kemaknaan klinis antara 2
obat yang diuji tidak begitu besar, maka diperlukan jumlah sampel yang besar.
b. Keragaman hasil. Makin kecil keragaman hasil uji antar individu dalam kelompok yang
sama, maka makin sedikit jumlah subjek yang diperlukan.
c. Derajat kebermaknaan statistik. Makin besar kebermaknaan statistik yang diharapkan
dari uji klinik, maka makin besar pula jumlah subjek yang diperlukan.
Randomized Controlled Trial mempersyaratkan adanya penyamaran (masking) atau
disebut pula pembutaan (blinding). Dengan penyamaran, maka pasien dan/atau pemeriksa
tidak mengetahui yang mana terapi yang diuji dan yang mana pembandingnya. Biasanya
bentuk intervensi yang diuji dan pembandingnya dibuat sama. Tujuan utama penyamaran ini
adalah untuk menghindari bias (pracondong) pada penilaian respons terhadap obat yang
diujikan. Penyamaran dapat dilakukan secara:
a. Single blind, jika identitas obat tidak diberitahukan pada pasien.
b. Double blind, jika baik pasien maupun dokter pemeriksa tidak diberitahu obat yang diuji
maupun Pembandingnya
c. Triple blind, jika pasien, dokter pemeriksa maupun individu yang melakukan analisis
tidak diberitahu identitas obat yang diuji dan pembandingnya. Dengan teknik
penyamaran/pembutaan ini bukan berarti tidak ada kontrol terhadap pelaksanaan uji
klinik. Kesehatan dan keselamatan pasien tetap dipantau sepenuhnya oleh penanggung
jawab medik, sehingga sewaktu-waktu terjadi hal-hal yang tidak diharapkan (adverse
effects) dapat segera dilakukan penanganan secara medik.
Analisis data dan interpretasi hasil suatu uji klinik sangat tergantung pada metode
statistika yang digunakan. Sebagai contoh, jika kriteria untuk penilaian hasil diekspresikan
dalam bentuk "ya" atau "tidak" (misalnya sembuh-tidak sembuh; hidup- mati; berhasil-gagal)
maka salah satu uji statistikanya adalah kai kuadrat (Chi-square). Untuk menguji ada
tidaknya perbedaan angka rata-rata (mean) antara 2 kelompok uji, maka digunakan uji-t
(Students t-test). Metode statistika yang akan digunakan untuk analisis data uji klinik harus
sudah disiapkan saat pengembangan protokol (protocol development), untuk menghindari
ketidaktepatan uji statistika dan interpretasi hasil.

3
Bagan 1 Macam Penelitian RCT, sumber Baoliang, How to Calculate Sample Size in Randomized
Controlled Trial. Dalam http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3256489/,

Bagan 2 Rumus Perhitungan Sampel, sumber Baoliang, How to Calculate Sample Size in Randomized
Controlled Trial. Dalam http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3256489/,

4
Keuntungan dari RCT adalah sebagai berikut.
a. Saat ini, RCT dianggap sebagai metode dengan bukti ilmiah paling tepercaya dalam
perawatan kesehatan karena menghilangkan kausalitas palsu dan bias. Hal ini disebabkan
karena dalam prakteknya, RCT mensyaratkan untuk menggunakan sampel manusia
sebagai pasien yang sesungguhnya, dan tidak boleh diganti dengan menggunakan hewan
percobaan.
b. Uji klinis secara teori sangat menguntungkan oleh karena banyak metode statistik harus
berdasarkan pemilihan subyek secara random.
c. Kelompok subyek merupakan kelompok sebanding sehingga intervensi dari luar setelah
randominasi tidak banyak berpengaruh terhadap hasil penelitian selama intervensi
tersebut mengenai kedua kelompok subyek.
Kelemahan dari RCT adalah sebagai berikut.
a. Memerlukan waktu yang lama dan biaya yang besar, karena yang diperbandingkan
adalah pasien dalam kondisi yang senyatanya.
b. Kesulitan dalam mempelajari peristiwa dan penyakit yang langka.
c. Tidak dapat diterapkan pada tindakan yang memiliki efek dramatis dan cepat.
d. Uji klinis mungkin dilakukan dengan seleksi tertentu sehingga tidak representatif
terhadap populasi terjangkau atau populasi target.

5
Contoh jurnal dengan metode Randomized Controlled Trial.

Bagan 3. Contoh Artikel Jurnal dengan Desain RCT dalam www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/25906700

2. Community Trials
Intervensi komunitas adalah studi di mana intervensi dialokasikan kepada komunitas,
bukan kepada individu-individu. Intervensi komunitas dipilih karena alokasi intervensi tidak
mungkin atau tidak praktis dilakukan kepada individu. Desain studi ini digunakan untuk
mengevaluasi intervensi yang bertujuan untuk mengurangi dampak pada komunitas.
Pengumpulan data pun diambil di komunitas, sehingga cocok untuk penyakit yang memiliki
makna sosial.

6
Subyek yang terjangkit dan tidak terjangkit penyakit antara kedua kelompok studi
kemudian dibandingkan, untuk menilai pengaruh perlakuan. Kelebihan utama dari community
trial adalah bisa mengevaluasi suatu intervensi kesehatan masyarakat dengan sangat baik,
karena pengujian dilakukan pada keadaan komunitas yang sebenar-benarnya.

Bagan 4. Contoh Artikel Jurnal dengan Desain Community Trials dalam


www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/25906700

3. Ecological Study
Studi ekologikal atau studi korelasi populasi adalah studi epidemiologi dengan populasi
sebagai unit analisis, yang bertujuan mendeskripsikan hubungan korelatif antara penyakit dan
faktor-faktor yang diteliti. Faktor-faktor tersebut misalnya, umur, bulan, atau obat-obatan.
Unit observasi dan unit analis pada studi ini adalah kelompok (agregat) individu, komunitas
atau populasi yang lebih besar. Agregat tersebut biasanya dibatasi oleh scara geografik,
misalnya penduduk provinsi, penduduk kotamadya, penduduk negara, dan sebagainya.

7
Penelitian korelasi atau ekologi adalah suatu penelitian untuk mengetahui hubungan dan
tingkat hubungan antara dua variabel atau lebih tanpa ada upaya untuk mempengaruhi
variabel tersebut sehingga tidak terdapat manipulasi variabel. Adanya hubungan dan tingkat
variabel ini penting karena dengan mengetahui tingkat hubungan yang ada, peneliti akan
dapat mengembangkannya sesuai dengan tujuan penelitian. Jenis penelitian ini biasanya
melibatkan ukuran statistik/tingkat hubungan yang disebut dengan korelasi. Penelitian
korelasional menggunakan instrumen untuk menentukan apakah, dan untuk tingkat apa,
terdapat hubungan antara dua variabel atau lebih yang dapat dikuantitatifkan.
Penelitian korelasional dilakukan dalam berbagai bidang diantaranya pendidikan, sosial,
maupun ekonomi. Penelitian ini hanya terbatas pada panafsiran hubungan antarvariabel saja
tidak sampai pada hubungan kausalitas, tetapi penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk
dijadikan penelitian selanjutnya seperti penelitian eksperimen
Penelitian korelasi mempunyai tiga karakteristik penting untuk para peneliti yang hendak
menggunakannya. Tiga karakteristik tersebut adalah sebagai berikut.
1. Penelitian korelasi tepat jika variabel kompleks dan peneliti tidak mungkin melakukan
manipulasi dan mengontrol variabel seperti dalam penelitian eksperimen.
2. Memungkinkan variabel diukur secara intensif dalam setting (lingkungan) nyata.
3. Memungkinkan peneliti mendapatkan derajat asosiasi yang signifikan
Macam-macam studi ekologi adalah sebagai berikut.
1. Penelitian Hubungan. Penelitian hubungan, relasional, atau korelasi sederhana
(seringkali hanya disebut korelasi saja) digunakan untuk menyelidiki hubungan
antara hasil pengukuran terhadap dua variabel yang berbeda dalam waktu yang
bersamaan. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan tingkat atau derajat hubungan
antara sepasang variabel (bivariat). Dalam penelitian korelasi sederhana ini hubungan
antar variabel tersebut ditunjukkan oleh nilai koefisien korelasi. Nilai koofisien
korelasi merupakn suatu alat statistik yang digunakan untuk membantu peneliti dalam
memahami tingkat hubungan tersebut. Nilai koefisien bervariasi dari -1,00 sampai
+1,00 diperoleh dengan menggunakan teknik statistik tertentu sesuai dengan karakter
dari data masing-masing variabel. Pada dasarnya, desain penelitian hubungan ini
cukup sederhana, yakni hanya dengan mengumpulkan skor dua variabel dari
kelompok subjek yang sama dan kemudian menghitung koefisien korelasinya. Oleh
karena itu, dalam melakukan penelitian ini, pertama-tama peneliti menentukan
sepasang variabel yang akan diselidiki tingkat hubungannya. Pemilihan kedua

8
variabel tersebut harus didasarkan pada teori, asumsi, hasil penelitian yang
mendahului, atau pengalaman bahwa keduanya sangat mungkin berhubungan.
2. Penelitian Prediktif. Penelitian korelasi jenis ini memfokuskan pada pengukuran
terhadap satu variabel atau lebih yang dapat dipakai untuk memprediksi atau
meramal kejadian di masa yang akan datang atau variabel lain. Penelitian ini
sebagaimana penelitian relasional, melibatkan penghitungan korelasi antara suatu
pola tingkah laku yang kompleks, yakni variabel yang menjadi sasaran prediksi atau
yang diramalkan kejadiannya (disebut kriteria), dan variabel lain yang diperkirakan
berhubungan dengan kriteria, yakni variabel yang dipakai untuk memprediksi
(disebut prediktor). Teknik yang digunakan untuk mengetahui tingkat prediksi antara
kedua variabel tersebut adalah teknik analisis regresi yang menghasilkan nilai
koefisien regresi, yang dilambangkan dengan R.
3. Korelasi Multivariat. Teknik untuk mengukur dan menyelidiki tingkat hubungan
antara kombinasi dari tiga variabel atau lebih disebut teknik korelasi multivariat. Ada
beberapa teknik yang dapat digunakan, dua diantaranya yang akan dibahas di sini
adalah: regresi ganda atau multiple regresion dan korelasi kanonik.
Regresi ganda. Memprediksi suatu fenomena yang kompleks hanya dengan
menggunakan satu faktor (variabel prediktor) seringkali hanya memberikan hasil
yang kurang akurat. Dalam banyak hal, semakin banyak informasi yang diperoleh
semakin akurat prediksi yang dapat dibuat, yakni dengan menggunakan kombinasi
dua atau lebih variabel prediktor, prediksi terhadap variabel kriteria akan lebih akurat
dibanding dengan hanya menggunakan masing-masing variabel prediktor secara
sendiri-sendiri. Dengan demikian, penambahan jumlah prediktor akan meningkatkan
akurasi prediksi kriteria.
Korelasi kanonik. Pada dasarnya teknik ini sama dengan regresi ganda, dimana
beberapa variabel dikombinasikan untuk memprediksi variabel kriteria. Akan tetapi,
tidak seperti regresi ganda yang hanya melibatkan satu variabel kriteria, korelasi
kanonik melibatkan lebih dari satu variabel kriteria. Korelasi ini berguna untuk
menjawab pertanyaan, bagaimana serangkaian variabel prediktor memprediksi
serangkai variabel kriteria? Dengan demikian, korelasi kanonik ini dapat dianggap
sebagai perluasan dari regresi ganda,dan sebaliknya, regresi berganda dapat dianggap
sebagai bagian dari korelasi kanonik. Seringkali korelasi ini digunakan dalam
penelitian eksplorasi yang bertujuan untuk meentukan apakah sejumlah variabel
mempunyai hubungan satu sama lain yang serupa atau berbeda.

9
Kekuatan pada studi ekologikal adalah dapat menggunakan data insidensi, prevalensi
maupun mortalitas. Rancangan ini tepat sekali digunkan pada penyelidikan awal hubungan
penyakit, sebab mudah dilakukan dan murah dengan memanfatkan informasi yang tersedia.
Mislanya, Biro Pusat Statistik secara teratur mengumpulkan data demografi dan data
konsumsi yang dapat dikorelasikan dengan morbiditas, mortalitas dan penggunaan sumber
sumberdaya keehatan yang dikumpulkan Depatemen Kesehatan.
Kelemahan pada studi ini adalah studi ekologi tak dapat dipakai untuk menganalisis
hubungan sebab akibat karena dua alasan. Alasan pertama adalah, ketidakmampuan
menjembatani kesenjangan status paparan dan status penyakit pada tingkat populasi dan
individu. Sedangkan alasan kedua adalah studi ekologi tak mampu untuk mengontrol faktor
perancu potensial.
Berikut merupakan contoh jurnal studi ekologi.

Bagan 5. Contoh Jurnal dengan desain Ecological Study, sumber


http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24398911

10
4. Cross-Sectional
Cross sectional ialah suatu desain penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara
faktor-faktor resiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data
sekaligus pada suatu saat (point time approach). Artinya, tiap subjek penelitian hanya
diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau variabel
subjek pada saat pemeriksaan. Hal ini tidak berarti bahwa semua subjek penelitian diamati
pada waktu yang sama. Desain ini dapat mengetahui dengan jelas mana yang jadi pemajan
dan outcome, serta jelas kaitannya hubungan sebab akibatnya. Jenis penelitian ini berusaha
mempelajari dinamika hubungan hubungan atau korelasi antara faktor-faktor risiko dengan
dampak atau efeknya.
Penelitian cross sectional ini, peneliti hanya mengobservasi fenomena pada satu titik
waktu tertentu. Penelitian yang bersifat eksploratif, deskriptif, ataupun eksplanatif. penelitian
cross-sectional mampu menjelaskan hubungan satu variabel dengan variabel lain pada
populasi yang diteliti, menguji keberlakuan suatu model atau rumusan hipotesis serta tingkat
perbedaan di antara kelompok sampling pada satu titik waktu tertentu. Namun
penelitian cross-sectional tidak memiliki kemampuan untuk menjelaskan dinamika perubahan
kondisi atau hubungan dari populasi yang diamatinya dalam periode waktu yang berbeda,
serta variabel dinamis yang mempengaruhinya
Tujuan penelitian cross sesctional adalah sebagai berikut:
a. Mencari prevalensi serta indisensi satu atau beberapa penyakit tertentu yang terdapat di
masyarakat.
b. Memperkirakan adanya hubungan sebab akibat pada penyakit-penyakit tertentu dengan
perubahan yang jelas.
c. Menghitung besarnya resiko tiap kelompok, resiko relatif, dan resiko atribut.

Untuk perhitungan sampel, biasanya rumus yang bisa dipakai menggunakan


proporsi binomunal (binomunal proportions). Jika besar populasi (N) diketahui, maka
dicari dengan menggunakan rumus berikut:

Rumus Sampel Cross Sectional

11
Dengan jumlah populasi (N) yang diketahui, maka peneliti bisa melakukan
pengambilan sampel secara acak). Namun apabila besar populasi (N) tidak diketahui atau (N-
n)/(N-1)=1 maka besar sampel dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Rumus Lemeshow
Keterangan :
n = jumlah sampel minimal yang diperlukan
= derajat kepercayaan
p = proporsi anak yang diberi ASI secara eksklusif
q = 1-p (proporsi anak yang tidak diberi ASI secara eksklusif
d = limit dari error atau presisi absolut
Jika ditetapkan =0,05 atau Z1- /2 = 1,96 atau Z2
1- /2 = 1,962 atau dibulatkan menjadi 4, maka rumus untuk besar N yang diketahui kadang-
kadang diubah menjadi:

Penyederhanaan Rumus Lemeshow

Ciri-ciri penelitian cross sesctional adalah sebagai berikut:


a. Pengumpulan data dilakukan pada satu saat atau satu periode tertentu dan pengamatan
subjek studi hanya dilakukan satu kali selama satu penelitian.
b. Perhitungan perkiraan besarnya sampel tanpa memperhatikan kelompok yang terpajan
atau tidak.
c. Pengumpulan data dapat diarahkan sesuai dengan kriteria subjek studi.
d. Tidak terdapat kelompok kontrol dan tidak terdapat hipotesis spesifik.
e. Hubungan sebab akibat hanya berupa perkiraan yang dapat digunakan sebagai hipotesis
dalam penelitian analitik atau eksperimental.
Kekuatan penelitian cross sectional adalah sebagai berikut:

12
a. Studi cross sectional memungkinkan penggunaan populasi dari masyarakat umum, tidak
hanya para pasien yang mencari pengobatan, hingga generalisasinya cukup memadai
b. Relatif murah dan hasilnya cepat dapat diperoleh
c. Mudah untuk dilakukan
d. Tidak memaksa subjek untuk mengalami faktor yang diperkirakan bersifat merugikan
kesehtan (faktor resiko) dan tidak ada subjek yang kehilangan terapi yang diperkirakan
bermanfaat.
e. Dapat dipakai untuk meneliti banyak variabel sekaligus
f. Jarang terancam loss to follow-up (drop out)
g. Dapat dimasukkan ke dalam tahapan pertama suatu penelitian kohort atau eksperimen,
tanpa atau dengan sedikit sekali menambah biaya
h. Dapat dipakai sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya yang bersifat lebih konklusif
i. Membangun hipotesis dari hasil analisis
Kelemahan penelitian cross sectional adalah sebagai berikut:
a. Sulit untuk menentukan sebab akibat karena pengambilan data risiko dan efek dilakukan
pada saat yang bersamaan (temporal relationship tidak jelas)
b. Studi prevalens lebih banyak menjaring subyek yang mempunyai masa sakit yang
panjang daripada yang mempunyai masa sakit yang pendek, karena inidividu yang cepat
sembuh atau cepat meninggal mempunyai kesempatan yang lebih kecil untuk terjaring
dalam studi
c. Dibutuhkan jumlah subjek yang cukup banyak, terutama bila variabel yang dipelajari
banyak
d. Memiliki validitas inferensi yang lemah dan kurang mewakili sejumlah populasi yang
akurat, oleh karena itu penelitian ini tidak tepat bila digunakan untuk menganalisis
hubungan kausal paparan dan penyakit
e. Sulit untu menentukan sebab dan akibat karena pengambilan data risiko dan efek
dilakukan pada saat yang bersamaan.
f. Tidak praktis untuk meneliti kasus yang sangat jarang, misalnya kanker lambung,karena
pada populasi usia 45-49 tahun diperlukan paling tidak 10.000 subjek untuk
mendapatkan suatu kasus.
g. Tidak menggambarkan perjalanan penyakit, insidensi maupun prognosis
h. Tidak praktis untuk meneliti kasus yang jarang
i. Tidak menggambarkan perjalanan penyakit
Contoh jurnal dengan desain cross-sectional adalah sebagai berikut.

13
Bagan 6. Contoh Jurnal dengan Desain Cross-Sectional, sumber
www.sciencedomain.org/abstract.php?iid=469&id=8&aid=4038

5. Cohort
Penelitian cohort adalah rancangan penelitian epidemologi yang mempelajari hubungan
antara pajanan dan penyakit, dengan cara membandingkan kelompok terpajan (faktor
penelitian) dan kelompok tak terpajan berdasarkan status penyakit, pada umumnya rancangan
cohort merupakan penelitian epidemologi longitudinal prospektif, yaitu :
a. Dimulai dari status keterpajanan
b. Arahnya selalu maju (prospektif)
Artinya penelitian dimulai dengan mengidentifikasi status pajanan faktor risiko. Pada
saat mengidentifikasi faktor risiko, semua subyek penelitian (kelompok terpajan faktor risiko
dan kelompok tidak terpajan faktor risiko) harus bebas dari penyakit atau efek yang diteliti.
Setelah itu subyek-subyek dengan maupun tanpa pajanan faktor risiko diiluti terus secara
prospektif sampai timbul efek (penyakit tertentu).

14
Pada penelitian cohort yang dicari adalah jumlah minimal untuk kelompok exposure dan
non-exposure atau kelompok terpapar dan tidak terpapar. Jika yang digunakan adalah data
proporsi maka untuk penelitian khohor nilai p0 pada rumus di atas sebagai proporsi yang
sakit pada populasi yang tidak terpapar dan p1 adalah proporsi yang sakit pada populasi yang
terpapar atau nilai p1 = p0 x RR (Relative Risk). Perhitungan sampel untuk desain cohort
adalah sebagai berikut.
Jika nilai p adalah data kontinue (misalnya rata-rata berat badan, tinggi badan, IMT dan
sebagainya) atau tidak dalam bentuk proporsi, maka penentuan besar sampel untuk kelompok
dilakukan berdasarkan rumus berikut:

Hal yang perlu diperhatikan dalam memilih populasi dan kelompok pembanding dalam
penelitian cohort adalah sebagai berikut :
I. Populasi
a. Relatif harus stabil
b. Mudah diamati dan terjangkau
c. Memiliki derajat keterpaparan penyakit yang diamati
d. Tidak sedang menderita penyakit yang diamati
II. Kelompok pembanding
a. Penduduk dari kelompok kohort yang sama
b. Populasi umum dan populasi kohort
c. Populasi lain yang memiliki keadaan hampir sama kecuali faktor pemajan
Berikut merupakan kelebihan rancangan kohort.
a. Dapat melihat hubungan satu penyebab terhadap beberapa akibat
b. Dapat mengikuti secara langsung kelompok yang dipelajari
c. Dapat menemukan mana yang lebih dulu (causa atau efek)
d. Biasnya lebih kecil
Berikut merupakan kekurangan rancangan kohort.

15
a. Membutuhkan biaya yang relatif mahal
b. Lama dalam persiapan dan hasil yang diperoleh
c. Hanya bisa mengamati satu faktor penyebab
d. Kurang efisien dan tidak praktis untuk mempelajari penyakit yang langka/jarang atau
penyakit yang bersifat kronik
e. Mempunyai risiko untuk hilangnya subyek/drop out selama penelitian, karena migrasi,
partisipasi rendah atau meninggal.
Berikut merupakan contoh jurnal dengan desain cohort.

Bagan 7. Contoh Jurnal dengan Desain Cohort, sumber http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/25695881

16
6. Case-Control
Case Control adalah suatu penelitian analitik yang menyangkut bagaimana faktor risiko
dipelajari dengan menggunakan pendekatan retrospective. Case Control dapat
dipergunakan untuk mencari hubungan seberapa jauh faktor risiko mempengaruhi terjadinya
penyakit mis: hubungan antara kanker serviks dengan perilaku seksual, hubungan antara
tuberculosis anak dengan vaksinasi BCG atau hubungan antara status gizi bayi berusia 1
tahun dengan pemakaian KB suntik pada ibu.
Desain Case control sering dipergunakan para peneliti karena dibandingkan dengan
kohort, desain ini lebih murah, lebih cepat memberikan hasil dan tidak memerlukan sampel
yang besar. Bahkan untuk penyakit yang jarang, case control merupakan satu-satunya
penelitian yang mungkin dilaksanakan untuk mengindentifikasi faktor resiko.
Rumus yang digunakan untuk mencari besar sampel baik case control maupun kohort
adalah sama, terutama jika menggunakan ukuran proporsi. Hanya saja untuk penelitian
khohor, ada juga yang menggunakan ukuran data kontinue (nilai mean).
Besar sampel untuk penelitian case control adalah bertujuan untuk mencari sampel
minimal untuk masing-masing kelompok kasus dan kelompok kontrol. Kadang
kadang peneliti membuat perbandingan antara jumlah sampel kelompok kasus dan kontrol
tidak harus 1 : 1, tetapi juga bisa 1: 2 atau 1 : 3 dengan tujuan untuk memperoleh hasil yang
lebih baik. Adapun rumus yang banyak dipakai untuk mencari sampel minimal penelitian
case-control adalah sebagai berikut:

Rumus Sampel Case Control dan Kohort

Tahap-tahap penelitian case control ini adalah sebagai berikut :


a. Identifikasi variable-variabel penelitian (faktor risiko dan efek)
b. Menetapkan objek penelitian (populasi dan sampel)
c. Identifikasi kasus.

17
d. Pemilihan subjek sebagai control.
e. Melakukan pengukuran retrospektif (melihat ke belakang) untuk melihat faktor resiko
f. Melakukan analisis dengan membandingkan proporsi antara variabel-variabel objek
penelitian dengan variable control.
Kelebihan Rancangan Penelitian Case Control adalah sebagai berikut.
a. Adanya kesamaan ukuran watu antara kelompok kasus dengan kelompok control
b. Adanya pambatasan atau pengndalian faktor resiko sehingga hasil penilitian lebih tajam
disbanding dengan hasil rancangan cross sectional
c. Tidak menghadapi kendala etik seperti pada penelitian eksperimen atau cohort
d. Tidak memerlukan waktu lama (lebih ekonomis)
Kekurangan Rancangan Penelitian Case Control adalah sebagai berikut.
a. Pengukuran variable yang retrospektif, objektifitas dan reliabilitasnya kurang karena
subjek penelitian harus mengingat kembali faktor-faktor risikonya,
b. Tidak dapat diketahui efek variabel luar karena secara teknis tidak dapat dikendalikan
c. Kadang-kadang sulit memilih control yang benar-benar sesuai dengan kelompok kasus
karena banyaknya faktor resiko yang harus dikendalikan.
Contoh jurnal yang menggunakan desain case-control.

Bagan 8. Contoh Jurnal dengan Desain Case-Control, sumber


http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2516340/

18
7. Case-Crossover
Crossover study termasuk salah satu uji klinis yang sangat mirip dengan study kohort,
karena kelompok perlakuan dan control diikuti sampai waktu yang ditentukan. Crossover
study adalah frekuensi paparan selama sebelum penelitian dibandingkan dengan frekuensi
paparan selama waktu kontrol pada periode sebelumnya, study intervensi dimana dua
kelompok yang sama terkena dua intervensi yang berbeda dalam dua periode terpisah dari
waktu. Hal ini membutuhkan bahwa efek dari intervensi cukup tidak berdampak pada
pengaruh intervensi kedua dan bahwa kesenjangan waktu antara dua intervensi yang pendek.
Pemberian dua atau lebih eksperimental terapi satu demi satu atau secara acak dengan
kelompok pasien yang sama.
Kasus menyeberang studi adalah versi kasus kontrol studi crossover. Dalam kasus
menyeberang desain semua mata pelajaran adalah kasus dan paparan diukur dalam dua
periode waktu yang berbeda. Prinsip umum adalah untuk menemukan jawaban atas
pertanyaan: "Apakah kasus - pasien melakukan sesuatu yang aneh dan tidak biasa sebelum
onset penyakit?" Atau "Apakah pasien melakukan sesuatu yang tidak biasa dibandingkan
dengan rutinitasnya?". Asumsinya adalah bahwa jika ada memicu peristiwa, kejadian ini
harus terjadi lebih sering segera sebelum onset penyakit dari pada setiap periode yang sama
jauh dari onset penyakit.
Dalam kasus menyeberang studi, bukan untuk memperoleh informasi dari dua
kelompok (kasus dan kontrol), informasi paparan diperoleh dari kelompok kasus yang sama
tetapi selama dua periode waktu yang berbeda. Dalam paparan pertama periode diukur segera
sebelum onset penyakit. Dalam kedua paparan periode diukur pada waktu sebelumnya
(dianggap mewakili eksposur latar belakang pada orang yang sama). Paparan antara kasus
sesaat sebelum onset penyakit ini kemudian dibandingkan dengan paparan antara kasus yang
sama pada waktu sebelumnya. Setiap kasus dan kontrol cocoknya (dirinya sendiri) karena itu
otomatis dicocokkan pada banyak karakteristik (usia, jenis kelamin, status sosial ekonomi,
dll)
Karakteristik dari cross-over adalah sebagai berikut.
1. Exposure harus berubah dari waktu ke waktu pada orang yang sama dan selama periode
waktu yang singkat.
2. Exposure tidak boleh berubah secara sistematis dari waktu ke waktu. Pada contoh
aktivitas fisik paparan di jam segera sebelum onset dan telah mendokumentasikan
paparan referensi dua hari sebelum pada waktu yang sama. Ini tidak akan sesuai jika

19
aktivitas fisik terjadi dalam waktu yang sistematis (setiap hari kedua pada waktu yang
sama).
3. Exposure harus memiliki efek jangka pendek. Durasi efek paparan harus lebih pendek
dari rata-rata waktu antara dua eksposur rutin pada individu yang sama. Efek dari
paparan pertama harus berhenti sebelum paparan berikutnya.
4. Waktu induksi antara paparan dan hasil harus pendek.
5. Penyakit harus memiliki onset mendadak . Kasus cross over tidak tepat jika tanggal yang
tepat/ waktu onset tidak tersedia atau jika onset mendadak tidak ada (beberapa penyakit
kronis).
6. Beberapa periode waktu acuan dapat digunakan untuk mendokumentasikan paparan rata-
rata antara kasus. Dalam hal itu, rata-rata waktu yang terkena dihitung dan dibandingkan
dengan paparan sesaat sebelum onset penyakit. Efisiensi kasus menyeberang metode
meningkat dengan jumlah periode referensi disertakan.
Berikut merupakan kelebihan desain cross-over.
1. Mengurangi variasi antar individu dan memperkecil ukuran sample sampai 50% dari
desain paralel
2. Cocok untuk peyakit kronik dan stabil
3. Kontrol karakteristik tiap individu
4. Efektif untuk mempelajari efek dari paparan jangka pendek terhadap risiko kejadian akut
Berikut merupakan kekurangan desain cross-over.
1. Tidak cocok untuk penyakit yang cepat sembuh atau yang sembuh dalam 1 x terapi.
2. Ada carry over effect yaitu efek perlakuan pertama belum hilang pada saat pengobatan
kedua dan order effect yaitu terjadinya perubahan derajat penyakit atau lingkungan
selama penelitian berlangsung.
3. Kemungkinan drop out lebih besar.
4. Perlu waktu untuk menghilangkan efek obat awal sebelum pengobatan kedua dimulai
(wash out period) yang cukup
5. Tidak dapat dikerjakan pada subyek dengan kepatuhan rendah
6. Tidak otomatis mengantrol pembauran dari faktor waktu terkait

20
Contoh jurnal dengan desain cross-over.

Bagan 9. Contoh jurnal dengan desain cross-over, diakses www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12762580

8. Epidemiologi Deskriptif

Epidemiologi deskriptif adalah studi pendekatan epidemiologi yang bertujuan untuk


menggambarkan masalah kesehatan yang terdapat di dalam masyarakat dengan menentukan
frekuensi, distribusi dan determinan penyakit berdsarkan atribut & variabel menurut segitiga
epidemiologi (orang, tempat, dan waktu).
Studi Deskriptif disebut juga studi prevalensi atau studi pendahuluan dari studi analitik
yang dapat dilakukan suatu saat atau suatu periode tertentu. Jika studi ini ditujukan kepada
sekelompok masyarakat tertentu yang mempunyai masalah kesehatan maka disebutlah studi
kasus tetapi jika ditujukan untuk pengamatan secara berkelanjutan maka disebutlah dengan
surveilans serta bila ditujukan untuk menganalisa faktor penyebab atau risiko maupun
akibatnya maka disebut dengan studi potong lintang atau cross sectional.
Tujuan epidemiologi deskriptif adalah :
1. Untuk menggambarkan distribusi keadaan masalah kesehatan sehingga dapat diduga
kelompok mana di masyarakat yang paling banyak terserang.

21
2. Untuk memperkirakan besarnya masalah kesehatan pada berbagai kelompok.
3. Untuk mengidentifikasi dugaan adanya faktor yang mungkin berhubungan terhadap
masalah kesehatan (menjadi dasar suatu formulasi hipotesis).
Berdasarkan unit pengamatan/analisis epidemiologi deskriptif dibagi 2 kategori :
Populasi : Studi Korelasi Populasi, Rangkaian Berkala (time series).
Individu : Laporan Kasus (case report), Rangkaian Kasus (case series), Studi Potong
Lintang (Cross-sectional).

1) Studi Kasus (case report). Studi kasus adalah suatu studi yang menggambarkan pengalaman
dari satu atau sebuah kelompok pasien dengan diagnosis yang sama atau mirip. Studi kasus
pada umumnya melaporkan suatu kejadian yang tidak biasa dan menggambarkan atau
merupakan petunjuk awal untuk identifikasi penyakit baru. Studi kasus menelah secara
intensif terhadap seorang atau sekelompok individu yang mengalami kasus tertentu. Analisis
dalam studi kasus harus mendalam sehingga mampu mengungkapkan semua variabel yang
menyebabkan terjadinya kasus.
Ciri-ciri Studi kasus adalah :
a. Peneliti mencoba untuk mencermati secara mendalam dan menyeluruh.
b. Pegumpulan data meliputi pengalaman masa lampau dan keadaan lingkungan subyek
sekarang.
c. Kasus meliputi individu dan unit sosial
2) Penelitian Survei. Penelitian yang digunakan untuk mengukur gejala yang ada tanpa
menyelediki kenapa gejala tersebut ada. Penelitian yang ditujukan untuk memperoleh
gambaran umum tentang karakteristik populasi.
Ciri-cirinya penelitian survey adalah :
a. pengumpulkan data yang relatif terbatas dari sejumlah kasus yang relatif besar jumlahnya
b. Lebih mengutamakan pada penentuan informasi tentang variabel daripada informasi
tentang individu
c. Digunakan untuk mengukur gejala yang ada tanpa menyelediki kenapa gejala tersebut
ada.
3) Penelitian Korelasi. Penelitian yang dirancang untuk menentukan tingkat hubungan variabel-
variabel yang berbeda dalam suatu populasi. Penelitian bermaksud untuk mengetahui ada
tidaknya hubungan antara dua atau beberapa variabel
4) Penelitian Pengembangan. Penelitian yang ditujukan untuk menyelidiki kemajuan pada
beberapa dimensi dan dirancang untuk mencoba mengetahui perkembangan subyek atau
22
obyek. Peneliti bisa mengikuti perkembangan subyek penelitian dalam waktu yang lama dan
bisa pada berbagai tingkatan karakteristik pada waktu yang sama.
5) Penelitian Lanjutan. Penelitian yang dirancang untuk menyelidiki perkembangan lanjutan
subyek penelitian setelah diberikan perlakuan tertentu atau setelah kondisi tertentu.
Perlakukan yang dimaksud berupa: pelatihan, pendidikan, pembinaan dan sejenisnya.
Penelitian ini digunakan untuk menilai keberhasilan program tertentu dan dalam dunia
pendidikan diutamakan program yang berhubungan dengan pendidikan.
6) Penelitian Analisis Dokumen. Penelitian yang dirancang untuk mengumpulkan informasi
tetapi melalui pengujian arsip dan dokumen. Juga disebut sebagai penelitian analisis isi
(content analisys). Peneliti bekerja secara obyektif dan sistematis untuk mendeskripsikan isi
bahan komunikasi melalui pendekatan kuantitatif
7) Penelitian Ex Post Facto. Penelitian yang dirancang untuk menyelidiki permasalahan dengan
mempelajari atau meninjau variabel- variabel. Penelitian berupa pencarian empirik yang
sistematik dimana peneliti tidak dapat mengontrol langsung variabel bebas karena
peristiwanya telah terjadi atau karena sifatnya tidak dapat dimanipulasi. Peneliti berusaha
menentukan sebab, atau alasan adanya perbedaan dalam status kelompok individu. Sama
dengan eksperimen tetapi tidak melakukan pengontrolan

9. Epidemiologi Analitik
Epidemiologi analitik merupakan studi epidemiologi yang ditujukan untuk mencari
faktor-faktor penyebab timbulnya penyakit atau mencari penyebab terjadinya variasi yaitu
tinggi atau rendahnya frekuensi penyakit pada kelompok individu. Epidemiologi analitik
adalah epidemiologi yang menekankan pada pencarian jawaban terhadap penyebab terjadinya
frekuensi, penyebaran serta munculnya suatu masalah kesehatan.
Studi analitik digunakan untuk menguji hubungan sebab akibat dan berpegangan pada
pengembangan data baru. Kunci dari studi analitik ini adalah untuk menjamin bahwa studi di
desain tepat sehingga temuannya dapat dipercaya (reliabel) dan valid. Penelitian eksperimen
merupakan metode yang paling kuat untuk mengungkapkan hubungan sebab akibat.
Epidemiologi analitik menguji hipotesis dan menaksir (mengestimasi) besarnya hubungan /
pengaruh paparan terhadap penyakit.
Studi analitik merupakan studi epidemiologi yang menitikberatkan pada pencarian
hubungan sebab (faktor-faktor resiko) akibat (kejadian penyakit). Studi epidemiologi analitik
adalah studi epidemiologi yang menekankan pada pencarian jawaban tentang penyebab terjadinya masalah
kesehatan (determinal), besarnya masalah/ kejadian (frekuensi), dan penyebaran serta munculnya masalah

23
kesehatan (distribusi) dengan tujuan menentukan hubungan sebab akibat anatara faktor resiko dan
penyakit.
Epidemologi Analitik adalah riset epidemiologi yang bertujuan untuk:
1. Menjelaskan faktor-faktor resiko dan kausa penyakit.
2. Memprediksikan kejadian penyakit
3. Memberikan saran strategi intervensi yang efektif untuk pengendalian penyakit.
Berdasarkan peran epidemiologi analitik dibagi 2 :
1. Studi Observasional : Studi Kasus Control (case control), studi potong lintang (cross
sectional) dan studi Kohort.
2. Studi Eksperimental : Eksperimen dengan kontrol random (Randomized Controlled
Trial /RCT) dan Eksperimen Semu (kuasi).

Referensi

Aldington, Sarah. 2008. Cannabis Use And Risk Of Lung Cancer: A Case-Control Study.
Dalam http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2516340/, diakses 14 Mei 2015.

D, Haluza. 2014. Temporal and spatial melanoma trends in Austria: an ecological study.
Dalam http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24398911, diakses 14 Mei 2015.

Fernandez, YGE. 2015. Pediatric-Based Intervention to Motivate Mothers to Seek Follow-up


for Depression Screens: The Motivating Our Mothers (MOM) Trial. Dalam
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/25906700, diakses 14 Mei 2015.

H, Ayles, dkk. 2013. Effect of household and community interventions on the burden of
tuberculosis in southern Africa: the ZAMSTAR community-randomised trial. Dalam
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23915882, diakses 14 Mei 2015.

Jaakkola, JJ. 2002. Case-crossover design in air pollution epidemiology. Dalam


http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12762580, diakses 14 Mei 2015.

KA, Toullis, dkk. 2015. Bisphosphonates and glucose homeostasis: a population-based,


retrospective cohort study. Dalam http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/25695881,
diakses 14 Mei 2015.

Radji, M, dkk. 2014. Cross Sectional Study on Antibiotic Prescription for Acute Respiratory
Tract Infection of Children under Age of 5 at Tertiary General Hospital in Jakarta
Indonesia. www.sciencedomain.org/abstract.php?iid=469&id=8&aid=4038, diakses
14 Mei 2015.

Sastroasmoro, Sudigdo. Ismael, Sofyan. 2014. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis.


Jakarta: Sagung Seto.

24
Tjekyan, Suryadi. 2015. Pengantar Epidemiologi. Palembang: Unsri Press.

Zhong, Baoliang. 2009. How to Calculate Sample Size in Randomized Controlled Trial.
Dalam http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3256489/, diakses 14 Mei 2015.

25

Anda mungkin juga menyukai