Anda di halaman 1dari 10

Pajanan Kimia di Pengrajin Emping Pos UKK Makmur

Torry Tandi Wijaya ( 102013245 )

Dola Lonita ( 102013342 )

Afifah Nur Utami ( 102013448 )

Shintia Katoda ( 102014094 )

Wayan Sadhira Gita Krisnayanti ( 102014099 )

Pendahuluan

Penyakit akibat kerja merupakan penyakit yang ditimbulkan akibat suatu pekerjaan
seseorang. Penyebab penyakit ini bisa disebabkan oleh tindakan tidak aman (unsafe act) dan
kondisi tidak aman (unsafe condition). Unsafe act adalah suatu tindakan seseorang yang
menyimpang dari aturan yang sudah ditetapkan dan dapat mengakibatkan bahaya bagi diri
sendiri maupun orang lain. Sedangkan unsafe condition adalah semua kondisi yang dapat
membahayakan diri sendiri, orang lain, peralatan maupun lingkungan yang ada disekitarnya.
Menurut Budiono bahwa kecelakaan kerja 96% disebabkan oleh unsafe act dan 4% disebabkan
oleh unsafe condition.1

Badan dunia International Labour Organization (ILO) mengemukakan penyebab


kematian yang diakibatkan oleh pekerjaan sebesar 34% adalah penyakit kanker, 25% kecelakaan,
21% penyakit saluran pernapasan, 15% penyakit kardiovaskuler, dan 5% disebabkan oleh faktor
lain. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan yang utama
dibuktikan dengan prevalensi ISPA di Indonesia sebanyak 25,5% (rentang: 17,5%-41,4%)
dengan 16 provinsi di antaranya mempunyai prevalensi di atas angka nasional dan pneumonia
sebanyak 2,1% (rentang: 0,8% - 5,6%).1

Salah satu upaya untuk meningkatkan kesehatan dan keselamatan tenaga kerja yaitu
dengan pengendalian bahaya-bahaya lingkungan kerja baik secara fisik maupun kimia, sehingga
dapat tercipta lingkungan kerja yang sehat, aman, dan nyaman. Diantara gangguan kesehatan
akibat lingkungan kerja, debu merupakan salah satu sumber gangguan yang tak dapat di abaikan.
Dalam kondisi tertentu, debu merupakan bahaya yang dapat menyebabkan pengurangan
kenyamanan kerja, gangguan penglihatan, gangguan fungsi faal paru, bahkan dapat
menimbulkan keracunan umum. Debu juga dapat menyebabkan kerusakan paru dan fibrosis bila
terinhalasi selama bekerja dan terus menerus. Bila alveoli mengeras akibatnya mengurangi
elastisitas dalam menampung volume udara sehingga kemampuan mengikat oksigen menurun.1

Hasil kunjungan

Pajanan kimia yang dialami oleh pengrajin emping di Pos UKK Makmur adalah asap
hasil pembakaran kayu yang digunakan untuk menghidupkan api tungku untuk proses
pemanasan biji melinjo dalam pasir yang digunakan untuk mempermudah pengupasan biji
melinjo. Desain tungku tidak berfungsi dengan baik ditambah dengan letak cerobong asap dari
tungku yang berada lebih rendah dari para pekerja tersebut sehingga udara dekat pekerja
langsung terpajan asap pembakaran.

Banyak pekerja yang mengeluh mata yang perih karena jarak tungku yang sangat dekat
serta sesak nafas karena terpanan dan menghirup asap dalam jangka waktu yang lama. Alat
pelindung diri (APD) yang digunakan pekerja hanya masker yang disediakan oleh pihak
Puskesmas Gerogol yang melingkupi Pos UKK Makmur. Pengobatan dan penyuluhan dilakukan
setiap bulannya oleh pihak puskesmas dalam upaya kontrol dan memastikan pencegahan dapat
berlangsung terus-menerus. Pekerja hanya menggunakan 1 masker dalam sehari dikarenakan
jumlah masker yang sangat terbatas.

Pembahasan

Semua asap mengandung karbon monoksida, karbon dioksida dan partikulat (PM atau jelaga).
Asap dapat mengandung banyak bahan kimia yang berbeda, termasuk aldehida, gas asam, sulfur
dioksida, nitrogen oksida, hidrokarbon aromatic polisiklik (PAH), benzene, toluene, stirena,
logam dan dioxin tergantung pada komposisi yang digunakan atau terkait dalam pembakarannya.
Pembakaran Menggunakan Kayu

Penggunaan kayu sebagai bahan bakar memberikan keuntungan yang lebih bila dibandingkan
dengan bahan bakar fosil. Keuntungan-keuntungan tersebut antara lain :2

1. Ketersedian melimpah
Ketersediaan bahan ini pun bersifat relative dan biasanya banyak terdapat di Indonesia
karena kekayaan alamnya yang melimpah. Ini merupakan peluang bagi kita untuk
mengembangkan kayu sebagai sumber energy lebih luas.
2. CO2 yang disisakan dalam proses pembakaran 90% lebih sedikit daripada pembakaran
dengan fosilfuel.
3. Mengandung lebih sedikit sulfur dan heavy mental

Bahan bakar yang dihasilkan dari kayu diharapkan memiliki sifat-sifat sebagai berikut:2

1. Memilki kalor tinggi


2. Memiliki kadar air yang cukup memungkinkan kadar pembakaran
3. Memiliki rendemen yang tinggi
4. Memilki laju penyulutan yang cepat dan pembakaran stabil
5. Ramah lingkungan

Kandungankimia Presentase berat kering(%)


karbon 45-50(11-15% pada,35% volatile)
Hydrogen 6,0-6,5
Oksigen 38-42
Nitrogen 0,1-0,5
Sulfur Maks 0,05
Pembakaran Menggunakan Tempurung Kelapa

Buah kelapa terdiri dari sabut kelapa, tempurung kelapa, daging kelapa dan air kelapa.
Sabut kelapa merupakan bahan berserat dengan ketebalan sekitar 5 cm, dan merupakan bagian
terluar dari buah kelapa. Tempurung kelapa terletak di sebelah dalam sabut, ketebalannya
berkisar 3 - 5 mm. Ukuran buah kelapa dipengaruhi oleh ukuran tempurung kelapa yang sangat
dipengaruhi oleh usia dan perkembangan tumbuhan kelapa. Tempurung kelapa beratnya antara
15 19 % berat kelapa.3

Sebagian besar sabut dan tempurung kelapa dimanfaatkan untuk bahan bakar, baik dalam
bentuk tempurung kering atau arang tempurung. Beberapa tahun terakhir ini tempurung kelapa
juga sering digunakan sebagai alat peraga edukatif (APE) seperti pada pelajaran biologi,
matematika dan fisika, atau juga bisa dipakai sebagai bahan pembuatan suvenir. Tempurung
kelapa disamping dipergunakan untuk pembuatan arang, juga dapat dimanfaatkan untuk
pembuatan arang aktif, yang dapat berfungsi untuk mengadsorbsi gas dan uap. Arang aktif dapat
pula digunakan untuk menurunkan kadar kesadahan, kadar besi, dan kadar NaCl dalam air
sumur.4
Gambar 1. Tempurung Kelapa di Pengrajin Emping

Komponen penyusun kimiawi tempurung kelapa berdasarkan penelitian yang telah


dilakukan adalah seperti berikut: 74,3% karbon, 21,09% Oksigen, 0,2% Silika, 1,4% Kalium,
0,5% Sulfur, 1,7%. Pospor menjadikanya bepeluang sebagai sumber bahan bakar dan sumber
karbon aktif. Untuk memahami sifat dan karekteristik tempurung kelapa yang sesuai bahan bakar
maka perlu dipahami mengenai sifat fisik dan kimianya seperti bahan campuran (moisture),
kerapatan, struktur morfologi dan termal. Perubahan tempurung kelapa menjadi arang dilakukan
memalui proses prirolisis (pemanasan). Pada proses pirolisis unsur-unsur bukan karbon seperti
hidrogen dan oksigen akan hilang hingga menyisakan sebanyak mungkin karbon dalam bahan
pembuatan arang aktif dari tempurung kelapa dilakukan melalui 2 tahapan yaitu:5

1. Metoda pengarangan dengan cara metoda drum, dan

2. Metoda pengaktifan menggunakan bahan pengaktif NaOH dan H2SO4.

Arang tempurung kelapa merupakan limbah dari pertanian sehingga memiliki nilai
ekonomis yang tinggi untuk dibuat menjadi perekat atau penguat pada beton bangunan, arang
tempurung kelapa juga digunakan sebagai pengganti semen portland, penelitian ini telah
dilakukan dan memiliki kandungan kimia yang lebih baik dari semen. Tempurung kelapa pada
keadaan kering mengandung selulosa, lignin, pentosa dan abu dalam beberapa persen.3

Tempurung kelapa merupakan bahan baku kedua yang digunakan dalam proses
pembuatan karbon disulfida. Tempurung kelapa dibakar sehingga menghasilkan arang dan
kemudian diperoleh karbon dari tempurung kelapa untuk direaksikan dengan belerang. Adapun
spesipikasi dari arang tempurung kelapa dapat dilihat dibawah ini.4
Arang Tempurung Kelapa
1 Merupakan senyawa karbon dengan kandungan 76,32 %
2 Ukuran maksimum 20 mm
3 Menyerap air hingga 23 %
4 Fineness modulus6.48
5 Specific Gravity 1.56
6 Memiliki Densitas 510 600 kg/m3
7 Kadar air 4.2 %
8 Kadar Abu 13,08 %
9 Ketebalan 3 6 mm
10 Kandungan Volatile 10,60 %

Pajanan Debu

Berbagai faktor yang berpengaruh dalam timbulnya penyakit atau gangguan pada saluran
pernapasan akibat debu. Faktor tersebut adalah faktor debu yang meliputi ukuran partikel, bentuk
konsentrasi, daya larut dan sifat kimiawi. Faktor individual meliputi mekanisme pertahanan paru,
anatomi dan fisiologi saluran nafas serta faktor imunologis. Penilaian paparan pada manusia
perlu dipertimbangkan antara lain sumber paparan/jenis pabrik, lamanya paparan, paparan dari
sumber lain, aktifitas fisik dan faktor penyerta yang potensial seperti kebiasaan olahraga, masa
kerja, dan penggunaaan APD.6

Nilai ambang batas (NAB) kadar debu adalah standard faktor-faktor lingkungan kerja
yang dianjurkan di tempat kerja agar tenaga kerja masih dapat menerimanya tanpa
mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan, dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu
tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu (Permenakertrans RI No.13 tahun 2011).
Untuk partikel debu telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
No. PER 13/MEN/X/2011 tentang Nilai ambang batas faktor fisika dan kimia di udara
lingkungan kerja adalah bahwa NAB kadar debu tidak boleh melebihi 3,0 mg/m3. Nilai ambang
batas dari debu-debu yang hanya mengganggu kenikmatan kerja adalah 10mg/m3. NAB
konsentrasi debu pada udara ambien di Indonesia diatur juga dalam Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang persyaratan
kesehatan lingkungan kerja perkantoran dan industri, sebesar 10mg/m3 untuk waktu pengukuran
rata-rata 8 jam.7

Saran

Jika usia atau status kesehatan di tempat memiliki resiko yang lebih besar terhadap
pengaruh paparan asap maka perlu dikonsultasikan dengan dokter tentang langkah-langkah
alternatif yang dapat diambil ketika menghadapi situasi berasap. Bila diperlukan untuk bekerja di
lingkungan yang berasap, maka menggunakan pelindung pernafasan seperti masker merupakan
opsi yang tepat untuk mengurangi paparan partikel dan gas dalam asap. Paparan tingkat tinggi
asap harus dihindari, dimana disarankan juga untuk membatasi aktivitas fisik apabila paparan
tingkat tinggi asap tersebut tidak dapat dihindari. Terutama pada individu dengan kondisi
tertentu misal dengan keadaan terkait kerentanan kardiovaskular atau pernapasan (misalnya,
asma), janin, bayi, anak-anak, dan orang tua.
Untuk mengurangi keluhan mata yang perih karena terpajan asap yang terus menerus
disarankan untuk memakai goggles yang kedap atau anti asap yang dapat dipakai dalam jangka
waktu yang lama juga. Tidak lupa untuk memakai masker yang memiliki kualitas baik dan
mampu memfilter partikel asap atau opsi lainnya adalah masker respirator yang disertai tabung
filter khusus, namun terkadang dengan masker yang sistem penyaringnya lebih padat atau baik
seringkali membuat pernafasan menjadi berat juga, karena itu tidak heran apabila para pekerja
sering mengeluhkan sesak napas, walau sudah memakai masker yang diberikan oleh puskesmas
sekalipun, karena sistem filter yang ada memang membuat pernafasan menjadi berat sehubungan
dengan total lapis penyaring partikelnya. Pertimbangan biaya juga perlu untuk diperhatikan
mengingat harga masker respirator tergolong mahal, maka solusi terbaik untuk mengurangi
resiko paparan pajanan adalah dengan memaksimalkan pemakaian masker yang ada, perlu
diberikan penyuluhan tentang pemakaian masker yang benar dan kapan masker perlu diganti
yang baru.
Masker, terutama yang biasa atau umum hanya boleh dipergunakan untuk satu kali pakai.
Dimana harus diganti dengan yang baru ketika sudah mulai kotor atau berdebu. Dan berdasar
beberapa sumber juga menyatakan bahwa masker biasa hanya efektif penyaringannya selama 3-4
jam penggunaan atau maksimal 1 hari tergantug dari kepekatan atau banyaknya asap dan jumlah
partikel yang berpengaruh.8
Berikut langkah-langkah penggunaan masker biasa/bedah yang benar dikutip dari San
Fransisco Department of Public Health:8
1. Sebelum menyentuh masker, cuci tangan Anda dengan air dan sabun atau hand sanitizer
2. Ambil sebuah masker dan pastikan tidak ada noda kotoran atau lubang/sobekan pada
setiap sisi masker.
3. Tentukan sisi atas masker yang ditandai dengan adanya kawat hidung (nose piece) dan
tempatkan pada bagian atas.
4. Tentukan yang mana sisi luar dan sisi dalam masker, sisi luar biasanya ditandai dengan
bagian yang berwarna dan memiliki permukaan yang lebih kasar serta arah lipatan
menghadap ke bawah, sedangkan sisi dalam biasanya berwarna putih dan memiliki
permukaan yang lebih halus.
5. Ikuti instruksi di bawah ini untuk berbagai tipe masker yang digunakan:
Masker dengan karet telinga: gantung masker dengan melingkarkan karet pada setiap
telinga.
Masker dengan tali pengikat: Letakkan sisi atas masker pada batas atas hidung dan
ikatkan tali bagian atas pada belakang atas kepala Anda.
6. Tempelkan dan bentuk kawat hidung (nose piece) mengikuti lekuk hidung Anda.
7. Jika menggunakan masker dengan tali pengikat, ikatkan tali bagian bawah pada belakang
leher.
8. Tarik bagian bawah masker sampai menutupi seluruh mulut dan dagu Anda

Gambar 2. Penggunaan masker dengan benar


Cerobong asap adalah struktur untuk ventilasi panas gas buang atau asap dari boiler,
kompor, tungku atau perapian ke luar atmosfer. Cerobong asap biasanya vertikal untuk aliran gas
lancar menarik udara ke dalam pembakaran. Maka perlunya pembuatan cerobong asap yang
lebih tinggi dari pekerja perlu untuk mengurangi pajanan asap langsung ke pekerja. Namun juga
harus diperhatikan desain tungku yang baik agar mekanisme pembuangan asap melalui cerobong
dapat berjalan dengan baik. Selain pembuatan cerobong asap untuk mengurangi pajanan asap
bisa juga melalui alternatif sederhana, misal dengan pemakaian kipas angin untuk meniup asap
menjauhi pekerja.

Daftar Pustaka

1. Budiono A. Bunga Rampai Hiperkes dan KK. Semarang: Badan Penerbit Universitas
Diponegoro; 2008.
2. Anonymous. 2004. Wood biomass for Energy. Techline. Forest product laboratory.
http://www.fpl.fs.fed.us. Di aksespada 25-10-2017
3. Nibu, A. G. and R. Vinayakrishnan, 2002, Photo acoustic evaluation of the thermal di
usivity of coconut shell, J. Phys.: Condens. Matter, Vol. 14, pp. 4509-4513
4. Mozammel, H.M., O. Masahiro, SC. Bhattacharya, 2002, Activated charcoal from
coconut shell using ZnCl2 activation, Biomass and Bioenergy, Vol. 22, pp. 397 400.
5. Syamsiro, M. dan H. Saptoadi, 2007, Pembakaran Briket Biomassa Cangkang Kakao;
Pengaruh Temperatur Udara Preheat, Seminar Nasional Teknologi (ISSN: 1978-9777)

6. Novalinda I. Faktor-Faktor YangBerhubungan Dengan Gangguan Fungsi Paru Pada


Pekerja di PT. Tonasa Line Kota Bitung. Jurnal JIKMU, Vol. 5, No. 3 Juli 2015. Bitung.
7. Sholihah Q, Khairiyati L, Setyaningrum R. Pajanan debu batu bara dan gangguan
pernapasan pada pekerja lapangan tambang batu bara. Jurnal Kesehatan Lingkungan.
2008; 4(2):1-8.
8. Mardani S. Jenis Masker yang tepat dan cara penggunaan yang benar untuk pencegahan
dampak kabut asap. Published: August 27, 2015. Available at:
http://dinkes.inhukab.go.id/?p=2736

Anda mungkin juga menyukai