Anda di halaman 1dari 8

KEUTAMAAN MAJLIS DZIKIR

Demikian juga majlis dzikir, merupakan majlis yang sangat mulia di sisi Allah Taala dan memiliki
berbagai keutamaan yang agung. Diantaranya:
Pertama : Majlis dzikir adalah taman surga di dunia ini.







Dari Anas bin Malik Radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam
bersabda,Jika kamu melewati taman-taman surga, maka singgahlah dengan senang. Para
sahabat bertanya,Apakah taman-taman surga itu? Beliau menjawab,Halaqah-halaqah
(kelompok-kelompok) dzikir. [1]

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,Barangsiapa ingin menempati taman-taman surga di


dunia, hendaklah dia menempati majlis-majlis dzikir; karena ia adalah taman-taman surga.[2]

Kedua : Majlis dzikir merupakan majlis malaikat. Juga menjadi penyebab turunnya ketenangan
dan rahmat Allah. Allah membanggakannya kepada malaikat. Rasulullah Shallallahu alaihi wa
sallam bersbada:





Tidaklah sekelompok orang duduk berdzikir kepada Allah Subhanahu wa Taala, kecuali para
malaikat mengelilingi mereka, rahmat (Allah) meliputi mereka, ketentraman turun kepada
mereka, dan Allah menyebut-nyebut mereka di hadapan (para malaikat) yang ada di sisiNya.[3]

BENTUK-BENTUK MAJLIS DZIKIR


Setelah kita mengetahui keutamaan yang begitu besar tentang majlis dzikir, maka yang lebih
penting lagi, kita juga perlu mengetahui bentuk-bentuk majlis dzikir. Sehingga dapat
mengamalkan ibadah yang besar ini sesuai dengan tuntunan.
Dari hadits-hadits yang menyebutkan tentang majlis dzikir, dapat kita ketahui bentuk-bentuk
majlis dzikir sebagai berikut.

Pertama : Duduk Bersama-Sama, Kemudian Masing-Masing Berdzikir Dengan Pelan.

Jenis-jenis dzikir yang diucapkan yaitu:


Tasbih, ucapan Subhanallah;
Takbir, ucapan Allah Akbar;
Tahmiid, ucapan Alhamdulillah;
Tahlil, ucapan Laa ilaaha illa Allah. (HR Muslim, no. 2689).
Meminta surga kepada Allah. Seperti dengan perkataan:
Permohonan perlindungan kepada Allah dari neraka. Misalnya dengan perkataan:
Istighfar (ucapan astaghfirullah). (HR Muslim, no. 2689).
Bentuk dzikir ini ditunjukkan oleh hadits-hadits di bawah ini:

Dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Taala memiliki malaikat-malaikat yang berkelana di jalan-
jalan mencari Ahli Dzikir [4]. Jika mereka telah mendapatkan sekelompok orang yang berdzikir
kepada Allah [5], mereka duduk bersama dengan orang-orang yang berdzikir. Mereka saling
mengajak: Kemarilah kepada hajat kamu. Maka para malaikat mengelilingi orang-orang yang
berdzikir dengan sayap mereka sehingga langit dunia [6]. Kemudian Allah Azza wa Jalla
bertanya kepada mereka, sedangkan Dia lebih mengetahui daripada mereka, Apa yang
diucapkan oleh hamba-hambaKu? Para malaikat menjawab, Mereka mensucikan-Mu
(mengucapkan tasbih: Subhanallah), mereka membesarkanMu (mengucapkan takbir: Allah
Akbar), mereka memujiMu (mengucapkan Alhamdulillah), mereka mengagungkan-Mu [7]. Allah
bertanya, Apakah mereka melihatKu? Mereka menjawab,Tidak, demi Alah, mereka tidak
melihatMu. Allah berkata,Bagaimana seandainya mereka melihatKu? Mereka
menjawab,Seandainya mereka melihatMu, tentulah ibadah mereka menjadi lebih kuat
kepadaMu, lebih mengagungkan kepadaMu, lebih mensucikan kepadaMu. Allah berkata,Lalu,
apakah yang mereka minta kepadaKu? Mereka menjawab, Mereka minta surga kepadaMu.
Allah bertanya, Apakah mereka melihatnya? Mereka menjawab,Tidak, demi Alah, Wahai Rabb,
mereka tidak melihatnya. Allah berkata,Bagaimana seandainya mereka melihatnya? Mereka
menjawab,Seandainya mereka melihatnya, tentulah mereka menjadi lebih semangat dan lebih
banyak meminta serta lebih besar keinginan.

Allah berkata: Lalu, dari apakah mereka minta perlindungan kepadaKu? Mereka
menjawab,Mereka minta perlindungan dari neraka kepadaMu. Allah bertanya,Apakah mereka
melihatnya? Mereka menjawab,Tidak, demi Allah, wahai Rabb. Mereka tidak melihatnya. Allah
berkata, Bagaimana seandainya mereka melihatnya? Mereka menjawab,Seandainya mereka
melihatnya, tentulah mereka menjadi lebih menjauhi dan lebih besar rasa takut (terhadap
neraka). Allah berkata, Aku mempersaksikan kamu, bahwa Aku telah mengampuni mereka.
Seorang malaikat diantara para malaikat berkata,Di antara mereka ada Si Fulan. Dia tidak
termasuk mereka (yakni tidak ikut berdzikir, Pent). Sesungguhnya dia datang hanyalah karena
satu keperluan. Allah berkata,Mereka adalah orang-orang yang duduk. Teman duduk mereka
tidak akan celaka (dengan sebab mereka). [8]

Dalam hadits lain disebutkan:
























Dari Abu Said Al Khudri, dia berkata: Muawiyah keluar menemui satu halaqah (kelompok orang
yang duduk berkeliling) di dalam masjid, lalu dia bertanya,Apa yang menyebabkan engkau
duduk? Mereka menjawab,Kami duduk berdzikir kepada Allah. Dia bertanya lagi,Demi, Allah.
Tidak ada yang menyebabkan engkau duduk, kecuali hanya itu? Mereka menjawab,Demi,
Allah. Tidak ada yang menyebabkan kami duduk, kecuali hanya itu? Dia
berkata,Sesungguhnya aku tidaklah meminta engkau bersumpah karena sangkaan (bohong,
Pent.) kepadamu. Tidaklah ada seorangpun yang memiliki kedudukan seperti aku dari
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, lebih sedikit haditsnya dariku. Dan sesungguhnya,
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam pernah keluar menemui satu halaqah dari para sahabat
beliau. Kemudian beliau bertanya,Apa yang menyebabkan engkau duduk?. Mereka
menjawab,Kami duduk berdzikir kepada Allah. Beliau bertanya lagi,Demi, Allah. Tidak ada
yang menyebabkan engkau duduk, kecuali hanya itu? Mereka menjawab,Demi, Allah. Tidak
ada yang menyebabkan kami duduk, kecuali hanya itu? Beliau bersabda,Sesungguhnya, aku
tidaklah meminta engkau bersumpah karena sangkaan (bohong, Pent) kepadamu. Akan tetapi
Jibril telah mendatangiku, lalu memberitahukan kepadaku, bahwa Allah Subhanahu wa Taala
membanggakanmu kepada para malaikat. [HR Muslim, no. 2701].

Dari pertanyaan Muawiyah kepada orang-orang yang ada di halaqah, demikian juga dari
pertanyaan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam kepada para sahabat, mengisyaratkan
bahwa dzikir yang mereka lakukan adalah dengan cara pelan. Karena jika keras, tentulah tidak
perlu ditanya. Bahkan tentu diingkari, sebagaimana hadits di bawah ini.

Abu Musa Al-Asyari berkata:




























Ketika Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam memerangi atau menuju Khaibar, orang-orang
menaiki lembah, lalu mereka meninggikan suara mereka dengan takbir: Allahu Akbar, Allahu
Akbar, Laa ilaaha illa Allah. Maka Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda,Pelanlah!
Sesungguhnya engkau tidaklah menyeru kepada yang tuli dan yang tidak ada. Sesungguhnya,
engkau menyeru (Allah) Yang Maha Mendengar dan Maha Dekat, dan Dia bersamamu (dengan
ilmuNya, pendengaranNya, penglihatanNya, dan pengawasanNya, Pent.). Dan saya (Abu
Musa) di belakang hewan (tunggangan) Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, Beliau
mendengar aku mengatakan: Laa haula wa laa quwwata illa billah. Kemudian Beliau bersabda
kepadaku,Wahai, Abdullah bin Qais (Abu Musa)! Aku berkata,Aku sambut panggilanmu, wahai
Rasulullah. Beliau bersabda,Maukah aku tunjukkan kepadamu terhadap satu kalimat, yang
merupakan simpanan di antara simpanan-simpanan surga? Aku menjawab,Tentu, wahai
Rasulullah. Bapakku dan ibuku sebagai tebusanmu. Beliau bersabda,Laa haula wa laa
quwwata illa billah. [HR Bukhari, no. 4205; Muslim, no. 2704].

Dan dzikir secara pelan merupakan adab yang Allah perintahkan. Dia berfirman:




Dan dzikirlah (ingatlah, sebutlah nama) Rabb-mu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan
rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu
termasuk orang-orang yang lalai. [Al Araf:205].

Kedua : Duduk Bersama-Sama Untuk Membaca Dan Mempelajari Al Quran.


Yaitu dengan cara salah seorang membaca dan yang lainnya mendengarkan. Hal ini ditunjukkan
oleh dalil-dalil berikut.
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:







Tidaklah sekelompok orang yang berdzikir kepada Allah Subhanahu wa Taala, kecuali malaikat
mengelilingi mereka, rahmat meliputi mereka, ketenangan turun kepada mereka, dan Allah
menyebut-nyebut mereka di kalangan (para malaikat) di hadapanNya. [HR Muslim, no. 2700].

Dalam hadits ini disebutkan keutamaan sekelompok orang yang berdzikir kepada Allah. Dalam
hadits lain lebih dijelaskan bentuk dzikir yang mereka lakukan, sebagaimana hadits di bawah ini:













Dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah bersabda,Dan tidaklah sekelompok orang berkumpul
di dalam satu rumah di antara rumah-rumah Allah; mereka membaca Kitab Allah dan saling
belajar diantara mereka, kecuali ketenangan turun kepada mereka, rahmat meliputi mereka,
malaikat mengelilingi mereka, dan Allah menyebut-nyebut mereka di kalangan (para malaikat) di
hadapanNya. [HR Muslim, no. 2699; Abu Dawud, no. 3643; Tirmidzi, no. 2646; Ibnu Majah, no.
225; dan lainnya].

Dengan hadits di atas nampak secara nyata, bahwa berkumpul untuk membaca dan
mempelajari Al Quran merupakan salah satu bentuk dzikir yang mulia. Namun bagaimana
caranya? Caranya, yaitu satu orang membaca dan yang lain mendengarkannya, sebagaimana
disebutkan dalam hadits di bawah ini:





(


)


Dari Abdullah, dia berkata: Nabi bersabda kepadaku,Bacakanlah (Al Quran) kepadaku. Aku
menjawab,Apakah aku akan bacakan kepada anda, sedangkan Al Quran diturunkan kepada
anda? Beliau menjawab,Sesungguhnya aku suka mendengarkannya dari selainku.. Maka aku
membacakan kepada beliau surat An Nisa, sehingga aku sampai:




Maka bagaimanakah (halnya orang-orang kafir nanti), apabila kami mendatangkan seseorang
saksi (rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas
mereka itu (sebagai umatmu). (An Nisa: 41) Beliau bersabda,Berhentilah, ternyata kedua mata
Beliau meneteskan air mata. [HR Bukhari, no. 4582; Muslim, no. 800 dan lain-lain].

Syaikh Dr. Muhammad Musa Nashr berkata,Berkumpul untuk membaca Al Quran yang sesuai
dengan Sunnah Nabi dan perbuatan Salafush Shalih, yaitu satu orang membaca dan orang-
orang selainnya mendengarkan. Barangsiapa mendapatkan keraguan pada makna ayat, (maka
hendaklah, Red.) dia meminta qari (orang yang membacakan) untuk berhenti, dan orang yang
ahli berbicara tentang tafsir menjelaskannya, sehingga tafsir ayat itu menjadi jelas dan terang
bagi orang-orang yang hadirin Kemudian qari mulai membaca lagi. [Kitab Al Bahts Wal
Istiqra Fi Bidail Qurra, hlm. 50-51].

Ketiga : Majlis Ilmu Adalah Majlis Dzikir.


Apakah majlis ilmu juga termasuk majlis dzikir? Dalam hal ini, nampaknya para ulama berbeda
pendapat.
Al Hafizh Ibnu Hajar Al Asqalani rahimahullah berkata (dalam penjelasan beliau terhadap hadits
shahih riwayat Al Bukhari, no. 6408 yang telah kami sebutkan haditsnya di atas): Majlis-majlis
dzikir adalah majlis-majlis yang berisi dzikrullah, dengan macam-macam dzikir yang ada
(tuntunannya, Pen.). Yaitu: tasbih, takbir, dan lainnya. Juga yang berisi bacaan Kitab Allah Azza
wa Jalla dan berisi doa kebaikan dunia dan akhirat. Dan masuknya -pembacaan hadits Nabi,
mempelajari ilmu agama, mengulang-ulanginya, berkumpul melakukan shalat nafilah (sunah)- ke
dalam majlis-majlis dzikir adalah suatu pandangan. Yang lebih nyata, majlis-majlis dzikir adalah
khusus pada majlis-majlis tasbih, takbir dan lainnya, juga qiraatul Quran saja. Walaupun
pembacaan hadits, mempelajari dan berdiskusi ilmu (agama) termasuk jumlah yang masuk di
bawah istilah dzikrullah Taala. [9]
Dari perkataan Al Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah di atas, nampaknya beliau menguatkan bahwa
majlis ilmu tidak termasuk majlis dzikir. Namun banyak juga perkataan ulama yang menyebutkan
bila majlis ilmu termasuk majlis dzikir. Dan pendapat kedua inilah yang lebih kuat, insya Allah.

Atha rahimahullah berkata,Majlis-majlis dzikir adalah majlis-majlis halal dan haram; bagaimana
seseorang membeli, menjual, berpuasa, shalat, bershadaqah, menikah, bercerai, dan berhaji.
[10]

Dalam kitab Riyadhush Shalihin, Imam An Nawawi membuat satu bab (no. 247) dengan judul:
Keutamaan Halaqah-halaqah Dzikir dan Anjuran Menetapinya, dan Larangan Meninggalkannya
Dengan Tanpa Udzur (alasan). Beliau menyebutkan empat hadits. Salah satu hadits berisi
tentang majlis ilmu. Ini menunjukkan, bila Imam Nawawi rahimahullah mengisyaratkan, bahwa
majlis ilmu termasuk majlis dzikir. Wallahu alam.

Hadits yang kami maksudkan ialah:


























Dari Abu Waqid Al Laitsi, bahwa ketika Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam sedang duduk di
dalam masjid, dan orang-orang bersama Beliau; tiba-tiba datanglah tiga orang. Dua orang
mendatangi Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, yang satu pergi. Kedua orang tadi berhenti
di hadapan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Yang satu melihat celah pada halaqah
(lingkaran orang-orang yang duduk), lalu dia duduk padanya. Adapun yang lain, dia duduk di
belakang mereka. Adapun yang ketiga, maka dia berpaling pergi. Setelah Rasulullah Shallallahu
alaihi wa sallam selesai, Beliau bersabda,Maukah aku beritahukan kepada kamu tentang tiga
orang tadi? Adapun salah satu dari mereka, dia mendekat kepada Allah, maka Allah-pun
mendekatkannya. Adapun yang lain, dia malu, maka Allah-pun malu kepadanya. Dan Adapun
yang lain, dia berpaling, maka Allah-pun berpaling darinya. [HR Bukhari; Muslim, no. 2176.]

Di antara perkataan Imam Nawawi rahimahullah tentang hadits ini, beliau menyatakan: Di dalam
hadits ini terdapat dalil bolehnya halaqah-halaqah ilmu dan dzikir di dalam masjid. [Shahih
Muslim Syarh An Nawawi, 7/413, Penerbit Darul Hadits, Kairo, Cet. 4, Th 1422 H/2001 M.]
Ketika menyebutkan fiqih hadits ini, Syaikh Salim Al Hilali berkata,Majlis dzikir-majlis dzikir
adalah halaqah-halaqah ilmu yang diadakan di rumah-rumah Allah untuk belajar, mengajar dan
mencari pemahaman terhadap agama. [Bahjatun Nazhirin Syarah Riyadhush Shalihin, 2/521,
Cet. 1, Th. 1415 H/ 1994 M.]

Syaikh Salim Al Hilali juga berkata,Majlis dzikir-majlis dzikir yang dicintai oleh Allah, ialah majlis-
majlis ilmu, bersama-sama mempelajari Al Quranul Karim dan As Sunnah Al Muththaharah
(yang disucikan), dan mencari pemahaman tentang hal itu. Yang dimaksudkan bukanlah
halaqah-halaqah tari dan perasaan ala Shufi. [Bahjatun Nazhirin Syarah Riyadhush Shalihin,
2/519, Cet. 1, Th. 1415 H/ 1994 M.]

Bahkan sebagian ulama menjelaskan, majlis ilmu lebih baik daripada majlis dzikir. Syaikh Abdur
Razaq bin Abdul Muhshin Al Badr, salah seorang dosen Jamiah Islamiyah di Madinah
berkata,Tidak ada keraguan, bahwa menyibukan dengan menuntut ilmu dan menghasilkannya,
mengetahui halal dan haram, mempelajari Al Quranul Karim dan merenungkannya, mengetahui
Sunnah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan sirah (riwayat hidup) Beliau serta berita-
berita Beliau, adalah sebaik-baik dzikir dan paling utama. Majlis-majlisnya adalah majlis-majlis
paling baik. Majlis-majlis itu lebih baik daripada majlis-majlis dzikrullah dengan tasbih, tahmid
dan takbir. Karena majlis-majlis ilmu berkisar antara fardhu ain atau fardhu kifayah. Sedangkan
dzikir semata-mata (hukumnya) adalah tathawwu murni (disukai, sunnah, tidak wajib). [ Fiqhul
Adiyah Wal Adzkar, 1/104, karya Syaikh Abdur Razaq bin Abdul Muhshin Al Badr).

Kemudian beliau menyebutkan hadits-hadits dan perkataan para ulama, yang semuanya
menunjukkan lebih utamanya ilmu (din) dibandingkan dengan ibadah yang tidak wajib.

Inilah penjelasan seputar majlis dzikir. Semoga bermanfaat. Alhamdulillah Rabbil alamin.

KESIMPULAN
1. Majelis dzkir sesuai dengan jenis-jenis di atas mempunyai keutamaan.
2. Tetapi dzikir membaca tahmid, tasbih, takbir dan semisalnya dengan suara keras tidak ada
contohnya. Bahkan, bertentangan dengan perintah Al Quran dan Sunnah, apalagi dikomando
secara bersama-sama.
3. Mejelis ilmu termasuk majelis dzikir, yang menurut banyak ulama justru lebih utama
dibandingkan dengan majlis-majlis dzikir lain yang bersifat sunnat.

Sumber: https://almanhaj.or.id/3001-keutamaan-dan-bentuk-majlis-dzikir.html

Anda mungkin juga menyukai