Anda di halaman 1dari 7

Bahan Pakan

Bahan pakan (makanan ternak) adalah bahan alami maupun buatan


yang dapat dimakan, disukai, dapat dicerna sebagian atau seluruhnya, dapat
diserap dan bermanfaat bagi ternak.Penyusun utama bahan pakan yang
dapat dicerna dan bermanfaat bagi ternak disebut nutrien (zat makanan)
(Zuprizal dan Kamal, 2005).
Jagung. Menurut Zuprizal dan Kamal (2005), jagung mempunyai
beberapa sifat antara lain palatabel, serat kasar rendah dan nilai
kecernaannya tinggi yaitu TDN-nya sekitar 80%. Selain itu jagung juga
mempunyai kelebihan dan kekurangan antara lain jagung kuning
mengandung pigmen kriptosantin yang sebagian dapat diubah menjadi
vitamin A di dalam tubuh ternak, kandungan protein (zein) dan mineral
rendah, kandungan sistin tinggi, tetapi metionin, lisin dan triptofan rendah,
kandungan lisin dan triptofan pada jagung apoque-2 tinggi, dapat diberikan
kepada semua jenis ternak. Menurut Hartadi et al. (2005), komposisi kimia biji
jagung putih yang digiling adalah sebagai berikut, kandungan bahan kering
(dry matter) 86%, abu 1,6%, ekstrak ether 4,1%, serat kasar 2,2% dan protein
kasar 8,6%. Biji jagung kuning yang digiling memiliki komposisi kimia sebagai
berikut, kandungan bahan kering (dry matter) 86%, abu 1,7%, ekstrak ether
4,0%, serat kasar 2,2% dan protein kasar 8,9%.
Menurut Amrullah (2003), pemakaian jagung dalam ransum ayam
broiler dapat mencapai taraf hingga 70%. Ransum yang sumber energinya
mengandalkan jagung disebut cornsoydiet, karena jagung memang kaya
dengan energi. Bagian endospermanya banyak mengandung pati terutama
amilopektin dan lembaganya kebanyakan adalah minyak. Kebanyakan
jagung berisi 3 sampai 4% minyak, tetapi varietas yang paling baru sekarang
dikenal dengan sebutan highoilcorn yang dilepas ke pasaran mengandung
lemak hingga 8 sampai 10%. Jadi, jagung jenis ini lebih banyak lagi
menyumbangkan energi dari kandungan energi metabolis total ransum.
Selain lebih kaya dengan lemak, jagung varietas baru ini juga lebih kaya
dengan protein yaitu 2 sampai 3% lebih tinggi. Asam aminonya juga lebih
proporsional dibandingkandengan jagung biasa.
Bekatul.Bekatul merupakan hasil sampingan/limbah penggilingan
padi. Sebanyak 8 sampai 8,5% berat padi adalah bekatul. Nutrisi yang
terdapat dalam bekatul, yaitu9 sampai 12% protein kasar, 15 sampai 35%
pati, 8 sampai 12% lemak dan 8 sampai 11% serat kasar. Kandungan serat
kasar yang lebih tinggi daripada jagung atau sumber energi lain
menyebabkan bekatul diberikan dalam jumlah yang terbatas tergantung pada
jenis ternaknya (Agus, 2012).
Bekatul cukup tinggi kandungan minyaknya maka mudah tengik. Untuk
menghindari ketengikan dilakukan pemanasan atau pengeringan segera
setelah proses penggilingan gabah. Ketengikan bisa dicegah akibat rusaknya
enzim lipolitik (lipase) yang terdapat pada bekatul. Bekatul padi dapat
digunakan untuk semua jenis ternak dan cukup palatabel, tetapi tergantung
dari tinggi rendahnya kandungan serat kasarnya. Maksimal penggunaannya
di dalam ransum adalah 40% untuk sapi, 30% sampai 40% untuk babi dan
25% untuk unggas (Zuprizal dan Kamal, 2005).
Wheat Brand.Wheat brandatau dedak gandum adalah penutup luar
yang kasar yang melapisi gandum kernel, dipisahkan dan dibersihkan dari
proses milling komersial. Dedak gandum merupakan material granular.Materi
granular yang memiiki berbagai sifat yang berbeda dengan bahan yang lain
(Perima, 2014).
Bungkil Kedelai. Bungkil kedelai adalah salah satu bahan pakan
sumber konsentrat protein nabati yang sangat baik. Kandungan asam amino
esensialnya mendekati asam amino esensial dari protein susu kecuali
metionin dan lysin (rendah), sumber vitamin B kecuali vitamin B12 yang
sangat rendah yaitu tidak seperti yang terkandung di dalam konsentrat
protein hewani. Kandungan protin kasar bungkil kedelai cukup bervariasi,
bungkil kedelai mengandung PK : 50% untuk yang berasal dari kedelai tanpa
kulit biji (khusus untuk bahan pakan ayam pedaging), 44% untuk yang
berasal dari kedelai yang masih mengandung kulit biji (khusus untuk bahan
pakan babi) (Zuprizal dan Kamal, 2008).
Bungkil kedelai telah dijadikan standar bagi sumber protein lainnya,
profil asam aminonya untuk kebanyakan jenis unggas dan bila
dikombinasikan dengan jagung atau sorghum asam amino pembatasnya
hanya methionin, kandungan proteinnya dapat bervariasi karena perbedaan
varietas dan pengolahan yang terlibat dalam ekstraksi minyaknya (Amrullah,
2003). Menurut Agus (2007), komposisi kimia bungkil kedelai meliputi bahan
kering 89%, protein kasar 54%, ekstrak eter 1,1%, serat kasar 3,4%, kalsium
0,22% dan phosphor 0,73%.
Menurut Wahju (1997), kacang kedelai mentah mengandung beberapa
penghambat tripsin. Penghambat tripsin ini (antitripsin) tidak tahan terhadap
panas, sehingga bungkil kacang kedelai yang mengalamai proses
pemanasan terlebih dahulu, tidak menjadi masalah dalam penyusunan
ransum unggas. Kualitas bungkil kedelai ditentukan oleh cara pengolahan.
Pemanasan yang terlampau lama akan merusak kadar lisin.
Tepung Ikan. Tepung ikan merupakan salah satu bahan pakan yang
berpotensi sebagai sumber protein maupun lemak terutam lemak tak jenuh
rantai panjang (poly-unsaturated fatty acids-pufa) yang diketahui banyak
berperan dalam memperbaiki penampilan reproduksi ternak. Tepung ikan
banyak mengandung lemak essensial eicosapentaenoic acid (EPA, C20:5n-3)
yaitu sebanyak 5,87 g dan docosahexanoic acid (DHA, C20:6n-3) sebanyak
9,84 g/kg. Asam lemak esensial tersebut dilaporkan oleh banyak peneliti
mempunyai fungsi unik dalam meningkatkan produktivitas, kualitas produk
dan penampilan reproduksi ternak (Marjuki, 2008).
Tepung ikan digunakan dalam pakan unggas sampai 10% tergantung
tingkat kualitasnya. Tepung ikan mempunyai variansi kualitas yang sangat
tinggi, standarisasi pengolahan dan tingkat nutrient tepung ikan yang
didatangkan dari luar negeri mempunyai kadar protein antara 55 sampai
65%, lemak 5 sampai 7%. Keberdaan nutrien dan control kualitas tepung ikan
lokal sangat rendah itu dibuktikan variansi nutrient sangat tinggi di
masyarakat yaitu protein kasar 30 sampai 50 %, cemaran mikroorganisme
yang sangat tinggi dan cara pengolahan tidak ada ekstrasi lemak, kadar
lemak mencapai 9 sampai 12 %. Kadar lemak tinggi disisi lain dapat
membantu penyusunan ransum di daerah tropik,namun ada kerugian yaitu
cepat tengik atau mudah mengalami oksidasi asam lemak (Sobri, 2009).
Meat Bone Meal (MBM).Tepung daging tulang merupakan produk
sisa yang telah dikeringkan dari jaringan mamalia.Tepung ini tidak
mengandung tanduk, bulu, manur, isi perut dan ditambah dengan tepung
darah atau produk sampingan unggas. Kandungan kalsium tidak boleh lebih
dari 2,2 kali kandungan fosfor (Agus, 2012).
Minyak Sawit. Tersedianya lemak sebagai hasil samping dari
pemotongan ternak (sapi, kerbau, kambing, domba, unggas) dan juga minyak
tanaman (kelapa, sawit, kacang tanak dan yang lain) jumlahnya cukup
banyak, maka lemak ataupun minyak sering digunakan sebagai bahan pakan
sumber energi di dalam ransum komersial, namun penggunaannya
tergantung dari tingkat nilai harganya. Lemak yang digunakan sebagai pakan
terutama lemak ternak yang sudah tidak digunakan sebagai bahan pangan.
Begitu juga minyak sebagai bahan pakan baru digunakan bila sudah tidak
digunakan sebagai bahan pangan, sebab minyak tanaman lebih
menguntungkan bila digunakan sebagai bahan pangan (minyak goring,
margarin) atau untuk kebutuhan lain (sabun, cat dan hasil industri lain)
(Kamal, 1998).
Lemak atau minyak tanaman baru digunakan bila dikehendaki
kandungan energi yang tinggi di dalam ransum, hal ini disebabkan karena
lemak/minyak tanaman mempunyai nilai energi 2,25 kali energi karbohidrat
dan setara 8000 Kcal. Di samping digunakan sebagai sumber energi,
lemak/minyak tanaman juga digunakan dengan tujuan untuk menghindari
pendebuan ransum, memperbaiki tekstur ransum, menaikkan palatabilitas
dan memperlancar proses pembuatan pellet. Penggunaan lemak atau minyak
tanaman di dalam ransum sebaiknya ditambah dengan anti oksidan, namun
bila tidak ditambahkannya maka sebaiknya ransum tersebut segera diberikan
kepada ternak. Bagi ruminansia, penggunaan lemak atau minyak tanaman
hanya pada kondisi tertentu saja, misalnya untuk menghindari terjadinya
kembung (bloat) ataupun digunakan di dalam ransum sapi dewasa dan sapi
perah sebanyak 2 sampai 4% di dalam ransum babi (creep diets) sebanyak 5
sampai 10% dan di dalam ransum unggas sebanyak 2 sampai 5%.
Penggunaan lemak atau minyak tanaman tersebut baru dilakukan bila
harganya bersaing murah dengan bahan pakan butiran (Kamal, 1998).
Premix Unggas. Premix adalah campuran dari berbagai bahan pakan
sumber vitamin, atau sumber mineral mikro atau campur kedua-duanya,
penggunaannya di dalam ransum dibatasi yaitu sampai sebanyak 0,5%
(Zuprizal dan Kamal, 2008). Penggunaan premix didalam ransum harus
dibatasi jumlahnya yaitu tidak lebih dari 0,5%, ini berarti bahwa untuk setiap
100 kg ransum mengandung premix cukup sebanyak kurang dari 0,5 kg atau
setiap 1000 kg ransum mengandung premix cukup sebanyak kurang dari 5
kg. Berdasarkan macam nutrien yang terkandung di dalam premix maka ada
tiga macam premix yaitu premix vitamin, premix mineral dan premix vitamin-
mineral. Urutan permasalahan yang harus diketahui terlebih dahulu dalam
pembuatan premix adalah macam dan kadar vitamin atau mineral mikro
dalam bahan yang digunakan serta kandungan dalam ransum jadi, jumlah
ransum yang akan dibuat dan jumlah premix yang harus dibuat
(Kamal,1998).
Kebutuhan Nutrien Ternak
Tabel 1. Kebutuhan ME dan BK berdasarkan perhitungan ransum
menggunakan excel
Parameter Starter Finisher
ME (Kcal/kg)

BK (%)

Berdasarkan hasil praktikum diketahui kebutuhan BK dan ME antara


kalkun starter dan finisher berbeda, dimana terlihat berdasarkan tabel,
kebutuhan BK dan ME. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor,
diantaranya ukuran tubuh dari ternak itu sendiri, karena pada beberapa
ternak pemberian BK disesuaikan dengan berat atau bobot ternak itu sendiri,
faktor selanjutnya adalah umur ternak, dan jumlah protein pakan yang
dikonsumsi ternak, hal ini dikarenakan energi metabolisme digunakan dalam
proses pencernaan protein yang terkandung dalam pakan menjadi senyawa
monomer atau asam amino. Meskipun kebutuhan protein akan lebih banyak
ternak muda, namun kuantintas pakan yang dikonsumsi lebih banyak ternak
yang dewasa. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rasyaf (2004) menyatakan
bahwa kebutuhan energi metabolis berhubungan erat dengan kebutuhan
protein yang mempunyai peranan penting selama masa pertumbuhan. Rizal
(2006) menyatakan bahwa angka kebutuhan energi yang absolut tidak ada
karena ternak dapat menyesuaikan jumlah ransum yang dikonsumsi dengan
kebutuhan energi bagi tubuhnya. Berdasarkan hasil praktikum jika
dibandingkan dengan literatur, energi metabolisme hasil praktikum telah
sesuai.
Rasyaf (2004) melaporkan bahwa unggas membutuhkan lebih dari 40
material kimiawi yang semuanya harus ada dalam ransum yang dimakan
kemudian dinyatakan bahwa kandungan nutrisi pada fase starter
mengandung energi metabolisme 28513180 kkal/kg ransum sedangkan
finisher energi metabolisme 32903399 kkal/kg ransum.

Anda mungkin juga menyukai