Anda di halaman 1dari 11

BAB VIII

PENYUSUNAN ANGGARAN

1. Pengertian Penganggaran

Penganggaran adalah suatu proses dimana biaya dialokasikan pada


kegiatan tertentu yang telah di rencanakan untuk jangka waktu yang telah
ditetapkan. Selain itu, pengertian penganggaran adalah proses kegiatan yang
menghasilkan anggaran sebagai suatu hasil kerja (out-put), serta berkaitan dengan
pelaksanaan fungsi-fungsi anggaran, yaitu fungsi pedoman kerja, alat
pengkoordinasian kerja dan pengawasan kerja (Munandar, 1990).
Beberapa prinsip penganggaran dilihat dari perspektif tradisional, sudah
lazim dikenal dengan sebutan The three Es, yaitu Ekonomis, Efisien, dan Efektif.
Hasil tersebut mengandung makna bahwa ekonomis hanya berhubungan dengan
input, efektifitas hanya berkepentingan dengan output, sedangkan efisiensi
umumnya dalam kaitan antara output dengan input (Rowan & Pendlebury, 1988).
Sebagai pedoman kerja, anggaran memberikan arah serta memberikan
target yang harus dicapai oleh kegiatan rumah sakit pada waktu yang akan datang,
sebagai alat koordinasi, anggaran mengkoordinasi semua bagian yang ada di
rumah sakit sehingga saling menunjang, saling bekerja sama dengan baik untuk
menuju sasaran yang telah ditetapkan. Demikian juga anggaran sebagai tolak ukur
maupun pembanding untuk menilai realisasi kegiatan rumah sakit, kelemahan,
maupun kekuatan yang dimiliki oleh rumah sakit. Hal ini menunjukan bahwa
anggaran dapat pula berfungsi sebagai alat pengawas kerja.
Sebagai suatu sistem, anggaran terdiri dari komponen-komponen yang
saling bergantung dan saling mempengaruhi yang semuanya dipersiapkan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Komponen-komponen penganggaran
tersebut antara lain :
a. Komponen masukan (input) yang terdiri dari tenaga penyusun anggaran,
informasi kegiatan dan keuangan, organisasi dan tatalaksana, kebijakan-
kebijakan direktur serta peralatan yang diperlukan dalam penggaran.
b. Komponen proses terdiri dari perencanaan (planning for planning),
pengorganisasian, kegiatan yaitu mengumpulkan, mengolah, menganalisa
data, dan menyusun anggaran, serta pengawasan dan pengendalian melalui
konsultasi kepada direktur dan pemerintah.
c. Komponen keluaran (out-put) adalah anggaran yang telah disetujui dan
disahkan oleh pemerintah.
d. Faktor-faktor yang mempengaruhi sistem penganggaran rumah sakit adalah
unit-unit lain di rumah sakit (UPF, instalasi, urusan umum, PPL, kepala seksi
medis/perawatan dan ketenagaan), peraturan pemerintah pusat/daerah, sumber
dan biaya pelayanan kesehatan, perkembangan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi Kedokteran (IPTEK) serta keadaan perekonomian masyarakat.
e. Umpan balik sebagai hasil evaluasi anggaran

Proses penyusunan anggaran adalah proses penyusunan rincian kebutuhan


dana dan penyusunan laba dengan rancangan dapat menyusun rencana dengan
baik agar laba yang didapat maksimal (Soleman, 2016). Menurut Brownwell
dikutip melalui Mardiasmo (2002) menjelaskan bahwa penyusunan anggaran
memerlukan tiga pendekatan yakni :
1. Top Down Approach
Penyusunan anggaran dengan menggunakan pendekatan top down,
dimulai dari manajemen puncak yang menetapkan kebijakan pokok
organisasi dengan memberikan pedoman bagi manajer yang menyusun
anggaran dalam membuat dan mengajukan rancangan anggaran pusat-
pusat pertanggung jawaban.
2. Bottom Up Approach
Penyusunan anggaran menggunakan pendekatan bottom up dimulai
dari para manajer yang menyusun usulan anggaran, kemudian diteruskan
ke atas sampai pada manajemen puncak. Proses penilaian dan pengesahan
menjadi sangat penting dalam pendekatan ini.
3. Kombinasi
Penyusunan anggaran dengan pendekatan partisipatif adalah
dengan menggabungkan kedua pendekatan top down dengan bottom up.
Anggaran dengan pendekatan ini dimulai dari manajer menyiapkan draft
pertama untuk anggaran di wilayah tanggung jawabnya berdasarkan
panduan/pedoman yang telah dibuat oleh atasan. Selanjutnya, manajer
puncak akan memeriksa dan mengkritisi anggaran yang diusulkan. Proses
penyusunan anggaran dengan pendekatan gabungan lebih efektif
dibandingkan dengan pendekatan top down ataupun bottom up.

Penyusunan anggaran pada organsasi pemerintahan pada dasarnya


mempunyai kesamaan bila dibandingkan dengan organisasi yang motifnya
mencari laba. Beberapa kesamaan tersebut adalah: (1) Organisasi pemerintah
merupakan bagian dari sistem ekonomi yang sama dan menggunakan sumber
daya yang sama pula untuk memenuhi tujuannya; (2) Organisasi pemerintah juga
harus menggunakan sumber daya yang langka untuk menciptakan barang dan jasa
sehingga memerlukan analisis biaya dan pengendalian biaya untuk memastikan
bahwa sumber daya yang langka tersebut telah digunakan secara efisien dan
efektif (Mahsun et al., 2011).
Pendekatan penyusunan anggaran yang ditujukan pada rakyat memiliki
sedikit perbedaan. Menurut Kunarjo dikutip dari Hesrini (2015) dijelaskan bahwa
secara umum anggaran negara adalah suatu rencana untuk penyelesaian program
atau kegiatan dalam rangka pencapaian sasaran dalam waktu tertentu (satu tahun)
termasuk perkiraan sumber-sumber dana dan daya yang tersedia. Maka anggaran
negara merupakan perencanaan yang sistematis oleh negara mengenai pendanaan
atas suatu kegiatan yang akan dilakukan dalam waktu yang akan datang selama
masa 1 tahun.
Menurut Kunarjo dikutip dari Hesrini (2015) dijelaskan mengenai
penyusunan anggaran dibuat untuk kepentingan rakyat, oleh sebab itu perlu
didasarkan kriteria sebagai berikut:
1. Harus berdasarkan persetujuan eksekutif dan legislatif
2. Anggaran disusun sedemikian rupa sehingga rakyat dapat memahami
tentang pengalokasian dana yang berasal dari pajak atau sumber lain
3. Anggaran negara disusun dengan tujuan mengalokasi sumber daya
nasional untuk kesejahteraan rakyat
4. Penyusunan anggaran negara harus berpihak pada kepentingan rakyat
5. Anggaran negara berlaku 1 tahun anggaran dalam arti bahwa sejak tahun
dimulainya anggaran, pelaksanaan pengeluaran negara sudah harus
dimulai dan selesai pada akhir tahun anggaran
6. Pelaksanaan anggaran berurutan, dimulai dari persiapan, dilanjutkan
dengan pelaksanaan dan diakhiri evaluasi.
Pendekatan penyusunan anggaran dalam pemerintahan dijadikan acuan bagi
pemangku kepentingan bidang penganggaran dalam merancang dan menyusun
anggaran. Pendekatan tersebut meliputi menurut Hesrini (2015):
a. Pendekatan Penganggaran Terpadu
Penganggaran terpadu merupakan unsur yang paling mendasar
bagi penerapan pendekatan penyusunan anggaran lainnya yaitu:
Penganggaran Berbasis Kinerja (PBK) dan Kerangka Pengeluaran Jangka
Menengah (KPJM). Dengan kata lain bahwa pendekatan anggaran terpadu
merupakan kondisi yang harus terwujud terlebih dahulu.
b. Pendekatan Penganggaran Berbasis Kinerja
Penganggaran Berbasis Kinerja (PBK) merupakan suatu
pendekatan dalam sistem penganggaran yang memperhatikan keterkaitan
antara pendanaan dan kinerja yang diharapkan, serta memperhatikan
efisiensi dalam pencapaian kinerja tersebut.
c. Pendekatan Kerangka Penganggaran Jangka Menengah (KPJM)
Kerangka Penganggaran Jangka Menengah adalah pendekatan
penyusunan anggaran berdasarkan kebijakan, dengan pengambilan
keputusan yang menimbulkan implikasi anggaran dalam jangka waktu
lebih 1 (satu) tahun anggaran. Kerangka Penganggaran Jangka Menengah
bertujuan untuk pengalokasian sumber daya anggaran yang lebih efisien,
untuk meningkatkan kualitas perencanaan anggaran, agar lebih fokus
terhadap kebijakan prioritas, untuk meningkatkan disiplin fiskal, serta
menjamin adanya kesinambungan fiskal.

2. Sumber Pembiayaan dan Penganggaran

Kebijakan pembiayaan kesehatan diatur dalam Undang-undang Nomor 36


Tahun 2009 tentang Kesehatan yang juga dikutip dalam Peraturan Presiden
Nomor 72 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional (SKN). Keduanya
membedakan dengan jelas sumber pembiayaan untuk program Upaya Kesehatan
Masyarakat (UKM) dan Upaya Kesehatan Perorangan (UKP), yaitu sebagai
berikut:

1. Ayat 114. Pembiayaan pelayanan kesehatan masyarakat merupakan barang


publik (public good) yang menjadi tanggung jawab pemerintah, sedangkan
untuk pelayanan kesehatan perorangan pembiayaannya bersifat privat, kecuali
pembiayaan untuk masyarakat miskin dan tidak mampu menjadi tanggung
jawab pemerintah.
2. Ayat 115. Pembiayaan pelayanan kesehatan perorangan diselenggarakan
melalui jaminan pemeliharaan kesehatan dengan mekanisme asuransi sosial
yang pada waktunya diharapkan akan mencapai Universal Health Coverage
(UHC) sesuai dengan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011
tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

Menurut Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009, upaya kesehatan


dibiayai dari sumber Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan
Anggaran dan Pendapatan Belanja Daerah (APBD) yang ada di berbagai sektor.
Dana APBN dapat berupa dana Dekonsentrasi, Dana Bagi Hasil (DBH), Dana
Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Alokasi Umum (DAU). Kemudian ada Dana
Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) dan Pajak Rokok yang sudah
diatur agar sebagian dipergunakan untuk kesehatan. Demikian juga Alokasi Dana
Desa sebagian harus dipergunakan untuk kegiatan kesehatan di tingkat desa,
utamanya untuk pemberdayaan masyarakat. Daerah juga bisa memobilisasi dana
Corporate Social Responsibility (CSR) untuk membiayai kegiatan UKM.
Pembiayaan UKM memang tidak bisa diklaim ke asuransi, misalnya ke Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Anggaran untuk pelatihan Kader atau rapat
dengan Kepala Desa dalam rangka UKM tidak bisa di klaim ke BPJS karena
memang tidak termasuk dalam benefit package Jaminan Kesehatan Nasional
(JKN). Pemerintah Daerah perlu memilah kegiatan mana saja yang sudah dan
belum terdanai sehingga tidak terjadi duplikasi sumber pendanaan untuk kegiatan
di bidang kesehatan.

3. Prosedur Penganggaran

Pada dasarnya yang berwenang dan bertanggung jawab terhadap


penyusunan serta pelaksanaan anggaran adalah pimpinan tertinggi organisasi,
karena pimpinan organisasilah yang paling berwenang dan bertanggung jawab
atas kegiatan organisasi secara keseluruhan. Namun demikian dalam
penyusunannya dapat didelegasikan kepada bagian administrasi, panitia anggaran,
kedua-duanya, atau kepada panitia anggaran di mana bagian administrasi
merupakan anggotanya.
Pada umumnya penganggaran diserahkan kepada bagian administrasi bagi
organisasi yang kecil dengan kegiatan yang tidak terlalu kompleks, sedangkan
panitia anggaran, digunakan bagi organisasi yang besar dengan kegiatan yang
kompleks, beraneka ragam serta ruang lingkup yang berbeda (Munandar, 1990).
Di dalam panitia anggaran inilah diadakan pembahasan-pembahasan
tentang rencana kegiatan yang akan datang, sehingga anggaran yang dihasilkan
merupakan kesepakatan bersama, sesuai dengan fasilitas dan kemampuan masing-
masing bagian secara terpadu. Kesepakatan bersama ini sangat penting agar dalam
pelaksanaannya nanti didukung oleh semua pihak di Rumah Sakit.
Anggaran yang disusun oleh panitia anggaran ini baru merupakan rencana
anggaran, yang selanjutnya dikonsultasikan kepada pimpinan rumah sakit. Untuk
penyusunan anggaran di Rumah Sakit Pemerintah akan dibicarakan pada bagian
akhir dari bab ini. Pada prinsipnya istilah panitia ini diberikan kepada beberapa
orang (sekelompok orang) yang ditunjuk dan diberi wewenang untuk melakukan
suatu tugas (Wursanto,1989).
Wewenang yang diberikan kepada panitia ini sangat bervariasi, ada yang
diberi wewenang mengambil keputusan atau yang sifatnya memberi saran saja
dan ada juga yang hanya digunakan sebagai alat penerima informasi saja.
Penggunaan panitia dalam suatu organisasi disebabkan oleh berbagai
pertimbangan sebagai berikut:
1. Sifatnya demokratis
2. Sebagai alat koordinasi, alat untuk menampung informasi, alat dalam
konsolidasi wewenang dan untuk pemusatan wewenang dalam merencanakan
program.
3. Pertimbangan dan keputusan kelompok lebih baik daripada perorangan.
4. Motivasi melalui partisipasi.
Namun demikian Wursanto juga mengemukakan bahwa penggunaan
panitia dalam suatu organisasi, juga mempunyai beberapa kelemahan, antara lain
pemborosan, baik waktu maupun biaya, tidak mampu mengambil keputusan
dengan cepat, serta memecah tanggung jawab.

4. Contoh Penganggaran
Penyusunan perincian proyeksi anggaran tiap tahun untuk masing-masing
bagian pada rumah sakit, direktur sebagai manajemen puncak memberikan
pengarahan kepada Kabid Keuangan sebagai penyusun anggaran dalam suatu
rapat staff, tentang dasar-dasar penyusunan anggaran dan batasan-batasan untuk
membuat formulir tentang daftar usulan program dan dikirimkan kepada semua
kepala bagian untuk diisi. Atas dasar evaluasi tahun berjalan dan pertimbangan-
pertimbangan relevan lainnya serta usulan dari masing-masing bagian, Kabid
Keuangan merakit perincian proyeksi anggaran tahun selanjutnya untuk masing-
masing bagian. Proyek ini menjadi draft anggaran yang akan dibahas dengan
direktur dan Dewan Legislatif Pemerintah Daerah dan kemudian akan
dinegosiasikan dengan para kabid sebagai pelaksana anggaran.
Hasil pembahasan tersebut menjadi konsep anggaran tahun selanjutnya,
yang akan segera dibukukan dan disahkan oleh direktur menjadi anggaran yang
sah. Selanjutnya anggaran tersebut yang akan didistribusikan kepada masing-
masing kepala bagian sebagai pedoman pelaksanaan kegiatan.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menyusun anggaran tahunan oleh
pihak penyusun anggaran:
Realisasi anggaran tahun lalu, berikut asumsi-asumsinya
Realisasi kegiatan usaha pelayanan tahun berjalan
Estimasi hasil kegiatan usaha pelayanan yang dapat dicapai dalam tahun
berjalan
Rencana jangka panjang
Pertimbangan penting lainnya
Pada suatu rumah sakit,penyusunan anggaran dipengaruhi/ditentukan oleh
proyeksi target-target yang akan dicapai ataupun ketentuan-ketentuan manajemen
yang berkaitan dengan penyusunan anggaran, meliputi :
Bed Ocupancy Ratio (BOR) yang diharapkan
Kondisi tarif tahun mendatang
Asumsi tingkat inflasi ataupun kebijaksanaan-kebijaksanaan baru
manajemen
Langkah-langkah yang perlu dilaksanakan dalam mencapai target-target
yang mendukung tercapainya realisasi anggaran tahunan secara
keseluruhan.
Anggaran tahunan yang disusun harus mencakup anggaran/proyeksi
sebagai berikut : anggaran hasil, anggaran biaya, anggaran investasi.
Adapun langkah yang ditempuh dalam penyusunan anggaran, yaitu:
1. Penyusunan perencanaan strategik dan program
Proses ini dibuat oleh pihak yang berwenang yaitu manajemen puncak.
Penyusunan perencanaan strategik dan program ini harus didasarkan pada
informasi yang cukup relevan, sehingga perencanaan yang disusun menjadi
realistik dan logis.
2. Penyusunan usulan anggaran
Setiap kepala bagian menyusun daftar usulan program dengan pedoman
yang telah disiapkan oleh manajemen puncak. Hal ini dilakukan bila rumah
sakit menerapkan sistem bottom up (dari bawah ke atas) atau sistem
partisipatif, karena para pelaksana anggaran dilibatkan secara langsung yaitu
dengan menyusun sendiri usulan program untuk bagiannya sendiri-sendiri.
Sistem ini akan memberikan manfaat bagi perusahaan yaitu: keakuratan atau
ketepatan penyusunan anggaran setidaknya dapat dicapai, motivasi untuk
bekerja lebih meningkat dan semangat kerja akan semakin tinggi.
3. Pelaksanaan revisi usulan anggaran
Kegiatan ini dilaksanakan oleh kepala bagian keuangan dengan jalan
mengadakan konsolidasi terhadap usulan-usulan program yang telah
terkumpul. Hal ini dilakukan untuk menghindari adanya overlap atau duplikasi
antar anggaran dari tiap-tiap bagian.
4. Proses negosiasi
Dalam proses ini anggaran yang telah dirakit atau disusun oleh kepala
bagian keuangan akan dinegosiasikan dengan para kabag sebagai pelaksana
dan pengusul (pembuat) anggaran. Hal ini perlu dilakukan dengan tujuan
untuk mengetahui pendapat dari tiap-tiap kabag tentang anggaran yang telah
disusun dan untuk mengetahui kesanggupan mereka dalam melaksanakan
anggaran tersebut. Proses negosiasi ini akan bekerja dengan baik jika
didukung oleh sistem kerja yang terjalin melalui komunikasi dua arah antar
perakit anggaran dan pelaksana anggaran.
5. Pengesahan anggaran
Anggaran yang telah direvisi disahkan oleh manajemen puncak dan
didistribusikan kepada tiap-tiap kabag, sebagai pedoman pelaksaaan kegiatan
sekaligus sebagai alat pengendalian. Dengan demikian para kabag dapat
memantau hasil kerja bagiannya sendiri berdasarkan anggaran tersebut.
DAFTAR PUSTAKA :

Soleman, R., 2016. Pengaruh Penganggaran Partisipatif terhadap Kinerja


Manajerial dengan Budaya Organisasi dan Gaya Kepemimpinan
sebagai Variabel Moderating. Jurnal Siasat Bisnis, 16(1).
Mardiasmo. 2002. Akuntansi Sektor Publik Yogyakarta: BPFE
Mahsun, M., F. Sulistyowati, HA. Purwanugrah. 2011. Akuntansi Sektor
Publik. Edisi 3. Penerbit: BFE UGM Jogjakarta.
Hesrini, Elly, 2015. ANALISIS PENYUSUNAN ANGGARAN
BERBASIS KINERJA PADA KANTOR PENGAWASAN DAN
PELAYANAN BEA DAN CUKAI GRESIK. E-Jurnal Ilmu
Manajemen Magistra, 1(1).
Dillon, Ray D. 1979. Zero Base Budgeting for Health Care Institution.
Maryland: Aspen System Corporation.
Horngren, Charles T & Foster, George. 1988. Alih bahasa oleh Marianus
Sinaga. Akuntansi Biaya. Jakarta: Erlangga.
Rowan, Jones & Pendlebury. 1988. Public Sector Accounting. London:
London Pitman Publishing.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2017. Modul Kumpulan
Materi Pelatihan Manajemen Puskesmas. Jakarta: Pusat Pelatihan
SDMK Badan PPSDM Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.
Munandar, M. 1990. Budgeting. Perencanaan kerja, Pengkoordinasian
kerja, Pengawasan kerja. Yogyakarta: BPFE.
Silalahi, B.N.B. 1989. Prinsip Manajemen Rumah Sakit. Jakarta: LPMI.
Sulistiadi, W., 2008. Sistem Anggaran Rumah Sakit yang Berorientasi
Kinerja untuk Meningkatkan Kualitas Keuangan Publik. Kesmas,
2(5), pp. 234-240.
Wursanto. 1989. Dasar-dasar manajemen keuangan. Jakarta: Pustaka Dian.

Anda mungkin juga menyukai