Anda di halaman 1dari 9

PEMANFAATAN BAHAN ORGANIK IN SITU

UNTUK EFISIENSI BUDI DAYA JAHE


YANG BERKELANJUTAN

Sudiarto dan Gusmaini

Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Jalan Tentara Pelajar No. 3, Bogor 16111

ABSTRAK
Pemberian bahan organik dalam budi daya jahe berperan penting untuk meningkatkan hasil dan memperbaiki mutu
rimpang, terutama pada klon jahe besar. Pertumbuhan tanaman dan hasil rimpang yang tinggi dan bernas diperoleh
dari tanaman yang dibudidayakan pada tanah mineral berhumus tebal walaupun tanpa pemupukan. Pemberian
pupuk kandang dalam jumlah memadai juga memberikan hasil yang sama. Pemberian bahan organik menyebabkan
tanah menjadi subur dan gembur sehingga sesuai bagi pertumbuhan tanaman jahe. Selama ini sumber bahan organik
yang utama adalah pupuk kandang, terutama di Jawa. Namun, pemanfaatan pupuk kandang untuk budi daya jahe
harus bersaing dengan komoditas lain serta transportasi ke lokasi budi daya relatif mahal. Untuk mengatasi masalah
itu dapat dimanfaatkan sumber bahan organik lain seperti limbah kulit kopi yang ketersediaannya cukup melimpah
di beberapa sentra produksi jahe antara lain Rejang Lebong, serta pupuk hijau yang dapat dikembangkan secara in
situ di lokasi budi daya jahe. Pemanfaatan bahan organik tersebut sebagai pengganti sebagian atau keseluruhan
pupuk kandang dapat menghemat biaya Rp2Rp2,50 juta/ha. Penghematan tersebut antara lain berasal dari
pengurangan biaya pupuk kandang dan pupuk N, P, dan K, serta biaya penyiangan apabila pupuk hijau diberikan
sebagai mulsa. Upaya tersebut sekaligus dapat menghasilkan produk pertanian organik yang secara global
permintaannya cenderung meningkat. Secara umum, pemanfaatan bahan organik in situ dapat mendukung upaya
budi daya low external input sustainable agriculture (LEISA) dan zero waste agriculture.
Kata kunci: Zingiber officinale, budi daya, bahan organik, pupuk hijau

ABSTRACT
Utilization of in situ organic matter to support efficient and sustainable ginger cultivation

The role of organic matter application in adequate amount in ginger cultivation is significant to obtain high yield
and to improve rhizome quality, particularly for the big rhizome clones. The high bold rhizome yield was obtained
from ginger grown under natural soil fertility condition having thick humus like in Rejang Lebong, Bengkulu,
center of ginger production. The same result was obtained by application of an adequate amount of cattle dung
manure. Fertile and loose to friable soil, suitable for optimum growth of ginger, can be obtained by application of
organic fertilizer. Dung or farmyard manure, due to its availability, is often used for ginger cultivation in Java.
However its utilization for ginger production must compete with the requirement for the other commodities, and
its price and transportation costs to the cultivation sites are relatively high. Research result showed that the other
organic fertilizers such as waste of coffee coat available in the surrounding of ginger production center in Rejang
Lebong and green manure that can be planted in situ of ginger area are the promising sources for ginger cultivation,
particularly outside of Java. The potential cost reduction by using those organic matters is approximately Rp2
Rp2.50 million/ha. The organic fertilizer utilization reduced the cost of dung manure, the rate of N, P, K fertilizers,
and cost of weeding by using green manure as a mulch. Furthermore, it can support the fulfillment of increasing
global organic farming product demand. Generally, the application of in situ organic matter or fertilizer is to
support the aim of low external input sustainable agriculture (LEISA) and zero waste agriculture.
Keywords: Zingiber officinale, cultivation, organic matter, green manures

P eran bahan organik tanah dalam


budi daya tanaman sudah lama di-
ketahui. Kandungan bahan organik dalam
berupa sisa tanaman, sisa hasil panen,
pupuk kandang, dan pupuk hijau. Sisa
hasil panen yang tersedia melimpah
pertanian, minuman, makanan, dan kimia
(Jacobs 1990; Koshino 1990; Li 1990).
Pemberian pupuk organik yang me-
tanah dapat ditingkatkan dengan pem- antara lain adalah blotong, tandan buah madai pada lahan yang secara intensif
berian pupuk organik, baik berupa limbah kelapa sawit, sekam padi, dan kulit buah ditanami empon-empon sepanjang tahun
hasil pertanian, limbah kota maupun kopi. Selain bahan tersebut, pupuk dapat meningkatkan hasil rimpang. Dalam
guano. Limbah hasil pertanian dapat organik mencakup pula limbah industri budi daya jahe besar berorientasi ekspor,

Jurnal Litbang Pertanian, 23(2), 2004 37


untuk mendapatkan rimpang yang ber- Kajian ini penting sebagai informasi awal pemanfaatan pupuk kompos bokhasi
mutu tinggi diperlukan lahan yang yang perlu digali dan dikembangkan lebih menunjukkan bahwa EM4 20 ml/1 air dan
subur, gembur, banyak mengandung lanjut dalam upaya pengembangan budi bokhasi 20 t/ha meningkatkan hasil
humus atau bahan organik, dan ber- daya jahe yang efisien, berwawasan rimpang segar dan kering (Wiroatmodjo
drainase baik (Sudiarto dan Affandi lingkungan, dan berkelanjutan. et al. 1996).
1989). Bahan organik dapat meningkatkan
Pemanfaatan lahan secara intensif ketersediaan beberapa unsur hara dan
untuk tanaman semusim sepanjang tahun efisiensi penyerapannya. Perombakan
FUNGSI DAN KEBUTUHAN
perlu diimbangi dengan pemberian pupuk bahan organik akan melepaskan unsur
organik yang memadai untuk memper- BAHAN ORGANIK UNTUK hara seperti N, P, K, dan S. Meskipun
tahankan kandungan bahan organik ta- TANAMAN JAHE kandungan hara pupuk organik relatif
nah. Tanpa bahan organik, kesuburan rendah, tetapi perombakannya relatif
tanah akan menurun meskipun pupuk Rimpang jahe yang besar dan bernas, cepat terutama di daerah tropika. Oleh
anorganik diberikan dengan takaran tinggi sesuai dengan persyaratan ekspor jahe karena itu, agar penggunaan bahan
(Karama et al. 1990). segar, dapat diperoleh dari tanaman yang organik efektif, maka pemberiannya harus
Pemanfaatan pupuk organik terkait dibudidayakan pada tanah berhumus te- dalam jumlah besar (Hsieh dan Hsieh 1990;
dengan upaya menghasilkan produk per- bal, kandungan C-organik sangat tinggi Karama et al. 1990; Koshino 1990; Paje
tanian organik. Sebagian konsumen hasil (11,84%) pada lahan hutan yang baru 1990; Park 1990).
pertanian terutama sayuran dan buah dibuka seperti di Rejang Lebong, Beng- Kebutuhan pupuk termasuk pupuk
segar lebih menyukai produk pertanian kulu, dan pada C-organik rendah (1%) organik pada tanaman jahe cukup tinggi,
organik daripada produk pertanian an- pada tanah Latosol Cicurug (Gusmaini dan karena jahe dikenal sebagai tanaman yang
organik. Rasa, warna, aroma, dan tekstur Trisilawati 1998). Humus yang telah banyak menguras hara, terutama N dan K.
hasil pertanian organik umumnya lebih matang memiliki rasio C/N 1522% Pada taraf produktivitas rimpang segar 24
baik daripada produk anorganik (Hsieh (Direktorat Serealia 2001). Percobaan pot 50 t/ha, hara yang terangkut melalui hasil
dan Hsieh 1990; Jacobs 1990; Koshino dengan media tanah Latosol Cicurug yang panen mencapai 60247 kg N yang setara
1990; Park 1990). bagian atasnya ditambahkan humus dengan 133549 kg urea, 4776 kg P2O5
Pemanfaatan pupuk kandang untuk setebal 15 cm tanpa penambahan pupuk setara 102166 kg TSP, dan 78227 K2O
meningkatkan hasil dan mutu rimpang jahe kandang dan pupuk buatan N, P, dan K, setara 130380 kg KCl (Bautista dan
banyak dilakukan oleh petani jahe di Jawa, juga membuktikan peran bahan organik Aycardo 1979; Sudiarto et al. 1991).
karena pupuk ini cukup tersedia. Namun, dalam pembentukan rimpang yang besar Peranan bahan organik sebagai
budi daya jahe yang hanya mengandalkan dan bernas. Hasil rimpang tertinggi kompleks jerapan anion (fosfat, silikat,
pupuk kandang sebagai sumber pupuk dicapai dengan menambahkan humus nitrat, sulfat dan lainnya) sangat penting
organik memiliki beberapa kelemahan, 6,70 kg/pot, yakni tujuh kali lebih besar dan selama ini k-urang mendapat perhati-
antara lain: 1) ketersediaannya terbatas dibandingkan hasil pada media (tanah an (Karama et al. 1990). Pada tanaman jahe
terutama untuk daerah luar Jawa, 2) Latosol) tanpa pemberian bahan organik. besar, jahe kecil (emprit), dan jahe merah,
harganya relatif mahal dan dibutuhkan Dibandingkan dengan media tanah + l kg efisiensi serapan pupuk anorganik N
dalam jumlah besar (volume dan bobot), pupuk kandang + 5 g urea + 3,75 g TSP + relatif rendah, masing-masing 12,60%;
sehingga menjadi komponen biaya 3,75 g KCl/polibag, tanaman jahe pada 5,197,25%; dan 5,4810,10% (Yusron et
produksi yang relatif tinggi (2025%), 3) media tanah berhumus tebal memberikan al. 1998). Pupuk urea akan dikonversi oleh
untuk lahan yang lokasinya jauh dari jalan hasil rimpang segar lebih dari dua kalinya bakteri Nitrobacter menjadi nitrat (Nartea
raya dan medannya berbukit diperlukan (Gusmaini dan Trisilawati 1998). 1990). Kompleks jerapan anion dari pupuk
biaya pengangkutan yang relatif tinggi Takaran minimum pupuk kandang organik atau bahan organik tanah akan
ke lokasi penanaman, 4) sering kali pupuk untuk meningkatkan hasil rimpang jahe mengurangi kehilangan N karena pen-
kandang tercampur benih gulma, sehingga adalah 20 t/ha (Barus et al. 1989). Pada cucian. Bahan organik juga mampu meng-
akan menambah jenis dan populasi gulma takaran tersebut, hasil rimpang segar pada ikat ion-ion racun dalam tanah seperti Al,
di area pertanaman jahe, dan 5) pupuk tanah Latosol cokelat Cicurug mencapai Cd, dan Pb sehingga tidak diserap oleh
kandang menimbulkan bau tidak enak 21,57 t/ha, dan pada takaran 25 t/ha hasil tanaman (Mulyani et al. 2001).
bagi lingkungan meskipun tidak beracun rimpang sekitar 25 t/ha. Bila tanpa pupuk Asam humat yang merupakan fraksi
(Karama et al. 1990). kandang, hasilnya hanya 14,67 t/ha. utama dari humus dapat diekstrak dari
Mengingat pentingnya pupuk or- Menurut Kannan dan Nair (1965), aplikasi tanah (Tan 1991). Asam humat dapat
ganik dalam budi daya jahe dan dalam pupuk kandang 2530 t/ha ditambah NPK mempengaruhi metabolisme tanaman
rangka menuju sistem budi daya yang 8:8:16 sebanyak 450 kg/ha memberikan seperti respirasi, sintesis asam nukleat
ramah lingkungan, maka pemanfaatan hasil rimpang 20 t/ha bahkan lebih. dan penyerapan ion (Vaughan et al. dalam
sumber bahan organik dari sumber daya Selanjutnya Thomas (1965) dalam Nair Ferreti et al. 1991), dan secara tidak
pertanian in situ merupakan alternatif (1980) melaporkan bahwa aplikasi pupuk langsung dapat memperbaiki kesuburan
dan tantangan untuk dikembangkan. kandang 10 t/ha dan mulsa daun yang tanah (Tan 1991). Darwati et al. (1998)
Beberapa hasil penelitian pemanfaatan masih hijau 7,20 t/ha pada tanah yang baru melaporkan bahwa penambahan asam
bahan organik in situ seperti limbah kopi, dibuka sudah memadai untuk memperoleh humat dapat meningkatkan bobot segar
daun alang-alang, dan pupuk hijau dalam hasil rimpang yang tinggi meskipun tanpa jahe pada umur 3 bulan setelah tanam
budi daya jahe disajikan pada artikel ini. tambahan pupuk buatan. Hasil penelitian (BST).

38 Jurnal Litbang Pertanian, 23(2), 2004


Fungsi biologis bahan organik tanah
bagi mikroba tanah adalah sebagai Tabel 1. Faktor yang dipertimbangkan dan skor dalam menyusun strategi
sumber utama energi untuk aktivitas pengendalian penyakit pada jahe.
kehidupan dan berkembang biak. Pem-
berian bahan organik dengan rasio C/N Faktor yang dipertimbangkan Skor
tinggi akan memacu pembiakan mikroba,
memfiksasi beberapa unsur hara atau Varietas tahan atau toleran terhadap penyakit layu bakteri 2
immobilisasi N yang bersifat sementara. Benih jahe sehat 5
Tanah bebas penyakit layu bakteri 6
Seiring dengan menurunnya rasio C/N
Tanah supresif
tanah, sebagian mikroba akan mati, se- Rotasi tanaman 3
lanjutnya melalui proses perombakan Waktu tanam
(dekomposisi) unsur hara menjadi tersedia Pengendalian nematoda 3
kembali. Perlakuan tanah dengan air panas
Pengendalian gulma 1
Pupuk organik yang dibuat melalui
Drainase
proses pengomposan yang baik dapat Pengolahan tanah minimum
menekan penyakit tular tanah. Selain itu, Pembenahan tanah 2
senyawa organik yang terbentuk dapat
Sumber: Supriadi et al. (2000).
berperan sebagai zat pengatur tumbuh
(Koshino 1990). Pemberian bahan organik
seperti daun cengkeh, daun kayu manis,
dan pupuk kandang secara terpadu dapat
menekan perkembangan penyakit busuk peningkatan peranan bahan organik ton. Salah satu sentra perkebunan kopi
batang panili (Asman 1997). Dengan terutama dengan mengoptimumkan rakyat adalah Rejang Lebong, Bengkulu.
demikian, bahan organik dapat berfungsi fungsi, ragam, populasi dan aktivitas Luas area kopi di kawasan ini mencapai
sebagai komponen pengendalian patogen mikroba tanah dapat mendorong ter- 44.646 ha (Kantor Statistik Bengkulu
tanah secara terpadu (Singh 1971), jadinya tanah supresif. Hal ini selanjutnya 1989). Budi daya jahe di daerah ini
meningkatkan aktivitas mikroba anta- akan berdampak pada peningkatan dilakukan pada lahan tegalan, lahan
gonis, serta menghasilkan toksin selama kesehatan. hutan yang baru dibuka, dan pada area
proses dekomposisi yang dapat me- perkebunan kopi yang sedang di-
nyebabkan lisis pada patogen (Linder- remajakan. Luas area jahe di Rejang
man dan Gilbert 1975; Ueda et al. 1990). Lebong mencapai lebih dari 1.000 ha.
Jumlah populasi mikroba tanah LIMBAH KOPI DAN PUPUK Potensi ketersediaan limbah kulit
merupakan salah satu faktor dominan HIJAU UNTUK BUDI DAYA kopi yang disebut dedak kopi di Rejang
dan berhubungan erat dengan sifat JAHE Lebong cukup besar. Dari area sekitar
tanah yang supresif dan konduktif bagi 40.000 ha, pada tahun 1989 dihasilkan
patogen tanah (Scher dan Baker 1990 Limbah kulit kopi merupakan sumber 26.367 ton kopi (Sudiarto et al. 1995).
dalam Tombe et al. 1997). Alloboutte bahan organik yang tersedia cukup me- Rasio dedak kopi dengan biji kopi adalah
(1991) dan Cook (1977) melaporkan bahwa limpah di sentra produksi kopi. Menurut 40:60, sedangkan menurut Desmayati
Fusarium oxysporum nonpatogenik Desmayati dan Muladi (1995), luas area dan Muladi (1995), adalah 48:52. Dari
(FoNP) dan Pseudomonas flourescens perkebunan kopi di Indonesia sekitar 48% kandungan dedak kopi, 42% berupa
merupakan mikroba yang dominan pada 1.158.369 ha dengan produksi 497.481 kulit buah dan 6% kulit biji (Tabel 2).
tanah yang dapat menekan F. oxysporum
patogenik pada tanaman. Tanah yang
supresif untuk patogen penyakit layu
bakteri jahe (Pseudomonas solanacearum Tabel 2. Komposisi fisik, kandungan nutrisi, dan kecernaan protein kulit
atau Ralstonia solanacearum) yang biji dan kulit buah kopi.
merupakan penyakit utama tanaman jahe,
dapat dikatakan bebas patogen. Menurut
Zat nutrisi (%) Kulit biji kopi Kulit buah kopi
French (1994) dalam Supriadi et al. (2000),
terdapat beberapa faktor yang harus Komposisi (% dari buah kopi) 42 6
diperhatikan dalam menetapkan strategi Bahan kering 95,45 94,30
Energi bruto (Mj/kg) 19,90 18,76
pengendalian penyakit layu bakteri. Protein kasar 10,40 4,61
Setiap faktor diberi kisaran nilai 17 Lemak 2,13 0,46
berdasarkan kontribusinya untuk ke- Serat kasar 16,42 65,20
berhasilan pengendalian (Tabel 1). Faktor Abu 7,35 2,20
kondisi lahan yang bebas patogen, Kalsium 0,48 0,34
Fosfor 0,04 0,01
menurut Supriadi et al. (2000) mendapat Kecernaan protein 65,04 51,43
nilai 6, yakni nilai tertinggi untuk
keberhasilan pengendalian penyakit Sumber: Desmayati dan Muladi (1995).
layu bakteri jahe. Dengan demikian,

Jurnal Litbang Pertanian, 23(2), 2004 39


Komposisi kandungan nutrisi lim- lapisan olah tanah setelah tanaman ini singkat dapat menghasilkan bahan hi-
bah kopi disajikan pada Tabel 2. Dengan dibongkar atau dipangkas. Hal ini akan jauan segar 5,027,95 t/ha (Purnomo et
komposisi tersebut, limbah ini dapat memudahkan perakaran tanaman jahe al. 1992). Bahan organik legum dalam
dimanfaatkan pula sebagai salah satu dalam menjangkau dan menyerap hara tanah dapat menekan kelarutan Al dan
komponen penyusun ransum ayam tersebut karena tanaman jahe secara meningkatkan ketersediaan hara P
pedaging, baik untuk periode starter ekologi tergolong surface feeder. Keempat, (Purwanto dan Sutanto 1997). Bobot segar
maupun finisher (Desmayati dan Muladi tanaman pupuk hijau yang mempunyai dan kering beberapa tanaman pupuk
1995). Berdasarkan rasio 40:60 tersebut, bintil akar mampu mengikat nitrogen (N) hijau dan kandungan hara pada umur 55
potensi hasil limbah kulit kopi di Rejang dari udara melalui simbiosis dengan hari setelah tanam (HST) disajikan pada
Lebong sebesar 17.578 t/tahun. Apabila Rhizobium. Oleh karena itu, pemupukan Tabel 4 dan 5.
setiap hektar pertanaman jahe mem- dengan pupuk hijau akan berhasil pada Aplikasi pupuk organik dari limbah
butuhkan limbah kulit kopi 20 t/ha, maka tanah yang miskin N. Jumlah N yang kopi dikombinasikan dengan pupuk hijau
jumlah tersebut dapat memenuhi ke- dihasilkan tanaman pupuk hijau apabila memberikan beberapa manfaat, antara
butuhan untuk 897 ha. Kulit kopi kering diperhitungkan dengan pupuk buatan lain: 1) mengurangi biaya penggunaan
memiliki rasio sekitar 14%. Limbah kulit tercantum pada Tabel 3. pupuk kandang, 2) menurunkan kebutuh-
kopi (dedak kopi) yang telah hancur Penanaman legum dapat mem- an pupuk N, P, dan K, dan 3) mengurangi
menjadi bubuk mengandung 1,88% N; pengaruhi kandungan N-tanah, rasio C/ biaya penyiangan apabila pupuk hijau
2,04% K; 0,53% Ca; dan 0,39% Mg N, dan indeks stabilitas agregat (Soeharjo seperti hasil pangkasan F. congesta
(Trisilawati dan Gusmaini 1999). et al. 1997). Beberapa tanaman legum diberikan sebagai mulsa. Untuk mengu-
Kulit buah kopi selama ini hanya seperti kacang hijau, kacang benguk, dan rangi biaya penyiangan dan sekaligus
dibuang atau dibiarkan menumpuk di kacang tunggak dalam waktu relatif sebagai sumber pupuk hijau, salah satu
penggilingan kopi. Pemanfaatan kulit buah
kopi menjadi pupuk kompos dapat di-
campur dengan bahan organik lain seperti
sekam padi, gulma hasil penyiangan, dan
Tabel 3. Kontribusi N dan P beberapa pupuk hijau dihitung setara pupuk
sisa tanaman lainnya. Dapat juga ditam-
ZA dan DS.
bahkan pupuk kandang dan mikroba
pengurai sebagai pemacu, serta bahan
Produktivitas setara pupuk N:ZA dan P:DS
lainnya seperti mikoriza arbuskula, kapur, Jenis pupuk hijau
urea, dan abu dapur untuk memperkaya HST kg/ha ZA kg/ha DS
kandungan hara kompos. Crotalaria usaramoensis 90 418 23
Bahan organik daun alang-alang 154 1.401 131
yang merupakan gulma utama pada lahan C. anagyroides 90 587 td
154 1.749 td
kering beriklim basah, dapat dimanfaatkan
Mimosa invisa 135 648 53
sebagai mulsa dalam budi daya jahe. Tephrosia candida 154 td 52
Penggunaan mulsa daun alang-alang 10 196 757 124
t/ha pada pertanaman jahe monokultur Indigofera sumatrana 148 td 65
dapat meningkatkan produktivitas rim-
td = tidak diungkapkan; HST = hari setelah tanam.
pang segar sebesar 4,83 t/ha, atau 35,60%
Sumber: Koch dan Weber (1923) dalam Yo (1955).
lebih tinggi dari hasil tanpa pemberian
mulsa (Sudiarto et al. 1985). Pemberian
mulsa daun alang-alang pada pertanaman
tumpang sari jahe dengan jagung me- Tabel 4. Bobot segar dan kering beberapa jenis tanaman pupuk hijau pada
ningkatkan hasil 5,39 t/ha atau 44,60% dari 55 hari setelah tanam.
kontrol.
Bobot kering Hasil Rendemen kering
Sumber pupuk organik lain yang (kg/ha) (t/ha) (%)
dapat disiapkan secara in situ dalam budi Jenis tanaman
Daun + Daun+
daya jahe adalah pupuk hijau. Pupuk hijau batang
Akar Jumlah Segar Kering
batang
Akar Jumlah
berperan penting dalam pertanian karena
memberikan berbagai manfaat (Yo 1955). Crotalaria juncea 9,01 1,20 10,21 16,91 3,20 20 13,50 18,90
C. anagyroides 2,94 0,48 3,42 6,60 1,07 17,10 11,70 16,10
Pertama, memperkaya tanah dengan bahan C. striata 2,04 0,28 2,32 4,81 0,72 15,80 11,20 15,10
organik yang diperlukan untuk peng- C. usaramoensis 1,86 0,32 2,18 4,22 0,68 19 8,60 16,10
hidupan mikroba tanah dan pembentukan Indigofera hirsuta 3,80 0,54 4,34 8,16 1,36 18,20 10,40 16,60
humus. Kedua, dapat menahan erosi, Sesbania speciosa 3,80 0,52 4,32 10,78 1,35 13,70 7,80 12,50
evaporasi, dan deraan air hujan yang S. sericea 2,46 0,42 2,88 5,78 0,90 17,60 9,20 15,60
Canavalia ensiformis 7,54 0,52 8,06 7,88 2,53 14 15,80 14,10
merusak struktur tanah dengan membuat Phaseolus radiatus 4,26 0,38 4,64 8,22 1,45 18,30 12,70 17,60
lapisan mulsa di atas tanah. Ketiga, jenis- Vigna sinensis 5,64 0,40 6,04 17,34 1,88 10,70 13,30 10,90
jenis tanaman yang berakar dalam dapat
menyerap hara dari lapisan tanah bagian Sumber: Yo (1955).
dalam, yang kemudian menjadi tersedia di

40 Jurnal Litbang Pertanian, 23(2), 2004


kepemilikan lahan petani relatif sempit.
Tabel 5. Kandungan hara daun dan batang (%) tanaman pupuk hijau pada Waktu yang dibutuhkan untuk menanam
umur 55 hari setelah tanam. pupuk hijau C. usaramoensis adalah 3
bulan. Masalah yang dihadapi adalah
Jenis tanaman Air N P 2O 5 SiO2 CaO MgO K2 O kompetisi dengan kepentingan pendapat-
an petani dan tanaman palawija yang
Crotalaria juncea 11,20 2,70 0,34 1,02 1,50 0,75 2,12
C. anagyroides 11,30 2,40 0,43 0,42 0,90 0,72 2,80
diganti dengan tanaman pupuk hijau
C. striata 11,20 3,16 0,41 0,38 1,20 0,61 3,50 selama periode tersebut. Untuk daerah luar
C. usaramoensis 11,90 3,02 0,45 0,42 0,86 0,60 2,80 Jawa dan Bali, peluang penanaman pupuk
Indigofera hirsuta 10,80 2,98 0,42 0,41 1,70 0,66 3,40 hijau lebih terbuka, mengingat kepemilikan
Sesbania speciosa 10.40 2,78 0,43 0,64 2 0,50 3,20 lahan petani relatif luas. Penanaman
S. sericea 10,80 2,07 0,37 0,40 1,90 0,54 2,80
Canavalia ensiformis 10,40 2,72 0,40 0,68 2,10 0,79 3,20
pupuk hijau dapat dilakukan 3 bulan se-
Phaseolus radiatus 10,20 2,11 0,40 0,47 1,61 0,93 3,50 belum jahe ditanam. Setelah itu, tanaman
Vigna sinensis 11,60 2,79 0,56 0,70 1,80 0,79 4,10 dibongkar dan lahan ditanami jahe.
Rata-rata 10,98 2,67 0,42 0,55 1,56 0,69 3,63
Sumber: Yo (1955).
HASIL PENELITIAN DEDAK
KOPI DAN PUPUK HIJAU

Hasil penelitian aplikasi kompos dedak


kopi dan pupuk kandang dengan per-
tanaman yang memiliki potensi dan tanaman ini mengandung lignin yang
bandingan 4:1 pada takaran 10 t/ha pada
peluang besar untuk diaplikasikan dalam cukup tinggi (Budelman 1989), sehingga
pertanaman jahe disajikan pada Tabel 7.
budi daya jahe adalah Arachis pentoi pelapukannya agak lambat. Mulsa pang-
Rataan hasil rimpang jahe segar pada
(pinto peanut). Menurut Cook (1992) kasan F. congesta akan melapuk 73%
umur panen 8,50 BST lebih tinggi dengan
Arachis berasal dari Brasil dan dapat dalam periode 120 hari, sedangkan 40%
menggunakan dedak kopi dibanding
digunakan sebagai penutup tanah yang dari bagian daun masih tersisa setelah 7
tanpa dedak kopi. Dengan demikian,
toleran naungan. Di Kolumbia, tanaman minggu. Mulsa tanaman ini membentuk
pemberian dedak kopi 10 t/ha cukup
ini dapat menghasilkan pupuk hijau lapisan yang relatif padat sehingga efektif
dalam bobot kering sekitar 5 t/ha/tahun, mencegah perkecambahan biji gulma atau
dan di Indonesia pada kondisi 30% menghalangi perkembangan awal selama
Tabel 7. Rataan hasil rimpang jahe
penaungan sekitar 5 t/ha/tahun. A. pentoi 100 hari (Budelman 1989).
pada umur 8,50 bulan setelah
yang ditanam di perkebunan teh dapat Hara yang dihasilkan dari pupuk
tanam tanpa dan dengan
meningkatkan populasi musuh alami hijau bervariasi, bergantung pada jenis
dedak kopi.
dan kesuburan tanah, karena tanaman ini tanaman dan umur panen. Pada umumnya,
berasosiasi dengan mikoriza arbuskula makin tua umur tanaman yang dipanen
Perlakuan Hasil (t/ha)
(Hidayat 2002). makin tinggi pula hara yang dihasilkan
Aplikasi pupuk organik berupa (Tabe1 6). Tanpa dedak kopi 16,73
kompos limbah kopi ditambah pupuk Cara pemberian pupuk hijau yang Dedak kopi 10 t/ha 22,49
hijau sebagai alternatif substitusi pu- sesuai untuk lahan kering di Jawa adalah Dedak kopi 20 t/ha 23,18
puk kandang dapat menghemat biaya dalam pola pergiliran tanaman, karena Sumber: Sudiarto et al. (1995).
pemupukan, terutama untuk daerah luar
Jawa, karena ketersediaan pupuk kan-
dang sangat terbatas. Pada tingkat
harga pupuk kandang Rp200.000/
ton dan takaran aplikasi 20 t/ha, Tabel 6. Hara yang dihasilkan pupuk hijau diperhitungkan dengan pupuk
biaya untuk pupuk kandang mencapai buatan.
Rp4.000.000/ha. Perkiraan biaya produksi
20 t/ha kompos limbah kopi ditambah Jenis pupuk hijau
Umur tanaman Hara yang dihasilkan (kg/ha)
biaya penanaman adalah Rp1.500.000 (hari) N (ZA) P (P 2O 5)
Rp2.000.000. Dengan demikian, peng- Crotalaria usaramoensis 90 4,18 0,23
hematan biaya pupuk organik diperkira- 154 14,01 1,31
kan berkisar Rp 2.000.000Rp2.500.000/ha. C. anagyroides 90 5,87
Tanaman pupuk hijau yang sesuai 154 17,49
untuk budi daya jahe besar antara lain Mimosa invisa 135 6,48 0,53
Tephrosia candida 154 0,52
adalah Cusaramoensis, C. anagyroides, 196 7,57
Tephrosia candida, dan T. vogli (Yo 1955). Indigofera sumatrana 148 1,24
Pupuk hijau lainnya yakni F. congesta me-
Sumber: Koch dan Webber (1923) dalam Yo (1955).
ngandung 3,52% N; 0,07% P; 0,92% K;
dan 0,17% S (Haryati et al. 1991). Namun,

Jurnal Litbang Pertanian, 23(2), 2004 41


memadai untuk budi daya jahe. Bahan
organik membantu mempertahankan Tabel 8. Pertumbuhan dan hasil jahe pada beberapa pola konservasi dan
kelembapan dan pH tanah, memperbaiki pola tanam.
drainase, mengurangi pengerasan dan
retakan, serta meningkatkan KTK dan Jumlah anakan/ Tinggi rumpun Hasil
Pola konservasi/pola tanam
biologi tanah (Vidyarty dan Misra 1982 rumpun (cm) (t/ha)
dalam Sudiarto et al. 1997).
Jahe searah lereng tanpa konservasi (Pola 1) 2,83 78,01 18,87
Budi daya jahe dengan pola tanam Pola 1 + padi 2 78,87 19,90
tumpang sari dan dengan tanaman kon- Pola 1 + cabai keriting 2,53 78,30 18
servasi F. congesta di lahan berlereng 30 Jahe searah lereng dengan konservasi 2,23 79,47 20,20
35% di Rejang Lebong juga menunjukkan F. congesta (Pola 4)
Pola 4 + padi 2,73 78,33 16,27
tingkat produktivitas yang tidak berbeda
Pola 4 + cabai keriting 2,20 78,37 15,28
nyata (Tabel 8). Terbentuknya lorong F.
congesta sepanjang kontur dapat me- Sumber: Sudiarto et al. (1995).
lindungi tanah dari erosi.
Pada rotasi sela tanaman jahe, rata-
rata bobot rimpang jahe berkisar antara
200257 g/rumpun. Perlakuan pola tanam
jahe dengan menggunakan pupuk hijau
menghasilkan bobot segar rimpang lebih Tabel 9. Hasil jahe muda pada berbagai pola tanam.
tinggi dibandingkan dengan perlakuan
lainnya (Tabel 9). Bobot rimpang/ Volume
Pola tanam
Aplikasi berbagai kombinasi bahan rumpun (g) rimpang (ml)
organik seperti pupuk kandang, kulit kopi Monokultur jahe 240,30 208,30
dan sekam pada tanaman jahe di rumah Jagungjagungjahe 256,50 210,80
kaca memberikan respons yang positif Jagungjagungjahe + bawang kucai + jagung 200,20 169,20
terutama untuk jumlah anakan (Tabel 10). Jagungjagungjahe + kacang tanah + padi gogo 244,90 187,50
Diameter batang terbesar diperoleh pada Jagungjagungjahe + kacang tanah + cabai keriting 229,40 225,80
Jagungjahe + pupuk hijau + jagung 257 198,30
kombinasi pupuk kandang + kulit kopi +
sekam 1:1:0 dengan takaran 0,50 kg/pot, Sumber: Sudiarto et al. (1997).
dan berbeda nyata dengan tanpa bahan
organik.
Penggunaan pupuk kandang, daun
cengkeh, dan daun serai wangi tidak
mempengaruhi jumlah tanaman yang
tumbuh. Namun, persentase tanaman
sakit lebih tinggi pada pertanaman tanpa Tabel 10. Pertumbuhan jahe umur 3 bulan setelah tanam pada beberapa
bahan organik dibandingkan dengan kombinasi perlakuan bahan organik.
yang menggunakan bahan organik (Tabel
11). Kombinasi bahan organik Diameter batang (cm) Jumlah anakan
Pemberian bahan organik nyata me- Tanpa bahan organik 7,20 3,40
ningkatkan pertumbuhan dan hasil jahe Bahan organik pupuk kandang +
muda (Tabel 12). Perlakuan bahan organik kulit kopi + sekam 0,50 kg/pot
yang difermentasi (campuran pupuk dengan komposisi
kandang + sekam + dedak) dan mikroba 1:0:0 8,10 4,40
1:0:1 8,80 3,50
(B1) yang dikombinasikan dengan 1/4 1:1:0 10,10 3,90
takaran NPK, 125 g pupuk kandang dan 1:1:1 9 4,30
375 g limbah kopi memberikan tinggi 1:2:1 8,60 4
tanaman dan jumlah anakan terbaik. Hasil 1:1:2 9,80 4
tertinggi diperoleh dari tanaman yang 1:2:2 8 4,70
Bahan organik + kulit kopi + sekam
diberi campuran limbah ikan + sekam + 1 kg/pot dengan komposisi
dedak dan mikroba (B2) yang dikombi- 1:0:0 7,10 3,80
nasikan dengan 250 g pupuk kandang dan 1:0:1 8,60 4,10
250 g limbah kopi. Mikroorganisme yang 1:1:0 8,60 4
berasal dari B2 maupun pupuk kandang 1:1:1 8,60 4
1:2:1 9,30 3,40
berperan pada proses dekomposisi bahan 1:1:2 9,40 3,60
organik sehingga meningkatkan hara 1:2:2 9,70 3,80
makro yang dibutuhkan tanaman (Tri-
silawati dan Gusmaini 1999). Kandungan Sumber: Sudiarto et al. (1997).
hara yang berasal dari ketiga pupuk

42 Jurnal Litbang Pertanian, 23(2), 2004


organik tersebut cukup tinggi (Tabel 13).
Tabel 11. Kesehatan tanaman jahe pada umur 3 bulan setelah tanam pada Kinjo (1990) dalam Higa dan Wididana
berbagai pemberian bahan organik. (1991) melaporkan peningkatan jumlah
asam amino secara nyata pada bahan
Rataan jumlah Persentase organik setelah diinkubasi selama 4 hari
Jenis bahan organik tanaman tumbuh tanaman sakit dengan menggunakan larutan EM4.
dari 56 bibit (%)
Tanpa bahan organik 44,03 25,12
Pupuk kandang (20 t/ha) 46,91 19,81 KESIMPULAN
Pupuk kandang + daun cengkeh (200 g/lubang) 45,95 14,43
Pupuk kandang + daun serai wangi (200 g/lubang) 45,95 18,57
Bahan organik yang tersedia in situ dapat
Pupuk hijau + pupuk kandang + daun cengkeh 48,06 10,15
Pupuk hijau + pupuk kandang + daun serai wangi 46,72 5,60 menggantikan fungsi pupuk kandang
Pupuk hijau + daun cengkeh 45,95 22,54 untuk meningkatkan hasil dan mutu
Pupuk hijau + daun serai wangi 47,29 21,35 rimpang jahe, memperbaiki kesuburan
Pupuk hijau 45 5,94 tanah, dan mendorong efisiensi budi daya
yang ramah lingkungan dan berkelanjutan
Sumber: Sudiarto et al. (1997).
beraspek LEISA untuk mendukung zero
waste agriculture terutama luar Jawa.
Tinjauan hasil-hasil penelitian yang ber-
kaitan dengan hal tersebut menunjukkan
Tabel 12. Pertumbuhan dan produksi jahe muda pada berbagai kombinasi adanya potensi dan prospek yang baik.
perlakuan bahan organik. Pupuk organik alternatif in situ yang
potensial dan tersedia cukup melimpah
Perlakuan 1 Tinggi Jumlah Jumlah Bobot adalah sisa hasil panen atau limbah hasil
tanaman (cm) daun anakan rimpang (g) pertanian, antara lain limbah kulit kopi,
Kontrol 34 49,77 5,50 79,42 sekam padi, serbuk gergaji, jerami, dan
NPK (10; 7,50; 7,50 g) 55,06 50 4,53 129,34 gulma hasil penyiangan. Limbah organik
BI 40,50 46,33 4,83 83,33 tersebut perlu dikomposkan terlebih
B1 + 1/4 NPK 60,35 59,83 4,83 152,63 dahulu dengan menggunakan mikroba
B1 + 1/4 NPK + 250 g 44,36 59,39 5,67 134,17
pupuk kandang
pengurai untuk meningkatkan efektivitas-
B1 + 1/4 NPK + 375 g 45,55 60 6,83 142,67 nya.
pupuk kandang Pemanfaatan bahan organik in situ
B1 + 1/4 NPK + 250 g pupuk 60,83 60,17 4,67 255,17 dapat mengurangi biaya pengangkutan
kandang + 250 g limbah kopi dari sumber penghasil bahan organik ke
B1 + 1/4 NPK + 125 g pupuk 54,82 68,67 8,17 201,33
kandang + 150 g limbah kopi
lokasi budi daya tanaman, terutama untuk
B2 + 1/4 NPK + 250 g pupuk 55,67 51,50 6,17 171,37 pupuk hijau yang dapat ditanam di lokasi
kandang + 100 g limbah kopi budi daya. Namun, efisiensi penggunaan
B2 + 1/4 NPK + 125 g pupuk 62,83 98 9,33 187,50 pupuk hijau yang harus ditanam lebih
kandang + 375 g limbah kopi dahulu di lapangan perlu dikaji lebih lanjut.
1
B1 = hasil fermentasi bahan organik (pupuk kandang + sekam + dedak) dengan larutan Aplikasi pupuk hijau yang ditanam in situ
kultur campuran mikroba. di lokasi budi daya jahe, baik yang di-
B2 = hasil fermentasi bahan organik (limbah ikan + sekam + dedak) dengan larutan kultur aplikasikan secara tunggal maupun ber-
campuran mikroba. sama pupuk kompos, pupuk kandang, dan
Sumber: Trisilawati dan Gusmaini (1999).
atau pupuk buatan N, P, dan K diperlukan
untuk mempelajari efektivitas dan efisien-
sinya, baik dalam jangka pendek maupun
jangka panjang, dalam rangka mendukung
Tabel 13. Kandungan hara pupuk kandang, sekam, dan limbah kopi (%) yang budi daya LEISA pada tanaman jahe.
sudah hancur. Pada dasarnya pengelolaan tanah
harus dilakukan dengan pendekatan sis-
Jenis bahan organik C-org N P K Ca Mg tem pertanian organik, karena sifat fisik
dan kimia tanah dikendalikan oleh sifat
Kotoran sapi 15,06 1,52 0,28 0,86 1,29 0,56
Sekam 27,12 0,86 0,04 0,18 0,23 0,06 biologis tanah. Pemanfaatan bahan orga-
Limbah kopi 1,88 2,04 0,53 0,39 nik dalam usaha tani umumnya dan usaha
tani jahe khususnya, diikuti dengan pe-
Sumber: Trisilawati dan Gusmaini (1999). mupukan berimbang merupakan kunci
utama dalam perbaikan tanah.

Jurnal Litbang Pertanian, 23(2), 2004 43


DAFTAR PUSTAKA
Alloboutte, C. 1991. Suppresive soils and prac- Hidayat, W. 2002. Teknologi produksi teh at Seminar on the Use of Organic Fertilizers
tical application of biological control of organik. Warta Penelitian dan Pengem- in Crop Production. Suweon, South Korea,
Fusarium disease. The biological control of bangan Pertanian 24(6): 710. 1824 June 1990.
plant disease. FFI Book Series (42): 120129.
Higa, T. and G.N. Wididana. 1991. Concepts Park, Y.D. 1990. Utilization of organic wastes
Asman, A. 1997. Formulasi dan efikasi pestisida and theories of effective microorganisms. as fertilizer in Korea. Paper Presented at
nabati dengan bahan aktif minyak bunga First International Conference on Kyusei Seminar on the Use of Organic Fertilizers in
cengkeh. Laporan RUT III. Kantor Menteri Farming. Proceeding of the Conference at Crop Production. Suweon, South Korea, 18
Negara Riset dan Teknologi, Jakarta. 67 hlm. Khon Kaen University, Thailand. p. 118 24 June 1990.
124.
Barus, A., D. Santoso, dan Sudiarto. 1989. Pe- Purnomo, J. Mulyadi, I. Amin, dan Suwardjo.
ngaruh pupuk kandang terhadap pertumbuh- Hsieh, S.C. and C.F. Hsieh. 1990 The use of 1992. Pengaruh berbagai bahan hijauan
an dan produksi jahe gajah. Tanaman Obat organic matter in crop production. Paper tanaman kacang-kacangan terhadap produk-
VI. Prosiding Simposium Hasil Penelitian Presented at Seminar on the Use of Organic tivitas tanah rusak. Jurnal Pemberitaan
dan Pengembangan Tanaman Industri. hlm. Fertilizers in Crop Production. Suweon, Penelitian Tanah dan Pupuk X: 6164.
855864. Pusat Penelitian dan Pengembang- South Korea, 1824 June 1990.
Purwanto, B.H. dan R. Sutanto. 1997. Pertanian
an Tanaman Industri, Bogor.
Jacobs. 1990. Potential hazard when using gugus fungsional hasil dekomposisi bahan
Bautista and Aycardo. 1979. Ginger. Its produc- organic material as fertilizer of crop produc- organik dan peranannya terhadap keter-
tion, handling, processing and marketing with tion. Paper Presented at Seminar on the Use sediaan fosfat pada tanah Ultisol. Prosiding
emphasis on export. Department of Horti- of Organic Fertilizers in Crop Production. Kongres Nasional VI HITI, Jakarta. 1215
culture, College of Agriculture, University Suweon, South Korea, 1824 June 1990. Desember 1995. Buku I: 505517.
of the Philippines at Los Banos. p. 159.
Kannan, K. and K.P.V. Nair. 1965. Zingiber Singh, R.S. 1971. Introduction to Principles of
Budelman, A. 1989. Flemingia macrophylla. A officinale (ginger) in Kerala. Madra Agric. J. Plant Pathology. Oxford and IBM Publish-
valuable species in soil conservation. NFT 52(4): 168176. ing Co. New Delhi Bombay Calcuta. p. 210
Highlights, Amsterdams. 221.
Kantor Statistik Bengkulu. 1989. Bengkulu dalam
Cook, R.J. 1977. Biological control of soil- Angka. Kantor Statistik Bengkulu, Bengkulu. Soeharjo, M., A. Syukur, dan Subowo. 1997.
born plant pathogens; past, present, and Peranan jenis tanaman legum dalam mem-
Karama, A.S., A.R. Marzuki, dan I. Marwan.
future. International Symposium on Clean perbaiki sifat fisik dan kimia tanah pada
1990. Penggunaan pupuk organik pada
Agriculture, Japan-OECD Joint Symposium. tanah marginal (Typic Plinthudults) Lam-
tanaman pangan. Prosiding Lokakarya
Sapporo, Japan, 8 October 1997. p. 3748. pung Tengah. Prosiding Kongres Nasional
Nasional Efisiensi Penggunaan Pupuk.
VI HITI, Jakarta 1215 Desember 1995.
Cook, B.G. 1992. Arachis pentoi Krap & Greg. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat.
Buku 1: 375382.
p. 4850. In Lt Mannetje and Jones (Eds.). hlm. 395425.
Forages Plant Resources of South East Asia Sudiarto, Abisono, S. Rusli, F. Chairani, H. Moko,
Koshino, M. 1990. Present status supply and
4. Prosea Foundation, Bogor, Indonesia. Ondari, dan M. Januwati. 1985. Tiga Puluh
demand of chemical fertilizer and organic
Tahun Penelitian Tanaman Obat. Seri Pe-
Darwati, I., M. Hasanah, Rosita SMD, Rumiati, amandement in Japan. Paper Presented at
ngembangan No. 5. Badan Penelitian dan
dan Sukarman. 1998. Peranan asam humat Seminar on the Use of Organic Fertilizers in
Pengembangan Pertanian, Jakarta. 36 hlm.
untuk meningkatkan hasil dan mutu jahe. Crop Production. Suweon, South Korea, 18
Laporan Teknis Penelitian Tanaman Rem- 24 June 1990. Sudiarto dan S. Affandi. 1989. Temu-temuan
pah dan Obat. Balai Penelitian Tanaman (jahe, temu lawak, kunyit, dan kencur).
Li, S.W. 1990. Treatment and utilization of
Rempah dan Obat, Bogor. hlm. 8388. Perkembangan Penelitian Agronomi Ta-
organic waste at Taiwan Sugar Corporation.
naman Rempah dan Obat. Edisi Khusus
Desmayati, Z. dan Muladi. 1995. Pemanfaatan Paper Presented at Seminar on the Use of
V(1): 7187.
limbah kopi dalam ransum ayam pedaging. Organic Fertilizers in Crop Production.
Warta Penelitian dan Pengembangan Per- Suweon, South Korea, 1824 June 1990. Sudiarto, B. Irwan, Syarif, dan W. Wargono.
tanian XII(3): 79. 1991. Beberapa aspek usaha tani jahe gajah.
Linderman, R. and R.G. Gilbert. 1975. Influence
Makalah Disajikan pada Seminar Budi Daya
Direktorat Serealia. 2001. Pengelolaan Bahan of volatile of plant origin on soil borne plant
dan Peluang Pasar Jahe, Kebun Pembibitan
Organik. Direktorat Serealia, Jakarta. 15 phatogens. Biological and control of soil
Trubus Cimanggis, Bogor, 26 Januari 1991.
hlm. borne plant. Phatogens. The American
17 hlm.
Phytopathological Society. p. 90100.
Ferreti, M., R. Ghigi, S. Nardi, and C. Passera. Sudiarto, E. Karmawati, Suprapto, Sumanto, dan
1991. Effect of humic substance on photo- Mulyani, A., Sukarman, A. Hidayat, dan A.
I.K. Ardana. 1995. Keragaan sistem usaha
synthetic sulphate assimilation in maize Abdurrachman. 2001. Peluang pemanfaatan
tani jahe di Rejang Lebong. Prosiding
seddling. Can. J. Soil. 71: 239242. lahan tidur untuk meningkatkan produksi
Evaluasi Hasil Penelitian Tanaman Industri,
tanaman pangan di Indonesia. Jurnal Peneliti-
Gusmaini dan O. Trisilawati. 1998. Pertumbuhan Pusat Penelitian dan Pengembangan Ta-
an dan Pengembangan Pertanian 20(1): 9
dan produksi jahe muda pada media humus naman Industri, Bogor. (II): 239246.
16.
dan pupuk kandang. Jurnal Penelitian Sudiarto, K. Mulya, A. Asman, Emmyzar, H.
Tanaman Industri IV(2): 4248. Nair, P.C.S. 1980. Agronomy of ginger and
Muhammad, Gusmaini, dan N. Maslahah.
turmeric. Proceedings of National Seminar
Haryati, U., A. Rachman, dan A. Abdurrachman. 1997. Studi peranan tanaman rotasi-sela dan
on Ginger and Turmeric. Calicut, 89 April
1991. Aplikasi mulsa Flemingia congesta bahan organik untuk peningkatan kesehatan
1980. Central Plantation Crops Research
pada pola tanam jagung-kedelai-kacang dan produktivitas jahe. Laporan Hasil
Institute, Kerala, India. p. 6368.
tunggak pada tanah Usthortent Godang Legi. Penelitian. Balai Penelitian Tanaman Rem-
Risalah Seminar Hasil Penelitian Pertanian Nartea, R.N. 1990. Basic Soil Fertility. Printed pah dan Obat, Bogor. hlm. 8592.
Lahan Kering dan Konservasi Tanah di by Up Printery Diliman, Quezon City. p.
Supriadi, K. Mulya, and D. Sitepu. 2000. Strategy
Kabupaten Semarang dan Boyolali. Pusat 7296.
for controlling wilt disease of ginger caused
Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor. by Pseudomonas solanacearum. Jurnal
Paje, M.M. 1990. Organic fertilizers and crops
hlm. 111.
production in Philippines. Paper Presented

44 Jurnal Litbang Pertanian, 23(2), 2004


Penelitian dan Pengembangan Pertanian duksi jahe. Buletin Gakuryoku. hlm. 251 Yo K.S. 1955. Penyelidikan dengan berbagai jenis
19(3): 106111. 257. pupuk hijau untuk menggantikan Crotalaria
sebagai pupuk padi sawah. Teknik Pertanian
Tan, K.H. 1991. Dasar-dasar Kimia Tanah. Ueda, S., M. Yamashita, M. Nakajima, and Y.
IV: 293327.
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Kuwabara. 1990. Inhibition of micro-
295 hlm. organisms by spice extract and flavoring Yusron, M., Sudiarto, dan M. Rahardjo. 1998.
compounds. Nippon Shokuin Kogyo Gakka- Penelitian efisiensi dan optimasi serapan
Tombe, M., E. Taufiq, dan Zulhisnain. 1977.
shi 29(2): 111116. hara N untuk meningkatkan hasil dan mutu
Penelitian suppressive soil terhadap per-
jahe. Laporan Teknis Penelitian Tanaman
kembangan Fusarium oxysporum f. sp Wiroatmodjo, J.I. Anas, dan Sugihmoro. 1996.
Rempah dan Obat. Buku III. Balai Penelitian
vanillae penyebab BPP. Laporan Hasil Penggunaan effective microorganisms 4
Tanaman Rempah dan Obat, Bogor. hlm.
Penelitian. Balai Penelitian Tanaman Rem- (EM4) dan bahan organik terhadap per-
4556.
pah dan Obat, Bogor. hlm. l8. tumbuhan dan produksi jahe (Zingiber
officinale Rosc.) jenis badak. Buletin Peragi
Trisilawati, O. dan Gusmaini. 1999. Penggunaan
IV(12): 2231.
pupuk organik bagi pertumbuhan dan pro-

Jurnal Litbang Pertanian, 23(2), 2004 45

Anda mungkin juga menyukai