Bahan Organik
Peran bahan organik dalam budidaya tanaman sudah lama diketahui. Kandungan bahan
organik dalam tanah dapat ditingkatkan dengan pemberian pupuk organik, baik berupa
limbah hasil pertanian, limbah kota maupun guano. Limbah hasil pertanian dapat berupa sisa
tanaman, sisa hasil panen, pupuk kandang dan pupuk hijau. Sisa hasil tanaman yang tersedia
melimpah antara lain blotong, tandan buah kelapa sawit, sekam padi, dan kulit buah kopi.
Selain bahan tersebut, pupuk organik dapat pula berupa limbah industri pertanian. Sebaiknya
limbah hasil pertanian maupun industri tersebut difermentasi/dikomposkan menjadi pupuk
organik yang siap diaplikasikan. Aplikasi hasil fermentasi bahan organik (campuran pupuk
kandang, sekam, dedak) ditambah pupuk kandang dan limbah kopi dapat mengefisienkan
penggunaan pupuk buatan.
Pemberian pupuk organik yang memadai pada lahan yang secara intensif ditanami jahe
sepanjang tahun dapat meningkatkan hasil rimpang. Dalam budidaya jahe putih besar yang
berorientasi ekspor, untuk mendapatkan rimpang yang bermutu tinggi diperlukan lahan yang
subur, gembur, banyak mengandung humus atau bahan organik dan berdrainase baik.
Rimpang jahe yang besar dan bernas sesuai dengan persyaratan ekspor jahe segar dapat
diperoleh dari tanaman yang dibudidayakan pada tanah berhumus tebal, kandungan bahan
organik yang tinggi. Penggunaan humus dan pupuk kandang memperbaiki kesuburan alami
tanah baik kimia, biologi maupun fisik. Kandungan hara yang cukup tinggi pada humus adalah
C organik, N total, K, Ca dan Mg. Takaran minimum pupuk kandang untuk meningkatkan hasil
rimpang jahe segar adalah 20 ton/ha.
Bahan organik dapat meningkatkan ketersediaan beberapa unsur hara dan efisiensi
penyerapannya. Perombakan bahan organik akan melepaskan unsur hara seperti N, P,
K dan S. Meskipun kandungan hara pupuk kandang relatif rendah, tetapi di daerah tropis
perombakannya relatif cepat.
Badan Litbang Pertanian Edisi 23 Pebruari - 1 Maret 2011 No.3394 Tahun XLI
8 AgroinovasI
Untuk memenuhi kebutuhan bahan organik yang cukup tinggi, petani jahe di daerah sentra
produksi jahe di Jawa umumnya memanfaatkan pupuk kandang. Namun di daerah sentra
produksi yang ketersediaan pupuk kandangnya terbatas, maka pemanfaatan sumber bahan
organik dari sumber daya pertanian in situ merupakan alternatif yang baik untuk memenuhi
kebutuhan bahan organik. Salah satunya adalah limbah kulit kopi, yang merupakan sumber
bahan organik yang tersedia cukup melimpah di beberapa sentra produksi jahe. Kulit kopi
selama ini hanya dibuang atau dibiarkan menumpuk di penggilingan kopi. Pemanfaatan kulit
buah kopi menjadi pupuk kompos dapat dicampur dengan bahan organik lain seperti sekam
padi, gulma hasil penyiangan dan sisa tanaman lain.
Pestisida nabati
Penggunaan daun cengkeh dan daun serai wangi yang dicampur dengan pupuk hijau dan
pupuk kadang dapat meningkatkan kesehatan tanaman jahe, yaitu menurunkan persentase
jahe muda yang terserang penyakit. Pemanfaatan limbah hasil penyulingan cengkeh dan
serai wangi sebagai bahan kompos dapat menunjang budidaya jahe berkelanjutan. Beberapa
produk yang dihasilkan oleh tanaman, cengkeh, serai wangi, mimba, mindi dan sebagainya
juga dapat diaplikasikan pada tanah atau dibuat ekstraknya terlebih dahulu untuk mengurangi
kerusakan akibat serangan OPT, baik di tanah maupun yang menyerang daun.
Sebagai penutup, budidaya jahe sama seperti budidaya tanaman-tanaman yang lain, yang
melibatkan proses yang komplek di lapang. Tindakan yang dapat meningkatkan pertumbuhan
tanaman disertai budidaya yang benar, akan dapat mengurangi pengaruh negatif akibat
serangan OPT, dan mempertahankan produksi sesuai dengan potensi genetik dari varietas
jahe yang digunakan.nDono Wahyuno, Balittro.
Edisi 23 Pebruari - Maret 2011 No.3394 Tahun XLI Badan Litbang Pertanian