Disusun Oleh :
1. Farid Abdu Salam 15105030
2. Dwitya Fauzan Zuhri 1510503053
3. Mustika Handayani 1510503005
4. Indri Setya Ningrum 1510503020
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan
makalah tentang Kasus proyek reklamasi teluk Jakarta dengan baik meskipun
banyak kekurangan didalamnya. Kami berterima kasih pada Bapak Dr. Sudarno,
S.T, M.T selaku Dosen mata kuliah Aspek Hukum Pembangunan yang telah
memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kami mengenai Aspek Hukum Pembangunan. Kami
juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan
jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan
usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang,
mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan
saran yang membangun dari Anda, demi perbaikan makalah ini di waktu yang
akan datang.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
Halaman Judul............................................................................................... i
Kata Pengantar ................................................................................. ii
Daftar Isi .......... iii
BAB I : Pendahuluan
A. Latar Belakang .... 1
B. Rumusan Masalah........................................................................ 1
C. Tujuan ..... 1
BAB II : Pembahasan
A. Pengertian Reklamasi ................................................................. 3
B. Topologi Kawasan Reklamasi .................................................... 3
C. Tujuan dan Manfaat Reklamasi .................................................. 4
D. Daerah Pelaksanaan Reklamasi .................................................. 5
E. Perdebatan Hukum Reklamasi Teluk Jakarta ............................. 7
F. Reklamasi Solusi dengan Kontroversi ........................................ 10
BAB III : PENUTUP
Kesimpulan ............... 12
DAFTAR PUSTAKA 13
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Proyek reklamasi Teluk Jakarta bukanlah hal baru dalam
perkembangan pembangunan Ibu Kota. Sejak awal telah mendapati
penolakan dari masyarakat dan nelayan karena dampaknya terhadap
pemburukan lingkungan pesisir maupun penggusuran ruang hidup dan
penghidupan nelayan di Teluk Jakarta. Celakanya, meski kepemimpinan di
DKI Jakarta berganti dari satu gubernur ke gubernur baru, berbagai kajian
akademik maupun pengalaman warga terhadap dampak buruk proyek
reklamasi tidak cukup menghentikan proyek tersebut. Sebaliknya, semakin
agresif dengan rencana pembangunan 17 pulau baru di depan Teluk
Jakarta.
Teranyar, sejak pertama kali dilantik 19 November 2014, Gubernur
DKI Jakarta Basuki Tjahaya Purnama atau Ahok telah menerbitkan
sebanyak 4 (empat) izin pelaksanaan reklamasi, masing-masing:
1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat diketahui rumusan masalahnya
yaitu :
1. Perdebatan hukum reklamasi teluk Jakarta
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka dapat diketahui tujuan dari
masalahnya, yaitu:
1. Reklamasi solusi dan kontroversi
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Reklamasi
Reklamasi berasal dari kosa kata dalam Bahasa Inggris, to reclaim yang
artinya memperbaiki sesuatu yang rusak. Secara spesifik dalam Kamus Bahasa
Inggris-Indonesia Departemen Pendidikan Nasional, disebutkan arti reclaim
sebagai menjadikan tanah (from the sea). Masih dalam kamus yang sama, arti kata
reclamation diterjemahkan sebagai pekerjaan memperoleh tanah. Ada beberapa
sumber yang mendefinisikan arti dari reklamasi yaitu sebagai berikut :
3
6. Kawasan Pelabuhan Laut / Penyeberangan.
7. Kawasan Pelabuhan Udara.
8. Kawasan Mixed-Use.
9. Kawasan Pendidikan.
4
pengembangan fasilitas pelabuhan, tempat bersandar kapal, pelabuhan peti-peti
kontainer, pergudangan dan sebagainya. Dalam perkembangannya pelabuhan
ekspor impor saat ini menjadi area yang sangat luas dan berkembangnya industri
karena pabrik, moda angkutan, pergudangan yang memiliki pangsa eksporimpor
lebih memilih tempat yang berada di lokasi pelabuhan karena sangat ekonomis
dan mampu memotong biaya transportasi.
Aspek perekonomian adalah kebutuhan lahan akan pemukiman, semakin
mahalnya daratan dan menipisnya daya dukung lingkungan di darat menjadikan
reklamasi sebagai pilihan bagi negara maju atau kota metropolitan dalam
memperluas lahannya guna memenuhi kebutuhan akan pemukiman. Dari aspek
sosial, reklamasi bertujuan mengurangi kepadatan yang menumpuk dikota dan
meciptakan wilayah yang bebas dari penggusuran karena berada di wilayah yang
sudah disediakan oleh pemerintah dan pengembang, tidak berada di bantaran
sungai maupun sempadan pantai.
Aspek lingkungan berupa konservasi wilayah pantai, pada kasus tertentu
di kawasan pantai karena perubahan pola arus air laut mengalami abrasi, akresi
ataupun erosi. Reklamasi dilakukan diwilayah pantai ini guna untuk
mengembalikan konfigurasi pantai yang terkena ketiga permasalahan tersebut
kebentuk semula.
5
Gambar 2.1 Reklamasi yang menyatu dengan garis pantai semula
Sumber : www.perencanaankota.blogspot.com (2013)
Gambar 2.2 Reklamasi yang memiliki jarak tertentu terhadap garis pantai .
Sumber : www.perencanaankota.blogspot.com (2013)
6
menggunakan teknik terpisah dengan daratan dan pada bagian yang tidak
memiliki potensi khusus menggunakan teknik menyambung dengan
daratan yang lama.
7
pada zonasi inti kawasan konservasi, alur laut, kawasan pelabuhan, dan pantai
umum.
Izin tersebut hanya diberikan berdasarkan rencana zonasi wilayah pesisir
dan pulau-pulau kecil dalam bentuk luasan dan waktu tertentu. Selain itu,
pemberian izin juga mesti mempertimbangkan kelestarian ekosistem pesisir dan
pulau-pulau kecil, masyarakat, nelayan tradisional, kepentingan nasional, dan hak
lintas damai bagi kapal asing. Sementara, izin lokasi sendiri merupakan dasar
dalam pemberian izin pengelolaan.
Kedua, berkaitan dengan Keppres Nomor 52 Tahun 1995 Tentang
Reklamasi Pantai Utara Jakarta. Aturan yang muncul dalam rangka keperluan
pengembangan kawasan di pantai utara Jakarta itu tegas menyatakan dalam Pasal
4 bahwa wewenang dan tanggung jawab reklamasi pantai utara Jakarta berada
pada Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Dimana diatur wilayah
reklamasi yang meliputi bagian perairan laut Jakarta yang diukur dari garis pantai
utara Jakarta secara tegak lurus sampai garis yang menghubungkan titik-titik
terluar yang menunjukkan kedalaman laut delapan meter.
Selain itu, dalam aturan yang dikeluarkan oleh Presiden Soeharto pada 13
Juli 1995 itu juga diatur pembentukan Badan Pengendali yang bertugas
mengendalikan perencanaan, pelaksanaan, dan pengelolaan serta penataan
kawasan pantura yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Dalam Pasal
9 ayat (1) dinyatakan bahwa areal hasil reklamasi pantai utara diberikan status hak
pengelolaan kepada Pemerintah DKI Jakarta.
Untuk diketahui, selang tiga bulan setelah itu, tepatnya pada 16 Oktober
1995 juga ada aturan serupa berkaitan dengan reklamasi di pantai Kapuknaga
Tangerang. Lewat Keppres Nomor 73 Tahun 1995 Tentang Reklamasi Pantai
Kapuknaga Tangerang, juga diatur bahwa wewenang dan tanggung jawab
reklamasi pantai Kapuknaga ketika itu berada pada Gubernur Kepala Daerah
Tingkat I Jawa Barat, sama halnya dengan pantai utara Jakarta.
Kemudian sebagai tindak lanjutnya, pada era Gubernur DKI Jakarta
Sutiyoso dibuat aturan teknis terkait reklamasi di pantai utara Jakarta sebagai
tindak lanjut dari Keppres Nomor 52 Tahun 1995, yakni dalam Kepgub Propinsi
Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 138 Tahun 2000 Tentang Tata Cara
Penyelenggaraan Reklamasi Pantai Utara Jakarta.
Aturan tersebut merinci teknis pelaksanaan reklamasi mulai tahap
perencanaan hingga perjanjian pengembangan. Aturan ini juga sebagai aturan
yang merinci tentang Badan Pelaksana Reklamasi Pantura yang diatur dalam
Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Penyelenggaraan
Reklamasi dan Rencana Tata Ruang Kawasan Pantura Jakarta.
Ketiga, terkait dengan Perpres Nomor 54 Tahun 2008 Tentang Penataan
Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur.
Lewat aturan inilah, Keppres Nomor 52 Tahun 1995 dinyatakan tidak berlaku.
Dalam Pasal 72 Ketentuan Perailhan Perpres Nomor 54Tahun 2008, dinyatakan
bahwa Keppres Nomor 52 Tahun 1995 tidak belaku sepanjang terkait dengan
penataan ruang.
Keempat, terkait dengan Perda DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2012 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah 2030. Aturan ini muncul lantaran Keppres Nomor
8
52 Tahun 1995 dinyatakan tidak berlaku lagi. Selain itu, Perda inilah yang
mengubah aturan pulau-pulau reklamasi dalam Perda DKI Jakarta Nomor 8 Tahun
1995 Tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Rencana Tata Ruang Kawasan
Pantura Jakarta.
Kelima, terkait dengan Perpres Nomor 122 Tahun 2012 Tentang
Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Aturan ini mengatur terkait
permohonan memperoleh izin lokasi dan izin pelaksanaan reklamasi diajukan
kepada Menteri, Gubernur, atau Bupati atau Walikota. Dimana, Menteri
memberikan izin lokasi dan izin pelaksanaan reklamasi pada Kawasan Strategis
Nasional Tertentu (KSNT), kegiatan reklamasi lintas provinsi, dan kegiatan di
pelabuhan perikanan yang dikelola oleh Pemerintah.
Selain itu, khusus untuk Kawasan Strategis Nasional Tertentu (KSNT) dan
reklamasi lintas provinsi, dapat diberikan setelah mendapat pertimbangan dari
Bupati atau Walikota dan Gubernur. Sementara, Gubernur dan Bupati atau
Walikota memberikan izin lokasi dan izin pelaksanaan reklamasi dalam wilayah
sesuai kewenangannya dan kegiatan reklamasi di pelabuhan perikanan yang
dikelola oleh pemerintah daerah.
Jika ditelaah, PP Nomor 26 Tahun 2008 mengatur dan menetapkan
kawasan perkotaan Jabodetabek-Punjur termasuk Kepulauan Seribu, Banten, dan
Jawa Barat ke dalam Kawasan Strategis Nasional (KSN). Memang wewenang
pemberian izin pada KSNT berada pada Menteri Kelautan dan Perikanan. Lantas,
apakah KSNT dan KSN adalah sama?
Sebetulnya di sinilah problemnya. Pasal 50 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun
2014 menyatakan bahwa Menteri berwenang memberikan dan mencabut izin
lokasi dan izin pengelolaan wilayah perairan, pesisir, dan pulau-pulau lintas
provinsi, kawasan strategis nasional (KSN), kawasan strategis nasional tertentu
(KSNT), dan kawasan konservasi nasional. Sementara, Gubernur berwenang
memberikan dan mencabut izin lokasi dan izin pengelolaan di wilayah perairan
pesisir dan pulau-pulau kecil dan Bupati atau Walikota berwenang memberikan
dan mencabut izin di wilayah perairan pesisir dan pulau-pulau kecil.
Namun, UU Nomor 1 Tahun 2014 tegas hanya membahas izin
pengelolaan dan izin lokasi. Sementara, reklamasi sebagaimana diatur dalam
Keppres 52 Tahun 1995 membahas izin prinsip dan izin pelaksanaan. Dua hal itu
berbeda satu dengan lainnya. Lagipula, UU Nomor 1 Tahun 2014 tidak mengacu
pada Keppres 52 Tahun 1995.
Sebelumnya, Deputi Gubernur Bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup
Pemprov DKI Jakarta Oswar M Mungkasa menjelaskan bahwa kawasan strategis
pantai utara Jakarta merupakan kawasan penting yang harus dikembangkan mulai
dari tepi pantai sampai kedalaman delapan meter di bawah permukaan laut. Ia pun
meyakini bahwa pemberian izin pelaksanaan reklamasi 17 pulau di Teluk Jakarta
telah memenuhi berbagai syarat termasuk analisis dampak lingkungan (Amdal).
Melalui reklamasi, lanjutnya, Jakarta akan diuntungkan dengan tambahan 5.100
hektare lahan pulau-pulau baru.
"Ada potensi ekonomi, pertambahan tenaga kerja, dan pertambahan
kegiatan ekonomi yang semuanya bermuara pada pertumbuhan ekonomi,"
katanya.
9
Lebih lanjut, Ia mengatakan bahwa semua tanah hasil reklamasi adalah
milik negara yang pengelolaannya diserahkan kepada Pemprov DKI meskipun
dalam pembangunannya melibatkan pengembang swasta, BUMN, dan BUMD.
Sesuai perjanjian awal, katanya, pengembang diwajibkan menyediakan sekitar 50
persen dari luas lahan pulau reklamasi antara lain 25 persen untuk ruang terbuka
hijau (RTH), lima persen untuk ruang terbuka biru (RTB), 15 persen untuk
fasilitas umum dan sosial, serta lima persen untuk Pemprov DKI.
"Lima persen lahan milik pemprov ini nantinya digunakan untuk fasilitas
masyarakat misalnya untuk membangun apartemen bagi buruh atau pegawai
rendahan yang bekerja di pulau-pulau tersebut," ucapnya.
Untuk memastikan bahwa pembangunan dan kegiatan ekonomi tidak
hanya menguntungkan masyarakat yang menghuni pulau reklamasi, Pemprov
mengajukan tambahan kontribusi sebesar 15 persen dikali Nilai Jual Wajib Pajak
(NJOP) dikali lahan yang bisa dijual (saleable area). Dengan perhitungan NJOP
minimal Rp10 juta untuk 14 pulau dan Rp30 juta untuk tiga pulau lainnya,
pemerintah dapat memperoleh tambahan kontribusi sebesar Rp48 triliun.
"Dana itu nanti digunakan untuk subsidi silang, termasuk untuk
membangun lima pusat perikanan di pesisir, pelabuhan, tempat tambatan kapal,
dan rumah susun bagi nelayan," tutur Oswar.
Terpisah, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan
bahwa jika merujuk Perpres Nomor 54 Tahun 2008, Jakarta termasuk wilayah
strategis nasional. Sehingga, penerbitan izin pelaksanaan reklamasi harus
berdasarkan rekomendasi dari Kementerian Kelautan dan Perikanan. "Saat
diajukan izin pelaksanaan kami akan berikan rekomendasi. Tanpa rekomendasi itu
izin pelaksanaan tidak bisa dijalankan," ujarnya.
10
Namun, pada kesempatan lainnya, Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif
menyampaikan Kami tidak mendukung reklamasi, tapi kalau sudah terjadi harus
memenuhi tiga kriteria itu, yakni memenuhi undang-undang, memperhatikan
dampak sosial, dan pertimbangan lingkungan harus jalan. (baca juga: KPK:
Reklamasi Seharusnya Digerakkan Pemerintah)
Menyadari akan pentingnya memahami konteks hukum pelaksanaan
proyek reklamasi di Indonesia, Tim Riset & Analisis Hukumonline.com
membahas secara detail hal-hal terkait reklamasi, termasuk persyaratan serta dan
analisa putusan hakim untuk proyek reklamasi teluk Jakarta dan proyek reklamasi
pantai losari, semuanya disajikan pada pada Indonesian Law Digest edisi 496
dengan judul Reclamation: Land from the Sea.
11
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
12
DAFTAR PUSTAKA
www.perencanaankota.blogspot.com (2013)
Kertas Kasus No.01/KK/IV/16 | Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia |
www.knti.or.id
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt57de850d12128/kontrak-jasa-
konstruksi-juga-pakai-bahasa-indonesia
13