Anda di halaman 1dari 49

Sanksi Pelanggaran Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta,

sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987 jo.


Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1997, bahwa:

(1)Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan
ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1
(satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta
rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

(2)Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau


menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak
Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Analisis Perizinan Pembangunan Bangunan Vertikal di Depok,
Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015 (Studi Kasus
Pembangunan Apartemen Uttara The Icon)
Copyright © 2016

Penulis
Majestic-55

Desain Cover
Reza Meitry Akbary

Penata Letak
Muhammad Kholil Najih

Percetakan
Pasamma
PRAKATA

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas karunia


dan hidayahnya sehingga penelitian yang berjudul ANALISIS
PERIZINAN PEMBANGUNAN BANGUNAN VERTIKAL DI DEPOK,
SLEMAN, DIY TAHUN 2015 (STUDI KASUS PEMBANGUNAN
APARTEMEN UTTARA THE ICON) dapat terselesaikan. Semoga
penelitian ini bisa menambah khazanah ilmu pengetahuan dan
memberikan manfaat bagi kita semua. Pada kesempatan kali ini,
penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. M. Hawin, S.H., LL.M., Ph.D, selaku dekan fakultas


hukum UGM yang senantiasa memfasilitasi dan mendorong
para mahasiswa untuk terus belajar dan membuahkan
karya hasil pemikiran termasuk mengadakan penelitian.
2. Muhammad Fatahillah Akbar, S.H., LL.M, selaku dosen
pembimbing penelitian yang telah menyediakan waktunya
untuk menerima konsultasi selama penelitian.
3. Paguyuban Warga Karangwuni Tolak Apartemen Uttara,
Paguyuban Warga Karangwuni Terima Pembangunan
Apartemen Uttara, Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta,
Dinas Perizinan Kabupaten Sleman, Badan Lingkungan
Hidup Kabupaten Sleman, Bapak Dr. Hari Supriyono, S.H.,
M.H., Kakak-kakak senior Majestic-55 yang telah
meluangkan waktunya untuk menjadi teman diskusi
sekaligus menjadi narasumber dan responden yang baik.

Yogyakarta, 9 Februari 2016

Penulis

i
DAFTAR ISI

PRAKATA....................................................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................................. ii

I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................................ 2
B. Maksud dan Tujuan.................................................................................. 4

II PEMBAHASAN
A. Mekanisme Perizinan Pembangunan Bangunan Vertikal di
Kabupaten Sleman.................................................................................... 6
B. Analisis Prosedur Perizinan Pembangunan Apartemen Uttara
The Icon ..................................................................................................... 29

III PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................... 41
B. Saran ....................................................................................................... 42

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 43

ii
I. Pendahuluan

1
A. Latar Belakang dan Permasalahan
JOGJA ORA DI DOL, spanduk maupun reklame berupa poster
dan seni lukis di dinding bangunan banyak bertebaran disekitar
wilayah provinsi D.I. Yogyakarta, dimana para seniman yang
menyuarakan slogan ini meminta untuk di berhentikannya
pembangunan atau pengeksplorasian provinsi DIY untuk wilayah
pertambangan. Setiap hari kita dapat melihatnya disekitar ruas-
ruas jalan kota Sleman dan juga kota Yogyakarta. Propaganda ini
dilantangkan karena kota Yogyakarta dianggap telah melepas ciri
khas sebagai kota wisata yang menjunjung tinggi ke khasannya
dengan ornamen bangunan yang sederhana dan begitu romantis
serta klasik. Tata ruang wilayah kota–kota di Provinsi DIY
dikesampingkan untuk menunjukan perkembangan yang maju
dengan gedung-gedung tinggi bertingkat sehingga pemerintah
dapat dipuji bahwa telah menggunakan dana APBN dengan efektif
karena berhasil membangun kota – kota di provinsi DIY menuju
daerah metropolitan, tanpa melihat efek sosial yang terjadi
dimasyarakat tradisional Provinsi DIY, belum lagi jika kita
menyinggung efek lingkungannya. Tentu efek lingkungan adalah
efek utama dari dampak pembangunan yang meningkat, mulai dari
tata ruang wilayah kemudian kita lanjutkan ke kualitas air, daya
listrik juga yang harus dibagi serta ditingkatkan karena permintaan
akan listrik semakin besar.
Pertanyaannya apakah masyarakat siap? Mari kita temukan
bersama jawabannya. Kita khususkan kepada pembangunan
apartemen Uttara yang letaknya bisa dibilang sangat-sangat
strategis, kenapa demikian? Tentunya bisa kita lihat dari lokasi

2
pembangunan apartemen ini yang dekat dengan kampus UGM yang
notabenenya sebagai kampus terbaik di negeri agraris ini dimana
hampir seluruh siswa ingin masuk ke universitas tersohor ini
otomatis ini terkait dengan bagaimana siswa tersebut hendak
tinggal, dengan adanya apartemen Uttara ini membuat mahasiswa
baru UGM bakal meliriknya untuk tempat hunian selama berkuliah
di UGM. Namun ditengah manfaat dan lokasi yang strategis yang
dekat dengan lokasi-lokasi wisata maupun tempat makan dan
hanya 10 menit dari pusat kota Yogyakarta, apartemen ini
menyimpan sejuta masalah, dari mulai perizinan yang seakan-akan
dipaksakan buat ada, bentuk bangunan yang dikurang-kurangi agar
tidak terkena AMDAL, perseteruan dengan warga sekitar lokasi
apartemen Uttara ini. Selanjutnya akan dibahas lebih khusus
didalam makalah ini. Bisa kita lihat dari pertentangan –
pertentangan yang ada dan terdapat didalam masyarakat bahwa
ternyata rakyat DIY masih belum siap untuk menerima bangunan –
bangunan tinggi. Pemerintah daerah memanggul peranan penting
dalam kasus bangunan-bangunan ini dan tidak bisa arogan tanpa
memikirkan rakyat dengan asal mendukung dan memberikan izin
dengan gampang tanpa melihat efek yang terjadi. Karena dengan
pajak rakyat kecil dan menengahlah roda pemerintahan bisa
berjalan, maka dari itu perlu dipertimbangkan efek dari
pembangunan kepada lingkungan sekitar. Dalam makalah ini akan
membahas lebih khusus terkait pembangunan apartemen Uttara,
masalah apa saja yang terjadi sampai bagaimana penyelesaian dan
apa makna yang dapat kita ambil.

Berdasarkan uraian tersebut maka dapat ditetapkan


rumusan masalah sebagai berikut:

3
a. Bagaimanakah prosedur perizinan pembangunan bangunan
vertikal di Kabupaten Sleman?
b. Bagaimanakah prosedur perizinan pembangunan apartemen
Uttara The Icon?

B. Maksud dan Tujuan


Adapun mengenai tujuan penulisan hukum ini, penulis
membagi tujuan yang akan dicapai menjadi 2 (dua) hal, yaitu :
a. Tujuan Objektif
1. Untuk mengetahui bagaimanakah prosedur perizinan
pembangunan bangunan vertikal di Kabupaten Sleman
2. Untuk mengetahui apakah prosedur perizinan
pembangunan apartemen Uttara The Icon sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b. Tujuan Subjektif
Tujuan Subjektif dari penelitian hukum ini adalah untuk
melaksanakan program kerja Divisi Pengabdian Masyarakat
dan Lingkungan Majestic-55.

4
II. Pembahasan

5
A. Mekanisme Perizinan Pembangunan Bangunan Vertikal
di Kabupaten Sleman

Pertama yang akan dibahas pada rumusan masalah ini ialah


pengaturan mengenai bangunan gedung dan tata ruang wilayah
kabupaten. Bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan
konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian
atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau
air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan
kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan
keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun
kegiatan khusus.1 Fungsi bangunan gedung meliputi fungsi hunian,
keagamaan, usaha, sosial dan budaya, serta fungsi khusus.2 Fungsi
hunian meliputi bangunan untuk rumah tinggal tunggal, rumah
tinggal deret, rumah susun, dan rumah tinggal sementara.3 Fungsi
keagamaan meliputi masjid, gereja, pura, wihara, dan kelenteng.4
Fungsi usaha meliputi bangunan gedung untuk perkantoran,
perdagangan, perindustrian, perhotelan, wisata dan rekreasi,
terminal, dan penyimpanan.5 Lingkup bangunan gedung fungsi
usaha adalah:6
a. perkantoran, termasuk kantor yang disewakan;
b. perdagangan, seperti warung, toko, pasar, dan mall;
c. perindustrian, seperti pabrik, laboratorium, dan
perbengkelan;

1 Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2002


Tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002
Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4247)
2 Pasal 5 ayat (1), Ibid.
3 Pasal 5 ayat (2), Ibid.
4 Pasal 5 ayat (3) Ibid.
5 Pasal 5 ayat (4), Ibid.
6 Penjelasan Pasal 5 ayat (4), Ibid.
6
d. perhotelan, seperti wisma, losmen, hostel, motel, dan hotel;
e. wisata dan rekreasi, seperti gedung pertemuan, olah raga,
anjungan, bioskop, dan gedung pertunjukan;
f. terminal, seperti terminal angkutan darat, stasiun kereta api,
bandara, dan pelabuhan laut;
g. penyimpanan, seperti gudang, tempat pendinginan, dan
gedung parkir.

Fungsi sosial dan budaya meliputi bangunan gedung untuk


pendidikan, kebudayaan, pelayanan kesehatan, laboratorium, dan
pelayanan umum.7 Fungsi khusus meliputi bangunan gedung untuk
reaktor nuklir, instalasi pertahanan dan keamanan, dan bangunan
sejenis yang diputuskan oleh menteri.8 Satu bangunan gedung
dapat memiliki lebih dari satu fungsi.9 Fungsi bangunan gedung
harus sesuai dengan peruntukan lokasi yang diatur dalam
Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten/Kota.10 Fungsi bangunan gedung ditetapkan oleh
Pemerintah Daerah dan dicantumkan dalam izin mendirikan
bangunan.11

Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan


administratif dan persyaratan teknis sesuai dengan fungsi
bangunan gedung.12 Persyaratan administratif bangunan gedung
meliputi persyaratan status hak atas tanah, status kepemilikan
bangunan gedung, dan izin mendirikan bangunan.13 Persyaratan

7 Pasal 5 ayat (5), Ibid.


8 Pasal 5 ayat (6), Ibid.
9 Pasal 5 ayat (7), Ibid.
10 Pasal 6 ayat (1), Ibid.
11 Pasal 6 ayat (1), Ibid.
12 Pasal 7 ayat (1), Ibid.
13 Pasal 7 ayat (2), Ibid.
7
teknis bangunan gedung meliputi persyaratan tata bangunan dan
persyaratan keandalan bangunan gedung.14 Penggunaan ruang di
atas dan/atau di bawah tanah dan/atau air untuk bangunan
gedung harus memiliki izin penggunaan sesuai ketentuan yang
berlaku.15 Persyaratan administratif dan teknis untuk bangunan
gedung adat, bangunan gedung semi permanen, bangunan gedung
darurat, dan bangunan gedung yang dibangun pada daerah lokasi
bencana ditetapkan oleh Pemerintah Daerah sesuai kondisi sosial
dan budaya setempat.16 Setiap bangunan gedung harus memenuhi
persyaratan administratif yang meliputi:17
a. status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari
pemegang hak atas tanah;
b. status kepemilikan bangunan gedung; dan
c. izin mendirikan bangunan gedung. Izin mendirikan
bangunan (IMB) adalah surat bukti dari Pemerintah Daerah
bahwa pemilik bangunan gedung dapat mendirikan
bangunan sesuai fungsi yang telah ditetapkan dan
berdasarkan rencana teknis bangunan gedung yang telah
disetujui oleh Pemerintah Daerah.18

Persyaratan tata bangunan, bangunan gedung meliputi


persyaratan peruntukan dan intensitas bangunan gedung,
arsitektur bangunan gedung, dan persyaratan pengendalian
dampak lingkungan.19 Persyaratan tata bangunan tersebut
ditetapkan lebih lanjut dalam rencana tata bangunan dan

14 Pasal 7 ayat (3), Ibid.


15 Pasal 7 ayat (4), Ibid.
16 Pasal 7 ayat (5), Ibid.
17 Pasal 8 ayat (1), Ibid.
18 Penjelasan Pasal 8 ayat (1), Ibid.
19 Pasal 9 ayat (1), Ibid.
8
lingkungan oleh Pemerintah Daerah.20 Rencana tata bangunan dan
lingkungan digunakan untuk pengendalian pemanfaatan ruang
suatu lingkungan/kawasan, menindaklanjuti rencana rinci tata
ruang dan sebagai panduan rancangan kawasan dalam rangka
perwujudan kualitas bangunan gedung dan lingkungan yang
berkelanjutan dari aspek fungsional, sosial, ekonomi, dan
lingkungan bangunan gedung termasuk ekologi dan kualitas
visual.21 Rencana tata bangunan dan lingkungan memuat
persyaratan tata bangunan yang terdiri atas ketentuan program
bangunan gedung dan lingkungan, rencana umum dan panduan
rancangan, rencana investasi, ketentuan pengendalian rencana, dan
pedoman pengendalian pelaksanaan.22

Rencana tata bangunan dan lingkungan ditetapkan oleh


Pemerintah Daerah dan dapat disusun berdasarkan kemitraan
Pemerintah Daerah, swasta, dan/atau masyarakat sesuai tingkat
permasalahan pada lingkungan/kawasan yang bersangkutan
Persyaratan peruntukan dan intensitas bangunan gedung meliputi
persyaratan peruntukan lokasi, kepadatan, ketinggian, dan jarak
bebas bangunan gedung yang ditetapkan untuk lokasi yang ber-
sangkutan.23 Intensitas bangunan gedung adalah ketentuan teknis
tentang kepadatan dan ketinggian bangunan gedung yang
dipersyaratkan pada suatu lokasi atau kawasan tertentu, yang
meliputi koefisien dasar bangunan (KDB), koefisien lantai
bangunan (KLB), dan jumlah lantai bangunan.24 Ketinggian
bangunan gedung adalah tinggi maksimum bangunan gedung yang

20 Pasal 9 ayat (2) Ibid.


21 Penjelasan Pasal 9 ayat (2) Ibid.
22 Ibid.
23 Pasal 10 ayat (1) Ibid.
24 Penjelasan Pasal 10 ayat (1), Ibid.
9
diizinkan pada lokasi tertentu.25 Jarak bebas bangunan gedung
adalah area di bagian depan, samping kiri dan kanan, serta
belakang bangunan gedung dalam satu persil yang tidak boleh
dibangun.26

Persyaratan peruntukan lokasi dilaksanakan berdasarkan


ketentuan tentang tata ruang.27 Peruntukan lokasi adalah suatu
ketentuan dalam rencana tata ruang kabupaten/kota tentang jenis
fungsi atau kombinasi fungsi bangunan gedung yang boleh
dibangun pada suatu persil/ kavling/ blok peruntukan tertentu.28
Persyaratan kepadatan dan ketinggian bangunan meliputi koefisien
dasar bangunan, koefisien lantai bangunan, dan ketinggian
bangunan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan untuk lokasi
yang bersangkutan.29 Koefisien dasar bangunan (KDB) adalah
koefisien perbandingan antara luas lantai dasar bangunan gedung
dan luas persil/ kaveling/ blok peruntukan.30 Koefisien lantai
bangunan (KLB) adalah koefisien perbandingan antara luas
keseluruhan lantai bangunan gedung dan luas persil/ kaveling/
blok peruntukan.31 Penetapan KDB, KLB, dan ketinggian bangunan
gedung pada suatu lokasi sesuai ketentuan tata ruang dan diatur
oleh Pemerintah Daerah melalui rencana tata bangunan dan
lingkungan (RTBL).32

25 Ibid.
26 Ibid.
27 Pasal 11 ayat (1) Ibid.
28 Penjelasan Pasal 11 ayat (1) Ibid.
29 Pasal 12 ayat (1) Ibid.
30 Penjelasan Pasal 12 ayat (1) Ibid.
31 Ibid.
32 Ibid.
10
Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.33
Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan
ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan
wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan
kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya.34 Struktur
ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem
jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung
kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki
hubungan fungsional.35 Penataan ruang adalah suatu sistem proses
perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian
pemanfaatan ruang.36 Penyelenggaraan penataan ruang adalah
kegiatan yang meliputi pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan
pengawasan penataan ruang.37 Rencana tata ruang adalah hasil
perencanaan tata ruang.38 Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk
mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana
tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta
pembiayaannya.39 Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya
untuk mewujudkan tertib tata ruang.40

Wewenang pemerintah daerah kabupaten/kota dalam


penyelenggaraan penataan ruang meliputi:41

33 Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007


tentang Penataan Ruang, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725).
34 Pasal 1 angka 1, Ibid.
35 Pasal 1 angka 3, Ibid.
36 Pasal 1 angka 5, Ibid.
37 Pasal 1 angka 6, Ibid.
38 Pasal 1 angka 16, Ibid.
39 Pasal 1 angka 14, Ibid.
40 Pasal 1 angka 15, Ibid.
41 Pasal 11 ayat (1), Ibid.
11
a. pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap
pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota dan
kawasan strategis kabupaten/kota;
b. pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota;
c. pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis
kabupaten/kota; dan
d. kerja sama penataan ruang antarkabupaten/ kota.

Wewenang pemerintah daerah kabupaten/kota dalam


pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota meliputi:42
a. perencanaan tata ruang wilayah kabupaten/ kota;
b. pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota; dan
c. pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota.

Perencanaan tata ruang dilakukan untuk menghasilkan:43


rencana umum tata ruang; dan rencana rinci tata ruang. Rencana
rinci tata ruang terdiri atas: rencana tata ruang pulau/kepulauan
dan rencana tata ruang kawasan strategis nasional; rencana tata
ruang kawasan strategis provinsi; dan rencana detail tata ruang
kabupaten/kota dan rencana tata ruang kawasan strategis
kabupaten/kota.44 Rencana detail tata ruang dijadikan dasar bagi
penyusunan peraturan zonasi.45 Pengendalian pemanfaatan ruang
dilakukan melalui penetapan peraturan zonasi, perizinan,
pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi.46
Peraturan zonasi disusun sebagai pedoman pengendalian

42 Pasal 11 ayat (2), Ibid.


43 Pasal 14 ayat (1), Ibid
44 Pasal 14 ayat (3), Ibid.
45 Pasal 14 ayat (6), Ibid.
46 Pasal 35, Ibid.
12
pemanfaatan ruang.47 Peraturan zonasi disusun berdasarkan
rencana rinci tata ruang untuk setiap zona pemanfaatan ruang.48
Peraturan zonasi ditetapkan dengan: peraturan pemerintah untuk
arahan peraturan zonasi sistem nasional; peraturan daerah
provinsi untuk arahan peraturan zonasi sistem provinsi; dan
peraturan daerah kabupaten/kota untuk peraturan zonasi.49

Rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota yang


selanjutnya disingkat RTRW kabupaten/kota adalah rencana tata
ruang yang bersifat umum dari wilayah kabupaten/kota, yang
merupakan penjabaran dari RTRW provinsi, dan yang berisi tujuan,
kebijakan, strategi penataan ruang wilayah kabupaten/kota,
rencana struktur ruang wilayah kabupaten/kota, rencana pola
ruang wilayah kabupaten/kota, penetapan kawasan strategis
kabupaten/kota, arahan pemanfaatan ruang wilayah
kabupaten/kota, dan ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang
wilayah kabupaten/kota.50 Rencana detail tata ruang
kabupaten/kota yang selanjutnya disingkat RDTR adalah rencana
secara terperinci tentang tata ruang wilayah kabupaten/kota yang
dilengkapi dengan peraturan zonasi kabupaten/kota.51 Peraturan
zonasi adalah ketentuan yang mengatur tentang persyaratan
pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun
untuk setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya

47 Pasal 36 ayat (1), Ibid.


48 Pasal 36 ayat (2), Ibid.
49 Pasal 36 ayat (3), Ibid.
50 Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 20/Prt/M/2011
tentang Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Dan Peraturan
Zonasi Kabupaten/Kota. (Berita Negara Republik Indonesia Nomor 953, Tahun
2011).
51 Pasal 1 angka 2, Ibid.
13
dalam rencana rinci tata ruang.52 RDTR salah satu materi
muatannya ialah ialah mengatur tentang ketentuan intensitas
pemanfaatan ruang yang meliputi antara lain Koefisien Dasar
Bangunan.53

Bahwasanya di Kabupaten Sleman belum diterbitkan


Peraturan Daerah Kabupaten Sleman mengenai RDTR sebagai
perangkat operasional umum tata ruang Kabupaten Sleman
sebagaimana telah direncanakan dalam Peraturan Daerah Nomor
12 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Sleman.

Kedua ialah pembahsan mengenai Izin Lingkungan dan Izin


Mendirikan Bangunan. Izin lingkungan merupakan persyaratan
untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan.54 Izin Lingkungan
adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan
Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib Amdal atau UKL-UPL dalam
rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai
prasyarat memperoleh izin Usaha dan/atau Kegiatan.55 Amdal ialah
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup, yaitu kajian
mengenai dampak penting suatu Usaha dan/atau Kegiatan yang
direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses

52 Pasal 1 angka 3, Ibid.


53 Lampiran Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 20/Prt/M/2011
tentang Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan
Zonasi Kabupaten/Kota. (Berita Negara Republik Indonesia Nomor 953, Tahun
2011).
54 Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5059).
55 Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun
2012 Tentang Izin Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
48 Tahun 2012, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5285)
14
pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan Usaha dan/atau
Kegiatan.56 Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak
penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki amdal.57
Dampak penting tersebut ditentukan berdasarkan kriteria:58
a. besarnya jumlah penduduk yang akan terkena dampak
rencana usaha dan/atau kegiatan;
b. luas wilayah penyebaran dampak;
c. intensitas dan lamanya dampak berlangsung;
d. banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang akan
terkena dampak;
e. sifat kumulatif dampak;
f. berbalik atau tidak berbaliknya dampak; dan/atau g. kriteria
lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.

Kriteria usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting


yang wajib dilengkapi dengan amdal terdiri atas:59
a. pengubahan bentuk lahan dan bentang alam;
b. eksploitasi sumber daya alam, baik yang terbarukan maupun
yang tidak terbarukan;
c. proses dan kegiatan yang secara potensial dapat
menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup serta pemborosan dan kemerosotan sumber daya alam
dalam pemanfaatannya;

56 Pasal 1 angka 2, Ibid.


57 Pasal 22 ayat (1), Op.Cit.
58 Pasal 22 ayat (2), Ibid.
59 Pasal 23 ayat (1), Ibid.
15
d. proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi
lingkungan alam, lingkungan buatan, serta lingkungan sosial
dan budaya;
e. proses dan kegiatan yang hasilnya akan mempengaruhi
pelestarian kawasan konservasi sumber daya alam dan/atau
perlindungan cagar budaya;
f. introduksi jenis tumbuh-tumbuhan, hewan, dan jasad renik;
g. pembuatan dan penggunaan bahan hayati dan nonhayati;
h. kegiatan yang mempunyai risiko tinggi dan/atau
mempengaruhi pertahanan negara; dan/atau
i. penerapan teknologi yang diperkirakan mempunyai potensi
besar untuk mempengaruhi lingkungan hidup.

Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis usaha dan/atau


kegiatan yang wajib dilengkapi dengan amdal diatur dengan
peraturan Menteri.

Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup


Republik Indonesia Nomor 05 Tahun 2012 tentang Jenis Rencana
Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan Hidup Jenis rencana Usaha dan/atau Kegiatan
yang wajib memiliki Amdal tercantum dalam Lampiran I yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini,
dalam lampiran I Peraturan Menteri In cassu. Jenis rencana usaha
dan/atau kegiatan yang wajib memiliki Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup (Amdal) ditetapkan berdasarkan:60

60 Lampiran I Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia


Nomor 05 Tahun 2012 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang
Wajib Memiliki Amdal (Berita Negara Republik Indonesia Nomor 408, Tahun
2012).
16
a. Potensi dampak penting Potensi dampak penting bagi setiap
jenis usaha dan/atau kegiatan tersebut ditetapkan
berdasarkan:
1. besarnya jumlah penduduk yang akan terkena dampak
rencana usaha dan/atau kegiatan;
2. luas wilayah penyebaran dampak;
3. intensitas dan lamanya dampak berlangsung;
4. banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang akan
terkena dampak;
5. sifat kumulatif dampak;
6. berbalik atau tidak berbaliknya dampak; dan
7. kriteria lain sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi; dan/atau
8. referensi internasional yang diterapkan oleh beberapa
negara sebagai landasan kebijakan tentang Amdal.
b. Ketidakpastian kemampuan teknologi yang tersedia untuk
menanggulangi dampak penting negatif yang akan timbul.

Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib memiliki


Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup salah satunya yaitu
di bidang multi sektor dengan jenis kegiatan pembangunan
bangunan gedung dengan luas lahan lebih dari atau sama dengan
lima ha atau dengan luas bangunan lebih dari atau sama dengan
10.000 m2. Besaran tersebut diperhitungkan berdasarkan:
a. Pembebasan lahan.
b. Daya dukung lahan
c. Tingkat kebutuhan air sehari-hari.
d. Limbah yang dihasilkan.

17
e. Efek pembangunan terhadap lingkungan sekitar (getaran,
kebisingan, polusi udara, dan lain-lain).
f. KDB (koefisien dasar bangunan) dan KLB. (koefisien luas
bangunan)
g. Jumlah dan jenis pohon yang mungkin hilang.
h. Konflik sosial akibat pembebasan lahan (umumnya berlokasi
dekat pusat kota yang memiliki kepadatan tinggi).
i. Struktur bangunan bertingkat tinggi dan basement
menyebabkan masalah dewatering dan gangguan tiang-tiang
pancang terhadap akuifer sumber air sekitar.
j. Bangkitan pergerakan (traffic) dan kebutuhan permukiman
dari tenaga kerja yang besar.
k. Bangkitan pergerakan dan kebutuhan parkir pengunjung.
l. Produksi sampah, limbah domestik
m. Genangan/banjir lokal.

18
Gambar 1. Bagan Alir Tata Cara Penapisan Untuk Menentukan
Wajib Tidaknya Suatu Rencana Usaha dan/atau Kegiatan
Memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.61

61 Lampiran II, Ibid.


19
UKL-UPL ialah Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan
Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup, yaitu pengelolaan dan
pemantauan terhadap Usaha dan/atau Kegiatan yang tidak
berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang diperlukan
bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan
Usaha dan/atau Kegiatan.62 Setiap usaha dan/atau kegiatan yang
tidak termasuk dalam kriteria wajib Amdal wajib memiliki UKL-
UPL.63

Pemilik atau pengguna bangunan gedung yang akan


mendirikan bangunan gedung wajib memiliki IMB. IMB berlaku
selama bangunan gedung tidak terjadi perubahan fungsi, dan
bentuk bangunan. Masa berlaku IMB dapat diberikan untuk jangka
waktu tertentu dengan mempertimbangkan persyaratan teknis
bangunan gedung.64 Setiap bangunan gedung yang telah selesai
dibangun wajib memiliki SLF, kecuali rumah tinggal sederhana.
Masa berlaku SLF bangunan gedung, meliputi: 65
a. bangunan gedung hunian rumah tinggal tunggal dan rumah
deret sampai dengan 2 (dua) lantai ditetapkan dalam jangka
waktu 20 (dua puluh) tahun; dan
b. bangunan gedung hunian rumah tinggal tidak sederhana,
bangunan gedung lainnya pada umumnya, dan bangunan
gedung tertentu ditetapkan dalam jangka waktu 5 (lima)
tahun. Masa berlaku SLF bangunan gedung dapat
diperpanjang.

62 Pasal 1 angka 3, Op.Cit


63 Pasal 3 ayat (2), Ibid.
64 Pasal 24 Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 5 Tahun 2011 tentang
Bangunan Gedung (Lembaran Daerah Kabupaten Sleman Nomor 1 Seri D
Tahun 2011, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Sleman Nomor 40)
65 Pasal 25, Ibid.
20
Dalam memanfaatkan bangunan gedung, pemilik bangunan
gedung yang telah diterbitkan SLF wajib menyelenggarakan
pemeliharaan bangunan gedung. Apabila bangunan gedung
disewakan kepada pihak lain selaku pengguna bangunan gedung,
maka pemanfaatan dan penyelenggaraan pemeliharaan bangunan
gedung menjadi wewenang dan tanggung jawab pengguna
bangunan gedung. Ketentuan lebih lanjut mengenai
penyelenggaraan pemeliharaan bangunan gedung sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.66 Permohonan IMB
dan SLF disampaikan secara tertulis kepada kepala organisasi
perangkat daerah yang membidangi perizinan bangunan gedung.
Kepala organisasi perangkat daerah yang membidangi perizinan
bangunan gedung menerbitkan IMB dan SLF dalam jangka waktu
paling lama 30 (tigapuluh) hari sejak berkas permohonan diterima
secara lengkap dan benar. Ketentuan lebih lanjut mengenai
mekanisme dan persyaratan perizinan diatur dengan Peraturan
Bupati.67 Setiap pelayanan penerbitan IMB dipungut retribusi.
Setiap pelayanan penerbitan SLF tidak dipungut retribusi.
Ketentuan retribusi pelayanan penerbitan IMB ditetapkan dengan
Peraturan Daerah.68 Setiap pemilik/pengguna bangunan gedung
yang telah diterbitkan IMB dan/atau SLF berhak menggunakan
bangunan gedung sesuai dengan IMB dan/atau SLF yang dimiliki.69

Setiap pemilik/ pengguna bangunan gedung yang telah


diterbitkan IMB dan/atau SLF wajib: 70

66 Pasal 26, Ibid.


67 Pasal 27, Ibid.
68 Pasal 28, Ibid.
69 Pasal 29, Ibid.
70 Pasal 30, Ibid.
21
a. melakukan kegiatan sesuai dengan IMB dan/atau SLF yang
dimiliki dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku;
b. melaksanakan ketentuan teknis, kualitas, keamanan dan
keselamatan serta kelestarian fungsi lingkungan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
c. bertanggung jawab atas segala akibat yang timbul dari
kegiatan sesuai dengan IMB dan/atau SLF yang dimiliki;
d. menyampaikan setiap perubahan konstruksi bangunan
gedung;
e. menciptakan rasa nyaman, aman, dan membina hubungan
harmonis dengan lingkungan di sekitar bangunan gedung;
f. membantu pelaksanaan pengawasan yang dilakukan oleh
petugas.

Setiap pemilik/ pengguna bangunan gedung yang telah


diterbitkan IMB dan/atau SLF dilarang: 71
a. menggunakan bangunan gedung di luar fungsi bangunan
gedung sebagaimana yang tercantum di dalam IMB dan/atau
SLF;
b. menggunakan bangunan gedung untuk kegiatan yang tidak
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Setiap pembangunan gedung sesuai dengan fungsi dan


klasifikasi bangunan gedung harus sesuai dengan peruntukan
lokasi yang diatur dalam rencana tata ruang.72 Pemohon

71 Pasal 31, Ibid.


72 Pasal 69 Peraturan Bupati Sleman Nomor 49 Tahun 2012 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 5 Tahun 2011
tentang Bangunan Gedung (Berita Daerah Kabupaten Sleman Tahun 2012
Nomor 11 Seri D)
22
mengajukan permohonan IMB secara tertulis dengan mengisi
formulir yang disediakan kepada Kepala Dinas melalui Kantor
Pelayanan Perizinan. Permohonan IMB diajukan bersama dengan
permohonan RTB dan/atau SKTBL.

Permohonan IMB dan Permohonan pengesahan RTB/SKTBL


dilengkapi dengan persyaratan sebagai berikut:73
a. dokumen administrasi, meliputi:
1. permohonan Pengesahan RTB/SKTBL dibuat rangkap
3 (tiga), meliputi: fotokopi KTP pemohon, pemilik
bangunan dan/atau pengelola bangunan; surat kuasa
pengurusan dan fotokopi KTP yang diberi Kuasa,
apabila dikuasakan; fotokopi akta notaris pendirian
badan atau dokumen lain yang dipersamakan; fotokopi
bukti kepemilikan hak atas tanah; fotokopi surat
kerelaan atau dokumen lain yang berkaitan dengan
kepemilikan tanah dan kepemilikan bangunan jika
pemilik bangunan bukan pemilik tanah; fotokopi SPPT
PBB tahun terakhir; fotokopi izin lokasi/izin
pemanfaatan tanah/izin perubahan penggunaan
tanah/izin konsolidasi tanah/izin penetapan lokasi
pembangunan untuk kepentingan umum, jika
dipersyaratkan sesuai ketentuan yang berlaku;
dokumen lingkungan yang telah disahkan oleh instansi
yang berwenang; fotokopi sertifikasi penyedia jasa
perencana dan Surat Izin Bekerja Perencana (SIBP)
bagi perorangan, serta fotokopi dokumen kontrak dan
kualifikasi bagi penyedia jasa berbadan hukum, khusus

73 Pasal 70, Ibid.


23
bangunan kepentingan umum dengan kompleksitas
tidak sederhana atau khusus; menandatangani surat
pernyataan sanggup mematuhi persyaratan tata
bangunan dan lingkungan; khusus untuk RTB
perumahan, dilengkapi perjanjian notariil penyerahan
sarana prasarana perumahan kepada pemerintah
daerah; khusus untuk bangunan yang berdiri pada
lahan yang berbatasan dengan sungai, saluran irigasi,
jalur kereta api, sumber mata air, cagar budaya, dan
bangunan yang memiliki ketinggian diatas 20 m (dua
puluh meter) wajib memiliki rekomendasi dari instansi
yang berwenang.
2. permohonan IMB dibuat rangkap 3 (tiga) meliputi:
fotokopi KTP pemohon, pemilik bangunan dan/atau
pengelola bangunan; surat kuasa dan fotokopi KTP
yang diberi Kuasa, apabila dikuasakan; fotokopi bukti
kepemilikan hak atas tanah, jika dibangun di tanah
persil; bukti hubungan pemohon dengan pemilik tanah
dan/atau pemilik bangunan, jika pemohon bukan
pemilik tanah atau pemilik bangunan dalam bentuk
perjanjian tertulis bermaterai cukup; surat pernyataan
bertanggung jawab atas pekerjaan perencanaan,
pelaksanaan, dan pengawasan oleh pemilik bangunan
bila dikerjakan sendiri, atau oleh perencana dan
pelaksana bila dikerjakan orang lain; data penyedia
jasa (pelaksanaan, pengawasan) beserta foto copy
sertifikasi dan surat izin bekerja perencana (SIBP) bagi
perorangan, serta foto copy dokumen kontrak dan
kualifikasi bagi penyedia jasa berbadan hukum, khusus
24
bangunan kepentingan umum dengan kompleksitas
tidak sederhana atau khusus.
b. Dokumen Rencana Teknis, meliputi:
1. permohonan pengesahan RTB/SKTBL dibuat rangkap
3 (tiga), meliputi: gambar rencana tata letak bangunan
di atas kertas minimal A3 dilengkapi dengan tabel, data
dan ber-kop sesuai format pengesahan RTB/SKTBL;
gambar prarencana bangunan yang meliputi: gambar
denah bangunan dengan skala maksimal 1:500,
mempertimbangkan luasan bangunan, jika gambar
tersebut tidak sesuai dengan luasan dalam bukti hak
atas tanah maka pihak Pemerintah Daerah berhak
untuk menyesuaikan; gambar tampak depan, samping
kanan, samping kiri dan belakang dengan skala
maksimal 1:500, mempertimbangkan luasan
bangunan; gambar rencana instalasi sanitasi air bersih,
air kotor dan air pengelolaan air hujan dengan skala
maksimal 1:500, mempertimbangkan luasan
bangunan; gambar rencana aksessibilitas bangunan,
khusus bangunan kepentingan umum dengan
kompleksitas tidak sederhana atau khusus; gambar
rencana sistem pencegahan kebakaran, khusus
bangunan kepentingan umum dengan kompleksitas
tidak sederhana atau khusus; gambar rencana
penebangan pohon, jika diperlukan; gambar rencana
penutupan drainase, jika diperlukan; gambar rencana
pembuangan air limbah, jika diperlukan; gambar
rencana pemasangan reklame/signage, jika diperlukan;
bangunan gedung yang berfungsi untuk kepentingan
25
umum dan mempunyai kompleksitas tinggi dilakukan
dengan pertimbangan teknis profesional oleh TABG
dan dengar pendapat publik sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.

2. permohonan IMB dibuat rangkap 3 (tiga), meliputi:


gambar kerja dengan kop sesuai format gambar IMB
yang terdiri atas: gambar situasi dengan skala
maksimal 1:500; gambar denah bangunan dengan
skala maksimal 1:500; gambar tampak depan, samping
kanan, samping kiri dan belakang dengan skala
maksimal 1:500; gambar potongan memanjang dan
melintang bangunan dengan skala maksimal 1:500;
rencana pondasi dengan skala maksimal 1:500; untuk
bangunan bertingkat 3 (tiga) atau lebih harus
melampirkan hasil penyelidikan tanah dari
laboratotrium yang disahkan oleh pejabat dan atau
instansi yang berwenang; rencana atap dengan skala
maksimal 1:500, apabila menggunakan rangka atap
baja/baja ringan harus melampirkan perhitungan
konstruksi yang ditandatangani penanggung jawab
konstruksi; rencana instalasi utilitas/mekanikal-
elektrikal (MEE) dengan skala maksimal 1:500;
rencana instalasi sanitasi air bersih dan air kotor
dengan skala maksimal 1:500; gambar kerja detail
aksessibilitas, khusus bangunan kepentingan umum
dengan kompleksitas tidak sederhana atau khusus;
gambar rencana sistem pencegahan kebakaran, khusus
bangunan kepentingan umum dengan kompleksitas

26
tidak sederhana atau khusus. Perhitungan konstruksi
dan gambar rencana struktur beton bertulang disertai
gambar detail penulangan yang meliputi rencana
pondasi, sloof, kolom, balok, plat lantai, tangga serta 49
balok atap dan plat atap jika ada, ditanda tangani
penanggung jawab konstruksi, untuk bangunan
bertingkat 2 (dua) atau lebih; c) perhitungan
konstruksi dan gambar rencana struktur baja disertai
gambar detail sambungan, ditanda tangani penanggung
jawab konstruksi, untuk bangunan bertingkat 2 (dua)
atau lebih; perhitungan konstruksi dan gambar detail
konstruksi reklame yang ditandatangani penanggung
jawab konstruksi wajib dimiliki: reklame dengan
ukuran luas bidang diatas 48 m2 (empat puluh delapan
meter persegi) kecuali videotron/megatron; dan 2),
videotron/megatron ukuran luas bidang diatas 20 m2
(dua puluh meter persegi), bando jalan. Rencana
anggaran pelaksanaan yang tertuang dalam dokumen
kontrak, jika pelaksanaan pekerjaan diborongkan;
dokumen laporan perencanaan yang meliputi antara
lain perencanaan kawasan (kapasitas, dimensi,
spesifikasi), rencana pelaksanaan pembangunan
apabila dilaksanakan bertahap.

Dinas melakukan pemeriksaan persyaratan administrasi


berkas permohonan paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak
menerima berkas permohonan dari Kantor Pelayanan Perizinan.
Dinas melakukan pemeriksaan persyaratan teknis dan tinjau lokasi
paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja setelah pemeriksaan

27
persyaratan administrasi dinyatakan lengkap dan benar.
Pemeriksaan sebagai dasar pengambilan keputusan untuk
menerima atau menolak permohonan.74 Dalam hal permohonan
IMB, RTB, dan/atau SKTBL belum memenuhi persyaratan
administrasi dan/atau persyaratan teknis pemohon wajib
melengkapi/memperbaiki permohonannya berdasarkan surat
pemberitahuan kekurangan berkas dari Kepala Dinas. Dalam hal
pemohon tidak melengkapi dan/atau memenuhi persyaratan
dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak surat
pemberitahuan permohonan IMB dinyatakan ditolak. Dalam hal
pemohon tidak diketahui keberadaannya atau tidak mau menerima
surat penolakan permohonan, penyampaian surat penolakan
disampaikan kepada ketua Rukun Tetangga dan/atau Rukun Warga
tempat lokasi bangunan gedung pemohon.75

Kepala Dinas berdasarkan hasil pemeriksaan dan/atau


pertimbangan TABG memberikan keputusan untuk menerima atau
menolak permohonan. Keputusan atas permohonan diberikan
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. IMB paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja diberikan setelah
berkas permohonan dinyatakan lengkap dan benar;
b. RTB dan/atau SKTBL paling lama 18 (delapan belas) hari
kerja diberikan setelah berkas dinyatakan lengkap dan benar.

Penerbitan IMB dilakukan setelah berkas permohonan


dinyatakan lengkap dan benar, dan telah dilakukan pembayaran
retribusi, dan/atau denda administrasi IMB.76 IMB berlaku selama

74 Pasal 73, Ibid.


75 Pasal 74, Ibid.
76 Pasal 75, Ibid.
28
bangunan gedung tidak terjadi perubahan fungsi, dan bentuk
bangunan.77 Masa berlaku IMB dapat diberikan untuk jangka waktu
tertentu dengan mempertimbangkan persyaratan administrasi dan
teknis bangunan gedung. IMB untuk jangka waktu tertentu dapat
diterbitkan untuk:
a. bangunan yang belum selesai proses perolehan hak atas
tanah;
b. bangunan yang belum selesai proses penyusunan Dokumen
Lingkungan Hidup.

B. Analisis Prosedur Perizinan Pembangunan Apartemen


Uttara The Icon

Apartemen Uttara The Icon merupakan jenis rencana usaha


dan/atau kegiatan dengan jenis kegiatan pembangunan bangunan
gedung. Bahwa berdasarkan dokumen UKL-UPL yang disusun
sebagai dasar diterbitkannya Surat Keputusan Kepala Badan
Lingkungan Hidup Kabupaten Sleman Nomor:
660.2/037.3/IL/2015 tentang izin Lingkungan PT Bukit Alam
Permata untuk kegiatan Pembangunan Apartemen Uttara The Icon
dan juga telah mendapat pengesahan itu, pada halaman III-9
dokumen UKL-UPL, dapat dilihat pada tabel 1 total luasan lantai
bangunan sebesar 9.662,1 m2 dengan rincian sebagai berikut:78

77 Pasal 76, Ibid.


78 Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta, “Gugatan Tata Usaha Negara terhadp
Surat Keputusan Kepala Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Sleman Nomor
660.2/037.3/Il/2015 tentang Izin Lingkungan Pt Bukit Alam Permata Untuk
Kegiatan Pembangunan Apartemen Uttara Icon di Padukuhan Karangwuni,
Desa Caturtunggal, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Seluas 1.660m 2”,
hlm. 16
29
Tabel 1. Fungsi dan Luas Lantai Bangunan
(halaman III-9 dokumen UKL-UPL Rencana Pembangunan
Apartemen Uttara Icon).79
Lantai Fungsi Ruang Luas
(m2)
Basement 3 - Ramps - Lift 922,4
- Area parkir (18 SRP) - Tangga
- Jalan sirkulasi - Ruang
ME
Basement 3 - Ramps - Lift 922,4
- Area parkir (16 SRP) - Tangga
- Jalan sirkulasi - Ruang
ME
Basement 3 - Ramps - Lift 922,4
- Area parkir (16 SRP) - Tangga
- Jalan sirkulasi - Ruang
ME
Ground - Main lobby apartemen - Conv. 666
Floor - Ruang BM Office Store
- Ruang surat - Koridor
- Galeery - Tangga
- Life style - Ruang
- Salon (retail) ME
- Area parkir (9 SRP) - KM/toil
et

79 Ibid.
30
Lantai 2 - Ramps - Ruang 828
- Area parkir retail
- Jalan sirkulasi - Lift
- Ruang office - Tangga
Lantai 3 - unit aprtemen (8 unit) - ruang 450
- ruang office retail
- koridor - lift
- tangga
Lantai 4 - unit apartemen (8 unit) - lift 450
- koridor - tangga
Lantai 5 - unit apartemen (8 unit) - lift 450
- koridor - tangga
Lantai 6 - unit apartemen (8 unit) - lift 450
- koridor - tangga
Lantai 7 - unit apartemen (8 unit) - lift 450
- koridor - tangga
Lantai 8 - unit apartemen (8 unit) - lift 450
- koridor - tangga
Lantai 9 - unit apartemen (8 unit) - lift 450
- koridor - tangga
Lantai 10 - unit apartemen (8 unit) - lift 450
- koridor - tangga
Lantai 11 - unit apartemen (8 unit) - lift 450
- koridor - tangga
Lantai 12 - unit apartemen (8 unit) - lift 450
- koridor - tangga
Lantai 13 - unit apartemen (8 unit) - lift 450
- koridor - tangga

31
Lantai 14 - unit apartemen (8 unit) - lift 450
- koridor - tangga
Total luas lantai bangunan 9.661,2

Rincian bangunan tersebut juga sesuai dan didasarkan pada


lampiran Rencana Tata Bangunan (RTB) Pembangunan Apartemen
Uttara The Icon yang telah diverifikasi dan mendapatkan
pengesahan dari Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan
Kabupaten Sleman dengan nomor:
01.02.080.RTB/KPTS/Taba/D/2014 tertanggal 23 Mei 2014.80
Bahwa terdapat perbedaan perhitungan mengenai luas bangunan
pembangunan Apartemen Uttara The Icon, berdasarkan
perhitungan oleh tim verifikasi dari Fakultas Teknik Sipil dan
Perencanaan Universitas Islam Indonesia, dengan metode analisis
luas didapat hasil benar tidaknya atau valid tidaknya luasan lantai
bangunan kurang dari 10.000 m2. Hasil verifikasi menyimpulkan
terdapat sejumlah luasan bagian bangunan yang tidak benar atau
tidak bermunculan, yang mana hal ini mempengaruhi jumlah
luasan bangunan total.

Berikut ialah ilustrasi Batasan Luar Apartemen Uttara The


Icon:

80 Op. Cit. hlm 17


32
Gambar 1. Ilustrasi batas luas Ground Floor81

Gambar 2. Ilustrasi batas luas 2nd Floor82

81 Ibid, hlm. 19
33
Gambar 3. Ilustrasi batas luas 3rd floor83

Hasil dari perhitungan luas tersebut diperoleh Luas Total


Bangunan yang berbeda, seperti yang terlihat pada Tabel 2 di
bawah ini:

Tabel 2. Perhitungan luas total bangunan berdasarkan


perhitungan kembali Ground Floor, 2nd floor dan 3rd Floor84

Nama Bangunan Luas Lantai (m2)


Basement B2 922,4
Basement B1 922,4
Semi Basement 1 922,4
Ground Floor 1.092, 215
2nd 995, 4095

82 Ibid
83 Op. Cit, hlm. 20.
84 Ibid, hlm. 20-21.
34
3rd 566,7277
4th 450
5th 450
6th 450
7th 450
8th 450
9th 450
10th 450
11th 450
12th 450
13th 450
14th 450
Roof Floor 72, 48
Total 10.444,0322
Berdasarkan hasil verifikasi tim dari FTSP UII dapat
dismpulkan bahwa total luasan bangunan adalah sejumlah 10.444,
0322 m2.

Sampai dengan laporan hasil penelitian ini ditulis perkara


gugatan TUN terhadap izin lingkungan Apartemen Uttara The Icon
sedang berjalan, patut dicermati bagaimana hasil dari pembuktian
di persidangan nanti, tentang hasil luas bangunan Apartemen
Uttara The Icon, jika memang berdasarkan hasil pembuktian di
persidangan luasan bangunan Apartemen Uttara The Icon ialah
benar seperti yang tertera pada dokumen UKL-UPL yakni seluas
9.662,1 m2 maka izin lingkungan Apartemen Uttara The Icon
memang sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan,
tetapi jika hasil pembuktian di persidangan membuktikan bahwa
luasan bangunan Apartemen Uttara The Icon lebih dari 10.000 m2,

35
maka izin lingkungan dari Apartemen Uttara The Icon harus
dibatalkan sesuai dengan Pasal 38 Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup karena tidak sesuai dengan Pasal 22 Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup jo. Pasal 23 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup 40 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup jo. Pasal 3 Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan
jo. Pasal 2 ayat (2) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Republik Indonesia Nomor 05 Tahun 2012 tentang Jenis Rencana
Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan Hidup.

Pembangunan Apartemen Uttara The Icon dimulai pada


tanggal 28 November 2014 dengan ditandai dengan peletakan batu
pertama.85 Sementara itu izin lingkungan baru dikeluarakan oleh
Kepala Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Sleman pada tanggal
15 Juli 2015.86 Patut dicermati ketentuan dalam Pasal 36 jo. Pasal
40 ayat (1) jo. Pasal 40 ayat (3) jo. Pasal 109 Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup jo. Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung jo. Pasal 63 jo. Pasal 64
Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan

85 Http://Daerah.Sindonews.Com/Read/931206/151/Apartemen-Uttara-The-
Icon-Resmi-Diluncurkan-1417409510 Diakses Pada Tanggal 7 Februari 2016
86 Keputusan Kepala Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Sleman Nomor
660.2/037.3/Il/2015 tentang Izin Lingkungan Pt Bukit Alam Permata Untuk
Kegiatan Pembangunan Apartemen Uttara Icon di Padukuhan Karangwuni,
Desa Caturtunggal, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Seluas 1.660m2
36
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang
Bangunan Gedung.

Bahwasanya Pembangunan bangunan gedung


diselenggarakan melalui tahapan perencanaan dan pelaksanaan
beserta pengawasannya.87 Penyelenggaraan bangunan gedung
adalah kegiatan pembangunan yang meliputi proses perencanaan
teknis dan pelaksanaan konstruksi, serta kegiatan pemanfaatan,
pelestarian dan pembongkaran bangunan gedung.88 Dengan
demikian dapat disimpulkan awal dari tahapan pembangunan ialah
pada tahap perencanaan teknis, sebelum dimulainya tahapan
pembangunan setiap bangunan gedung haruslah memiliki IMB.89

87 Pasal 35 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Op.Cit.


88 Pasal 1 Angka 18 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 Tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang
Bangunan Gedung, Op. Cit.
89 Pasal 64 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan
Gedung menyatakan bahwa
(1) dokumen rencana teknis sebagaimana dimaksud dalam pasal 63 ayat (5)
diperiksa, dinilai, disetujui, dan disahkan untuk memperoleh izin
mendirikan bangunan gedung.
(2) pemeriksaan dokumen rencana teknis dilaksanakan dengan
mempertimbangkan kelengkapan dokumen sesuai dengan fungsi dan
klasifikasi bangunan gedung.
(3) penilaian dokumen rencana teknis dilaksanakan dengan melakukan
evaluasi terhadap pemenuhan persyaratan teknis dengan
mempertimbangkan aspek lokasi, fungsi, dan klasifikasi bangunan gedung.
(4) penilaian dokumen rencana teknis bangunan gedung sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) wajib mendapat pertimbangan teknis tim ahli
bangunan gedung dalam hal bangunan gedung tersebut untuk kepentingan
umum.
(5) penilaian dokumen rencana teknis bangunan gedung yang menimbulkan
dampak penting, wajib mendapat pertimbangan teknis tim ahli bangunan
gedung dan memperhatikan hasil dengar pendapat publik.
(6) penilaian dokumen rencana teknis bangunan gedung fungsi khusus
dilakukan oleh pemerintah dengan berkoordinasi dengan pemerintah
daerah dan mendapat pertimbangan teknis dari tim ahli bangunan gedung,
serta memperhatikan hasil dengar pendapat publik.
(7) persetujuan dokumen rencana teknis diberikan terhadap rencana yang
telah memenuhi persyaratan sesuai dengan penilaian sebagaimana
37
Sementara IMB baru akan diterbitkan setelah adanya izin
lingkungan.90 usaha dan/atau kegiatan tanpa memiliki izin
lingkungan dapat dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1
(satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling
sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).91

Izin Lingkungan PT Bukit Alam Permata untuk Pembangunan


Apartemen Uttara The Icon diterbitkan melalui Surat Keputusan
Kepala Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Sleman Nomor:
660.2/037.3/IL/2015. Bahwa surat tersebut yang
menandatanganinya ialah Kepala Badan Lingkungan Hidup
Kabupaten Sleman, patut dicermati bahwa berdasarkan ketentuan
dalam Pasal 47 ayat 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan. Izin Lingkungan
diterbitkan oleh:
a. Menteri, untuk Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup atau
Rekomendasi UKL-UPL yang diterbitkan oleh Menteri;
b. gubernur, untuk Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup
atau Rekomendasi UKL-UPL yang diterbitkan oleh gubernur;
dan
c. bupati/walikota, untuk Keputusan Kelayakan Lingkungan
Hidup atau Rekomendasi UKL-UPL yang diterbitkan oleh
bupati/walikota.

dimaksud pada ayat (3) dalam bentuk persetujuan tertulis oleh pejabat
yang berwenang.
(8) pengesahan dokumen rencana teknis bangunan gedung dilakukan oleh
pemerintah daerah, kecuali bangunan gedung fungsi khusus oleh
pemerintah, berdasarkan rencana teknis beserta kelengkapan dokumen
lainnya dan diajukan oleh pemohon.
90 Pasal 36 Jo. Pasal 40 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Op.Cit.
91 Pasal 109, Ibid.
38
Bahwa kewenangan Badan Lingkungan Hidup Kabupaten ialah
untuk Pemeriksaan UKL-UPL dan penerbitan Rekomendasi UKL-
UPL.92

92 Pasal 40 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2012


tentang Izin Lingkungan menyatakan bahwa:
Pemeriksaan UKL-UPL dan penerbitan rekomendasi UKL-UPL sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 36 dan Pasal 37 dapat dilakukan oleh:
a. pejabat yang ditunjuk oleh menteri;
b. kepala instansi lingkungan hidup provinsi; atau
c. kepala instansi lingkungan hidup kabupaten/kota.
39
III. Kesimpulan dan Saran

40
A. Kesimpulan

Berdasakan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai


berikut, bahwa:
a. Penyelenggaraan bangunan gedung dimulai dari tahap
perencanaan, pada tahap itu harus diperhatikan mengenai
zonasi tata ruang bangunan gedung, izin pemanfaatan tanah,
izin lingkungan, dan izin mendirikan bangunan
b. Luas bangunan Apartemen Uttara The Icon, jika memang
berdasarkan hasil pembuktian di persidangan luasan
bangunan Apartemen Uttara The Icon ialah benar seperti
yang tertera pada dokumen UKL-UPL yakni seluas 9.662,1
m2, maka izin lingkungan Apartemen Uttara The Icon
memang sudah sesuai dengan peraturan perundang-
undangan, tetapi jika hasil pembuktian di persidangan
membuktikan bahwa luasan bangunan Apartemen Uttara
The Icon lebih dari 10.000 m2, maka izin lingkungan dari
Apartemen Uttara The Icon harus dibatalkan. Izin lingkungan
PT Bukit Alam Permata untuk pembangunan Apartemen
Uttara The Icon diterbitkan melalui Surat Keputusan Kepala
Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Sleman Nomor:
660.2/037.3/IL/2015. Bahwa surat tersebut yang
menandatanganinya ialah Kepala Badan Lingkungan Hidup
Kabupaten Sleman, sementara yang berwenang menerbitkan
izin lingkungan pada tingkat kabupaten ialah Bupati.
Pembangunan Apartemen Uttara The Icon dimulai pada
tanggal 28 November 2014 dengan ditandai dengan
peletakan batu pertama. Sementara itu izin lingkungan baru

41
dikeluarkan oleh Kepala Badan Lingkungan Hidup Kabupaten
Sleman pada tanggal 15 Juli 2015.

B. Saran
Adapun saran yang dapat direkomendasikan dari hasil
penelitian ini adalah:
a. Kepada Pemerintah Kabupaten agar dapat segera
menerbitkan RDTR melalui Peraturan Daerah.
b. Kepada aparat pemerintah pemberi izin agar dapat
memberikan izin sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

42
DAFTAR PUSTAKA

A. Jurnal, artikel, internet


Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta, “Gugatan Tata Usaha Negara
terhadp Surat Keputusan Kepala Badan Lingkungan Hidup
Kabupaten Sleman Nomor 660.2/037.3/Il/2015 Tentang Izin
Lingkungan Pt Bukit Alam Permata Untuk Kegiatan
Pembangunan Apartemen Uttara Icon Di Padukuhan
Karangwuni, Desa Caturtunggal, Kecamatan Depok,
Kabupaten Sleman, Seluas 1.660m2”.
http://daerah.sindonews.com/read/931206/151/apartemen-
uttara-the-icon-resmi-diluncurkan-1417409510 diakses pada
tanggal 7 februari 2016.

B. Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5059).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang, (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4725).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2002
Tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2002 Nomor 134, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4247).
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2012
Tentang Izin Lingkungan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2012 Nomor 48, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5285).
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia
Nomor 05 Tahun 2012 tentang Jenis Rencana Usaha
dan/atau Kegiatan yang Wajib Memiliki Amdal (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 408).
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 20/Prt/M/2011
tentang Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang
43
dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota. (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 953,).
Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 5 Tahun 2011 tentang
Bangunan Gedung (Lembaran Daerah Kabupaten Sleman
Tahun 2011 Nomor 1 Seri D, Tambahan Lembaran Daerah
Kabupaten Sleman Nomor 40).
Peraturan Bupati Sleman Nomor 49 Tahun 2012 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 5
Tahun 2011 tentang Bangunan Gedung (Berita Daerah
Kabupaten Sleman Tahun 2012 Nomor 11 Seri D).

44

Anda mungkin juga menyukai