Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Perkembangan ilmu pengetahuan telah merubah pola pikir dan persepsi kita
tentang kamar jenazah.saat ini kamar jenazah sebaiknya dilengkapi dengan
fasilitas fasilitas yang memadai sehingga dapat melakukan pelayanan dengan
baik.
Hal ini dimaksudkan untuk memberikan pelayanan yang terbaik bagi keluarga
jenazah.terutama karena meningkatkan kesadaran hukum, hak asasi manusia
serta secara berpikir yang kritis dan rasional. Selain itu untuk memberikan
perlakuan sebaik baiknya pada jenazah sebelum dikuburkan atau
diserahkan kepada keluarganya sebagai penghormatan terakhir.
Penanganan jenazah yang dilakukan oleh rumah sakit karena merupakan
kebutuhan sehingga fasilitas dan sumber daya manusia sangat minim. kamar
jenazah suatu rumah sakit,bukanlah satu-satunya pintu keluar pasien,
karena masih banyak pintu kesembuhan walaupun diakui bahwa kamar
jenazah merupakan bagian final keluarnya pasien yang telah benar - benar
tampa nyawa.
Di Rumah Sakit Paru Provinsi Jawa Barat, Unit kamar jenazah berada di
bagian belakang sebelah timur dimana alur untuk penanganan pelayanan
kamar jenazah sudah diatur. "kamar jenazah di Unit kamar jenazah tidak bisa
dilalui oleh orang yang tidak berkepentingan.lalu lintas hanya bias dilalui oleh
petugas Unit kamar jenazah.
BAB II
GAMBARAN
UMUM RUMAH
SAKIT
1. GAMBAR
AN UMUM
RUMAH
SAKIT PARU PROVINSI JAWA BARAT

Sebagai gambaran umum mengenai Rumah


Sakit Paru Provinsi Jawa Barat, diuraikan sebagai
berikut :

Rumah Sakit Paru Provinsi Jawa Barat terletak di perbatasan antara


Kabupaten Cirebon dan Kabupaten Kuningan tepatnya di Desa Sidawangi
Kecamatan Sumber Kabupaten Cirebon dan Desa Nanggela Kecamatan
Mandirancan Kabupaten Kuningan.

Awalnya Rumah Sakit Paru Provinsi Jawa Barat merupakan suatu


Sanatorium Sidawangi yang didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda pada
tahun 1939 yang ditujukan untuk mengisolasi penderita penyakit Tuberkulosa
Paru (TB Paru) untuk menekan penularan / penyebaran penyakit TB Paru,
dimana pada masa itu angka kematian akibat penyakit TB Paru sangat tinggi.

Pendirian Sanatorium Sidawangi ini diawali oleh Yayasan Yayasan


Penanggulangan Pemberantasan Penyakit Paru Paru ( P5) yang
bekerjasama dengan Pemerintah Hindia Belanda mengadakan Pasar Malam
di lapangan Kebumen Cirebon pada tahun 1938, dalam kegiatan itu digalang
dana dari masyarakat untuk pembangunan Sanatorium Sidawangi yang
dibangun diatas tanah seluas kurang lebih 10 Hektar, yang terletak di pasir
anjing Desa Sidawangi Kecamatan Sumber Kabupaten Cirebon. Hasilnya
berupa bangunan sebanyak 17 buah, empat diantaranya merupakan
bangunan yang digunakan untuk merawat penderita sebanyak 60 (enam
puluh) tempat tidur. Pada tanggal 21 Nopember 1939 Sanatorium Sidawangi
diresmikan oleh Gubernur Jenderal Carda Stockenberg. Selanjutnya
pengawasan Sanatorium diserahkan kepada dr. Tong Siong Beng.
Pada tahun 1942 bersamaan dengan datangnya Penjajah Jepang,
pengawasan Sanatorium diserahkan dari dr. H. Abdul Fatah kepada dr. Hko
Pek Gwan dan dijadikan sebagai tempat evakuasi dari RSU Kesambi dan RS
Bersalin Pamitran.
Pada tahun 1948 Sanatorium Sidawangi oleh Palang Merah Militer
Belanda dirubah fungsinya menjadi Rumah Sakit Umum Sidawangi, yang
juga digunakan untuk merawat para Gerilyawan RI terutama para Perwira
TNI.Pada tahun 1950 fungsi Rumah Sakit Umum dikembalikan kepada
fungsi semula sebagai Sanatorium Sidawangi yang khusus merawat pasien
penderita penyakit TB Paru.
Pada tahun 1953 ketika pimpinan Sanatorium diserah terimakan
dari dr. Tong Siong Beng kepada dr. Liem Ghiek Djiang, dilakukan
penambahan gedung sehingga dapat menampung 80 (delapan Puluh)
tempat tidur. Pada tahun ini pula terjadi penyerangan oleh DI/ TII, yang
disertai pembakaran Pada bangunan dan peralatan kedokteran seperti alat
Rontgen dan doorlight, serta penjarahan pada barang-barang pasien dan
karyawan yang berada di asrama. Walaupun sempat mendapat serangan DI/
TII sebanyak dua kali tetapi karyawan tidak goyah dan tetap bekerja seperti
biasa.
Pada tahun 1978, Sanatorium Sidawangi diubah menjadi Rumah
Sakit Tuberkulosa Paru (RSTP) Sidawangi dan menjadi Unit Pelaksana
Teknis yang berada dibawah Direktorat Jenderal Pelayanan Medik
Departemen Kesehatan Republik Indonesia berdasarkan Surat Keputusan
Menteri Kesehatan RI No.137 tahun 1978.
Pada tahun 2002, RSTP Sidawangi diserahkan kepemilikannya
kepada Pemerintah Provinsi Jawa Barat, berdasarkan Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 909/ Menkes/ SK/VIII/2001.
Kemudian direspon oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan namanya
diubah menjadi RUMAH SAKIT PARU SIDAWANGI berdasarkan Peraturan
Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor. 6 Tahun 2002 tentang Perubahan Atas
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor. 16 Tahun 2000 tentang
Lembaga Teknis Daerah Provinsi Jawa Barat.
Pada tahun 2008 Rumah Sakit Paru Sidawangi dirubah menjadi
RUMAH SAKIT PARU PROVINSI JAWA BARAT berdasarkan Perda
provinsi Jawa Barat No. 23 tahun 2008 tentang Organisasi dan tata kerja
Rumah Sakit Daerah Provinsi Jawa Barat.
Pada tanggal 11 Agustus 2016 Rumah sakit Paru Provinsi Jawa
Barat telah ditetapkan menjadi Rumah sakit khusus kelas B berdasarkan
keputusan Kepala Badan Penanaman Modal dan perizinan terpadu (BPMPT)
Provinsi Jawa Barat dan berdasarkan Peraturan Gubernur Jawa Barat
Nomor 84 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi Unit
Pelaksana Teknis Dinas dan Badan di lingkungan Pemerintah Daerah
Provinsi Jawa Barat berubah menjadi UPTD Dinas Kesehatan Provinsi Jawa
Barat dengan mempunyai tugas pokok dan fungsi sebagai berikut:
Tugas Pokok :
Melakasanakan Pelayanan Penunjang Penyelenggaraan Pemerintah
Daerah di Bidang Kesehatan Paru
Fungsi :

- Peyelenggaraan usaha pelayanan medis penyakit paru;


- Penyelenggaaraan pelaksanaan usaha pelayanan penujang medis
- Penyelenggaran usaha perawatan penderita dan kegawatdaruratan
penyakit paru;
- Penyelenggaraan pelaksanaan usaha rehabilitasi medis penyakit paru;
- Penyelenggaran pelaksanan system rujukan (system referral)

Keberhasilan dan kekurangan dalam proses pelaksanaan kegiatannya


sebagai pelayanan kesehatan kepada masyarakat tidak lepas dari sosok
pemimpin yang mengendalikan institusinya, berikut para Direktur yang
pernah memimpin sanatorium sidawangi sampai menjadi Rumah Sakit Paru
Provinsi Jawa Barat.

Tahun 1939 - 1953 : Dr. Tong Siong Beng

Tahun 1953 : Dr. Liem Ghiek Djiang

Tahun 1953 - 1967 : Dr. Brenesen

Tahun 1967 - 1983 : Dr. Soeripto Hadiwiyono

Tahun 1983 - 1985 : Dr. Mumun Siradj


Tahun 1985 - 1986 : Dr. Achmad Ali

Tahun 1986 - 1990 : Dr. Budi Sadjarwa AM

Tahun 1990 - 1994 : Dr. Nandang Basar, Sp.P

Tahun 1994 November : dr. H. Yulino Amrie, Sp.P. M.Kes


1999

November 1999 : dr. H. Hady Sutjipto,Sp.P


September 2006

September 2006 Januari : Drs. Yan Suryana S.W.MM (Plt


2009 Direktur

Oktober 2011 Mei 2013 : dr. R.M Wahyu Suryaputra. MPH

Mei 2013 Maret 2015 : Awan Tanuwijaya, S.Sos (Plt


Direktur)

Maret 2015 Desember : dr. Endang Noersita Daim. MPH


2016

1 Januari 2017 Juli 2017 : dr. Endang Noersita Daim. MPH


(plt direktur)

Agustus 2017 - Sekarang : dr. Hadri Pramono. MARS

Pencapaian target kinerja tersebut tidak lepas dari pengaruh berbagai


faktor baik faktor internal yang masih dalam kendali Rumah Sakit maupun
faktor eksternal yang di luar kendali Rumah Sakit namun masih bisa
diantisipasi oleh Rumah Sakit dengan melakukan analisa dan penetapan
kebijakan Rumah Sakit dalam mencapai Visi dan Misi Rumah Sakit untuk
mendukung Visi Jawa Barat yaitu Maju dan Sejahtera untu Semua dan
dalam meningkatkan derajat Kesehatan Paru Masyarakat Jawa Barat
khususnya wilayah Jawa Barat bagian timur.

1. FAKTOR INTERNAL
Kondisi internal Rumah Sakit Paru Provinsi Jawa Barat yang secara
langsung maupun tidak langsung sangat mempengaruhi keberhasilan
dalam peningkatan pengembangan Rumah Sakit meliputi peningkatan
pelayanan, keuangan, organisasi dan sumber daya manusia, serta
sarana dan prasarana.

a. Pelayanan

Rumah Sakit Paru Provinsi Jawa Barat mempunyai tugas


melaksanakan Pelayanan penunjang penyelenggaraan Pemerintah
Daerah Bidang Kesehatan Paru. Pelayanan diarahkan untuk
memberikan pelayanan kepada seluruh masyarakat/penduduk baik
pasien mampu atau tidak mampu. Upaya-upaya peningkatan
pelayanan selalu digalakan dalam rangka memberikan kepuasan
masyarakat, meningkatkan mutu dan keselamatan pasien. Rumah
Sakit Paru Provinsi Jawa Barat menyelenggarakan pelayanan
kesehatan kepada masyarakat dalam berbagai unit pelayanan, yaitu:
1. Instalasi Rawat Jalan
2. Instalasi Rawat Inap
3. Instalasi Rawat Darurat
4. Instalasi Laboratorium
5. Instalasi Farmasi
6. Instalasi Gizi
7. Instalasi Radiologi
8. Instalasi Perawatan Intensif/ICU
9. Instalasi Penyehatan Lingkungan Rumah Sakit (IPLRS)
10. Pelayanan Medik Lainnya, terdiri dari Pelayanan EKG,
Broncoscopy dan spirometri.
Secara keseluruhan pelayanan yang dilakukan oleh Rumah Sakit
Paru Provinsi Jawa Barat cenderung ada peningkatan yang dilihat
dari berbagai aspek yaitu :
1. Customer Acquistion indikator ini digunakan untuk mengukur
sampai sejauh mana minat pasien baru menggunakan jasa
layanan yang disediakan Rumah Sakit Paru Provinsi Jawa
Barat.
2. Customer loyality, ini bertujuan untuk mengukur sampai
sejauh mana Rumah Sakit Paru Provinsi Jawa Barat mampu
mempertahankan pasien lama (kunjungan ulang) untuk
menggunakan jasa layanan yang disediakan.
3. Keluhan pasien: Indikator ini untuk mengukur sampai sejauh
mana kepuasan pasien terhadap layanan yang diberikan,
survey kepuasan pelanggan/masyarakat terhadap kualitas
pelayanan dan unsur penunjang pelayanan Rumah Sakit
dilaksanakan 2 kali selama setahun.

4. Quality of Place

Terdapat tiga indikator yang menggambarkan secara agregat


kualitas fisik layanan Rumah Sakit yaitu :

1) Angka Penggunaan Tempat Tidur (Bed Occupation


Ratio =BOR),

yaitu prosentase pemakaian tempat tidur pada satu waktu


tertentu. Indikator ini memberikan gambaran tinggi
rendahnya tingkat pemanfaatan tempat tidur Rumah Sakit
Paru Menurut Departemen Kesehatan RI (tahun 2005), nilai
parameter BOR yang ideal adalah antara 60-85%, dihitung
berdasarkan rumus, BOR = ((Jumlah hari perawatan
Rumah Sakit / (Jumlah tempat tidur x Jumlah hari dalam
satu periode)) x 100%. pemanfaatan tempat tidur Menurut
Departemen Kesehatan RI, Rumah Sakit Paru dalam
keadaan belum optimal yaitu dengan BOR 51% .
b). Angka Perputaran Tempat Tidur (Bed Turn Over = BTO),
Yaitu frekuensi pemakaian tempat tidur pada satu periode,
berapa kali tempat tidur dipakai dalam satu satuan waktu
tertentu. Menurut Departeman Kesehatan RI (tahun 2005),
idealnya dalam satu tahun satu tempat tidur rata-rata
dipakai 88.42 kali, dihitung berdasarkan rumus, BTO =
Jumlah pasien keluar (hidup + mati) / Jumlah tempat tidur.
Indikator ini untuk mengukur frekuensi pemakaian tempat
tidur dalam satuan waktu. Rata-rata frekuensi pemakaian
tempat tidur selama tahun 2016 (93.72) mengalami
penurunan dibanding tahun 2015.
2) Tenggang Perputaran (Turn Over Interval=TOI)
Adalah hari rata-rata di mana tempat tidur tidak ditempati
dari setelah diisi ke saat terisi berikutnya. Indikator ini
memberikan gambaran tingkat efisiensi penggunaan
tempat tidur. Menurut Departemen Kesehatan RI, idealnya
tempat tidur kosong tidak terisi pada kisaran 1 - 3 hari,
dihitung berdasarkan rumus, TOI = ((Jumlah tempat tidur x
periode) hari perawatan) / Jumlah pasien keluar
(hidup+mati). TOI tahun 2016 (0.97) mengalami penurunan
dibanding tahun 2015 hal ini diakibatkan tingginya
kunjungan dengan tingkat morbiditas yang meningkat
sehingga diperlukan adanya kebijakan agar proses
perawatan pasien berjalan lancar dengan tidak mengurangi
kualitas pelayanan.

Berdasarkan indikator-indikator kinerja diatas, quality of place


Rumah Sakit Paru Provinsi Jawa Barat relatif masih dalam
kisaran yang diperkenankan oleh Kementerian Kesehatan.
Kondisi tersebut secara relatif terkait pengembangan
infrastruktur dan budaya kerja insan Rumah Sakit yang belum
sepenuhnya berkorelasi langsung terhadap peningkatan
kualitas fisik layanan.

5. Quality of Place

Kualitas Layanan Rumah Sakit dapat tergambar dari indikator


mutu yang telah ditetapkan sebagai perjanjian kinerja dengan
Pemerintah sebagai berikut :

a) Angka kematian Kasar (Gross Death Rate=GDR) :


digunakan untuk menilai angka kematian umum untuk setiap
1000 penderita keluar, dihitung berdasarkan rumus, GDR =
(Jumlah pasien mati seluruhnya/Jumlah pasien keluar
(hidup+mati)) x 1000.
Tahun 2016 rata-rata Angka Kematian Kasar 2.23% mengalami
penurunan dibandingkan tahun 2015 dimana masih di bawah
standar nasional yaitu tidak lebih dari 45 per 1000 penderita
keluar.
b) Indikator Kepuasan Masyarakat
Digunakan untuk mengetahui Indeks Kepuasan Masyarakat
terhadap kinerja pelayanan yang diberikan oleh Rumah Sakit
pada Tahun 2016 Indeks Kepuasan Masyarakat Rumah Sakit
Paru Provinsi Jawa Barat mencapai 75.3% ada peningkatan
dibandingkan Tahun 2015.
C). Angka Kesembuhan Pasien
Pemberantasan penyakit TBC merupakan Program Nasional
dalam menurunkan angka kematian yang disebabkan oleh
penyakit TBC dimana saat ini kecenderungan adanya resistensi
terhadap kuman TBC dan peningkatan penderita TBC, oleh
karena itu Rumah Sakit Paru untuk meningkatkan angka
kesembuhan TB dilakukan kerja sama dengan Instansi
pemberian Pelayanan Kesehatan Kabupaten Kota sewilayah III
Cirebon. Angka kesembuhan pasien pada Tahun 2016 mencapai
62% lebih tinggi daripada tahun 2015.

b. Keuangan

Dengan ditetapkannya Rumah Sakit Paru Provinsi Jawa Barat


sebagai BLUD seharusnya seluruh pendapatan seluruh yang
diterimanya dapat digunakan langsung untuk membiayai seluruh
kegiatan BLUD yang tercantum dalam RBA, serta diperbolehkannya
BLUD untuk melakukan investasi dan hutang namun saat ini
pendapatan yang ada masih di setorkan ke kas Daerah.

Fleksibilitas BLUD ini diharapkan mampu mendorong kinerja layanan


yang juga berpengaruh pada peningkatan pendapatan Rumah
Sakit . Pendapatan inilah yang akan menentukan kemandirian
Rumah Sakit dengan membandingkan pendapatan jasa layanan
Rumah Sakit dengan biaya yang dikeluarkan.
Dengan peningkatan pendapatan fungsional diharapkan Rumah
Sakit dapat lebih mandiri dalam membiayai kegiatan-kegiatan yang
direncanakannya dalam rangka peningkatan pelayanan kepada
masyarakat.. Rumah Sakit Paru Provinsi Jawa Barat dalam
pembiayaannya menggunakan dana dari APBD dan APBN.

c. Organisasi dan Sumber Daya Manusia


Peningkatan dan penambahan pelayanan serta menggantikan
pegawai dengan yang baru, serta adanya sistem pembagian tugas
yang jelas, kualitas dan kuantitas Sumber Daya Manusia masih perlu
ditingkatkan terutama tenaga fungsional, untuk menunjang
pelaksanaan pelayanan medis spesialis, pelayanan keperawatan
profesional dengan metoda Metoda Pelayanan Keperawatan
Profesional (MPKP) serta pelayanan Penunjang lainnya.

Upaya meningkatkan kualitas SDM terus dilaksanakan melalui


pendidikan/pelatihan baik formal maupun non formal.

Namun demikian, masih perlu adanya peningkatan komitmen dari


pegawai untuk memberikan pelayanan prima kepada pelanggan
Rumah Sakit Paru Provinsi Jawa Barat

Berdasarkan Daftar Urut Kepangkatan yang terdapat pada Rumah


Sakit Umum Daerah Tahun 2017, diperoleh susunan kepegawaian
sebagai berikut :

1. Pejabat Struktural Rumah Sakit Paru berjumlah 4 Orang , terdiri


dari :
a. Pejabat eselon III a 1 Orang
b. Pejabat eselon IV 3 Orang
2. Seluruh Pegawai dan karyawan Rumah Sakit Paru,
berjumlah 233 Orang , terdiri atas: 171 PNS dan 62 orang
Tenaga BLUD
a. Tenaga dokter 12 Orang
b. Tenaga Keperawatan 72 Orang
c. Tenaga Penunjang Medis 37 Orang
d. Tenaga Administrasi 50 Orang
e. Karyawan BLUD 62 Orang (terdiri dari
dokter, Perawat, Nakes dan tenaga administrasi)

d. Sarana dan Prasarana


Dengan semakin berkembangnya tuntutan pasien, Rumah Sakit
terus melakukan peningkatan sarana dan prasarana pelayanan
kesehatan antara lain melakukan review Master Plan Tahun 2016
dan DED Tahun 2017 sehingga diharapkan kedepan Rumah Sakit
Paru Provinsi Jawa Barat memiliki gedung sesuai dengan standar
perumasakitan. Sehingga masyarakat nyaman dalam mendapatkan
pelayanan kesehatan.

e. Kekuatan yang dimiliki Rumah Sakit Paru Provinsi Jawa Barat


1) Adanya pengembangan pembangunan Provinsi Jawa Barat yaitu
adanya pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat, Tol
Cipali dan Pelabuhan Cirebon.
2) Dukungan stake holder yang menjadikan Rumah Sakit Paru
sebagai UPTD unggulan pelayanan publik, bidang kesehatan
paru.
3) Status Rumah Sakit Paru Provinsi Jawa Barat sebagai Badan
Layanan Umum Daerah (BLUD).
4) Lingkungan Rumah Sakit yang masih hijau, banyak pohon-
pohonan.
5) Penambahan Jenis Pelayanan Lokasi Rumah Sakit Paru
Provinsi Jawa Barat yang strategis sebagai Rumah Sakit yang
berada di wilayah pebatasan Jawa Barat dan Jawa Tengah.
6) Memiliki lahan yang luas yang masih bisa dikembangkan.
7) Pembangunan/pengembangan sarana dan prasarana Rumah
Sakit.
8) Kualitas Sumber Daya Manusia yang siap mendukung
pengembangan pelayanan.
9) Pusat Rujukan & Jejaring Pendidikan.

f. Kelemahan yang dimiliki Rumah Sakit Paru Provinsi Jawa Barat


1) Masih kurangnya jumlah tenaga medis Spesialis Paru dan
Spesialis lainnya dalam memenuhi kebutuhan operasional
Rumah Sakit khusus kelas B, sesuai standar yang ditetapkan,
dan mendukung pengembangan jenis layanan.
2) Belum optimalnya budaya organisasi yang mendukung
pengembangan pelayanan kesehatan Rumah Sakit secara
optimal.
3) BLUD belum dilaksanakan sepenuhnya.
4) Jumlah dana operasional masih terbatas.
5) Struktur organisasi yang ada saat ini belum sesuai dengan
peraturan Peerumah sakitan
6) Kurang tertibnya penataan administrasi aset dan pemeliharaan
sebagai pendukung jaminan mutu pelayanan kesehatan Rumah
Sakit.
7) Pemasaran belum dikemas dengan baik sehingga produk
layananan kurang dikenal masyarakat.
8) Fasilitas fisik (bangunan) masih kurang lengkap.
9) Kualitas dan kuantitas Sumber Daya Manusia rata-rata masih
kurang.
10) Kualitas Pelayanan belum optimal.
11) Program SIM-RS terpadu belum dilaksanakan secara optimal.
12) Motivasi dan produktivitas Sumber Daya Manusia belum
optimal.
13) Kurangnya Keterlibatan komite dalam decision making.
14) Kepatuhan terhadap SOP belum optimal.
15) Pengembangan Karir staf belum proporsional.

2. FAKTOR EKSTERNAL

Faktor eksternal adalah kondisi di luar Rumah Sakit Paru yang secara
langsung maupun tidak langsung mempengaruhi keberhasilan Rumah
Sakit dalam mencapai tujuannya.

Rumah Sakit Paru tidak mampu untuk mengendalikan faktor eksternal


sesuai dengan apa yang diinginkan untuk masa yang akan datang,
namun analisis terhadap faktor eksternal cukup membantu untuk
melakukan langkah antisipatif jika terjadi perubahan lingkungan ekternal
tersebut. Cakupan analisis kondisi eksternal tersebut tergambar pada
bidang pelayanan, keuangan, organisasi dan Sumber Daya Manusia
serta sarana dan prasarana yang dipengaruhi oleh undang-undang,
kebijakan pemerintah, keadaan persaingan, keadaan perekonomian
baik nasional maupun internasional, perkembangan sosial budaya, dan
perkembangan teknologi.

1. Pesaing

Industri Rumah Sakit saat ini mengalami persaingan yang ketat


dengan semakin mudahnya perizinan pendirian Rumah Sakit
swasta. Lokasinya pun saat ini sudah tidak lagi mempertimbangkan
jarak antar Rumah Sakit , sehingga persaingan sangat
mengandalkan kualitas pelayanan, biaya perawatan dan tenaga
medis yang ditawarkan. Dampak dari persaingan yang ketat ini,
Rumah Sakit dituntut untuk membuat inovasi dan strategi untuk
mendapatkan pasien.

Rumah Sakit yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan yang ada


kini telah banyak tersedia. Disamping milik pemerintah kini telah
banyak pula fasilitas pelayanan kesehatan yang didirikan oleh pihak
swasta, mulai dari balai pengobatan hingga Rumah Sakit berskala
internasional. Jumlah kunjungan pasien ke berbagai fasilitas tersebut
juga menunjukkan kecenderungan yang positif. Ini mengindikasikan
bahwa kesadaran masyarakat terhadap kesehatan dan pelayanan
medis makin meningkat. Kesehatan menjadi suatu hal yang penting
untuk diperhatikan, karena merupakan modal dasar bagi suatu
bangsa untuk maju dan berkembang. Selain itu pelayanan penyakit
Paru juga diberikan oleh Rumah Sakit-Rumah Sakit lainnya.

Tidak terkecuali perkembangan sarana pelayanan kesehatan di


Kabupaten Cirebon, Kota Cirebon dan Kabupaten Kuningan telah
tumbuh dan berkembang beberapa Rumah Sakit swasta.

Rumah Sakit Paru Provinsi Jawa Barat merupakan lima dari Rumah
Sakit milik Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat. Selain Rumah
Sakit Paru Provinsi Jawa Barat.

Saat ini Rumah Sakit Paru Provinsi Jawa Barat telah meningkatkan
sarana dan prasarana untuk menunjang peningkatan pelayanan.
Namun disisi lain, kurangnya tenaga dokter spesialis khususnya
spesialis paru sehingga pelayanan yang diberikan kepada pasien
kurang optimal.

2. Penetapan tarif jasa layanan

Tarif yang ada saat ini belum menggambarkan adanya jasa layanan
dan jasa Rumah Sakit dan tidak berdasarkan perhitungan unit cost.
Sehingga hal ini belum bisa menutupi biaya operasional.

3. Perluasaan Kepesertaan BPJS

Dengan perluasan kepesertaan BPJS tersebut, diharapkan peserta


BPJS yang menggunakan jasa pelayanan kesehatan di Rumah Sakit
Paru Provinsi Jawa Barat akan meningkat, dan pada akhirnya akan
meningkatkan pendapatan Rumah Sakit.

4. Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan


konsumen.

Kesadaran masyarakat yang lebih mengedepankan tuntutan atas


pemenuhan hak-hak pelanggan/pasien terhadap layanan Rumah
Sakit (yang berkaitan dengan konsekuensi hukum sesuai undang-
undang Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindugan konsumen),
sehingga tuntutan profesionalisme layanan demi kepuasan
pelanggan mutlak harus dilakukan oleh Rumah Sakit .

5. Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 41 Tahun 2016


Tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Pejabat Pengelola Dan
Pegawai Yang Berhasil Dari Non Pegawai Negeri Sipil Pada
Perangkat Daerah/Unit Kerja Perangkat Daerah Yang Menerapkan
Pola dimungkinkan pula Rumah Sakit Paru Provinsi Jawa Barat
mempekerjakan Pegawai Non PNS untuk memperkuat posisi Rumah
Sakit dalam peningkatan pelayanan dan persaingan dengan Rumah
Sakit lain. S
6. Adanya Perubahan Organisasi

Dengan diberlakukannya undang-undang nomor 23 taun 2014


tentang Pemerintah Daerah, Rumah sakit Paru yang sebelumnya
merupakan Lemnaga Tekhnis Daerah menjadi Unit Pelaksana Teknis
Daerah (UPTD) Dinas Kesehatan , sehingga hal ini menambah
panjang Birokrasi terutama dalam hal pengelolaan keuangan..
7. Peraturan-peraturan yang memayungi pelaksanan BLUD
Saat ini peraturan-peraturan gubernur yang memayungi pelaksanaan
BLUD belum semuanya ada sehinga hal ini menyulitkan Rumah Sakit
Paru untuk menjalankan PPK-BLUD dengan optimal.
8. Fluktuasi Tarif Dasar Listrik (TDL)dan Bahan Bakar Minyak
(BBM)
Tidak mementunya TDL dan BBM tersebut akan berdampak pula
pada kenaikan harga-harga barang termasuk harga obat-obatan dan
alat-alat kesehatan.

9. Peluang yang Dihadapi Rumah Sakit Paru Provinsi Jawa Barat

a. Undang-undang Rumah Sakit Nomor. 44 Tahun 2009 tentang


Rumah Sakit , Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang
SJSN, Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah serta Undang-undang Nomor 33 tahun
2004 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah.
b. Jaminan Pembiayaan oleh BPJS
c. Perkembangan Teknologi Medik
d. Adanya good will dari Gubernur sebagai Pemerintah Daerah
Provinsi Jawa Barat dalam peningkatan kinerja pelayanan publik
dengan penerapan PPK-BLUD.
e. Adanya keinginan (needs) dan pemanfaatan fasilitas kesehatan
oleh masyarakat (demand) yang cukup tinggi.
f. Program MDGs Kementrian Kesehatan
g. Adanya kerja sama dengan Institusi Pendidikan (kesehatan)
dengan menggunakan Rumah Sakit Paru sebagai lahan praktek,
penelitian dan pengembangan, sebagai potret kualitas / mutu
pelayanan RS.
h. Partisipasi masyarakat terhadap pendidikan kesehatan (health
minded) cukup baik.
i. Berdirinya perusahaan-perusahaan swasta disekitar Rumah Sakit
Paru.
j. Adanya Anggaran dari APBD yang memadai.
10. Ancaman yang dihadapi Rumah Sakit Paru Provinsi Jawa Barat
a. Trend kunjungan pasien menurun.
b. Regulasi tenaga profesi / ahli.
c. Berdirinya sarana pelayanan kesehatan baik Swasta maupun
Pemerintah dengan fasilitas peralatan medik canggih dan
lengkap
d. Tuntutan masyarakat yang semakin tinggi terhadap mutu
pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan lengkap, yang
akan mengalihkan masyarakat mencari pelayanan kesehatan ke
Rumah Sakit lain.
e. Kondisi krisis ekonomi dan moneter sulit diprediksi yang sangat
berpengaruh terhadap daya beli masyarakat dan berpengaruh
terhadap kenaikan harga alkes dan obat.
f. Regulasi pengelolaan BLUD yang belum sepenuhnya diterbitkan
untuk mengatur dana dari pendapatan.
g. Kenaikan Tarif dasar listrik dan BBM.
h. Era Masyarakat ekonomi asean (MEA), masuknya modal asing
dan fasilitas kesehatan swasta luar negeri.

BAB III
VISI, MISI, DAN TUJUAN RUMAH SAKIT
1. VISI DAN MISI
A. V I S I
Visi adalah tujuan ke depan yang ingin dicapai oleh Rumah Sakit
agar berkarya, konsisten dan eksis, antisipatif, motivatif serta produktif.
Visi merupakan gambaran keadaan masa depan dengan berisikan cita
dan citra yang ingin diwujudkan.
Rumah Sakit Paru Provinsi Jawa Barat sebagai rumah sakit
merupakan Institusi pelayanan publik yang bertanggungjawab kepada
Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang dalam hal ini Dinas Kesehatan
Provinsi Jawa Barat, tentunya dalam menentukan Visinya tentu merujuk
kepada Visi Provinsi Jawa Barat, sebagai tujuan dari Daerah Provinsi
Jawa Barat yaitu Pemerintah Jawa Barat Maju untuk Semua
Selaras dengan visi Provinsi Jawa Barat maka Rumah Sakit Paru
menetapkan visi yaitu Menjadi Rumah Sakit Paru dan Saluran
Pernafasan yang Handal dan Terlengkap Berkelas Dunia.

B. MISI
Misi adalah upaya-upaya atau tahapan-tahapan pelaksanaan
dalam rangka mewujudkan visi. Dengan memperhatikan Misi Provinsi
Jawa Barat, yaitu :

1. Membangun masyarakat yang


berkualitas dan berdaya saing
2. Membangun perekonomian yang
kokoh dan berkeadilan.
3. Meningkatkan kinerja
Pemerintahan, profesionalisme Aparatur, dan perluasan partisipasi
publik.
4. Mewujudkan Jawa Barat yang
nyaman dan pembangunan infrastruktur stategis yang berkelanjutan.
5. Meningkatkan kehidupan sosial,
seni dan budaya, peran Pemuda dan olah raga serta pengembangan
pariwisata dalam bingkan kearifan lokal.

Fungsi Rumah Sakit adalah mengupayakan masyarakat dengan segala


tindakan pelayanan kesehatan, sehingga masyarakat menjadi sehat
agar hidupnya lebih bermaksan, bila kita telaah dan cermati maka fungsi
tersebut berimplementasi kepada tahapan-tahapan pelaksanaan atau
dari misi ke 1 (satu ) dari misi provinsi jawa Barat, maka Rumah Sakit
Paru Provinsi Jawa Barat mempunyai misi, sebagai berikut :
1. Meningkatkan pelayanan kesehatan paru dan saluran pernafasan,
kedokteran klinis, dan onkologi paru secara komprehensif, holistik,
dan bertaraf internasional.
2. Menyediakan sarana dan prasarana tercanggih dan terlengkap
disertai pengembangan sumber daya manusia yang berkarakter,
terampil dan berdaya saing global dalam rangka mendukung tata
kelola klinis paru yang baik (good pulmonary clinical governance).
3. Menjadi pusat pendidikan, pelatihan dan penelitian serta
pengembangan di bidang kesehatan paru dan saluran pernafasan
yang terdepan.
4. Menjalin kemitraan strategis di bidang kesehatan paru dan saluran
pernafasan dengan institusi lain baik dalam maupun luar negeri.
5. Meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap kesehatan paru dan
saluran pernapasan melalui pengembangan tourism hospital yang
ramah lingkungan (eco friendly).

C. NILAI-NILAI RUMAH SAKIT


Rumah Sakit Paru Provinsi Jawa Barat memiliki nilai-nilai yang
tercermin dari sikap kerja pegawai Rumah sakit Paru, yaitu:
a. Terpercaya adalah suatu
keadaan yang mengutamakan kebenaran, yakin akan kemampuan
untuk memenuhi harapan.
b. Profesionalisme adalah
bekerja efektif dan efisien sesuai dengan keahlian, keterampilan,
kreatifitas tinggi, tentunya sesuai dengan Standar Operasional
prosedur yang telah ditetapkan serta senantiasa mengembangkan
diri untuk memberikan pelayanan yang terbaik.
c. Kepuasan pelanggan
adalah mengerti kebutuhan pelanggan, memberi solusi serta
pelayanan terbaik terhadap pelanggan.
d. Peduli adalah:
- Sebuah nilai dasar dan sikap memperhatikan dan bertindak pro
aktif, responsive, dan sensitive terhadap kondisi/keadaan di
sekitar kita
- Suatu tindakan yang didasari pada keprihatinan terhadap
masalah orang lain
- Sikap untuk memperhatikan nilai kemanusiaan, selalu tergerak
membantu kesulitan manusia lainnya
e. Tanggung jawab adalah
melakukan segala sesuatu sesuai janji atau kesepakatan
f. Kerjasama adalah:
- Mengoptimalkan potensi yang dimiliki oleh setiap orang untuk
mencapai tujuan bersama
- Saling mendukung dan menyelesaikan tugas bersama sesuai
dengan pembagian tanggung jawab yang telah disepakati

D. MEANING STATEMENT
Meaning Statement Rumah Sakit Paru adalah Menjaga Kesehatan
Paru Yang Berkualitas Untuk Hidup Lebih Bermakna

E. TUJUAN, SASARAN DAN STRATEGI


1. Tujuan
Tujuan merupakan penjabaran atau implementasi dari pernyataan
misi yang akan dicapai atau dihasilkan dalam tahun 2017 dan
bersifat idealistik yang mengandung nilai-nilai keluhuran dan
keinginan yang kuat untuk melakukan perubahan kearah yang lebih
baik dan akan menjadi arah perjalanan pemerintahan.

Dari berbagai permasalahan yang dapat diidentifikasi, maka untuk


pencapaian misi harus ditetapkan tujuan yang ingin dicapai untuk
mewujudkan Misi Rumah Sakit Paru Provinsi Jawa Barat, adapun
tujuan yang ingin dicapai tersebut yaitu :

1. Mewujudkan pelayanan kesehatan kepada


masyarakat secara Paripurna.
2. Mewujudkan tata kelola klinis yang baik.
3. Mewujudkan Fasilitas dan Sumber Daya
Manusia Rumah Sakit menjadi Pusat Pendidikan, Pelatihan,
dan Penelitian
4. Mewujudkan sinergitas dengan instansi pemberi
pelayanan kesehatan (PPK) lain dalam rangka pencegahan
dan pemberantasan penyakit TB Paru.
5. Mewujudkan kesadaran masyarakat berprilaku
hidup sehat dalam memelihara kesehatan paru.

2. SASARAN
Untuk mencapai suatu tujuan secara terukur dan nyata dalam
jangka waktu tertentu dijabarkan dalam suatu sasaran. Sasaran
yang ditentukan menggambarkan hal yang ingin dicapai dalam 1
(satu) tahun melalui tindakan-tindakan yang akan dilakukan untuk
mencapai tujuan yang akan datang, sehingga bersifat spesifik,
terinci dapat diukur dan dapat dicapai.

Adapun sasaran yang ingin dicapai sebagai berikut :

1. Terciptanya Pelayanan Kesehatan Paru dan saluran


pernafasan yang cepat, tepat dan akurat secara komperhensif
meliputi promotif, prefentif, kuratif dan Rehabilitatif
2. Terselenggaranya pelayanan kesehatan dengan baik
bedasarkan standar pelayanan yang tinggi dengan lingkungan
kerja yang memiliki profesionalisme tinggi.
3. Terwujudnya kualitas dan kuantitas Sumber Daya Rumah Sakit
dalam Mendukung mejadi pusat, pendidikan, pelatihan dan
penelitian.
4. Terciptanya kerjasama saling menguntungkan dengan Instansi
Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) Kab/kotaSewilayah III
Provinsi Jawa Barat
5. Terciptanya kesadaran masyarakat untuk berprilaku hidup
sehat menjaga dan memelihara kesehatan paru.
3. STRATEGI
Untuk mewujudkan Visi dan Misi Rumah Sakit yang telah ditetapkan, rencana
strategis berfokus pada penguatan sumber daya baik sarana maupun prasarana dan
ketenagaan, rencama strategis yang akan dilaksanakan merupakan kelanjutan dari
renstra sebelumnya, yang mulai di fokuskan pada peningkatan mutu, dan
pengembangan pelayanan untuk itu diperlukan suatu strategi dalam pencapaian
target yang telah ditetapkan meliputi :
Misi : Meningkatkan pelayanan kesehatan paru dan saluran
Perta pernafasan, kedokteran klinis, dan onkologi paru
ma secara komprehensif, holistik, dan bertaraf
internasional.
Strate : 1. Perluasan dan peningkatan pelayanan yang bermutu.
2. Peningkatan Pelayanan menghadapi perkembagan
gi
penyakit paru, yaitu : TBC-HIV, MDR,XDR, Kanker
Paru dan lain-lain
3. Terciptanya pelayanan kesehaan yang Cepat, Tepat,
dan Akurat.
4. Terlaksananya pelayanan kesehatan yang berfokus
kepentingan pasien dan berorientasi kepada
keselamatan pasien.
Misi : Menyediakan sarana dan prasarana tercanggih dan
kedua terlengkap disertai pengembangan sumber daya
manusia yang berkarakter, terampil dan berdaya saing
global dalam rangka mendukung tata kelola klinis paru
yang baik (good pulmonary clinical governance).

Strategi : 1. Meningkatkan akses


masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang
berkualitas.
2. Meningkatkan Pelayanan
standar kualitas nasional.
3. Meningkatkan mekanisme
untuk menjamin terselenggaranya pelayanan klinis
yang berkualitas.
4. Meningkatkan sistem-sistem
yang secara efektif dapat memantau paelayanan
kesehatan yang bermutu.
Misi Ketiga : Menjadi pusat pendidikan, pelatihan dan penelitian
serta pengembangan di bidang kesehatan paru dan
saluran pernafasan yang terdepan.
Strategi : 1. Meningkatkan Kerjasama dengan institusi pendidikan
2. Meningkatkan Sumber Daya Manusia yang kompeten
dan berkualitas sebagai pendidik /klinik Instruktur (CI)
3. Meningkatkan sarana prasarana sebagai pusat
pendidikan, pelatihan dan penelitian.
Misi : Menjalin kemitraan strategis di bidang kesehatan paru
Keempat dan saluran pernafasan dengan institusi lain baik
dalam maupun luar negeri.
BAB IV
STRUKTUR RUMAH SAKIT
BAB V
BAGAN ORGANISASI UNIT

Unit kamar jenazah adalah salah satu bagian dari unit yang bertugas
memberikan pelayanan dan pendampingan spiritualitas terhadap jenazah di
Rumah Sakit Paru Provinsi Jawa Barat, yang berada di bawah Keperawatan.
Unit kamar jenazah merupakan salah satu bagian yang bertanggung jawab
terhadap memberikan pelayanan dan pendampingan rohani kepada jenazah
sesuai dengan iman dan kepercayaannya masing-masing.
Bagan dan kompenen dalam struktur organisasi Unit kamar jenazah Rumah
Sakit Paru Provinsi Jawa Barat disesuaikan dengan kondisi serta struktur
organisai induk rumah sakit. Struktrur organisasi Unit kamar jenazah Rumah
Sakit Paru Provinsi Jawa Barat adalah sebagai berikut :

KEPERAWATAN

KEPALA INSTALASI
KAMAR JENAZAH

STAF KAMAR
JENAZAH

BAB VI
URAIAN JABATAN

Unit kamar jenazah Rumah Sakit Paru Provinsi Jawa Barat sesuai dengan
struktur organisasinya terdiri dari : Kepala unit dan staf pelaksana yang
memiliki uraian jabatan sebagai berikut :

1 Nama Jabatan Kepala Unit Kamar Jenazah


2 Pengertian : Penanggung jawab yang membantu Kepala Bidang
Keperawatan dalam pengelolaan Pelayanan Rumah
Sakit
3 Persyaratan : 1. SLTA, diutamakan telah memiliki pengalaman kerja
di rumah sakit
2. Mampu berkomunikasi dan kerjasama baik secara
horizontal maupun vertical.
3. Berkepribadian menarik, sabar dan telaten
menghadapi pasien.
4 Tanggung : a. Bertanggunjawab langsung kepada Keperawatan
Jawab b. Bertanggungjawab terhadap hasil kerja staf.
5 Uraian Tugas : 1. Menyusun dan menyempurnakan standard
operating prosedur (SOP) Yang di perlukan unit
kerjanya dengan memperhatikan standar pelayanan
dan ketentuan Akreditasi.
2. Mempersiapkan sarana dan prasarana serta
dokumen-dokumen, mekanisme, prosedur,
pelatihan, dan sebagainya. Untuk kepentingan
Akreditasi dan pemenuhan standar pelayanan atau
standar kerja yang suda di tetapkan dengan slalu
dilakukan koordinasi ke team akreditasi.
3. Menyusun rancangan pembagian shift kerja
pegawai agar sesuai dengan ketentuan yang
berlaku untuk diberikan kepada kepala seksi.
4. Mengkoordinir pegawai sehingga beban kerja
pegawai saat bertugas relatif bisa merata dengan
senantiasa memberikan pelayanan baik pada
pasien.
5. Memerintakan rotasi tugas pegawai saat bekerja
dengan selalu memperhatikan kualitas pelayanan
kepada pasien.
6. Berkoordinasi dengan seksi kerja yang lain bila
sewaktu-waktu memerlukan bantuan tenaga pada
saat beban pelayanan tinggi dan memerintakan
pegawai yang bertugas untuk membantu seksi yang
di maksud demi mempertahankan kualitas
pelayanan.
7. Menginstruksikan dan mengendalikan pegawai agar
senantiasa mentaati arahan atau/ instruksi /
kebijakan manajemen.
8. Melakukan pengawasan dan pengendalian
terhadap ketertiban dan kedisiplinan pegawai.
9. Melakukan pengawasan kebersihan lingkungan/
wilayah kerja.
10. Melakukan pengawasan dan pengendalian
terhadap keramahan dan standarisasi kualitas
pelayanan.
11. Melakukan pengawasan dan pengendalian
terhadap kepatuhan pegawai dalam, melaksanakan
SPO.
12. Melakukan pengendalian dan pengawasan
terhadap pemeliharaan dan pengunaan sarana
prasarana RS sehingga bisa lebih lama
dipergunakan.
13. Memberikan peringatan, teguran, dan pembinaan
bagi pegawai yang kinerjanya kurang baik dan atau
tidak melaksanakan SOP.
14. Mengusulkan pemberian sangsi tertulis kepada
kepala seksi untuk diteruskan ke seksi SDM.
Apabila ada pegawai yang tidak mengindahkan
peringatan atau teguran lisan.
15. Melakukan penilaian kinerja pegawai secara rutin.
16. Mengusulkan kenaikan pangkat berkala dan
kenaikan pangkat istimewa pegawai.
17. Merancang dan mengusulkan pelatihan dan
pengembangan pegawai sesuai dengan ketentuan
dan peraturan yang berlaku.
18. Pemantau dan pengevaluasian pelaksanaan
kegiatan pelayanan kususnya untuk meningkatkan
mutu pelayanan atau kepuasan pasien.
19. Melakukan evaluasi penyempurnaan dan
penyesuaian terhadap kebijakan, pedoman, dan
SOP yang kurang sesuai untuk kemudian
mengusulkannya kepada kepala seksi untuk
ditindak lanjuti penyesuaiannya.
20. Menyusun laporan hasil pelaksanaan kegiatan
operasional (harian, mingguan, bulanan) untuk di
serahkan kepada kepala Unit.

6 Hasil Kerja :
7 Wewenang : 1. Melaksanankan Pembinaan, Pengarahan, evaluasi
bagia staf kamar jenazah
2. Membagi Tugas
3. Memberi petunjuk pelaksana tugas serta koreksi
yang diperlukan
4. Memberi Penilaian kinerja staf kamar jenazah
5. Menjaga kerahasiaan system rumah sakit
6. Memberikan saran dan pertimbangan kepada
atasan langsung
7. Menjalankan tugas lain yang diberikan

1 Nama Jabatan Staf Kamar jenazah


2 Pengertian : Petugas yang membantu Kepala Unit kamar jenazah
dalam melakukan fungsi kamar jenazah Rumah Sakit
3 Persyaratan : 1. SLTA
2. Mampu berkomunikasi dan kerjasama baik secara
horizontal maupun vertical.
3. Berkepribadian menarik, sabar dan telaten
menghadapi pasien.
4 Tanggung : Kepala Unit kamar jenazah
Jawab
5 Uraian Tugas : 1. Bertanggungjawab kepada kepala kamar
jenazah.
2. Mengarahkan semua aktifitas staff yang
barkaitan dengan suplai alat steril bagi
perawatan pasien di rumah sakit
3. Menjaga kebersihan diri dan ruangan, karena hal
tersebut merupakan cerminan dari kebersihan
linen
4. Menjaga inventaris yang dimiliki Unit kamar
jenazah

6 Hasil Kerja : Pelayanan yang diberikan kepada pasien dan


karyawan
7 Wewenang : Memberikan saran dan pertimbangan kepada atasan
langsung

BAB VII
TATA HUBUNGAN KERJA

UNIT
RANAP,ICU,IGD

LOGISTIK

KAMAR JENAZAH SDM

K3

Kasubbag TU

Uraian Tata Hubungan Kerja


Unit Terkait Bentuk Hubungan Kerja
Direktur Melapor hasil kerja
SDM Berkoordinasi dengan bagian SDM dalam permintaan untuk
memenuhi kebutuhan tenaga di unit kamar jenazah
K3 Berkoordinasi untuk keselamatan di unit kamar jenazah
Logistik Berkoordinasi dalam hal pengadaan Sarana lainya.
Unit Penerimaan permintaan pelayanan kamar jenazah
Ranap,ICU,IGD
BAB VIII
POLA KETENAGAAN DAN KUALIFIKASI PERSONIL

Dalam upaya mempersiapkan tenaga kamar jenazah yang handal, perlu


kiranya melakukan kegiatan menyediakan, mempertahankan sumber daya
manusia yang tepat bagi organisasi.
Atas dasar tersebut perlu adanya perencanaan SDM, yaitu proses
mengantisipasi dan menyiapkan perputaran orang ke dalam, di dalam dan ke
luar organisasi. Tujuannya adalah mendayagunakan sumber-sumber tersebut
seefektif mungkin sehingga pada waktu yang tepat dapat disediakan sejumlah
orang yang sesuai dengan persyaratan jabatan.
Perencanaan bertujuan untuk mempertahankan dan meningkatkan
kemampuan oganisasi dalam mencapai sasarannya melalui strategi
pengembangan kontribusi.
Adapun pola ketenagaan dan kualifikasi sumber daya manusia di Kamar
jenazah Rumah Sakit Karitas Weetebula adalah sebagai berikut :

A. Kualifikasi SDM
Kualifikasi
Nama Pendidikan Formal Masa
No Jlh tersedia Ket
jabatan Forman Non Formal Kerja
Sertifikat 1
1 Kepala Unit S1 Kamar jenazah 10 tahun 1
2 Staf SMA O tahun 1

B. Dasar Perhitungan Ketenagaan Kamar jenazah


Sesuai Ketentuan Pedoman SDM RS. Karitas
BAB IX
KEGIATAN ORIENTASI

Program orientasi dilakukan pada seluruh pegawai yang masuk ke unit


Kamar jenazah selama 3 minggu, setelah melalui test dalam seleksi
penerimaan pegawai yang terkait dengan pelayanan yang ada di unit Kamar
jenazah.Jadwal Orientasi sesuai tabel dibawah ini :
Tabel Orientasi petugas baru Kamar jenazah
NO MATERI WAKTU PENGARAH
Ka.Kamar
1 Perkenalan karyawan 30 menit
jenazah
Orientasi ruangan dan kegiatan di ruang
Ka.Kamar
2 Kamar jenazahRumah Sakit 60 menit
jenazah
KaritasWeetebula secara keseluruhan
Sosialisasi Misi, Visi dan struktur organisasi Ka.Kamar
3 30 menit
Rumah Sakit Karitas jenazah
Ka.Kamar
4 Sosialisasi Peraturan dan Kebijakan di 30 menit
jenazah
Ka.Kamar
5 Bimbingan pelayanan sesuai SPO 60 menit
jenazah
Ka.Kamar
6 Bimbingan dan evaluasi kerja 3 Minggu
jenazah
BAB X
PERTEMUAN RAPAT

Rapat Waktu : Sewaktu-waktu bila ada masalah atau


Insidentil sesuatu hal yang perlu dibahas dan
diselesaikan segera.
Jam : Disesuaikan
Tempat : Disesuaikan
Peserta : Kasubbag TU dan pelaksana
Materi : Sesuai dengan masalah yang perlu dibahas.
Kelengkapan : Undangan, Daftar hadir, notulen rapat.
Rapat laporan/rekomendasi/usulan kepada Atasan.

BAB XI
PELAPORAN

A. Laporan bulanan
Laporan bulanan Kamar jenazah terdiri dari :
1. Rekapitulasi pelayanan kamar jenazah

Anda mungkin juga menyukai