PENDAHULUAN
Humas dan Pemasaran Rumah Sakit mempunyai peran yang sangat penting dalam
manajemen Rumah Sakit. Dengan strategi pengelolaan Humas dan Pemasaran (Public
Relations and Marketing) yang tepat diharapkan dapat meningkatkan citra produk layanan
Rumah Sakit Paru Provinsi Jawa Barat serta jumlah kunjungan pasien di Rumah Sakit Paru
Provinsi Jawa Barat, sehingga bisa memberikan kemanfaatan yang optimal dan berkelanjutan
terhadap masyarakat. Mencermati peran strategis Humas dan Pemasaran bagi Rumah Sakit untuk
masa kini dan yang akan datang, maka dibuat Pedoman Pengorganisasian Humas Pemasaran
Rumah Sakit Paru Provinsi Jawa Barat.
Peranan Humas bagi sebuah Rumah Sakit sangatlah penting dalam memberikan
informasi kepada masyarakat. Selain sebagai ujung tombak dalam program atau kegiatan yang
dilakukanrumah sakit, baik itu kegiatan yang bersifat institusional maupun kegiatan-kegiatan
sosial kemasyarakatan yang mampu mendekatkan hubungan baik antara Rumah Sakit dengan
masyarakat luas. Selain itu, Humas Rumah Sakit juga berperan penting dalam memberikan
penjelasan terkait dengan kejadian-kejadian luar biasa yang dialami rumah sakit bersangkutan.
Misalnya, kasus mal praktek dokter sampai dengan up date informasi jumlah korban bencana
alam.
Dibutuhkan manajemen kehumasan rumah sakit yang solid dan mempunyai
pengetahuan, keterampilan dan sikap dalam berkomunikasi dengan masyarakat dan media.
Selain itu, adanya strategi dalam pengelolaan humas yang tepat tentunya akan meningkatkan
citra produk dan layanan rumah sakit dan akan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap
rumah sakit sehingga dapat memberikan manfaat yang optimal bagi masyarakat ataupun
pengelola rumah sakit. Dengan adanya humas yang baik, maka proses marketing Rumah
Sakit akan menjadi lebih mudah karena masyarakat akan lebih terbangun kepercayaannya karena
sebuah citra Rumah Sakit yang baik.
1
BAB II
GAMBARAN UMUM
RUMAH SAKIT PARU PROVINSI JAWA BARAT
1. GAMBARAN UMUM RUMAH SAKIT PARU PROVINSI JAWA BARAT
Rumah
Sakit Paru Provinsi Jawa Barat terletak di perbatasan antara Kabupaten Cirebon
dan Kabupaten Kuningan tepatnya di Desa Sidawangi Kecamatan Sumber
Kabupaten Cirebon dan Desa Nanggela Kecamatan Mandirancan Kabupaten
Kuningan.
2
Pendirian Sanatorium Sidawangi ini diawali oleh Yayasan Yayasan
Penanggulangan Pemberantasan Penyakit Paru Paru ( P5) yang bekerjasama
dengan Pemerintah Hindia Belanda mengadakan Pasar Malam di lapangan
Kebumen Cirebon pada tahun 1938, dalam kegiatan itu digalang dana dari
masyarakat untuk pembangunan Sanatorium Sidawangi yang dibangun diatas
tanah seluas kurang lebih 10 Hektar, yang terletak di pasir anjing Desa Sidawangi
Kecamatan Sumber Kabupaten Cirebon. Hasilnya berupa bangunan sebanyak 17
buah, empat diantaranya merupakan bangunan yang digunakan untuk merawat
penderita sebanyak 60 (enam puluh) tempat tidur. Pada tanggal 21 Nopember
1939 Sanatorium Sidawangi diresmikan oleh Gubernur Jenderal Carda
Stockenberg. Selanjutnya pengawasan Sanatorium diserahkan kepada dr. Tong
Siong Beng.
Pada tahun 1942 bersamaan dengan datangnya Penjajah Jepang,
pengawasan Sanatorium diserahkan dari dr. H. Abdul Fatah kepada dr. Hko Pek
Gwan dan dijadikan sebagai tempat evakuasi dari RSU Kesambi dan RS Bersalin
Pamitran.
Pada tahun 1948 Sanatorium Sidawangi oleh Palang Merah Militer
Belanda dirubah fungsinya menjadi Rumah Sakit Umum Sidawangi, yang juga
digunakan untuk merawat para Gerilyawan RI terutama para Perwira TNI.Pada
tahun 1950 fungsi Rumah Sakit Umum dikembalikan kepada fungsi semula
sebagai Sanatorium Sidawangi yang khusus merawat pasien penderita penyakit
TB Paru.
Pada tahun 1953 ketika pimpinan Sanatorium diserah terimakan dari dr.
Tong Siong Beng kepada dr. Liem Ghiek Djiang, dilakukan penambahan gedung
sehingga dapat menampung 80 (delapan Puluh) tempat tidur. Pada tahun ini pula
terjadi penyerangan oleh DI/ TII, yang disertai pembakaran Pada bangunan dan
peralatan kedokteran seperti alat Rontgen dan doorlight, serta penjarahan pada
barang-barang pasien dan karyawan yang berada di asrama. Walaupun sempat
mendapat serangan DI/ TII sebanyak dua kali tetapi karyawan tidak goyah dan
tetap bekerja seperti biasa.
3
Pada tahun 1978, Sanatorium Sidawangi diubah menjadi Rumah Sakit
Tuberkulosa Paru (RSTP) Sidawangi dan menjadi Unit Pelaksana Teknis yang
berada dibawah Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Departemen Kesehatan
Republik Indonesia berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No.137
tahun 1978.
Pada tahun 2002, RSTP Sidawangi diserahkan kepemilikannya kepada
Pemerintah Provinsi Jawa Barat, berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor : 909/ Menkes/ SK/VIII/2001. Kemudian direspon oleh
Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan namanya diubah menjadi RUMAH SAKIT
PARU SIDAWANGI berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor. 6
Tahun 2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat
Nomor. 16 Tahun 2000 tentang Lembaga Teknis Daerah Provinsi Jawa Barat.
Pada tahun 2008 Rumah Sakit Paru Sidawangi dirubah menjadi
RUMAH SAKIT PARU PROVINSI JAWA BARAT berdasarkan Perda provinsi
Jawa Barat No. 23 tahun 2008 tentang Organisasi dan tata kerja Rumah Sakit
Daerah Provinsi Jawa Barat.
Pada tanggal 11 Agustus 2016 Rumah sakit Paru Provinsi Jawa Barat
telah ditetapkan menjadi Rumah sakit khusus kelas B berdasarkan keputusan
Kepala Badan Penanaman Modal dan perizinan terpadu (BPMPT) Provinsi Jawa
Barat dan berdasarkan Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 84 Tahun 2016
tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi Unit Pelaksana Teknis Dinas dan
Badan di lingkungan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat berubah menjadi
UPTD Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat dengan mempunyai tugas pokok dan
fungsi sebagai berikut:
Tugas Pokok :
Melakasanakan Pelayanan Penunjang Penyelenggaraan Pemerintah Daerah di
Bidang Kesehatan Paru
Fungsi :
4
- Penyelenggaran usaha perawatan penderita dan kegawatdaruratan penyakit
paru;
- Penyelenggaraan pelaksanaan usaha rehabilitasi medis penyakit paru;
- Penyelenggaran pelaksanan system rujukan (system referral)
5
Pencapaian target kinerja tersebut tidak lepas dari pengaruh berbagai
faktor baik faktor internal yang masih dalam kendali Rumah Sakit maupun faktor
eksternal yang di luar kendali Rumah Sakit namun masih bisa diantisipasi oleh
Rumah Sakit dengan melakukan analisa dan penetapan kebijakan Rumah Sakit
dalam mencapai Visi dan Misi Rumah Sakit untuk mendukung Visi Jawa Barat
yaitu Maju dan Sejahtera untu Semua dan dalam meningkatkan derajat Kesehatan
Paru Masyarakat Jawa Barat khususnya wilayah Jawa Barat bagian timur.
1. FAKTOR INTERNAL
Kondisi internal Rumah Sakit Paru Provinsi Jawa Barat yang secara
langsung maupun tidak langsung sangat mempengaruhi keberhasilan dalam
peningkatan pengembangan Rumah Sakit meliputi peningkatan pelayanan,
keuangan, organisasi dan sumber daya manusia, serta sarana dan
prasarana.
a. Pelayanan
6
7. Instalasi Radiologi
8. Instalasi Perawatan Intensif/ICU
9. Instalasi Penyehatan Lingkungan Rumah Sakit (IPLRS)
10. Pelayanan Medik Lainnya, terdiri dari Pelayanan EKG,
Broncoscopy dan spirometri.
Secara keseluruhan pelayanan yang dilakukan oleh Rumah Sakit Paru
Provinsi Jawa Barat cenderung ada peningkatan yang dilihat dari berbagai
aspek yaitu :
1. Customer Acquistion indikator ini digunakan untuk mengukur
sampai sejauh mana minat pasien baru menggunakan jasa layanan
yang disediakan Rumah Sakit Paru Provinsi Jawa Barat.
2. Customer loyality, ini bertujuan untuk mengukur sampai sejauh
mana Rumah Sakit Paru Provinsi Jawa Barat mampu
mempertahankan pasien lama (kunjungan ulang) untuk
menggunakan jasa layanan yang disediakan.
3. Keluhan pasien: Indikator ini untuk mengukur sampai sejauh mana
kepuasan pasien terhadap layanan yang diberikan, survey kepuasan
pelanggan/masyarakat terhadap kualitas pelayanan dan unsur
penunjang pelayanan Rumah Sakit dilaksanakan 2 kali selama
setahun.
4. Quality of Place
7
Departemen Kesehatan RI (tahun 2005), nilai parameter BOR
yang ideal adalah antara 60-85%, dihitung berdasarkan rumus,
BOR = ((Jumlah hari perawatan Rumah Sakit / (Jumlah tempat
tidur x Jumlah hari dalam satu periode)) x 100%. pemanfaatan
tempat tidur Menurut Departemen Kesehatan RI, Rumah Sakit
Paru dalam keadaan belum optimal yaitu dengan BOR 51% .
b). Angka Perputaran Tempat Tidur (Bed Turn Over = BTO),
Yaitu frekuensi pemakaian tempat tidur pada satu periode,
berapa kali tempat tidur dipakai dalam satu satuan waktu
tertentu. Menurut Departeman Kesehatan RI (tahun 2005),
idealnya dalam satu tahun satu tempat tidur rata-rata dipakai
88.42 kali, dihitung berdasarkan rumus, BTO = Jumlah pasien
keluar (hidup + mati) / Jumlah tempat tidur. Indikator ini untuk
mengukur frekuensi pemakaian tempat tidur dalam satuan
waktu. Rata-rata frekuensi pemakaian tempat tidur selama tahun
2016 (93.72) mengalami penurunan dibanding tahun 2015.
8
Berdasarkan indikator-indikator kinerja diatas, quality of place
Rumah Sakit Paru Provinsi Jawa Barat relatif masih dalam
kisaran yang diperkenankan oleh Kementerian Kesehatan. Kondisi
tersebut secara relatif terkait pengembangan infrastruktur dan
budaya kerja insan Rumah Sakit yang belum sepenuhnya
berkorelasi langsung terhadap peningkatan kualitas fisik layanan.
5. Quality of Place
9
dimana saat ini kecenderungan adanya resistensi terhadap kuman
TBC dan peningkatan penderita TBC, oleh karena itu Rumah Sakit
Paru untuk meningkatkan angka kesembuhan TB dilakukan kerja
sama dengan Instansi pemberian Pelayanan Kesehatan Kabupaten
Kota sewilayah III Cirebon. Angka kesembuhan pasien pada Tahun
2016 mencapai 62% lebih tinggi daripada tahun 2015.
b. Keuangan
10
Metoda Pelayanan Keperawatan Profesional (MPKP) serta pelayanan
Penunjang lainnya.
11
1) Adanya pengembangan pembangunan Provinsi Jawa Barat yaitu
adanya pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat, Tol Cipali
dan Pelabuhan Cirebon.
2) Dukungan stake holder yang menjadikan Rumah Sakit Paru sebagai
UPTD unggulan pelayanan publik, bidang kesehatan paru.
3) Status Rumah Sakit Paru Provinsi Jawa Barat sebagai Badan
Layanan Umum Daerah (BLUD).
4) Lingkungan Rumah Sakit yang masih hijau, banyak pohon-pohonan.
5) Penambahan Jenis Pelayanan Lokasi Rumah Sakit Paru Provinsi
Jawa Barat yang strategis sebagai Rumah Sakit yang berada di
wilayah pebatasan Jawa Barat dan Jawa Tengah.
6) Memiliki lahan yang luas yang masih bisa dikembangkan.
7) Pembangunan/pengembangan sarana dan prasarana Rumah Sakit.
8) Kualitas Sumber Daya Manusia yang siap mendukung pengembangan
pelayanan.
9) Pusat Rujukan & Jejaring Pendidikan.
12
8) Fasilitas fisik (bangunan) masih kurang lengkap.
9) Kualitas dan kuantitas Sumber Daya Manusia rata-rata masih kurang.
10) Kualitas Pelayanan belum optimal.
11) Program SIM-RS terpadu belum dilaksanakan secara optimal.
12) Motivasi dan produktivitas Sumber Daya Manusia belum optimal.
13) Kurangnya Keterlibatan komite dalam decision making.
14) Kepatuhan terhadap SOP belum optimal.
15) Pengembangan Karir staf belum proporsional.
2. FAKTOR EKSTERNAL
Faktor eksternal adalah kondisi di luar Rumah Sakit Paru yang secara
langsung maupun tidak langsung mempengaruhi keberhasilan Rumah Sakit
dalam mencapai tujuannya.
1. Pesaing
Industri Rumah Sakit saat ini mengalami persaingan yang ketat dengan
semakin mudahnya perizinan pendirian Rumah Sakit swasta. Lokasinya
pun saat ini sudah tidak lagi mempertimbangkan jarak antar Rumah Sakit
, sehingga persaingan sangat mengandalkan kualitas pelayanan, biaya
perawatan dan tenaga medis yang ditawarkan. Dampak dari persaingan
yang ketat ini, Rumah Sakit dituntut untuk membuat inovasi dan strategi
untuk mendapatkan pasien.
13
Rumah Sakit yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan yang ada kini
telah banyak tersedia. Disamping milik pemerintah kini telah banyak pula
fasilitas pelayanan kesehatan yang didirikan oleh pihak swasta, mulai dari
balai pengobatan hingga Rumah Sakit berskala internasional. Jumlah
kunjungan pasien ke berbagai fasilitas tersebut juga menunjukkan
kecenderungan yang positif. Ini mengindikasikan bahwa kesadaran
masyarakat terhadap kesehatan dan pelayanan medis makin meningkat.
Kesehatan menjadi suatu hal yang penting untuk diperhatikan, karena
merupakan modal dasar bagi suatu bangsa untuk maju dan berkembang.
Selain itu pelayanan penyakit Paru juga diberikan oleh Rumah Sakit-
Rumah Sakit lainnya.
Rumah Sakit Paru Provinsi Jawa Barat merupakan lima dari Rumah Sakit
milik Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat. Selain Rumah Sakit Paru
Provinsi Jawa Barat.
Saat ini Rumah Sakit Paru Provinsi Jawa Barat telah meningkatkan
sarana dan prasarana untuk menunjang peningkatan pelayanan. Namun
disisi lain, kurangnya tenaga dokter spesialis khususnya spesialis paru
sehingga pelayanan yang diberikan kepada pasien kurang optimal.
Tarif yang ada saat ini belum menggambarkan adanya jasa layanan dan
jasa Rumah Sakit dan tidak berdasarkan perhitungan unit cost. Sehingga
hal ini belum bisa menutupi biaya operasional.
14
Provinsi Jawa Barat akan meningkat, dan pada akhirnya akan
meningkatkan pendapatan Rumah Sakit.
15
kenaikan harga-harga barang termasuk harga obat-obatan dan alat-alat
kesehatan.
16
d. Tuntutan masyarakat yang semakin tinggi terhadap mutu pelayanan
kesehatan secara menyeluruh dan lengkap, yang akan mengalihkan
masyarakat mencari pelayanan kesehatan ke Rumah Sakit lain.
e. Kondisi krisis ekonomi dan moneter sulit diprediksi yang sangat
berpengaruh terhadap daya beli masyarakat dan berpengaruh
terhadap kenaikan harga alkes dan obat.
f. Regulasi pengelolaan BLUD yang belum sepenuhnya diterbitkan
untuk mengatur dana dari pendapatan.
g. Kenaikan Tarif dasar listrik dan BBM.
h. Era Masyarakat ekonomi asean (MEA), masuknya modal asing dan
fasilitas kesehatan swasta luar negeri.
BAB III
VISI, MISI, NILAI DAN TUJUAN
RUMAH SAKIT PARU PROVINSI JAWA BARAT
1. VISI DAN MISI
A. V I S I
Visi adalah tujuan ke depan yang ingin dicapai oleh Rumah Sakit agar
berkarya, konsisten dan eksis, antisipatif, motivatif serta produktif. Visi
merupakan gambaran keadaan masa depan dengan berisikan cita dan citra
yang ingin diwujudkan.
Rumah Sakit Paru Provinsi Jawa Barat sebagai rumah sakit merupakan
Institusi pelayanan publik yang bertanggungjawab kepada Pemerintah
Provinsi Jawa Barat yang dalam hal ini Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat,
tentunya dalam menentukan Visinya tentu merujuk kepada Visi Provinsi Jawa
Barat, sebagai tujuan dari Daerah Provinsi Jawa Barat yaitu Pemerintah
Jawa Barat Maju untuk Semua
Selaras dengan visi Provinsi Jawa Barat maka Rumah Sakit Paru
menetapkan visi yaitu Menjadi Rumah Sakit Paru dan Saluran Pernafasan
yang Handal dan Terlengkap Berkelas Dunia.
B. MISI
17
Misi adalah upaya-upaya atau tahapan-tahapan pelaksanaan dalam
rangka mewujudkan visi. Dengan memperhatikan Misi Provinsi Jawa Barat,
yaitu :
18
5. Meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap kesehatan paru dan
saluran pernapasan melalui pengembangan tourism hospital yang ramah
lingkungan (eco friendly).
D. MEANING STATEMENT
19
Meaning Statement Rumah Sakit Paru adalah Menjaga Kesehatan Paru
Yang Berkualitas Untuk Hidup Lebih Bermakna
2. SASARAN
Untuk mencapai suatu tujuan secara terukur dan nyata dalam jangka
waktu tertentu dijabarkan dalam suatu sasaran. Sasaran yang ditentukan
menggambarkan hal yang ingin dicapai dalam 1 (satu) tahun melalui
tindakan-tindakan yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan yang
20
akan datang, sehingga bersifat spesifik, terinci dapat diukur dan dapat
dicapai.
21
bermutu.
2. Peningkatan Pelayanan menghadapi
perkembagan penyakit paru, yaitu : TBC-HIV,
MDR,XDR, Kanker Paru dan lain-lain
3. Terciptanya pelayanan kesehaan yang Cepat,
Tepat, dan Akurat.
4. Terlaksananya pelayanan kesehatan yang
berfokus kepentingan pasien dan berorientasi
kepada keselamatan pasien.
Misi : Menyediakan sarana dan prasarana tercanggih
kedua dan terlengkap disertai pengembangan sumber
daya manusia yang berkarakter, terampil dan
berdaya saing global dalam rangka mendukung
tata kelola klinis paru yang baik (good pulmonary
clinical governance).
Strategi : 1. Meningkatkan akses masyarakat terhadap
pelayanan kesehatan yang berkualitas.
2. Meningkatkan Pelayanan standar kualitas
nasional.
3. Meningkatkan mekanisme untuk menjamin
terselenggaranya pelayanan klinis yang
berkualitas.
4. Meningkatkan sistem-sistem yang secara
efektif dapat memantau paelayanan
kesehatan yang bermutu.
Misi : Menjadi pusat pendidikan, pelatihan dan
Ketiga penelitian serta pengembangan di bidang
kesehatan paru dan saluran pernafasan yang
terdepan.
Strategi : 1. Meningkatkan Kerjasama dengan institusi
pendidikan
22
2. Meningkatkan Sumber Daya Manusia yang
kompeten dan berkualitas sebagai pendidik
/klinik Instruktur (CI)
3. Meningkatkan sarana prasarana sebagai
pusat pendidikan, pelatihan dan penelitian.
BAB V
STRUKTUR ORGANISASI
RUMAH SAKIT PARU PROVINSI JAWA BARAT
23
BAB V
STRUKTUR ORGANISASI HUMAS PEMASARAN
RUMAH SAKIT PARU PROVINSI JAWA BARAT
DIREKTUR
24
BAB VI
URAIAN JABATAN HUMAS PEMASARAN
RUMAH SAKIT PARU PROVINSI JAWA BARAT
Uraian Tugas :
1. Menyusun Rencana Anggaran Biaya (RAB) dan menuangkan dalam Program Kerja
Tahunan Unit Kerja Humas Pemasaran Rumah Sakit Paru Provinsi Jawa Barat
2. Mengidentifikasi masalah / kebutuhan yang timbul di Unit Kerja Humas &
Pemasaran.
3. Merencanakan pelasksanaan pemasaran melalui pelayanan pelanggan secara khusus
dan customer secara umum dengan metode dan media yang telah yang disediakan.
4. Menangani dan menindaklanjuti aspek aspek kepuasan pelanggan dengan unit kerja
lain yang terkait.
5. Mengkoordinir pemberian keringanan berobat dan mengkomunikasikan ke unit kerja
lain yang terkait
6. Melaksanakan kerjasama dengan instansi / perusahaan dalam bentuk sponsorship bagi
kegiatan Rumah Sakit baik yang interen maupun ekstern.
7. Mengelola umpan balik rujukan pasien dan menjalin kerjasama dengan perujuk untuk
meningkatkan cakupan pelayanan pasien rawat jalan maupun pasien rawat inap.
25
8. Mencari dan menindaklanjuti kerjasama layanan kesehatan secara berlangganan
dengan instansi/perusahaan lain.
9.
BAB VII
26