Anda di halaman 1dari 5

POLA KONSUMSI BUMBU INSTAN DI MASYARAKAT

Chintya Yulian Triningrum


Universitas Negeri Malang
E-mail: chintya.cy@gmail.com

Abstrak: Kesibukan masyarakat dan meningkatnya jumlah wanita yang bekerja


menyebabkan perubahan gaya hidup. Pola konsumsi yang dulunya menggunakan
bahan segar kini beralih ke produk instan, tidak terkecuali dengan bumbu instan.
Bumbu instan memiliki banyak varian, misalnya MSG (Monosodium Glutamat),
saus, hingga bumbu masakan lokal Bumbu instan dinilai lebih praktis daripada
bumbu tradisional. Bumbu instan juga memiliki banyak varian sehingga banyak
digunakan. Namun penggunaan bumbu instan sebaiknya dibatasi agar resep
makanan tradisional Indonesia tidak punah.

Kata Kunci: pola konsumsi, bumbu instan, makanan Indonesia

Abstract: Peoples activities and the increasing number of working women have
changed peoples lifestyle. Consumption pattern that was once around the use of
fresh ingredients has changed into the use of instant product, including instant
spices. Instant spices have many variants, such as MSG (Monosodium Glutamate),
sauce, and local cooking spice. Instant spices are considered to be more effective
than conventional spices. It also has many variants so it is widely used. However,
instant spices should not be consumed excessively in order to maintain Indonesian
cuisine.

Keywords: consumption pattern, instan spices, Indonesian cuisine

Bumbu adalah bagian penting dari sebuah makanan. Bumbu memberikan


cita rasa sehingga makanan lebih lezat untuk dikonsumsi sehingga bumbu dapat
meningkatkan nafsu makan. Meski setiap daerah memiliki warisan kuliner yang
berbeda, namun makanan Indonesia terkenal dengan penggunaan bumbu yang
banyak dan bervariasi dalam olahanan masakannya. Masakan Indonesia memiliki
karakteristik cita rasa yang tajam serta banyak mengandung minyak dan santan.
Kondisi masyarakat yang semakin hari semakin sibuk mendorong
produsen untuk menciptakan bumbu yang dapat digunakan secara instan. Bumbu
tersebut dikemas baik dalam bentuk basah maupun dalam bentuk kering. Bumbu
instan tersedia mulai dari bumbu sederhana sampai bumbu yang kompleks.
Masyarakat pun memilih untuk menggunakan bumbu instan dengan alasan
kepraktisan. Namun penggunaan bumbu instan untuk masakan sehari-hari
memiliki kelemahan dan kelebihan.

PEMBAHASAN
Gambaran Pola Konsumsi Masyarakat
Dewasa ini masyarakat semakin sibuk. Pola konsumsi masyarakat pun
berubah. Dahulu masyarakat memasak bahan mentah menjadi makanan jadi.
Namun karena kesibukan, masyarakat kini lebih memilih sesuatu yang serba
instan. Hal ini juga berlaku untuk makanan. Banyak bermunculan makanan instan
seperti mi, bubur, kopi, bahkan bumbu instan. Bumbu instan dipilih sebagai
alternatif bagi keluarga yang ingin membuat masakan rumahan namun tidak ingin
disibukkan dengan meracik bumbu.
Masakan Indonesia seperti rawon, soto, dan rendang cukup rumit dibuat.
Masakan tersebut membutuhkan bermacam-macam bumbu. Dengan bumbu
instan, masyarakat tidak perlu lagi menyiapkan bumbu satu-persatu, namun cukup
dengan 1 saset. Bumbu instan umumnya memiliki komposisi bahan yang lengkap,
sehingga dengan 1 saset sudah mewakili seluruh bumbu yang dibutuhkan untuk
membuat masakan.
Mayoritas konsumen rumah tangga di Bandar Lampung melakukan
pembelian bumbu instan sebanyak 3-4 saset ukuran 45 gram dengan merek dan
jenis masakan yang berbeda. Frekuensi pembelian tergantung dari kepentingan
dalam mengonsumsi bumbu instan. Sebagian besar responden (67,17%) membeli
bumbu instan sebanyak 2 kali dalam sebulan (Juwita dkk, 2015: 331)
Juwita. dkk (2015) menyatakan bahwa salah satu alasan konsumen
mengonsumsi bumbu instan adalah produk bumbu instan mudah didapat di mana
saja, tidak harus di supermarket. Selain itu, atribut bumbu instan yang dinilai
sangat penting adalah informasi mengenai tanggal kadaluarsa dan pengaruh rasa.
Budaya konsumsi instan tidak hanya berlaku di Indonesia, namun juga di
negara-negara lain. Di India, konsumsi makanan sebagian besar masih di rumah.
Meskipun demikian, konsumsi makanan instan terus meningkat. Sistem
tradisional mulai terkikis. Peningkatan jumlah wanita yang bekerja, peningkatan
pendapatan per kapita, perubahan gaya hidup dan peningkatan level kekayaan
mengubah kebiasaan makan (Selvarani dan Amman, 2016: 1).

Varian Bumbu Instan


Peningkatan jumlah wanita yang bekerja menyebabkan para wanita
memiliki lebih sedikit waktu untuk pekerjaan rumah tangga. Kegiatan memasak
pun harus dilakukan dengan cepat sehingga terjadi peningkatan konsumsi
makanan instan.
Makanan instan yang dimaksud juga mencakup bumbu-bumbu instan yang
saat ini marak di pasaran. Terdapat banyak sekali varian bumbu instan yang dapat
memenuhi kebutuhan memasak masyarakat, mulai dari bumbu yang paling
sederhana hingga bumbu yang kompleks. Bumbu instan dipilih karena
kepraktisannya. Hanya dalam 1 saset, masyarakat dapat memasak masakan
dengan cita rasa spesifik tanpa harus membeli bumbu-bumbu mentah yang banyak
macamnya.
Bumbu instan biasanya dijual dalam bentuk pasta dan dalam bentuk
kering. Bumbu instan pasta cukup praktis, namun kadar airnya tinggi sehingga
tidak begitu awet apabila tidak ditambahkan bahan pengawet. Bumbu instan
kering dijual dalam bentuk bubuk dan cenderung lebih awet karena kadar airnya
rendah.
Kubo (2010: 4) menyatakan bahwa produk bumbu instan yang paling
dasar adalah MSG (Monosodium Glutatamat) dengan berbagai macam merek. Di
Indonesia, MSG biasanya terdiri atas 2 macam rasa, yakni rasa sapi dan rasa
ayam. MSG memiliki harga yang murah dan menjadi bumbu wajib yang harus
dibeli oleh sebagian orang.
Selain MSG, produsen juga mengeluarkan produk bumbu instan yang
lebih spesifik. Misalnya bumbu instan nasi goreng, tepung bumbu serbaguna, saus
teriyaki, saus tiram, dan lain sebagainya. Produsen juga telah menciptakan produk
bumbu khusus masakan Indonesia seperti bumbu opor ayam, rendang, soto, gulai,
dan lain sebagainya. Dengan dijualnya bumbu instan masakan Indonesia,
masyarakat merasa dimudahkan karena tidak perlu meracik bumbu sendiri.
Kelebihan dan Kekurangan Bumbu Instan
Banyaknya bumbu instan yang beredar di pasaran dengan berbagai macam
kegunaan membuat kegiatan memasak dapat dilakukan dengan lebih praktis.
Tidak perlu membeli bermacam-macam bumbu mentah untuk memasak sesuatu.
Bumbu instan dapat ditemukan dengan mudah di pasaran. Harga bumbu instan
pun relatif murah sehingga terjangkau untuk masyarakat. Bumbu instan relatif
lebih awet daripada bahan segar sehingga dapat disimpan dalam jangka waktu
yang lama.
Namun, penggunaan bumbu instan untuk sehari-hari tidaklah selalu baik.
Bumbu instan biasanya mengandung pewarna, perisa, dan pengawet. Bila
dibandingkan dengan bahan segar , tentu lebih baik bahan segar. Terkadang
bumbu instan juga tidak dapat mengalahkan rasa dari bumbu yang dibuat sendiri
dengan cara konvensional, sehingga masyarakat kerap menambahkan bumbu
segar untuk menguatkan cita rasa dari bumbu instan.
Selvarajn (2012) dalam Hawa dkk (2014) mengatakan bahwa alasan tidak
membeli produk makanan instan adalah kurangnya kesadaran akan produk, tidak
menyukai produk, harga yang relatif mahal, dan kesadaran akan kesehatan.
Kebiasaan menggunakan bumbu instan juga menyebabkan masyarakat kini
melupakan resep warisan leluhur. Masyarakat hanya mengandalkan bumbu instan
tanpa mengetahui bumbu asli dari masakan yang dibuatnya. Akibatnya,
pengetahuan masyarakat tentang makanan Indonesia menjadi rendah. Masyarakat
hanya bisa membuat masakan dengan bumbu instan tanpa tahu bumbu aslinya.
Padahal, makanan merupakan salah satu warisan bangsa yang harus dilestarikan.

PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan temuan-temuan terdahulu dan pembahasan, dapat
disimpulkan bahwa seiring berjalannya waktu, gaya hidup masyarakat kian
berubah. Hal tersebut dikarenakan kesibukan masyarakat dan meningkatnya
jumlah wanita yang bekerja sehingga masyarakat hanya memiliki sedikit waktu
untuk memasak. Penggunaan bumbu instan dianggap praktis dan memiliki banyak
varian sehingga menjadi pilihan bagi sebagian masyarakat.
Saran
Berdasarkan simpulan di atas, maka disarankan untuk menggunakan
bumbu instan secara bijak. Penggunaan harus dibatasi karena bumbu instan
mengandung pewarna, perisa, dan pengawet. Selain itu, bumbu-bumbu asli
Indonesia juga perlu dipelajari untuk menghindari punahnya resep asli makanan
Indonesia. Masyarakat hendaknya tidak bergantuk pada bumbu instan.

DAFTAR RUJUKAN
Hawa, A., Kanani, H., Patel, M., Taneja, N., Maru, P., Kaliwala, S., Gopani, S.,
Sharma, S. Sharm, S. & Patel, S. 2014. A Study on Consumer Purchase
Intention Towards Ready-to-Eat Food in Ahmedabad. Asian Journal of
Management Research, (Online), 5 (2): 204,
(http://www.inpublishin.co.in), diakses 12 Oktober 2017.
Juwita, A. Sayekti, W.D. & Indriyani, Y. 2015. Sikap dan Pola Pembelian
Bumbu Instan Kemasan oleh Konsumen Rumah Tangga di Bandar
Lampung. Jurnal Ilmu-Ilmu Agribisnis, (Online), 3 (3): 331,
(http://jurnal.fp.unila.ac.id), diakses 12 Oktober 2017
Kubo, M. 2010. The Development of an Indonesian National Cuisine: A Study of
New Movement of Instant Foods and Local Cuisine. Globalization, Food
and Social Identities in the Asia Pacific Region, (Online), 1 (1): 1-5,
(http://lcc.fla.sophia.ac.jp), diakses 12 Oktober 2017.
Selvarani & Amman, Z. 2016. A Study on Consumer Behavior of Instant Food
Product with Special Reference to Tiruchirappalli City. SSRG
International Journal of Economics and Management Studies, (Online), 3
(1): 1, (http://www.internationaljournalssrg.org), diakses 12 Oktober 2017.

Anda mungkin juga menyukai